Anda di halaman 1dari 6

Tugas.

3
Tulislah 2 macam kritik Sastra, (1.Puisi, dan  1 Cerpen/Cerita Rakyat)

Puisi Karya Emha Ainun Najib


Sesobek Buku Harian Indonesia

Melihat pentas-pentas drama di negeriku


berjudul Pesta Darah di Jember
Menyerbu Negeri Hantu Putih di Solo,
Klaten, Semarang, Surabaya, dan Medan
Teror atas Gardu Pengaman Rakyat di Bandung
Woyla.
Ah, ingat ke hari kemarin
pentas sandiwara rakyat
yang berjudul Komando Jihad.
Ingat Malari.
Ingat berates pentas drama
yang naskahnya tak ketahuan
dan mata kita yang telanjang
dengan gampang dikelabui dan dijerumuskan.
Ah, drama-drama total
yang tanpa panggung
melainkan berlangsung di atas hamparan
kepala-kepala penonton.
Darah mengucur, kembang kematian.
Bau busuk air liur para sutradara licik
yang bersembunyi di hati mulia para rakyat
Drama peradaban yang bermain nyawa
mencumbu kemanusiaan
berkelakar secara rendahan kepada Tuhan.
Kita orang-orang yang amat lugu dan tak tahu
Pikiran disetir
Hidung dicocok dan disemprot parfum
Pantat disodok dan kita meringkik-ringkik
tanpa ada maknanya.
Kita yang terlalu polos dan pemaaf
beriuh rendah di antara kita sendiri
bagai anak-anak kecil yang sibuk dikasih petasan
kemudian tertidur lelap
sesudah disuapi sepotong kue bolu dan permen karet.
Ah, milik siapa tanah ini.
Milik siapa hutan-hutan yang ditebang.
Pasir timah dan kayu yang secara resmi diselundupkan
Milik siapa tambang-tambang
keputusan buat masa depan
Milik siapa tabungan alam
yang kini diboroskan habis-habisan
Milik siapa perubahan-perubahan
kepentingan dari surat-surat keputusan
Kita ini sendiri
milik siapakah gerangan.
Pernahkah kita sedikit saja memiliki
Lebih dari sekadar dimiliki, dan dimiliki.
Pernahkah kita sedikit saja menentukan
lebih dari sekadar ditentukan, dan ditentukan.
Yogya, 13 Maret 1982

Kritik Mimetik
Dalam puisi Sesobek Buku Harian Indonesia, Kritik mimetik terlihat pada baris yang
berbunyi:
melainkan berlangsung di atas hamparan
kepala-kepala penonton.
Darah mengucur, kembang kematian.
Bau busuk air liur para sutradara licik
yang bersembunyi di hati mulia para rakyat
Drama peradaban yang bermain nyawa
mencumbu kemanusiaan
berkelakar secara rendahan kepada Tuhan.
Kita orang-orang yang amat lugu dan tak tahu
Pikiran disetir
Hidung dicocok dan disemprot parfum
Pantat disodok dan kita meringkik-ringkik
Dalam baris puisi di atas, penyair menjelaskan tentang keadaan Indonesia dan
masyarakatnya saat itu. Keadaan Indonesia yang diidentikkan dengan drama peradapan
yang bermain nyawa atau bisa dimaknai sebagai kejadian yang dibuat sedemikian rupa yang
dapat menghilangkan nyawa seseorang. Penyair juga ingin mengungkapkan keadaan rakyat
yang dengan mudah disetir oleh pemerintah, menuruti apa saja yang diperintahkan seperti
istilah kerbau yang dicolok hidungnya.
Dilihat dari segi mimetiknya, puisi ini dianggap berkualitas baik karena diangkat dari
suatu kenyataan. Puisi ini dibuat pada 13 Maret 1982, dimana pemerintahan Soeharto
mempunyai kuasa yang tinggi terhadap nasib rakyat. Hal ini membuat rakyat menjadi
tunduk dan patuh terhadap pemerintahan Soeharto karena merasa takut. Rakyat seakan tidak
sadar diperlakukan selayaknya boneka dalam pemerintahan Orde Baru.
Kritik Pragmatik
Dalam puisi ini, kritik prakmatik terdapat pada lima belas baris terakhir pada puisi
tersebut yang berbunyi :
Ah, milik siapa tanah ini.
Milik siapa hutan-hutan yang ditebang.
Pasir timah dan kayu yang secara resmi diselundupkan
Milik siapa tambang-tambang
keputusan buat masa depan
Milik siapa tabungan alam
yang kini diboroskan habis-habisan
Milik siapa perubahan-perubahan
kepentingan dari surat-surat keputusan
Kita ini sendiri
milik siapakah gerangan.
Pernahkah kita sedikit saja memiliki
Lebih dari sekadar dimiliki, dan dimiliki.
Pernahkah kita sedikit saja menentukan
lebih dari sekadar ditentukan, dan ditentukan.
Puisi Sesobek Buku Harian Indonesia ini memiliki tujuan untuk menggugah kesadaran
pembaca terhadap realitas yang terjadi pada saat itu. Penyair menggunakan lima belas baris
di akhir puisi untuk menyampaikan tujuannya tersebut. Dalam baris-baris itu, penyair
menyebutkan berlimpahnya kekayaan-kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Namun, pada
saat Orde Baru banyaknya kekayaan itu disalahgunakan. Hutan-hutan ditebang,
penyelundupan timah dan kayu, dan penyalahgunaan lainnya disebabkan oleh rakyat
Indonesia itu sendiri. Mereka merasa bukan pemilik dari seluruh kekayaan itu sehingga
tidak merasa pula punya kewajiban untuk menjaganya. Penyair menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia untuk memiliki kekayaan Indonesia dan menentukan nasib Indonesia.
Dalam menentukan nasib Indonesia, penyair juga menggugah rakyat Indonesia untuk tidak
tunduk kepada pemerintahan Soeharto.
Kritik Ekspresif
Puisi Sesobek Buku Harian Indonesia merupakan refleksi dari Emha Ainun Najib
dalam melihat realitas saat itu. Puisi ini dibuat ketika umurnya 29 tahun. Ia merupakan salah
satu rakyat yang merasakan sendiri kesengsaraan Indonesia ketika negara tersebut dikuasai
oleh Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto. Puisi ini menjadi bukti dari nasib
Indonesia saat itu.
Kritik Objektif
Puisi karya Emha Ainun Najib ini terdiri dari 49 baris. Penyair menuliskan puisinya
seakan bercerita. Dalam puisi ini, terdapat unsur berima:
Pernahkah kita sedikit saja memiliki
Lebih dari sekadar dimiliki, dan dimiliki.
Pernahkah kita sedikit saja menentukan
lebih dari sekadar ditentukan, dan ditentukan.

Selain itu, terdapat pula bahasa kiasan berupa:


Perbandingan
beriuh rendah di antara kita sendiri
bagai anak-anak kecil yang sibuk dikasih petasan
Metafora
Menyerbu Negeri Hantu Putih  di Solo
Bau busuk air liur para sutradara licik
Hiperbola
berjudul Pesta Darah di Jember
Darah mengucur, kembang kematian.
Penyair mendominasi kata-kata dalam puisinya dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh pembaca.

Dari hasil analisis di atas, puisi Sesobek Buku Harian Indonesia mempergunakan


keempat pendekatan, yakni kritik mimetik, kritik pragmatik, kritik ekspresif, dan kritik
objektif. Dalam kenyataannya sebuah kritik sastra jarang yang hanya mempergunakan satu
pendekatan secara mutlak. Keempat pendekatan itu sering tercampur. Bahkan, kritik sastra
hendaknya memperhatikan keempat pendekatan tersebut demi kesempurnaan dalam
menimbang karya sastra.
Berdasarkan bentuk, puisi karya Emha Ainun Najib mempunyai rima dan bahasa kiasan
metafora, perbandingan, dan hiperbola. Imaji yang diciptakan merupakan pencitraan
penglihatan, penciuman, dan gerak. Apabila dilihat berdasarkan isinya, Sesobek Buku
Harian Indonesia merupakan puisi yang mengkritik keadaan Indonesia dan rakyatnya dalam
masa pemerintahan Orde Baru. Penyair mencoba untuk menunjukkan betapa rusaknya
keadaan Indonesia pada masa Orde Baru sehingga dapat menggugah kesadaran rakyatnya
untuk tidak lagi tunduk pada pemerintahan Soeharto.
Menurut saya, sekadar menggugah kesadaran rakyat Indonesia tidak lantas dapat
menyelesaikan masalah. Penyair seharusnya juga mampu memberikan semangat dan
alternatif dalam menyelesaikan masalah pada saat itu sehingga puisi ini juga dapat
berkontribusi untuk rakyat Indonesia. Dengan demikian, rakyat Indonesia tidak perlu
menderita lebih lama lagi dan baru berinisiatif melakukan reformasi pada tahun 1988.

KRITIK SASTRA CERPEN

Dalam kehidupan ini tentu ada saatnya kita benar-benar diposisikan berat untuk memilih
ketika kedua pilihan tersebut harus kita pilih salah satunya, namun ketika kenyataan
mengharuskan kita memilih untuk meninggalkan seseorang yang kita sayangi maka dengan berat
hati, kita harus memilih untuk meninggalkannya meskipun akhirnya semuanya berujung dengan
penyesalan yang hampir memenuhi kehidupannya kelak.
Dalam cerpen Surat Terakhir Karya M.Shoim Anwar ini menceritakan sebuah hubungan
yang rumit tentang pasangan yang dimabuk cinta, namun pada akhirnya hubungan tersebut harus
berakhir, karena salah satu sudah tidak sanggup lagi untuk memperjuangkan  hubungan mereka
karena dihadapkan diposisi yang serba sulit, karena sebagai seorang pria ia merasa tidak
memberikan harapan dan janji-janji yang membuat kekasihnya menanti dalam ketidak pastian
karena untuk kehidupannya saja sudah sulit maka ia tidak berani memberikan janji-janji yang
berimbas pada penantian yang tiada ujung. Perhatikan kutipan berikut ini:

“ Saya orang miskin beban saya untuk menyelesaikan kuliah amat berat. Saya tak sampai hati
memperlakukan dia untuk menanti tanpa batas yang jelas”. “ tapi dia sanggup menantimu
sampai kapanpun” .
“ Sekali lagi, saya sangat mencintainya. Sampai sekarang pun saya masih kirim kartu lebaran
setiap tahun”.   

Dari kutipan diatas tampak jelas sekali bahwa ada rasa rendah diri untuk memperjuangkan
hubungan yang selama ini dijalani, padahal sebagai lelaki harusnya dia berjuang, bagaimana ia
harus mempertahankan hubungan yang telah dibina, bukannya meninggalkan tanpa alasan yang
kurang masuk akal, yang berujung pada penyesalan karena kekasih yang dicintainya telah
menjadi milik orang orang lain, karena keputusan sesaat yang membuatnya bingung. Padahal
Sasmia sebagai kekasih sanggup untuk menunggu sampai kapanpun jika kekasihnya mau
memperjuangkan hubungan mereka. Karena saya kira sebagai seorang lelaki sebuah kemiskinan
bukanlah halangan ketika dia ingin memperbaiki taraf kehidupannya menjadi lebih baik. Kecuali
seorang lelaki tersebut bermental lemah seperti dalam cerpen M. Shoim Anwar tersebut.
Pada akhirnya sebuah pilihan tersebut menyisakan kenangan yang tidak bisa dilupakan
sampai keduanya sama-sama telah berkeluarga dan mempunyai anak, dan ketika kenangan-
kenangan tersebut terbuka kembali, ada perasaan ingin memiliki, padahal status hubungan
keduanya sudah tidak seperti dulu lagi. Hal inilah yang sering memicu keretakan hubungan
suami istri akibat munculnya seseorang yang pernah mengisi hati salah satu pasangan suami istri
tersebut. Padahal jika kita telah memutuskan untuk membina sebuah hubungan dalam bentuk
pernikahan, kita harus siap menerima konsekuensi untuk menghapus kenangan-kenangan indah
masa lalu tersebut, tapi justru dalam novel karya M. Shoim Anwar tersebut sang tokoh justru
menyimpan kenangan-kenangan tersebut bertahun-tahun, sebagai bukti kesetiaan. Perhatikan
kutipan berikut ini:
“ Usai kubaca, surat itu kudekap erat, lalu kucium, seperti aku mendekap dan mencium sasmia
lima belas tahun yang silam. Aku bergelimpangan di atas kasur”.
“ Begitu segar perjalanan itu. Sebuah kesetiaan yang rasanya tak sanggup kuhapus dari sayap-
sayap waktu.
Dari sini seakan jelas sekali bahwa penulis ingin menggambarkan sebuah masalah yang
mungkin sering melanda hubungan rumah tangga, yaitu hadirnya pihak ketiga dan seseorang
tersebut pernah menjalin hubungan yang spesial sebelum salah satu pasangan membina rumah
tangga. Apalagi jika dengan sengaja salah satu pasangan tersebut mulai membuka hati untuk
seseorang tersebut.
Dari pengamatan yang saya baca cerpen yang berjudul Surat terakhir   karya M. Shoim
Anwar ini cukup bagus dalam merangkai kata-kata sehingga pembaca ikut hanyut dalam suasana
romantisme dan kesedihan yang dirasakan tokoh dalam cerpen tersebut. Hanya saja saya sebagai
pembaca bertanya-tanya bagaimana mungkin sutar-surat yang dikirimkan sang kekasih yang
sudah bertahun-tahun masih tersimpan dengan baik tanpa sepengetahuan istrinya, padahal jika
seorang lelaki sudah mulai berbohong maka sang istri cepat dalam menanggapnya. Tapi secara
keseluruhan cerpen-cerpen karya M. Shoim Anwar cukup bagus dalam mewakili fenomena yang
terjadi di masyarakat dewasa ini. Adapun amanat yang mungkin ada dalam cerpen Surat
Terakhir  karya M. Shoim Anwar ini menurut pendapat saya, sebagai seorang lelaki seharusnya
bisa bersikap tegas apabila dia benar-benar ingin hubungan yang telah dibina dengan kekasihnya
bisa ke jenjang pernikahan. Apabila kita sudah memutuskan untuk membina rumah tangga
dengan orang lain, maka kita harus menerima konsekuensi yang ada. Termasuk mengubur
dalam-dalam kenangan indah bersama sang mantan kekasih. Jangan sampai kita menyimpan
satupun benda yang bisa membuka kenangan-kenangan tersebut terbuka kembali. Karena semua
itu akan berimbas pada hubungan yang baru yang telah dirangkai.
Akhirnya selesai sudah kritik cerpen ini saya sajikan, saya kira masih banyak kekurangan
yang perlu ditambahkan dalam penyajian kritik sastra ini, semoga bapak Dosen bisa memperluas
lagi. Terimakasih……

Anda mungkin juga menyukai