Anda di halaman 1dari 3

Pengertian seni teater

Dalam sejarahnya, kata “Teater” berasal dari bahasa Inggris theater atau theatre, bahasa Perancis
théâtre dan dari bahasa Yunani theatron (θέατρον). Secara etimologis, kata “teater” dapat diartikan
sebagai tempat atau gedung pertunjukan. Sedangkan secara istilah kata teater diartikan sebagai
segala hal yang dipertunjukkan di atas pentas untuk konsumsi penikmat.

Fungsi Seni teater


Peranan seni teater telah mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya teknologi. Seni
teater tidak hanya dijadikan sebagai sarana upacara maupun hiburan, namun juga sebagai sarana
pendidikan. Sebagai seni, teater tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat sebagai hiburan semata,
namun juga berperan dalam nilai afektif masyarakat. Adapun beberapa fungsi seni teater, di
antaranya meliputi:

1. Teater sebagai Sarana Upacara


Pada awal munculnya, teater hadir sebagai sarana upacara persembahan kepada dewa Dyonesos
dan upacara pesta untuk dewa Apollo. Teater yang berfungsi untuk kepentingan upacara tidak
membutuhkan penonton karena penontonnya adalah bagian dari peserta upacara itu sendiri. Di
Indonesia seni teater yang dijadikan sebagai sarana upacara dikenal dengan istilah teater tradisional.

2. Teater sebagai Media Ekspresi


Teater merupakan salah satu bentuk seni dengan fokus utama pada laku dan dialog. Berbeda dengan seni
musik yang mengedepankan aspek suara dan seni tari yang menekankan pada keselarasan gerak dan irama.
Dalam praktiknya, seniman teater akan mengekspresikan seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan
ucapan-ucapan.

3. Teater sebagai Media Hiburan


Dalam perannya sebagai sarana hiburan, sebelum pementasannya sebuah teater itu harus dengan persiapkan
dengan usaha yang maksimal. Sehingga harapannya penonton akan terhibur dengan pertunjukan yang digelar.

4. Teater sebagai Media Pendidikan


Teater adalah seni kolektif, dalam artian teater tidak dikerjakan secara individual. Melainkan untuk
mewujudkannya diperlukan kerja tim yang harmonis. Jika suatu teater dipentaskan diharapkan pesan-pesan
yang ingin diutarakan penulis dan pemain tersampaikan kepada penonton. Melalui pertunjukan biasanya
manusia akan lebih mudah mengerti nilai baik buruk kehidupan dibandingkan hanya membaca lewat sebuah
cerita.

Sejarah Perkembangan Teater di Indonesia dari Masa ke Masa


Sejarah perkembangan teater di Indonesia di mulai dari perkembangan teater tradisional hingga teater
modern seperti saat ini. Untuk lebih memahami sejarah perkembangan teater, mari simak ulasan berikut ini.

a.Teater Tradisional
Kasim Achmad berpendapat bahwa Zaman Hindu menjadi ujung tombak sejarah teater di Indonesia. Hal
tersebut ditandai oleh terdapatnya unsur-unsur teater pada pelaksanaan upacara adat agama Hindu. Teater
secara penuh disebut sebagai teater ketika telah melepaskan diri dari unsur upacara adat. Masyarakat terus
mengembangkan teater kala itu dengan seni pertunjukan spontanitas kala itu.
Pembentukan teater di Indonesia sangat beragam. Ini karena Indonesia terdiri atas berbagai macam suku dan
budaya. Sehingga melahirkan tata cara yang berbeda pula. Beberapa contoh teater tradisonal di Indonesia di
antaranya adalah drama gong, lenong, ludruk, wayang wong, wayang kulit, ketoprak, ubrug, arja, randai, dan
lainnya.

b.Teater Transisi
Teater transisi disebut juga sebagai teater modern. Teater transisi dilatarbelakangi oleh pengaruh budaya lain
sehingga memberi sentuhan warna yang berbeda. Unsur teater transisi terdiri atas teknik teater barat yang mana
pada masa itu dilakoni oleh orang Belanda pada tahun 1805.
Pertunjukan teater transisi pada masa kolonial Belanda menjadi salah satu alasan berdirinya gedung
Schouwburg atau Gedung Kesenian Jakarta di tahun 1821. Teater transisi mulai dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia pada tahun 1891 atau bertepatan dengan berdirinya Komedie Stamboel di Surabaya.
Tidak hanya sampai di situ saja, teater transisi terus mengalami perkembangan hingga berdirinya The Malay
Opera Dardanella atau Sandiwara Dardanella. Teater tersebut didirikan oleh Willy Klimanoff di tahun 1926. Tak
lama setelahnya, perkembangan teater transisi terus bermunculan hingga zaman penjajahan Jepang seperti
Sandiwara Orion, Komidi Bangsawan, dan lainnya.

Perkembangan Seni Teater Nusantara

#Teater Indonesia dari Tahun ke Tahun (1920 – 1990an)


Sejarah perkembangan teater di Indonesia dirangkum mulai dari tahun 1920 hingga tahun 1990.
Berikut adalah penjabarannya.

#Teater Indonesia Periode 1920-an


Periode 1920an menjadi awal berkembangnya drama-drama Pujangga Baru. Naskah drama tersebut
ditulis berdasarkan masalah penjajahan dan penindasan yang terjadi kala itu. Unsur teater ini disusun
menggunakan Bahasa Indonesia dengan bentuk dialog antar tokoh dan sajak

#Teater Indonesia Periode 1930-an


Teater pada masa ini merupakan lanjutan dari periode sebelumnya yang bertemakan perjuangan.
Akan tetapi, terdapat tambahan warna dengan sentuhan cerita kerajaan dan kisah mistis
Beberapa di antaranya adalah Keris Empu Gandring yang ditulis oleh Imam Supardi, Hantu yang
ditulis oleh Mr. Singgih, dan Nyai Blorong yang ditulis oleh Dr. Satiman Wirjosandjojo.
Selain itu, Ir. Soekarno juga berkontribusi terhadap perkembangan teater di Indonesia di masa
pengasingannya ke Bengkulu. Beliau menuliskan lakon Dr. Setan, Kriukut Bikutbi, dan Rainbow di
tahun 1927.

#Teater Indonesia Periode 1940-an


Teater ini berkembang di masa penjajahan Jepang sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintahan
totaliter Jepang. Meskipun demikian, ide kreatif muncul dari Kamajaya dan Anjar Asmara yang
menginisiasi Badan Pusat Kesenian Indonesia.
Ide tersebut diwujudkan oleh Presiden Soekarno yang didukung oleh Sanusi Pane, Armijn Pane, Mr.
Sumanang, Kama Jaya, ddan Sutan Takdir Alisjabana.

#Teater Indonesia Periode 1950-an


Periode teater 1950an juga disebut sebagai perkembangan teater di awal kemerdekaan. Teater ini
pada umumnya terdiri atas kisah-kisah perenungan atas jasa pahlawan yang gugur memperjuangkan
kemerdekaan. Kisah tersebut menggoreskan kesan dan nilai keberanian, kekecewaan, kemunafikan,
pengorbanan, keikhlasan, sikap pengecut, dan kepahlawanan.
Beberapa karya teater Indonesia periode 1950an adalah Awal dan Mira pada tahun 1952, Sayang
Ada Orang Lain pada tahun 1953 oleh Utuy Tatang Sontani, Hanya Satu Kali oleh John Galsworthy
pada tahun 1956, dan The Man in Grey Suit oleh Averchenko.

#Teater Indonesia Periode 1960 – 1970-an


Pada periode ini, teater berkreasi dengan menggabungkan unsur tarian, dagelan, dan unsur etnis
lainnya. Beberapa karya terkenal di masa ini di antaranya adalah Paman Vanya oleh Anton Chekhov,
Biduanita Botak dan Badak-badak oleh Ionesco di tahun 1960, Pangeran Geusan Ulun oleh Saini KM
di tahun 1961, Teater Teror, dan Teater Koma.

#Teater Indonesia Periode 1980 – 1990-an


Perkembangan teater Indonesia pada periode ini mulai mendapatkan perhatian khusus dengan
didirikannya lembaga teater. Dengan adanya lembaga teater tersebut, lahirlah beragam festival
teater seperti Festival Teater Jakarta, Festival Seni Pertunjukan Rakyat di Yogyakarta, Teater Gapit di
Solo, Teater Bel di Bandung, dan lainnya.

Teater kontempore Indoenesia menunjukkan perkembangan dunia teater dengan adanya sentuhan
gaya baru. Beberapa seniman menggabungkan unsur teater konvensional dengan teater
eksperimental dengan jangkauan ekspresi yang lebih luas.

Nah, itulah ulasan seputar sejarah perkembangan teater di Indonesia. Perkembangan teater
tersebut juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi seperti yang bisa kamu rasakan seperti saat ini.

Anda mungkin juga menyukai