Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rizal Dwi Saputro

NIM : 195110700111036

Sejarah dan Perkembangan Teater di Indonesia


Teater berasal dari kata “theatre” dalam bahasa Inggris atau “teatron” dalam bahasa Yunani
yang memiliki makna sebagai tempat untuk menonton. Dahulunya teater merupakan tempat
menonton sebuah pertunjukan seperti drama dengan penataan panggung berdasarkan cerita
yang ditampilkan. Awalnya, teater di Indonesia berfungsi sebagai bentuk pemujaan. Seiring
berjalannya waktu, fungsi tersebut berubah dengan teknologi terintegrasi
Sejarah perkembangan teater di Indonesia
1. Teater Tradisional
Sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada
zaman tersebut, terdapat tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak
digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari
suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan
masyarakat. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut
membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat.
2. Teater Transisi (modern)
Teater transisi merupakan teater tradisional dengan model garapan yang memasukkan
unsur-unsur teknik teater Barat. Unsur yang dimaksud adalah pada cerita yang sudah
mulai ditulis, cara penyajian cerita dengan menggunakan panggung dan dekorasi,
mulai memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan.
Pada periode transisi inilah teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi.
Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan
teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun
1805 yang kemudian berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali
berdirinya gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian
Jakarta).
Pada masa teater transisi belum muncul istilah teater, melainkan sandiwara.
Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara,
sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan
permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater
bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
3. Teater Indonesia Periode 1920-an
Periode 1920an menjadi awal berkembangnya drama-drama Pujangga Baru. Naskah
drama tersebut ditulis berdasarkan masalah penjajahan dan penindasan yang terjadi
kala itu. Unsur teater ini disusun menggunakan Bahasa Indonesia dengan bentuk
dialog antar tokoh dan sajak.
4. Teater Indonesia Periode 1930-an
Teater pada masa ini merupakan lanjutan dari periode sebelumnya yang bertemakan
perjuangan. Akan tetapi, terdapat tambahan warna dengan sentuhan cerita kerajaan
dan kisah mistis.
Beberapa di antaranya adalah Keris Empu Gandring yang ditulis oleh Imam Supardi,
Hantu yang ditulis oleh Mr. Singgih, dan Nyai Blorong yang ditulis oleh Dr. Satiman
Wirjosandjojo.
Selain itu, Ir. Soekarno juga berkontribusi terhadap perkembangan teater di Indonesia
di masa pengasingannya ke Bengkulu. Beliau menuliskan lakon Dr. Setan, Kriukut
Bikutbi, dan Rainbow di tahun 1927.
5. Teater Indonesia Periode 1940-an
Teater ini berkembang di masa penjajahan Jepang sebagai bentuk dukungan terhadap
pemerintahan totaliter Jepang. Meskipun demikian, ide kreatif muncul dari Kamajaya
dan Anjar Asmara yang menginisiasi Badan Pusat Kesenian Indonesia.
Ide tersebut diwujudkan oleh Presiden Soekarno yang didukung oleh Sanusi Pane,
Armijn Pane, Mr. Sumanang, Kama Jaya, ddan Sutan Takdir Alisjabana.
6. Teater Indonesia Periode 1950-an
Periode teater 1950an juga disebut sebagai perkembangan teater di awal
kemerdekaan. Teater ini pada umumnya terdiri atas kisah-kisah perenungan atas jasa
pahlawan yang gugur memperjuangkan kemerdekaan. Kisah tersebut menggoreskan
kesan dan nilai keberanian, kekecewaan, kemunafikan, pengorbanan, keikhlasan,
sikap pengecut, dan kepahlawanan.
Beberapa karya teater Indonesia periode 1950an adalah Awal dan Mira pada tahun
1952, Sayang Ada Orang Lain pada tahun 1953 oleh Utuy Tatang Sontani, Hanya
Satu Kali oleh John Galsworthy pada tahun 1956, dan The Man in Grey Suit oleh
Averchenko.
7. Teater Indonesia Periode 1960 – 1970-an
Pada periode ini, teater berkreasi dengan menggabungkan unsur tarian, dagelan, dan
unsur etnis lainnya. Beberapa karya terkenal di masa ini di antaranya adalah Paman
Vanya oleh Anton Chekhov, Biduanita Botak dan Badak-badak oleh Ionesco di tahun
1960, Pangeran Geusan Ulun oleh Saini KM di tahun 1961, Teater Teror, dan Teater
Koma.
8. Teater Indonesia Periode 1980 – 1990-an
Perkembangan teater Indonesia pada periode ini mulai mendapatkan perhatian khusus
dengan didirikannya lembaga teater. Dengan adanya lembaga teater tersebut, lahirlah
beragam festival teater seperti Festival Teater Jakarta, Festival Seni Pertunjukan
Rakyat di Yogyakarta, Teater Gapit di Solo, Teater Bel di Bandung, dan lainnya.
9. Teater Kontemporer
Teater kontemporer Indoenesia menunjukkan perkembangan dunia teater dengan
adanya sentuhan gaya baru. Beberapa seniman menggabungkan unsur teater
konvensional dengan teater eksperimental dengan jangkauan ekspresi yang lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai