Anda di halaman 1dari 19

Pembahasan Majas (Gaya Bahasa)

Majas merupakan pengungkapan bahasa yang diungkapkan penyair secara


tersirat. Dalam sebuah gaya bahasa penyair menggunakan bahasa kiasan yang
berarti wujud bahasa yang tidak menyatakan arti sebenarnya.
Perhatikan larik-larik sajak yang mengandung majas dalam sajak teratai dibawah ini.
Dalam kebun di tanah airku
..
Akarnya tumbuh dihati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang

Berseri di kebun Indonesia


.
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
..............
1.

Pada larik kebun di tanah airku

dan di kebun Indonesia mengandung majas

sinekdoke karena kata kebun tersebut menyatakan sebagian untuk keseluruhan


yakni pars pro toto yang berarti kata kebun mewakili seluruh tanah air Indonesia.
2.
Pada larik akarnya tumbuh dihati dunia, daun berseri Laksmi mengarang dan
berseri di kebun Indonesia mengandung majas personifikasi, karena pada larik-larik
tersebut menggambarkan benda mati seolah-olah sama dengan manusia, seperti
dunia yang mempunyai hati dan bunga teratai yang dapat berseri.
3.
Secara keseluruhan sajak Teratai karya Sanusi Pane boleh dikatakan sebagai
alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh
pendidikan. Kisah tokoh pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu digunakan
untuk memberikan nasihat kepada generasi muda agar mencontoh teladan teratai,
yang hidup di air berlumpur tetapi warna bunganya tetap cemerlang. Ki Hadjar
Dewantara dibandingkan dengan bunga teratai yang tidak menonjolkan diri namun
4.

namanya termasyur di seluruh penjuru dunia.


Dalam larik Biarpun engkau tidak dilihat Biarpun engkau tidak diminat termasuk
kedalam majas repetisi, karena terdapat pengulangan kata yang sama pada larik
pertama dan kedua.

BUKAN BETA BIJAK BERPERI


(Rustam Effendi)

Bukan beta bijak berperi


Pandai mengubah madahan syair
Bukan bela budak negeri
Musti menurut undangan mair

Syarat sarat saya mungkiri


Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan


Degub-deguban di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu

Sering saya susah sesaat


Sebab madahan tidak nak dating
Sering saya sulit mendekat
Sebab terkurung kikisan mamang

Buka beta bijak berlagu


Dapat melemah bingkaian pantun

Bukan beta berbuat baru


Hanya mendengar bisikan alam
Pembahasan Majas (Gaya Bahasa)
Bahasa kiasan adalah penggantian arti dalam puisi untuk memperoleh efek-efek
tertentu.
a

Metafora
Majas yang membandingkan dua hal secara langsung maupun tidak langsung dalam
bentuk singkat tanpa menggunakn kata-kata bagaikan, bak, laksana, sama,
sebagai, seperti
Contoh:
1) Sering saya susah sesaat

b. Personifikasi
Gaya yang mendeskripsikn benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-sifat
seperti manusia.
Contoh:
1) Sebab terkurung lukisan mamang
2)

Hanya mendengar bisikan alun


Bahasa retorik adalah bahasa yang digunakan untuk memberi kesan penegasan
atau menarik perhatian pembaca.

c. Repetisi (pengulangan)
Contoh:
1)

Bukan beta bijak berperi

2)

Bukan beta budak negeri

3)

Bukan beta bijak berlagu

4)

Bukan beta berbuat baru

d. Hiperbola (mengungkapkan sesuatu secara berlebihan)


1) Susah sungguh saya sampaikan
2)

Lemah laun lagu dengungan

e. Majas Tautologi

1)

Untai rangkaian seloka lama

HUJAN BADAI
(Rustam efendi)
Bersambung kilat di ujung langit,
kata konkret, imaji visual, majas personifikasi

gemuruh-guruh, berjawab-jawaban.
kata konkret, imaji visual, imaji auditif, majas personifikasi

Bertangkai hujan, dicurah awan,


kata konkret, imaji visual, majas personifikasi

mengabut kabut, sebagai dibangkir.


kata konkret, imaji visual, majas simili

Berhambur daun, dibadai angin,


kata konkret, imaji visual, gaya bahasa hiperbola

pakaian dahan beribu-ribuan.


kata konkret, imaji visual

Berkelang kabut tak ketentuan,


kata konkret, imaji visual

menakut hati, menggoyangkan batin.


kata konkret, imaji taktil, imaji visual

Begitu pula di dalam hidup,


kata konkret, imaji visual

Lebih hebat, lebih dahsyat, badai bersabung,


kata konkret, imaji visual, gaya bahasa hiperbola

Lebih berkabut, bercabul topan, menggarung-garung.


kata konkret, imaji visual, gaya bahasa hiperbola

Seorang tidak menolong kulud,


kata konkret, imaji visual

Hanya tetap, tidak goyang, iman di jantung,


kata konkret, imaji visual, imaji taktil

Yakin mengenal kepada Tuhan, itu tertolong.


kata konkret, imaji visual, imaji taktil

Pembahasan Majas (Gaya Bahasa)


Secara umum, majas yang digunakan adalah majas personifikasi karena
dalam soneta di atas, dua bait pertama hanya melukiskan keadaan alam belaka, dan
kemudian ini digunakan Rustam sebagai perbandingan dengan kehidupan manusia
itu sendiri seperti yang terlihat pada bait berikutnya. Dalam puisi tersebut pula, dapat
kita temukan amanat yang ingin disampaikan oleh penyair, yaitu bahwa dalam
semua hal, termasuk dalam hujan badai yang begitu dahsyat, seseorang harus tetap
yakin kepa Tuhan karena Tuhan akan menolong setiap hamba-Nya yang yakin
terhadap-Nya.

PUISI ANGKATAN TAHUN 45


CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
Tujukan perahu ke pangkuanku saja,
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,

Pembahasan Majas (Gaya Bahasa)


Dalam puisi Cintaku jauh di pulau juga menggunakan bahasa sajak. Bahasa sajak
yang digunakan adalah:
a.
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda mati seolah-olah hidup.

angin membantu, laut terang, tapi terasa

Di air yang tenang, di angin mendayu,

Mengapa Ajal memanggil dulu

b.
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan melebihlebihkan.

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!


Perahu yang bersama kan merapuh!
.
kalau ku mati, dia mati iseng sendiri.

PENERIMAAN
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri


Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
(Deru Campur Debu,1959:36)

Pembahasan Majas (Gaya Bahasa)

a) Repetisi
Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Dalam sajak terdapat dalam:
Kalau kau mau ku terima kau kembali
...
Kalau kau mau kuterima kembali
...
b) Simile atau Persamaan
Simile atau Persamaan adalahperbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung
menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Dalam sajak terdapat dalam:
..
Bak kembang sari sudah terbagi
...
c) Pesonifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda
mati seolah-olah hidup. Dalam sajak terdapa dalam:
...
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu


Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
(13 November 1943)

Pembahasan Majas (Gaya Bahasa)

Berikut adalah penjelasan tentang penggunaan majas pada puisi DOA karya
Chairil Anwar.
kepada pemeluk teguh
>> Pada baris tersebut menggunakan majas metafora karena baris tersebut
dimaksudkan kepada Tuhan
Tuhanku,
dalam termangu,
aku masih menyebut nama-Mu
>> Pada bait tersebut menggunakan majas asonansi karena terdapat perulangan
vocal yang sama.
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

>> Pada bait tersebut.


cayaMu panas suci
>> Pada baris tersebut terdapat majas hiperbola karena baris tersebut menyatakan
hal yang berlebih-lebihan.

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi


>> pada baris tersebut .
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
>> Pada bait tersebut mengandung majas juga menggunakan majas hiperbola,
karena bait tersebut menyatakan hal yang berlebih-lebihan.
Tuhanku,
Aku mengembara di negeri asing
>> Pada bait tersebut tidak menggunakan majas, karena bait tersebut menggunakan
bahasa sehari-hari.

Puisi angkatan 50 an
SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA
W.S. RENDRA
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.

Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.


O, jaman edan !
O, malam kelam pikiran insan !
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja !
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Berhentilah mencari ratu adil !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana !

Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !


Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ?
Apakah masih akan menipu diri sendiri ?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran gelap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Air mata mengalir dari sajakku ini.

Terdapat beberapa majas yang digunakan dalam puisi karya W.S. Rendra yang
berjudul Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia. Diantaranya yaitu majas metafora.
Seperti dibawah ini.

Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.


Dalam sajak tersebut kepastian hidup dipersamakan dengan terhuyung-huyung
dalam comberan.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Di dalam sajak karya W.S. Rendra tersebut hukum adil dipersamakan dengan
bintang pedoman di dalam prahara.
Selain majas metafora, juga terdapat majas personifikasi dalam Sajak Bulan Mei
1998 di Indonesia tersebut.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !

Bau anyir darah yang kini memenuhi udara

menjadi saksi yang akan berkata

AFRIKA SELATAN

Oleh :
Subagio Sartrowardjojo

Kristos pengasih putih wajah.


--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer-Orang putih bersorak: Hosanah!
Dan ramai berarak ke sorga

Tapi kulitku hitam.


Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur


hotel dan kapal terbang

Mereka membuat sekolah dan kantorpos


gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.


Tidak buatku.

Diamku di batu-batu pinggir kota


di gubug-gubug penuh nyamuk
di rawa-rawa berasap.

Mereka boleh memburu


Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Tetapi isteriku terus berbiak


seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.


Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.

(Simfoni Dua, 1990: 31)

Majas
Majas yang digunakan penyair dalam puisi Afrika Selatan tersebut bermacammacam. Dalam tulisan ini diuraikan mengenai majas-majas yang digunakan dalam
puisi Subagio Sastrowardjojo.
Di dalam puisi tersebut terdapat Majas Perbandingan atau Simile.

Tetapi isteriku terus berbiak


seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.
Selanjutnya, puisi Afrika Selatan ini menggunakan Majas Metafora.
Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Dalam puisi Subagio tersebut, aku dipersamakan dengan bumi lata, iblis laknat,
dosa melekat, dan sampah di tengah jalan.
TAPI

Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

aku bawakan bunga padamu


tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!

O AMUK KAPAK, 1981

Pembahasan Majas
Majas yang digunakan dalam puisi Tapi adalah Majas Metonimia. Metonimia
dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Dalam puisi
tersebut si aku adalah manusia dan si kau adalah seumpama Tuhan YME.
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, dapat
disimpulkan bahwa :
Majas adalah gaya bahasa kias yang digunakan untuk memunculkan suatu efek
tertentu. Majas dalam suatu karya sastra, khususnya puisi bertujuan untuk mewakili
perasaan dan pikiran penyair atau pengarang. Majas dapat dikelompokkan menjadi
empat, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas
perulangan.

MAJAS pada puisi dan pengertiannya


1. Pengertian Majas
Majas atau biasa disebut dengan gaya bahasa merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam dunia sastra, karena majas memberi penguatan tersendiri
terhadap suatu karya sastra baik Puisi, Prosa dan Drama. Menurut KBBI (2008:
969) majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan dengan
sesuatu yang lain atau kiasan. Sedangkan pengertian majas seperti yang dikutip
pada Wikipedia adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam
tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa
sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan
perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
2. Jenis-Jenis Majas
Pada sebuah puisi biasanya memberikan atau menentukan diksi yang baik
terhadap karyanya, diksi tersebut juga biasanya bersifat kiasan. Dalam Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas menyatakan ada empat jenis majas yaitu:
a. Majas perbandingan
1) Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri
tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela
menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu
dengan laut.
2)
Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah
dikenal. Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
3) Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan
dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama",
"ibarat","bak", bagai". contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan
Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
4) Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan
menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll. contoh: Waspadalah
terhadap lintah darat
5) Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang
berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6) Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang
dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
7)
Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain
sebagai nama jenis.
8)
Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan
orang.
9) Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang
menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10) Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk
menunjukkan hubungan karib.
11) Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan

merendahkan diri.
12) Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga
kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13) Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang
diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
14) Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda
mati atau tidak bernyawa.
15) Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan
keseluruhan objek.
16) Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud
hanya sebagian.
17) Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa
kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18) Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang
pantas sebagaimana adanya.
19) Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir
dan bertutur kata.
20) Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan
dalam cerita.
21) Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih
pendek.
22) Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23) Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang
untuk menyatakan maksud.
24) Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan
sama.
b. Majas sindiran
1)
Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan
mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2)
Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
3)
Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa
kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4)
Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk
mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5)
Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
c. Majas penegasan
1)
Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang
ditegaskan.
2)
Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah
jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3)
Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu
kalimat.
4)
Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian
kata yang berlainan.
5)
Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6)
Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau
klausa yang sejajar.
7)
Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.

8)
Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9)
Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan
makna yang berlainan.
10) Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang
sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11) Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang
kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12) Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat
sebelum subjeknya.
13) Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam
pertanyaan tersebut.
14) Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam
susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15) Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru
atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16) Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan
dengan kata penghubung.
17) Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata
penghubung.
18) Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara
unsur-unsur kalimat.
19) Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20) Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian
suatu keseluruhan.
21) Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud
yang sebenarnya.
22) Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23) Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang
berdampingan dalam kalimat.
24) Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna
dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25) Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak
gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang
rancu.
d. Majas pertentangan
1) Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah
bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2) Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.
3) Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan
arti satu dengan yang lainnya.
4) Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah
disebutkan pada bagian sebelumnya.
5) Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara
peristiwa dengan waktunya.

Anda mungkin juga menyukai