Anda di halaman 1dari 6

Memetik Pesan Kehidupan

Dari buku Atas Nama Cinta Denny JA


Oleh: Firyal Aniswafi Hamidah
NIM: 1910332003

Buku dengan judul Atas Nama Cinta karya Denny JA merupakan salah satu dari
beberapa buku yang telah dibuatnya yang berisikan beberapa puisi essai. Untuk buku
ini terdapat 5 buah puisi essai di dalamnya yaitu dengan judul Sapu Tangan Fang Yin,
Romi dan Yuli dari Cikeusik, Minah Tetap Dipancung, Cinta Terlarang Batman dan
Robin, serta Bunga Kering Perpisahan. Puisi-puisi tersebut mengangkat konflik atau
isu-isu yang pernah terjadi di Indonesia dengan tema percintaan sebagai tema
utamanya. Sebut saja contohnya yaitu konflik pada masa penggulingan kepemimpinan
Presiden Soeharto pada tahun 1998, konflik hukuman pancung kepada TKW asal
Indonesia yang bernama Minah, konflik percintaan bagi penyuka sesama jenis, serta
konflik percintaan antara dua orang yang berbeda paham agama atau bahkan berbeda
agama. Konflik-konflik tersebut dikemas serta diceritakan dalam bentuk karya sastra
berupa puisi essai, yang hampir seluruhnya menggunakan alur mundur atau dapat juga
disebut dengan kata flashback.

Untuk gaya bahasanya sendiri tidak menggunakan banyak kata-kata kiasan seperti
puisi-puisi pada umumnya. Bahkan pada puisi essai ini malah menggunakan gaya
bahasa yang hampir sama dengan gaya bahasa pada cerpen atau novel. Hal ini
membuat siapapun yang membaca puisi essai tersebut mampu memahami dengan
jelas apa isi yang terkandung di dalamnya. Selain itu juga, dengan gaya bahasa yang
ringan, pembaca mampu merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh pada puisi essai itu
hingga menimbulkan perasaan sedih dan juga haru. Pada buku ini diberikan pula
beberapa catatan kaki sebagai kisah dan juga keterangan dari beberapa kata atau
kalimat, beserta sumber yang digunakan untuk mencari keterangan kata tersebut.
Contohnya pada puisi Minah Tetap Dipancung, pada bait:

Ingin aku seperti mereka


Satu di antara sekian juta perempuan
Yang bekerja di negeri asing
Menjadi apa saja.1
Terdapat angka 1 yang kecil pada akhir kalimat "Menjadi apa saja", yang berarti pada
kalimat atau bait tersebut memiliki keterangan atau catatan kaki berupa:

1. Setiap bulan ada 60.000 TKI yang berangkat ke luar negeri, atau rata-rata per hari
2000 TKI. Mereka bekerja di berbagai negara: Singapura, Malaysia, Brunei
Darussalam, Hongkong, Taiwan, Kuwait, Yordania, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat
Arab, Oman, Qatar, dan Bahrain. Sumber: www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-
231/2296-jumhur-sertifkasi-kompetensi-instrumen-lindungi-tki-plrt.html.

Hal tersebut dapat berfungsi untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai hal-
hal yang terjadi dalam kisah yang diceritakan pada puisi essai itu dan juga mampu
menjelasakan beberapa kata atau kalimat yang rancu. Selain itu juga, catatan kaki
dapat menjadi sumber referensi bagi si pembaca.

Tidak hanya tema percintaan, dalam puisi-puisi pada buku ini juga diselipkan
beberapa tema yang lain seperti yang bertemakan kebudayaan, paham kepercayaan,
agama, politik, ekonomi, serta kehidupan sosial. Tema-tema tersebut diselipkan untuk
mengangkat jalan cerita pada puisi essai tersebut agar menjadi lebih realistis atau
sesuai dengan kehidupan. Selain itu juga, tema-tema tersebut mampu membuat
konflik yang diceritakan menjadi semakin memuncak dan lebih terasa gereget bagi si
pembaca. Contohnya pada puisi essai Romi dan Yuli dari Cikeusik pada bait berikut:

Penyebabnya peristiwa itu!


Tanggal 6 bulan Februari tahun 2011
Kampung Romi di Cikeusik dilanda huru-hara.
Ketika Jemaah Ahmadiyah sedang mengadakan pertemuan
Massa menyerang –
Dan nyawa empat orang
Melayang!

Pada bait tersebut dapat kita simpulkan bahwa terdapat tema yang berupa perbedaan
paham kepercayaan pada suatu agama yang mengakibatkan konflik menjadi semakin
memanas atas tewasnya beberapa orang akibat kejadian itu. Padahal, pada puisi
tersebut yang menjadi tema utamanya adalah masalah kehidupan percintaan antara
sang tokoh yaitu Romi dan juga Yuli.
Dalam buku puisi essai Atas Nama Cinta ini pula diberikan beberapa gambar-gambar
ilustrasi untuk membangun kisah yang diceritakan menjadi lebih menarik. Gambar-
gambar yang ada didalamnya juga dapat menjadi visual-visual bagi tokoh-tokoh yang
diceritakan. Dengan adanya gambar-gambar itu pula mampu membuat para pembaca
tidak merasa bosan dan jenuh karena membaca buku yang hanya berupa tulisan
panjang saja.

Dari kelima puisi essai yang terdapat pada buku tersebut, hampir keseluruhannya
berakhir dengan akhir yang tragis. Namun ada salah satu puisi yang berakhir dengan
akhir yang bahagia, yaitu pada puisi yang pertama dengan judul Sapu Tangan Fang
Yin.

Pada puisi pertama, Sapu Tangan Fang Yin, mengisahkan tentang pergolakan sengit
yang terjadi pada masa penggulingan kepemimpinan Presiden Soeharto. Dalam puisi
tersebut dikisahkan seorang perempuan Indonesia berketurunan Tionghoa bernama
Fang Yin yang mengalami problematika kehidupan serta percintaannya dengan sang
kekasih, akibat ia menjadi korban pemerkosaan pada kejadian tersebut. Kisah tersebut
ditulis dalam gaya bahasa yang ringan untuk sebuah puisi sehingga pembaca mampu
merasakan apa yang terjadi pada Fang Yin. Contohnya dalam bait puisi berikut:

Rambutnya dijambak
Pakaiannya dikoyak-moyak
Dan dengan kasar
Mereka pun memukul, menampar.
Fang Yin pun menjerit, mohon ampun,
Jangan...Jangan...
Saya punya uang.
Ampun. Jangan.

Kemudian, setelah kita membaca keseluruhan puisi yang terdapat pada buku Atas
Nama Cinta dapat kita amati bahwa hanya puisi inilah yang berakhir dengan bahagia
dan dapat kita petik pesan dan maknanya. Pesan dan makna yang dapat kita ambil dari
puisi Sapu Tangan Fang Yin yaitu "Janganlah kita berlarut-larut dalam kesedihan
yang terjadi pada pengalaman di masa lampau. Semua hal buruk yang terjadi di masa
lalu pasti akan menjadi hal indah di masa kemudian. Oleh karena itu, bangkitlah!
Tetaplah semangat untuk menghadapi masa depan."
Pada puisi kedua yang berjudul Romi dan Yuli dari Cikeusik, mungkin kita
menyangka yang menjadi masalah percintaan antara Romi dan Yuli adalah adanya
perbedaan agama diantara mereka. Namun ternyata, setelah kita membaca lebih
lanjut, bukan perbedaan agama yang menjadi masalah, tapi paham keagamaan yang
mereka anut. Disini dapat kita ketahui bahwa Romi dan Yuli tidak direstui oleh kedua
orang tua mereka masing masing akibat pemahaman agama keluarga mereka yang
sangat bertentangan, walaupun agama mereka sama sama Islam. Akan tetapi, mereka
berjuang dan lebih mengutamakan perasaan cinta mereka ketimbang perbedaan
pemahaman agama. Hingga pada akhirnya orangtua Yuli mencoba merestui hubungan
mereka. Akan tetapi, hal itu terlambat, Yuli sudah kembali kepada Sang Mahakuasa.

Kisah pada puisi kedua itu, hampir sama dengan kisah pada puisi kelima yang
berjudul Bunga Kering Perpisahan. Tetapi yang membuat beda yaitu jika pada
puisi Romi dan Yuli dari Cikeusik yang menjadi masalah adalah perbedaan paham
agama, sedangkan pada puisi kelima yaitu masalah perbedaan agama yang sangat
ditentang oleh keluarga sang tokoh, yang sudah jelas diterangkan pada bait:

Tahun delapan puluhan –


Mereka kuliah, satu angkatan;
Bersahabat? Tak usah ditanya.
Cinta? Nanti dulu, agama berbeda.

Kedua puisi tersebut berakhir dengan akhir yang tragis, yaitu dengan meninggalnya
salah satu tokoh utama yang diceritakan dalam puisi itu. Dari kedua kisah itu, kita
dapat memetik pesan dan makna: "bahwa sesungguhnya tidak ada yang salah dalam
cinta beda pemahaman agama atau bahkan beda agama. Orang tua memanglah ingin
yang terbaik untuk anak-anaknya. Akan tetapi terkadang keinginan orang tua
bukanlah pilihan yang terbaik bagi sang anak. Benar, ini bukan lagi zaman Siti
Nurbaya. Jadi barkan anak anak mereka menemukan belahan jiwanya dari perasaan
hati mereka. Jangan kekang pilihan mereka, atau kita akan menyesal dengan itu
semua."

Pada puisi ketiga yang berjudul Minah Tetap Dipancung mengangkat salah satu
konflik yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu dijatuhkannya hukuman pancung untuk
seorang TKW asal Indonesia. Akan tetapi, pada puisi tersebut yang menjadi tema
utamanya adalah kisah kesetiaan si tokoh yang bernama Minah terhadap sang suami,
anak-anak, keluarga, bahkan guru mengajinya, yang membuat suaminya bangga
walaupun hidupnya yang menjadi Tenaga Kerja Wanita sangatlah mengenaskan. Hal
itu dijelaskan dalam bait berikut:

Aminah, betapa bangga aku padamu:


Kau berjuang untuk keluarga
Membela kehormatan diri.
Guru ngaji di pesantren
Tak akan menyalahkanmu.
Meski besok dipancung
Kau tetap hidup di hatiku
Dan di hati Aisah, anak kita itu.

Niat awal bekerja ke luar negeri ingin mengadu dan merubah nasib, namun apa daya
malah penyiksaan yang selalu Minah dapatkan. Kisah tersebut berakhir tragis dengan
meninggalnya sang tokoh akibat hukuman pancung yang ia dapatkan. Akan tetapi,
dari kisah dalam puisi essai tersebut dapat kita petik pesan dan maknanya, "Kebaikan
dan kebenaran akan selalu menang. Apabila kebaikan dan kebenaran itu kalah, maka
kemenangan tetap ada di mata mereka yang menyaksikan perjuangan kita dalam
menegakan kebenaran."

Untuk puisi keempat dengan judul Cinta Terlarang Batman dan Robin mengangkat
kisah yang bisa dibilang tabu bagi masyarakat Indonesia sehingga menimbulkan suatu
konflik, sebut saja kisah penyuka sesama jenis atau homoseksual. Puisi tersebut secara
garis besar mengisahkan seseorang laki-laki yang berusaha melawan hatinya untuk
mencintai seseorang yang seharusnya dicintai oleh laki-laki, yaitu seorang wanita,
agar ibunya tidak merasa terluka jika ia memiliki seorang anak yang
terlahir gay. Namun apa daya, walaupun ia sudah berusaha, ia pun gagal pada
akhirnya. Dari kisah ini dapat kita ambil pesan, "Kita harus terbuka kepada mereka
yang memiliki perbedaan dalam hal seperti itu, karena hal tersebut bukanlah
keinginan mereka. Terlahir sebagai seorang gay karena unsur genetis yang berbeda,
bukankah itu takdir pemberian dari Tuhan juga? Memang benar takdir ada yang bisa
dirubah, namun apadaya bagi mereka yang sudah berusaha namun tetap gagal pada
akhirnya? Oleh karena itu, sudah sepatutnya mereka mensyukuri, dan sudah
sepatutnya kita menghargai. "
Itulah beberapa pesan yang dapat dipetik dari kelima puisi essai yang terdapat dalam
buku Atas Nama Cinta karya Denny JA. Dapat disimpulkan keseluruhannya bahwa
sesungguhnya tidak ada manusia yang sempurna, akan tetapi, apa salahnya jika kita
sebagai manusia yang diberi akal sehat dan hati nurani oleh yang Maha Esa, berusaha
untuk menjadi lebih baik dari apa yang sudah ditakdirkan-Nya kepada kita.
Sekian.

Anda mungkin juga menyukai