Tugas 2
A. PUISI DOA
1. Diksi
Pada puisi Doa karya Chairil Anwar diceritakan bahwa penyair tengah mengalami krisis
iman, sehingga diksi yang digunakan oleh penyair adalah diksi yang menggambarkan
perasaan yang ragu, bimbang, dan lemah. Pada puisi tersebut terdapat beberapa diksi
seperti “Penuh seluruh” memang dua kata tersebut mempunyai makna yang sama namun
penulis menuliskannya sedemikian rupa untuk menyatakan bahwa Tuhan ada dan berada
dimana-mana.
Lalu, ada pula kata “Lilin”. Dari kondisi penulis yang krisis iman penulis memunculkan
kata lilin. Lalu menyandingkannya dengan kalimat “Kerlip lilin di kelam sunyi”. Pada kutipan
tersebut kata lilin berarti penerangan dan dalam kehidupan kita bisa diartikan sebagai
petunjuk.
Lalu pada larik ke-9 terdapat kata “Hilang bentuk”. Kata hilang bentuk menggambarkan
bahwa penulis tengah mengalami keadaan yang luar bisa, tidak seperti kondisi pada
umumnya. Penulis telah hancur atau sudah terjerumus terlalu dalam pada kesesatan yang
akhirnya mengakibatkan dirinya hancur.
2. Imaji
Penyair mengajak pembaca untuk membayangkan dirinya sendiri yang mengalami
luntur iman, kemudian meyakini bahwa tidak ada jalan lain baginya kecuali kembali ke jalan
Tuhan. Terdapat imaji cita rasa yang membuat pembaca seakan ikut mengelus dada, dan
menyadari dosa-dosanya. Kemudian pembaca merasa yakin bahwa hanya dengan mengikuti
jalan Tuhanlah akan selamat.
Imaji penglihatan terdapat pada kata “tinggal kerdip lilin di kelam sunyi” dengan
pengkajian tersebut penyair mengajak pembaca melihat seberkas cahaya kecil walau hanya
sebuah perumpamaan. Pembaca diajak seolah-plah mendengar ucapan tokoh aku dalam
menyebut nama Tuhan “aku masih menyebut namaMu”. Penyair menyampaikan kepada
pembaca nikmatnya sinar suci Tuhan sehingga pembaca seolah merasakannya “cahaya-mu
panas suci.”
Dalam puisi “Doa” penyair memanfaatkan citraan untuk menghidupkan imaji pembaca
melalui ungkapan yang tidak langsung. Pada bait 1 penyair memanfaatkan citraan visual
dengan memanfaatkan bahasa kias berupa majas metafora untuk melukiskan kedekatan
antara penyair dengan Tuhan, sehingga timbul keakraban, kekhusukan ketika merenung
menyebut nama Tuhannya.
Penyair juga menggunakan citraan visual untuk melukiskan sesuatu secara berlebihan.
Hiperbola dimanfaatkan untuk menyangatkan arti guna menciptakan efek makna khusus.
Yaitu melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhannya. Yang dilukiskan pada baris
ketiga, disini penyair melebih-lebihkan kedekatannya, ketulusan, dan kepasrahannya kepada
Tuhan “Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”. Disini kedekatan antara penyair dan Tuhan,
didalam sebuah kesunyian ketika merenung berdoa, hanya cahaya lilin yang redup dalam
kesunyian malam.
“Mengingat Kau penuh seluruh / Caya-Mu panas suci / Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”
menggunakan citraan visual memanfaatkan majas hiperbola pada baris kedua “Aku hilang
bentuk remuk” yaitu melukiskan sesuatu yang berlebihan sehingga menimbulkan efek
makna khusus. Disini dalam keheningan malam, berdoa menyebut nama Tuhannya dengan
sepenuh hati hingga badannya bagaikan hilang dan remuk, rela badanya remuk tak tersisa
demi Tuhannya.
“Tuhanku / Aku hilang bentuk / Remuk” pada kutipan ini menggunakan pencitraan visual
yang melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhannya.
“Tuhanku / Di Pintu-Mu aku mengetuk / Aku tidak bisa berpaling”. Pemanfaatan
pencitraan dalam puisi tersebut mampu menghidupkan imaji pembaca dalam merasakan
apa yang diasakan oleh penyair, dengan menghayati pengalaman religi penyair.
3. Kata Konkret
Di dalam puisi tersebut terdapat beberapa kata konkret meliputi, “Tinggal
kerlip lilin di kelam sunyi.” Kata lilin yang disandingkan dengan kata tinggal
kerlip menggambarkan petunjuk dalam kehidupan yang hanya tinggal secercah dalam
kesesatan. Kesesatan disini digambarkan dengan kalimat kelam sunyi.
Lalu pada kutipan puisi “Di pintu-Mu aku mengetuk”. Kata pintu disini menggambarkan
jalan. Lalu diiringi dengan kata aku mengetuk menggambarkan keadaan yang ingin kembali.
Jadi pada kutipan tersebut dimaksudkan bahwa penulis sadar dengan krisis iman yang
tengah ia alami dan ia ingin kembali ke jalan-Nya (jalan yang benar).
B. PUISI
1. Diksi
. "Berteriak menuju hotel Yamato tengah kota" Hotel Yamato adalah hotel yang
berada di Surabaya, yang diberi nama dengan Bahasa Jepang setelah masa kependudukan
Jepang di Indonesia. Namun demikian, apakah latar belakang puisi ini adalah pada saat masa
pendudukan Jepang? Hal ini perlu dianalisis lebih lanjut.
"Kibar bendera merah -putih-biru itu "Menggemuruhkan gelegak antipati pada hati"
Pertanyaan pada poin 1 terjawab pada baris ini. Seperti yang telah kita ketahui bersama,
bendera merah-putih-biru adalah bendera Belanda. Mengapa bendera Belanda seakan
memancing kemarahan? Dapat disimpulkan latar belakang situasi yang digambarkan oleh
puisi ini adalah pada masa pendudukan Belanda di Indonesia.
"Ribuan orang memanjat itu ,dan kau Telah robek kain biru pada bendera itu"
menggambarkan dengan jelas situasi yang terjadi pada 10 November 1945, yaitu peristiwa
perobekan bendera Belanda di Surabaya sebagai puncak kemarahan dari ribuan warga
Surabaya yang merindukan kemerdekaan.
"Jika tak enyah dari negriku, bambu runcing". "Akan menuding mengusirmu!”Baris
ini menggambarkan kemarahan sekaligus semangat yang menggebu-gebu dari warga
Surabaya. Mereka siap melawan, tidak cuma duduk berdiam diri menghadapi penjajahan.
"Jika tak juga enyah, kutawarkan semangat" . Dilanjutkan dengan baris berikutnya,
"Dan darah kami muntah, biarkan tubuh kami Berdarah - darah, tetapi kau harus
menyerah!"
Ini menggambarkan bahwa masyarakat Surabaya tahu bahwa mereka memiliki keterbatasan
senjata jika dibandingkan dengan pasukan Belanda (karena baris sebelumnya membahas
mengenai perlawanan menggunakan bambu runcing) Masyarakat Surabaya tahu bahwa
kemungkinan besar mereka akan kalah dan gagal mengusir Belanda dari tanah
Indonesia. Akan tetapi, berbekalkan semangat juang dan semangat untuk merdeka, mereka
siap untuk mengorbankan jiwa dan raga melawan Belanda.
"Tinggal merah-putihnya , kian terasa indah Di mata, mata kita semua!" Bait terakhir
menggambarkan situasi puncak setelah warga Surabaya berhasil merobek warna biru
bendera Belanda dan menyisakan bendera merah dan putih. Gemuruh riuh kemarahan yang
telah berganti dengan gemuruh rasa puas karena berhasil melawan ketidakberdayaan dan
keputusasaan akibat penjajahan.
2. Imaji
Citra penglihatan dalam puisi ini tergambar dalam baris-baris berikut:
\Ribuan orang bergerak sepanjang jalan\ (bait 1,2,dan 3 baris 1)
\Kibar bendera merah -putih-biru itu\ (bait 1, baris 3)
\Ribuan orang memanjat itu ,dan kau\ (bait 2 baris 3)
\Di mata, mata kita semua!\ (bait 5 baris 3)
3. Kata Konkret
Ribuan orang bergerak sepanjang jalan
berteriak menuju hotel yamato tengah kota
kibar bendera merah-putih-biru itu
menggemuruhkan gelegak antipati pada hati
tanpa henti tanpa kompromi
Tugas 3
A. Puisi ibu
1. rima asonansi dengan bunyi vocal “u”, “a”, “i” lalu persamaan
bunyi konsonan “n”, serta bunyi asfiran “h”
larik puisi : kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
2. peristiwa : seorang anak yang sedang merantau, dan Ibu adalah seorang yang sangat berjasa
di kehidupan kita dengan segala hal yang diberikan olehnya, dan bagaimana seorang anak yang
telah hidup berpisah dari ibunya harus tetap mengingat dan berbakti kepada orang tuanya.
B. Puisi doa
3. PUISI
Pekerjaan Rumah
Jika aku mendapatkan PR yang selalu menumpuk dari setiap ibu bapak guru ku