Anda di halaman 1dari 9

PENEMAAN

A. Yang Dimaksud dengan Istilah ‘Penemaan’

Kata atau istilah ‘penemaan’ adalah sebuah kata yang terbentuk dari kata asal ‘tema’
yang senantiasa diartikan : 1) laku atau perbuatan mentopik yang dilakukan oleh para tokoh
utama cerita; 2) keadaan atau kenyataan hidup mentopik yang terjadi pada para tokoh utama
cerita; 3) pokok persoalan mentopik yang terjadi dalam kehidupan para tokoh utama
diceritakan; 4) premis atau pendapat yang berusaha dibuktikan kebenarannya dalam
pemeristiwaan; dan 5) amanat, pesan, gagasan atau moral cerita yang dikedepankan atau
diimplisitkan pengarang.
Sebagai ‘laku atau perbuatan tokoh yang menjadi topik penceritaan’, tema karya-karya
yang mengandung cerita atau peristiwa umumnya ditunjuk dengan satu atau beberapa kata
awal seperti ‘perjalanan hidup’, ‘perjuangan hidup’, ‘persahabatan’, ‘percintaan’,
‘petualangan’, ‘pembunuhan’, ‘penyelamatan’, ‘pelarian diri’, ‘penyelidikan tindak
kejahatan’ dan lain-lain yang sebenarnya dapat dilengkapi dengan kata-kata yang lebih
menjelaskan rumusan tema seperti ‘perjalanan hidup terakhir keluarga dan beberapa handai
taulan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja tua yang angkuh, otoriter dan keliru
dalam membuat keputusan sebelum kejayaan dan kedinastian kerajaan itu runtuh’ yang
terdapat dalam lakon “King Lear” (1606); dan ‘percintaan sehidup semati sepasang kekasih
di tengah-tengah permusuhan keluarga mereka yang semakin hari semakin menjadi-jadi’
yang terdapat dalam lakon “Romeo and Juliet” (1597).
Sebagai ‘keadaan atau kenyataan hidup tokoh yang menjadi topik penceritaan’, tema
suatu karya yang mengandung cerita atau peristiwa umumnya ditunjuk dengan satu atau
beberapa kata teramat ringkas seperti ‘kehidupan sia-sia’, ‘kebahagiaan’, ‘kerinduan’,
‘kemalangan’, ‘kesengsaraan’, ‘kemiskinan’, ‘ketakutan’, ‘kekacauan jiwa’, ‘kejatuhan’,
‘kehilangan’, ‘kesepian’, ‘kesedihan’, ‘kehampaan atau kekosongan jiwa’, ‘kejenuhan’,
‘keterpurukan atau kehancuran’, ‘kematian’ dan lain-lain yang sebenarnya dapat dilengkapi
dengan kata-kata yang lebih menjelaskan rumusan tema seperti ‘kemalangan seorang nelayan
muda Meksiko dan isterinya di tengah-tengah kemiskinan mereka dan suku mereka’ yang
terdapat dalam novel “The Pearl” 1947; dan ‘kesepian dan kekosongan jiwa sepasang
kekasih peselingkuh di tengah-tengah keramaian kota metropolitan Manhattan’ yang terdapat
dalam cerita pendek “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” (1972).
Sebagai ‘masalah atau persoalan tokoh yang menjadi topik penceritaan’, tema suatu
karya yang mengandung cerita atau peristiwa umumnya ditunjuk dengan rangkaian kata-kata
yang lebih rinci dan dapat menjelaskan secara lebih spesifik tentang yang terutama
diceritakan seperti ‘keterpurukan seorang raja yang agung, bijak akan tetapi angkuh dalam
kehancuran diri dan keluarganya setelah lambat-laun dia menyadari bahwa dia telah menjadi
budak dari nasib buruk bahwa dia akan menjadi pembunuh ayah dan pengawin ibunya sendiri
yang terus mengejarnya’ yang terdapat dalam lakon “Oedipus Rex” (429 SM); dan
‘keterpurukan sepasang kekasih peselingkuh yang hidup di tengah-tengah keramaian sebuah
kota metropolitan dalam kehampaan hidup atau kekosongan jiwa serta keterasingan dan
keterpisahan satu dengan yang lain’ yang terdapat dalam cerita pendek “Seribu Kunang-
Kunang di Manhattan” (1972).
Sebagai ‘premis atau pendapat yang berusaha dibuktikan kebenarannya melalui
pemeristiwaan’, tema suatu karya yang mengandung cerita atau peristiwa umumnya ditunjuk
dengan rangkaian kata-kata seperti: ‘kehendak tuhan atau dewata adalah sesuatu yang sulit
dipahami; dan nasib buruk yang telah ditetapkan tuhan atau dewata terhadap manusia adalah
keniscayaan yang sulit dihindari sekalipun yang berusaha menghindarinya adalah mereka
yang mempunyai kedudukan teramat tinggi dalam kehidupan suatu masyarakat’ yang
terdapat dalam lakon “Oedipus Rex” (429 SM); dan ‘sekalipun hidup di sebuah kota
metropolitan yang begitu besar, ramai dan seakan-akan tidak pernah tidur, serta mempunyai
pasangan bercinta yang menyenangkan; tidak menjadi jaminan bagi mereka yang kehilangan
makna hidup akan merasa bahagia dan terhindar dari perasaan jenuh, sepi serta semakin
terasing satu dengan yang lain’ yang terdapat dalam cerita pendek “Seribu Kunang-Kunang
di Manhattan” (1972).
Sebagai ‘amanat, pesan, gagasan atau moral cerita yang ingin disampaikan’, tema suatu
karya yang mengandung cerita atau peristiwa umumnya ditunjuk dengan rangkaian kata-kata
bernada ajakan atau himbauan kepada apresiator agar dapat menerapkan hemat-hemat hidup
yang baik seperti ‘janganlah terlalu berbesar-hati dan angkuh ketika telah berhasil melakukan
banyak perbuatan yang dianggap baik karena mungkin saja terjadi tuhan atau para dewata
justru sedang mengarahkan kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan itu agar kita tiba pada
suatu keruntuhan yang amat memilukan’ yang terdapat dalam lakon “Oedipus Rex” (429
SM); dan ‘ketimbang mempunyai pasangan selingkuh untuk bermesraan dan menyalurkan
hawa-nafsu, perlu dicari dan ditemukan cara-cara lain yang lebih tepat untuk mengenyahkan
rasa kesepian yang cenderung dialami oleh manusia modern’ yang terdapat dalam cerita
pendek “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” (1972).
Kemudian, sebagai ‘ruang lingkup keilmuan dari persoalan yang diceritakan’, tema
suatu karya yang mengandung cerita atau peristiwa, umumnya ditunjuk dengan kata-kata
seperti ‘budaya’ atau ‘antropologi’, ‘sosial’ atau ‘sosiologi’, ‘kejiwaan’ atau ‘psikologi’,
‘etika’ dan/atau ‘moral’, ‘filsafat’ dan/atau ‘metafisika’ dan lain-lain.
Bab II
Macam-Macam Penemaan

A. Ditinjau dari Ketergolongan Menguantitas dalam Pemberadaannya

Penemaan dengan Tema Tunggal

Penemaan dengan tema tunggal adalah penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan
suatu cerita, pencipta cerita itu menyiratkan dalam cerita itu, tema dengan persoalan
mentopik, premis serta amanat, pesan, gagasan atau moral cerita yang tidak lebih dari satu.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan yang terdapat dalam
cerita pendek “Robohnya Surau Kami” 1956 di mana jika ditelaah, dapat disimpulkan bahwa:
1) persoalan mentopik yang diceritakan dalam cerita pendek itu hanyalah tentang ‘kehidupan
sia-sia dengan akhir yang tragis dari seorang orang-tua yang sehari-harinya hanya mau
berbakti pada Tuhan, akan tetapi tidak mau berusaha bekerja secara sungguh-sungguh untuk
menghidupi diri sendiri dan keluarga secara lebih terhormat’; 2) premis yang ingin
dikemukakan dalam cerita pendek itu hanyalah bahwa ‘manusia yang sehari-harinya berjuang
untuk mengabdi pada Tuhan, belum tentu adalah manusia yang baik, tidak akan tersesat, kuat
menghadapi cobaan dan bertanggungjawab pada kehidupan diri dan keluarganya’; sementara
3) amanat, pesan atau gagasan yang ingin dikemukakan dalam cerita-pendek itu hanyalah
bahwa ‘sebaiknya dalam menjalani kehidupan ini, kita terus bekerja keras untuk menghidupi
diri dan keluarga kita; dan bukan menipu diri sendiri dengan beralasan bahwa kita akan
membaktikan diri dan hidup kita pada Tuhan karena kita pada dasarnya enggan atau malas
bertanggungjawab secara baik terhadap keberadaan hidup kita dan keluarga’.

Penemaan dengan Tema Jamak

Penemaan dengan tema jamak adalah penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan
cerita, pengarang menyiratkan dalam keberadaan karya-karya mereka, tema dengan
persoalan, premis kesimpulan, amanat, pesan atau gagasan yang lebih dari satu.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan yang terdapat dalam
lakon “King Lear” 1606 di mana penemaan mayor dapat disimpulkan dari perjalanan hidup
Lear; sementara penemaan minor dapat disimpulkan dari perjalanan hidup anak-anak Lear,
Kent, Gloucester dan kedua anak Gloucester.
B. Ditinjau dari Kedudukan Penemaan yang Dilakukan dalam Keberadaan Suatu
Karya

Penemaan dengan Tama Mayor

Penemaan dengan tema mayor atau yang dapat disebut sebagai ‘penemaan yang paling
utama’ adalah penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan suatu cerita dengan adanya
penemaan menjamak, pencipta karya-karya itu menyiratkan dalam cerita, tema-tema yang
dapat dianggap sebagai tema-tema yang paling utama.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan memayor yang terdapat
dalam lakon “King Lear” 1606 di mana jika ditelaah, dapat disimpulkan bahwa tema mayor
dalam lakon itu adalah: 1) tema dengan persoalan mentopik tentang ‘kemalangan atau
perjalanan hidup yang teramat tragis dari seorang raja tua yang angkuh yang menjadi teledor
dan tidak bijak pada masa tuanya’; 2) tema dengan premis bahwa ‘keangkuhan dan
kekeliruan dalam bersikap dan memutuskan pada awalnya, dapat mengakibatkan munculnya
kehidupan teramat tragis yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya’; dan 3) tema dengan
amanat, pesan, gagasan atau moral cerita bahwa ‘sebaiknya dalam menjalani kehidupan
ketika berkuasa, kita tidak menjadi angkuh dan ingin dipuja-puji; karena keangkuhan dan
ingin dipuja-puji ketika berkuasa, dapat mengakibatkan kita ditipu para pembohong bermulut
manis, salah mengambil keputusan dan secara tidak langsung dapat menjerumuskan diri kita,
kehidupan kita dan orang-orang yang sebenarnya begitu baik dan yang patut kita cintai dalam
kehancuran yang tidak terperikan’.

Penemaan dengan Tema Minor

Penemaan dengan tema mminor adalah penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan
suatu cerita, pengarang menyiratkan dalam cerits, tema-tema yang dapat dianggap sebagai
tema-tema yang tidak utama.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan meminor yang terdapat
dalam lakon “King Lear” 1606 di mana jika ditelaah, dapat disimpulkan bahwa salah-satu
tema minor yang terdapat dalam lakon itu adalah: 1) tema dengan persoalan mentopik tentang
‘sepak-terjang ketiga puteri seorang raja tua yang angkuh dan teledor dalam bersikap serta
mengambil keputusan pada masa tuanya’; 2) tema dengan premis bahwa ‘anak yang baik
tetap akan menjadi anak yang baik yang mencintai dan berusaha menjaga orang-tuanya
meskipun karena kejujuran dan ketulusannya, dia menjadi anak yang justru dibenci dan telah
diusir pergi orang-tuanya; sementara anak yang jahat tetap akan menjadi anak yang jahat
dengan kecenderungan menzalimi dan menelantarkan orang-tuanya meskipun untuk
kejayaannya, orang-tuanya telah berkorban untuk memberikan segala kebaikan,
keistimewaan dan keberuntungan padanya’.
C. Ditinjau dari Jenis Penemaan yang Dilakukan dalam Hubungannya dengan
Pengungkapan Premis

Penemaan secara Tertutup

Penemaan secara tertutup adalah penemaan yang terjadi ketika dalam cerita, ada premis
tertentu yang bersifat menetap yang berusaha disampaikan pengarang.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan yang terdapat dalam
lakon “Romeo and Juliet”.

Penemaan secara Terbuka

Penemaan secara terbuka adalah penemaan yang terjadi ketika dalam penciptaan suatu
cerita, pengarang cenderung tidak berusaha mengungkapkan premis tertentu yang spesifik
dan bersifat menetap.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan yang terdapat dalam
lakon-lakon seperti “Waiting for Godot” 1953 dan “Aduh” 1975.

D. Ditinjau dari Cara Pengungkapan Premis dan/atau Amanat

Penemaan secara Tersirat

Penemaan secara tersirat atau yang umumnya disebut sebagai ‘penemaan mengimplisit’
adalah penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan cerita, pengarang memasukkan dalam
cerita, tema-tema mempremis dan/atau mengamanat yang dibuat tersirat atau terimplisit, baik
dalam simbol yang dimasukkan, maupun melalui sebagian atau keseluruhan kejadian atau
peristiwa yang dimasukkan atau diceritakan.

Penemaan secara Tersurat

Penemaan secara tersurat atau yang umumnya disebut sebagai ‘penemaan


mengeksplisit’ adalah penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan suatu cerita, pencipta
memasukkan dalam karya mereka, tema-tema mempremis atau mengamanat yang dibuat
tersurat atau tereksplisit dalam berbagai penjelasan langsung para narator dan/atau perkataan-
perkataan para tokoh cerita.
Cenderung terkesan menggurui apresiator dan banyak terdapat dalam berbagai cerita
untuk anak-anak; penemaan ini dalam dunia film cerita, novel dan lain-lain disebut sebagai
‘beberan’ atau ‘spoiler’.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan yang terdapat dalam
novel “Rembulan Tenggelam di Wajahmu” 2009 di mana dalam novel itu, berbagai jawaban
atau penjelasan dari tokoh ‘Orang dengan Wajah Menyenangkan’ terhadap ‘lima pertanyaan
besar’ yang senantiasa muncul dalam pikiran Ray atau Rehan Raujana, dapat dianggap
sebagai ungkapan-ungkapan mempremis dan/atau mengamanat secara tersurat yang ada
dalam novel itu.

E. Ditinjau dari Ketergolongan Mengranah Pengetahuan dari Premis yang


Disampaikan

Penemaan dengan Persoalan tentang Etika

Penemaan dengan persoalan tentang etika atau tata-krama adalah penemaan yang
terjadi ketika dalam penciptaan atau keberadaan cerita, pengarang memasukkan dalam karya
mereka, cerita-cerita yang mempersoalkan etika atau tata-krama dalam berperilaku dari
tokoh-tokoh yang diceritakan, terutama para tokoh utama atau protagonis cerita.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa salah-satu premis atau kesimpulan yang
diimplisitkan dalam film cerita “A Simple Life” 2011, adalah premis atau kesimpulan yang
berungkap bahwa ‘selain memuliakan harkat dan martabat diri sebagai manusia berbudi luhur
dalam penilaian orang, kecenderungan-kecenderungan untuk bersikap sederhana, rendah-hati,
tulus dan ikhlas, suka bekerja dengan sungguh-sungguh, suka berkorban, tidak mau
merepotkan orang lain, suka bersikap tanpa pamrih ketika menolong orang lain, dan selalu
berusaha membuat orang lain senang adalah kecenderungan-kecenderungan etis yang dapat
mendorong orang lain untuk menghormati, mencintai dan mau hidup dalam kedamaian dan
kasih dengan orang yang hidup dengan kecenderungan-kecenderungan itu’.

Penemaan dengan Persoalan tentang Moral


Penemaan dengan persoalan tentang moral adalah penemaan yang terjadi ketika dalam
penciptaan cerita, pengarang memasukkan dalam karya mereka, cerita-cerita yang berungkap
mengenai kelakuan-kelakuan yang terkait dengan kualitas moral atau akhlak dari para tokoh
cerita, terutama para tokoh utama.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa salah-satu premis yang terdapat dalam film
cerita “The Last Samurai” 2003 adalah premis yang berungkap bahwa ‘orang-orang dengan
moral atau akhlak yang baik dan mulia adalah mereka yang tidak tahan melihat kesemena-
menaan, kezaliman atau penindasan terhadap rakyat atau pemimpin yang baik suatu bangsa
terus berlangsung di depan mata mereka; dan meskipun mereka akan dianggap sebagai
pengkhianat negara, dan nyawa mereka yang menjadi taruhan, mereka akan berjuang untuk
meruntuhkan kesemena-menaan, kezaliman atau penindasan itu.”

Penemaan dengan Persoalan tentang Adat-istiadat

Penemaan dengan persoalan tentang adat-istiadat adalah penemaan yang terjadi ketika
dalam penciptaan atau keberadaan suatu karya, pencipta karya-karya itu memasukkan dalam
keberadaan karya-karya mereka, cerita-cerita yang berungkap mengenai perilaku-perilaku
berbudaya atau beradat-istiadat dari para tokoh cerita, terutama para tokoh utama cerita yang
diceritakan.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa salah-satu premis yang terdapat dalam
cerita pendek “Ambe Masih Sakit” 2012 adalah premis yang berungkap bahwa ‘sekalipun
begitu miskin dan sulit untuk mendapatkan nafkah dalam kehidupan sehari-hari, upacara adat
pemakaman rambu solo yang membutuhkan biaya teramat besar untuk penyelenggaraannya
adalah upacara yang harus dilakukan oleh setiap anggota masyarakat suku Toraja, terutama
jika mereka berstatus sebagai keturunan tana bulaan atau bangsawan tertinggi suku Toraja’.

Penemaan dengan Persoalan Sosial

Penemaan dengan persoalan sosial adalah penemaan yang terjadi ketika dalam penciptaan
cerita, pencipta karya-karya itu menghadirkan dalam keberadaan karya-karya mereka, cerita-cerita
yang berungkap tentang yang terjadi dalam kehidupan satu atau beberapa tokoh utama cerita yang
hidup di kalangan masyarakat suatu negara dengan kondisi-kondisi alam, kemasyarakatan, ekonomi,
dan lain-lain tertentu; dan pada suatu waktu mengalami masalah-masalah atau persoalan-persoalan
pribadi dan/atau kemasyarakatan dalam kehidupan mereka.
Contoh dari penemaan yang dimaksudkan ini adalah penemaan yang terdapat dalam lakon
“Malam Jahanam” 1958 di mana jika ditelaah akan dapat disimpulkan bahwa ‘masalah atau persoalan
yang menjadi topik penceritaan’ dari lakon itu adalah ‘kekacauan-kekacauan dalam pembawaan diri,
persahabatan, pertetanggaan dan rumahtangga yang terjadi dalam kehidupan sekelompok kecil
penduduk miskin Indonesia yang terpinggirkan, tidak berpendidikan dan tinggal disebuah kawasan
pemukiman pesisir pantai selatan propinsi Lampung pada suatu waktu ketika Indonesia masih berada
dalam era pemerintahan Orde Lama’.
Penemaan dengan Persoalan Kejiwaan

Penemaan dengan persoalan tentang kejiwaan adalah penemaan yang terjadi ketika
dalam penciptaan atau keberadaan suatu karya, pencipta karya-karya itu memasukkan dalam
keberadaan karya-karya mereka, cerita-cerita yang dapat dianggap berungkap mengenai
perilaku-perilaku dan kejiwaan-kejiwaan para tokoh utama cerita yang diceritakan.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa premis yang terdapat dalam novel “Thérèse
Raquin” 1868, adalah premis yang berungkap bahwa ‘pada waktunya, orang-orang yang
melakukan pembunuhan keji terhadap orang atau orang-orang yang tidak tidak bersalah dan
yang sudah begitu baik pada mereka, akan tersiksa dengan rasa bersalah dan gangguan-
gangguan kejiwaan yang tidak tertahankan sampai akhirnya mereka memilih mati dengan
bunuh diri ketimbang menjalani kehidupan yang menakutkan mereka’.

Penemaan dengan Persoalan tentang Ajaran Agama, Kebajikan atau Kebijaksanaan

Penemaan dengan persoalan tentang ajaran agama, kebajikan atau kebijaksanaan adalah
penemaan yang terjadi ketika dalam keberadaan cerita, pengarang memasukkan dalam karya
mereka, cerita-cerita yang berungkap mengenai ajaran-ajaran agama, kebajikan atau
kebijaksanaan.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa beberapa premis yang terdapat dalam film-
cerita “Shaolin” 2011 adalah premis yang berungkap bahwa: 1) nafsu untuk berkuasa hanya
akan membuat manusia terjerumus dalam ketidak-tentraman hidup dan kecenderungan untuk
terus melakukan kekejaman terhadap manusia lain; 2) keganasan dan kekejaman untuk
melakukan pembunuhan terhadap manusia lain hanya akan berakibat pada munculnya karma
yang akan membuat perhitungan pada suatu waktu nanti; dan 3) hanya duka-nestapa dan
penyesalan yang akan dialami manusia ketika mereka hidup dengan nafsu dan kebencian.

Penemaan dengan Persoalan Metafisika

Penemaan dengan persoalan metafisika adalah penemaan yang terjadi ketika dalam
keberadaan cerita, pengarang memasukkan dalam karya mereka, cerita-cerita yang berungkap
mengenai keterhubungan para tokoh yang diceritakan, terutama para tokoh utama cerita
dengan keberadaan-keberadaan mengontologi yang berada di luar dunia fisik yang objektif
dan umumnya membutuhkan perenungan-perenungan yang bersifat pribadi atau subjektif.
Umumnya mempersoalkan keterhubungan-keterhubungan antara tokoh-tokoh
memanusia dengan keberadaan-keberadaan seperti Tuhan, roh, nasib, karma, reinkarnasi,
ruang dan waktu, kemenduaan jiwa dan lain-lain.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa salah-satu premis yang terdapat dalam
lakon “Oedipus Rex” 429 SM adalah premis yang berungkap bahwa ‘kehendak tuhan atau
dewata adalah sesuatu yang sulit dipahami; dan nasib buruk yang telah ditetapkan tuhan atau
dewata terhadap manusia adalah keniscayaan yang sulit dihindari sekalipun yang berusaha
menghindarinya adalah mereka yang mempunyai kedudukan teramat tinggi dalam kehidupan
suatu masyarakat’.

Penemaan dengan Persoalan Filsafat

Penemaan dengan premis atau kesimpulan memfilsafat adalah penemaan yang terjadi
ketika dalam keberadaan cerita, pengarang memasukkan dalam cerita, tema-tema dengan
premis-premis atau kesimpulan-kesimpulan yang dapat dianggap sebagai premis-premis atau
kesimpulan-kesimpulan yang berkenaan dengan pandangan-pandangan atau pemikiran-
pemikiran memfilsafat.
Umumnya pengarang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: siapakah
manusia itu, untuk apa dia ada dalam kehidupan ini, apakah sebenarnya kehidupan ini, buat
apa kehidupan ini dan lain-lain.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa beberapa premis yang terdapat dalam lakon
“No Exit” 1944 adalah premis-premis yang berungkap tentang pemikiran-pemikiran kaum
Eksistensialime yang beranggapan bahwa: 1) pada dasarnya kehidupan manusia di dunia ini
adalah sebuah absurditas yang tidak dapat dipahami; dan 2) manusia sebenarnya hanya
terlempar dalam kehidupannya di dunia ini karena di samping dia tidak mengerti mengapa
dia tiba-tiba ada, dia pun tidak tahu untuk apa sebenarnya dia ada dengan berbagai
keterbatasan eksistensialnya.

Anda mungkin juga menyukai