Anda di halaman 1dari 9

LEGENDA SANGKURIANG

Dosen Pengampu :

Mukhlizar, M.Si

OLEH :

Kelompok

Srimunafisah ( 112022021)
Rihhadatul Aisyi ( 112022031 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


TENGKU DIRUNDENG MEULABOH
TAHUN 2023
A. Legenda Sangkuriang & Tangkuban Perahu Beserta Ulasannya, Penting
untuk Tambah Ilmu

Jangan hanya menikmati wisata di Tangkuban Perahu tanpa tahu legenda yang
konon menjadi latar belakang terbentuknya gunung tersebut. Untuk menambah
pengetahuan, tampaknya kamu perlu mengetahui cerita rakyat Sangkuriang yang
kami paparkan di sini!

Kamu merasa cukup familier dengan tempat wisata Tangkuban Perahu yang
terletak di Bandung, Jawa Barat? Akan tetapi, sudah tahukah kamu kalau
Tangkuban Perahu sangat erat kaitannya dengan cerita rakyat Sangkuriang yang
sudah melegenda secara turun temurun?

Barangkali, kamu sudah pernah mendengar tentang kisahnya semasa kecil. Namun,
perlu kamu ketahui bahwa legenda Sangkuriang dan Tangkuban Perahu boleh jadi
bukan sekadar cerita rakyat biasa, melainkan mengandung berbagai pesan moral
dan sosial.

Ingin tahu seperti apa sinopsis, pesan, serta hal-hal menarik lainnya yang terdapat
dalam cerita rakyat Sangkuriang? Daripada penasaran, simak ulasan lengkapnya
yang kami paparkan dalam keterangan berikut! Baca sampai selesai, ya.

B. Cerita Rakyat Sangkuriang

Sumber: Vidio – Kastari Animation

Kisah ini didengar masyarakat sebagai legenda di mana seorang anak laki-laki jatuh
cinta pada ibu kandungnya sendiri. Anak lelaki itu pun mengajukan lamaran dan

1
rela melakukan apa pun untuk pujaan hatinya, termasuk membuatkan perahu yang
konon amat besar.

Sebelum perahu rampung dibangun, sang ibu berbuat curang untuk membuat alasan
menolak lamaran putranya. Mengetahui hal itu, sang putra murka dan membalikkan
perahu hingga tertelungkup, yang saat ini dikenal sebagai Tangkuban Perahu.

Namun, cerita rakyat Sangkuriang yang sebenarnya bermula lebih jauh dari
penggalan kisah di atas. Kalau kamu ingin mengetahui sinopsis lengkapnya secara
runtut, di bawah ini kami sediakan kisahnya untukmu!

Sepasang Dewa Dewi Dihukum Turun ke Bumi

Alkisah, dahulu kala hiduplah sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan dan
diusir dari kayangan. Tak hanya diusir ke Bumi, Sang Hyang Tunggal juga
mengutuk keduanya menjadi binatang. Sang dewa berubah menjadi anjing yang
bernama Si Tumang, sedangkan sang dewi menjelma babi hutan bernama Celeng
Wayung Hyang.

Di Bumi, suatu ketika Celeng Wayung Hyang kehausan karena terlalu lama bertapa.
Ia pun keluar dan tanpa sengaja meminum air seni seorang raja bernama Sungging
Perbangkara yang tertampung di dalam tempurung kelapa (dalam versi cerita lain
disebutkan dibuang di daun keladi). Sang Raja membuang air seninya di tempurung
kelapa di tengah-tengah dirinya pergi berburu.

Usai meminum air seni Raja Sungging Perbangkara, Wayung Hyang hamil dan
melahirkan seorang bayi manusia yang cantik jelita. Tak lama, Raja Sungging
kembali ke hutan dan menemukan bayi tersebut, tetapi ia belum tahu kalau sang
bayi merupakan putrinya.

Olehnya, sang bayi dibawa pulang ke keraton dan diberi nama Dayang Sumbi atau
Rarasati. Seiring berjalannya waktu, Dayang Sumbi tumbuh jadi gadis yang sangat
cantik sehingga banyak raja maupun pangeran datang untuk meminangnnya.
Sayang, tidak satu pun dari mereka diterima.

Dayang Sumbi Menikahi Seekor Anjing

Lantaran tidak menerima lamaran para raja dan pangeran, timbullah perang di
antara mereka. Hal itu membuat Dayang Sumbi pergi mengasingkan diri di sebuah
bukit, di mana di sana ia ditemani seekor anjing yang tak lain adalah Si Tumang.

Suatu hari, Dayang Sumbi sedang menenun kain dan torak (alat tenun berupa
tabung kecil yang dalamnya berisi kumparan benang pakan) yang dipakainya
terjatuh ke bawah balai-balai. Lantaran ia malas turun mengambil, ia pun mengucap
sebuah janji bagi siapa pun yang bersedia mengambilkan torak tersebut.

“Barang siapa yang mengambilkan torakku, jika ia laki-laki akan kujadikan suami,
dan jika perempuan akan kujadikan ia sebagai saudariku,” tuturnya. Sesaat

2
kemudian, datanglah Si Tumang membawa torak yang terjatuh untuknya. Sebab
janjinya sudah terlanjur terucap, ia pun menikahi Si Tumang dan keduanya hidup
bersembunyi di dalam hutan.

Di malam bulan purnama sewaktu Si Tumang kembali ke wujud aslinya yang


seorang dewa dan sangat tampan, ia mencumbu Dayang Sumbi. Tak berapa lama,
Dayang Sumbi mengandung dan akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi
nama Sangkuriang.

Perburuan dan Murka Dayang Sumbi terhadap Sangkuriang

Sumber: YouTube – TV Anak Indonesia

Sangkuriang tumbuh menjadi remaja yang gagah dan tampan. Suatu ketika, ia
diminta oleh Dayang Sumbi untuk pergi memburu kijang karena sang ibu sangat
ingin sekali memakan hati binatang itu. Ia pun pergi berburu bersama Si Tumang.

Mereka berdua mencari-cari di hutan, tetapi tidak menemukan seekor pun kijang
sampai akhirnya Sangkuriang melihat babi hutan melintas. Saat itu juga, ia meminta
Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang,
alias nenek Sangkuriang sendiri.

Lantaran tahu bahwa babi hutan itu adalah nenek dari putranya, Si Tumang menolak
untuk memburu Wayung Hyang. Kesal akan penolakan yang diterimanya, ia
menakut-nakuti Tumang dengan anak panah yang tanpa sengaja justru terlepas dan
membuat Si Tumang terbunuh.

Bingung dengan kejadian yang menimpanya, ditambah kegagalannya mendapatkan


hewan buruan, Sangkuriang menyembelih Si Tumang dan mengambil hatinya. Ia
membawa hati itu pulang, menyerahkannya kepada Dayang Sumbi yang setelah itu
memasak dan memakannya.

Beberapa saat kemudian, Dayang Sumbi menyadari Si Tumang tidak pulang dan
akhirnya tahu bahwa hati yang dimakannya adalah milik anjing tersebut. Ia murka
dan melemparkan sendok nasi ke kepala putranya sampai terluka sembari
mengatakan, “Tumang adalah ayahmu sendiri!”

3
Seorang Putra yang Jatuh Cinta pada Ibunya Sendiri

Berdasarkan cerita rakyat yang beredar, setelah kejadian itu Sangkuriang pergi
mengembara seorang diri. Di sisi lain, Dayang Sumbi menyesal telah mengusir
putranya dan memohon ampunan dari Sang Hyang Tunggal. Ia juga berharap suatu
hari dapat bertemu kembali dengan sang putra.

Sang Hyang Tunggal mengabulkan permintaan Dayang Sumbi, sekaligus


menganugerahkan kecantikan abadi padanya. Syaratnya, ia harus memakan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan).

Sementara itu, putranya menimba ilmu pada pertapa selama beberapa tahun dan
mengubah namanya menjadi Jaka. Ia pun tumbuh menjadi pemuda kuat, sakti,
gagah perkasa, dan memiliki ketampanan yang membuatnya banyak diperebutkan
wanita.

Hingga suatu hari, Jaka pulang kembali ke kampung halaman tempatnya


menghabiskan masa kecil. Di sana, ia bertemu dengan sang ibu yang tidak dikenali
lagi karena kecantikannya yang luar biasa. Demikian halnya dengan Dayang Sumbi
yang juga tidak mengenali putranya yang telah dewasa.

Singkat cerita, keduanya menjalin cinta dan suatu hari mereka saling bersandar
mesra. Dayang Sumbi menyisir rambut Jaka, lalu tanpa sengaja melihat bekas luka
di kepala sang putra yang dulu terkena lemparan sendok nasi yang terbuat dari
tempurung kelapa.

Dayang Sumbi pun mengaku, menceritakan yang sesungguhnya kepada sang putra
tentang masa lalu mereka. Sayang, sang putra tidak menghiraukan hal itu dan tetap
berniat untuk melanjutkan rencananya menikahi Dayang Sumbi.

Syarat Lamaran dan Cerita Asal Usul Tangkuban Perahu

Sumber: Wikimedia Commons

Kesulitan menolak, Dayang Sumbi mengajukan syarat yang sekiranya mustahil


untuk dipenuhi putranya. Ia meminta untuk dibuatkan perahu dan danau dengan

4
membendung aliran air Sungai Citarum hanya dalam satu malam. “Sebelum fajar
terbit, kedua permintaanku itu harus selesai kau kerjakan,” demikian katanya.

Tak disangka, Sangkuriang menyanggupi permintaan tersebut. Pria itu memulai


aksinya dengan menebang pohon besar untuk membuat perahu. Sementara untuk
membendung aliran Sungai Citarum, ia meminta bantuan kepada kaum jin.

Khawatir pekerjaan itu selesai sebelum fajar menyingsing, Dayang Sumbi berniat
mencurangi putranya. Ia diberi petunjuk oleh Sang Hyang Tunggal untuk
membentangkan kain putih sehingga tampak seperti fajar yang merekah dari ufuk
Timur. Kemudian, ia berkeliling hutan dan memaksa ayam-ayam jantan berkokok
meski hari masih sangat gelap.

Ayam pun berkokok dan para jin yang membantu ketakutan dan kabur mengira
fajar telah tiba. Pembuatan bendungan pun gagal dan syarat yang diajukan Dayang
Sumbi tak berhasil dipenuhi. Sangkuriang mengamuk karena tahu bahwa ia gagal
lantaran dicurangi sang calon istri.

Perahu yang susah payah dibuatnya ditendang ke arah Utara dan jatuh tertelungkup,
lantas jadilah Gunung Tangkuban Perahu sesuai legenda yang dikisahkan. Bukan
hanya itu, ia juga menjebol dinding bendungan yang alirannya kemudian dikenal
sebagai Sang Hyang Tikoro.

Di tengah kemarahannya, ia masih berusaha mengejar Dayang Sumbi yang sedang


kabur. Di suatu tempat bernama Gunung Putri, wanita titisan dewi itu memohon
agar Sang Hyang tunggal menyelamatkannya, lalu ia berubah menjadi setangkai
bunga jaksi. Sedangkan sang putra yang mengejar hingga ke Ujung Berung konon
lenyap ke alam gaib.

C. Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Sangkuriang

Selain sinopsis cerita, di sini kami juga akan menjabarkan unsur intrinsik yang
terdapat dalam cerita rakyat Sangkuriang dan legenda terbentuknya Gunung
Tangkuban Perahu. Unsur-unsur tersebut meliputi tema atau inti cerita, tokoh dan
perwatakan, latar, alur, serta pesan moral yang terkandung di dalamnya. Berikut
ulasannya!

1. Tema

Tema atau inti dari cerita ini adalah tentang cinta dan keluarga. Yaitu mengenai
cara mendidik anak dan bagaimana kelak seorang anak harus berbakti kepada orang
tuanya. Di akhir kisah pun terungkap bahwa malapetaka akan datang jika anggota
keluarga tidak saling menyayangi dengan benar.

2. Tokoh & Perwatakan

Tokoh utama dalam kisah yang satu ini adalah Sangkuriang alias Jaka dan Dayang
Sumbi atau Rarasati. Jaka adalah putra yang berbakti, tetapi diusir lantaran

5
ketidaktahuannya membuatnya tanpa sengaja membunuh seekor anjing yang
merupakan jelmaan dari sang ayah sendiri. Sedangkan Rarasati ialah seorang putri
yang juga titisan dewi, wanita yang dianugerahi kecantikan abadi.

Ada pun tokoh lainnya, yaitu Si Tumang yang wujudnya adalah seekor anjing, ayah
kandung Sangkuriang. Juga ada tokoh pendukung lain seperti Raja Sungging
Perbangkara dan Celeng Wayung Hyang, yang masing-masing adalah kakek dan
nenek dari tokoh utama pria dalam cerita ini.

3. Latar

Latar atau setting cerita merujuk pada sebuah tempat di daerah dataran tinggi di
Jawa Barat. Konon, salah satu latarnya saat ini ialah yang dikenal sebagai Kota
Bandung. Hal ini tampak dari beberapa tempat yang disebutkan dalam cerita, yaitu
Gunung Tangkuban Perahu yang terletak di sebelah Utara Kota Parahyangan.

4. Alur Cerita

Alur atau jalannya cerita dari legenda Tangkuban Perahu tersebut menggunakan
alur maju. Kisahnya dimulai sejak Dayang Sumbi dilahirkan, kemudian ia memiliki
seorang putra yang saat dewasa malah jatuh cinta pada dirinya yang notabene
merupakan ibu dari anak itu, hingga semuanya berakhir menjadi malapetaka.

5. Pesan Moral dari Cerita Rakyat Sangkuriang

Ada sejumlah pesan moral dan sosial yang dapat dipetik dari legenda ini. Oleh
karena itu jika kamu berniat menceritakannya kepada anak-anak, ingatlah untuk
menjelaskan pula tentang pesan penting yang ada kepada mereka.

Pesan pertama berkaitan dengan kejujuran. Bahwasanya, seseorang harus jujur


kepada dirinya sendiri dan orang-orang yang ada di dekatnya. Seperti halnya
Dayang Sumbi, yang mestinya jujur sejak awal memberi tahu putranya bahwa Si
Tumang adalah ayah sang anak sekaligus suaminya.

Kedua, manusia sebaiknya tidak berbuat curang demi bisa mendapatkan apa yang
diinginkan. Dalam hal ini, kedua tokoh utama bisa dibilang sama-sama melakukan
kecurangan. Dayang Sumbi memalsukan waktu fajar, sedangkan putranya meminta
bantuan kepada makhluk halus untuk memenuhi syarat yang diajukan ibundanya.

Terakhir ialah pesan yang mestinya tidak tabu untuk dibicarakan dengan anak-anak.
Bahwasanya, dalam norma sosial yang ada di masyarakat, seorang anak tidak
dibenarkan untuk jatuh cinta pada orang tua kandungnya sendiri, begitu pula
sebaliknya.

Selain unsur intrinsik, ada pula unsur ekstrinsik dari legenda Sangkuriang dan
Tangkuban Perahu. Unsur ekstrinsiknya ialah faktor-faktor lain di luar cerpen yang
berkaitan dengan tempat yang diduga menjadi latar terjadinya, situasi dan kondisi
masyarakat Sunda di masa lampau, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

6
D. Fakta Menarik Seputar Sangkuriang & Tangkuban Perahu

Sumber: Rapi Films

Selain sinopsis yang sudah kamu baca beserta ulasan singkatnya, ternyata ada juga
fakta menarik lain tentang cerita rakyat Sangkuriang dan asal usul Tangkuban
Perahu. Mau tahu? Begini uraiannya!

1. Bukti Tertulis dalam Manuskrip ‘Bujangga Manik’

Semula, kisah ini diceritakan sebagai tradisi lisan dari mulut ke mulut secara turun
temurun. Akan tetapi, rupanya ditemukan pula bukti tertulis berisi semacam laporan
mengenai latar cerita Sangkuriang dalam naskah kuno berjudul Bujangga Manik
yang ditulis pada daun lontar.

Manuskrip berbahasa Sunda tersebut diperkirakan berasal dari akhir abad ke-15
atau awal abad ke-16 Masehi. Di dalam naskah itu, tertulis bahwa Pangeran
Bujangga Manik melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci agama
Hindu di Jawa dan Bali. Ia pun tiba di tempat yang sekarang menjadi Kota Bandung,
dan menuliskan sesuatu sebagai berikut:

“Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah Barat). Datang ka Bukit


Patenggeng (tiba ke Gunung Patenggeng). Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda
Sang Kuriang). Masa dek nyitu Ci tarum (semasa akan membendung Citarum).
Burung tembey kasiangan (tetapi gagal karena kesiangan).”

2. Kesesuaian Legenda dengan Fakta Geologi

Disebutkan bahwa legenda yang ada sesuai dengan fakta geologi terciptanya Danau
Bandung dan Gunung Tangkuban Perahu. Dari situ, muncul dugaan kalau orang
Sunda sudah hidup di dataran tinggi Bandung sejak ribuan tahun sebelum Masehi.

Kapan pastinya memang tidak diketahui, tetapi menurut penelitian di kawasan yang
sama ditemukan sisa-sisa danau purba berusia sekitar 125 ribu tahun. Juga, pernah
terjadi dua letusan Gunung Sunda purba dengan tipe letusan plinian yang masing-
masing meletus pada 105 ribu dan 55 ribu tahun silam.

7
Kedua letusan tersebut meruntuhkan kaldera Gunung Sunda, sehingga menciptakan
Gunung Tangkuban Perahu, Burangrang, dan Bukit Tunggul. Diperkirakan, kala itu
orang Sunda zaman purba yang telah menempati kawasan di sana turut
menyaksikan letusan plinian yang menyapu pemukiman mereka.

3. Diangkat Kembali ke Berbagai Media Karya Modern

Legenda dari Jawa Barat ini telah beberapa kali diangkat ke berbagai karya modern,
semisal film. Salah satunya ialah film bertajuk Sangkuriang garapan sutradara
Sisworo Gautama, yang kala itu menggandeng aktor Suzanna dan Clift Sangra
sebagai tokoh utama.

Pada 2015, kisah serupa diangkat pula dalam salah satu episode di sinetron Legenda
di Trans 7. Sosok aktor Guntur Hidayat dan Marissa Christina pun dipercaya
membawakan peran sebagai ibu dan anak yang saling jatuh cinta.

Berikutnya di tahun 2020, cerita rakyat khas Sunda itu diadaptasi ke dalam
pementasan teater musikal virtual yang diperankan Kikan Namara (eks vokalis
Cokelat) dan Taufan Purbo. Kisahnya digarap lebih kekinian dalam sajian berdurasi
20 menitan dan telah tayang selama satu minggu di YouTube Indonesia Kaya sejak
tanggal 13 Agustus 2020.

4. Lokasinya Terkenal sebagai Tempat Wisata

Seperti yang mungkin sudah kamu tahu, Gunung Tangkuban Perahu menjadi salah
satu ikon pariwisata andalan Kota Bandung. Di sana banyak tumbuh pohon pinus
dan kebun teh yang terhampar luas. Daya tarik lainnya adalah Kawah Ratu, Kawah
Upas, dan Kawah Domas yang ketiganya cukup populer dijadikan tujuan wisata
turis lokal maupun mancanegara.

Kawah di Tangkuban Perahu semuanya masih aktif. Gunung Stratovulcano ini


memiliki pusat erupsi yang berpindah dari Timur ke Barat. Biasanya, material yang
dikeluarkan saat erupsi adalah lava dan sulfur.

Referensi : https://www.poskata.com/pena/cerita-rakyat-sangkuriang-tangkuban-
perahu/

Anda mungkin juga menyukai