Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN ETNOEKOLOGI DAN BEBERAPA PENELITIAN DI INDONESIA

(Review of Ethnoecology and Some of Its Studies in Indonesia)

Maikel Simbiak1,2
1
Mahasiswa Program Pascasarja Biologi Universitas Indonesia
2
Jurusan PMIPA Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Cenderawasih

ABSTRACT

Maikel Simbiak. 2018. Review of Ethnoecology and Some of Its Studies in Indonesia.
Ethnoecology is an interdisciplinary field that sounds new in the treasury of science but has lasted
a long time in practice. Ethnoecology in the results of his studies also showed a variety of colours
according to the background of the practitioners. Nevertheless, ethnoecology has made a real
contribution in environmental conservation efforts. The concepts and practices of environmental
management of traditional community that has played a role in environmental conservation are
well documented. Principles of the concept and practice are then implemented in environmental
management in this modern era. In this review, the author wishes to give a little explanation about
ethnobiology as a science and how this field has found some of the application of
knowledge/concept of traditional landscape management in environmental conservation currently.

Keywords: environmental conservation, ethnoecology, landscape management

PENDAHULUAN bertahap tumbuh dan saling bergantung


Manusia sejak kehadirannya telah dengan perkembangan sosial dan budayanya.
berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam Ini semua disebabkan karena manusia
konteks hubungan manusia dan alam, memiliki daya cipta, rasa dan karsa. Berkat
lingkungan alam pada dasarnya menyediakan daya tersebut, manusia mampu
sumber daya agar dapat dimanfaatkan oleh menyesuaikan diri dengan lingkungan di
penghuninya untuk kelangsungan hidup. mana mereka tinggal. Melalui daya itu pula
Manusia sebagai bagian dari penghuni alam manusia berupaya memanfaatkan sumber
itu diketahui paling mudah menyesuaikan daya alam dan lingkungan berdasarkan
diri dengan lingkungan di mana ia tinggal pengalaman dan pengetahuannya. Pada
dibandingkan dengan makluk lainnya. Tanpa gilirannya pengetahuan mereka lambat laun
disadari bahwa manusia, baik sebagai juga mengalami perkembangan sesuai
individu atau dalam berkelompok secara dengan perubahan pola berpikir, perubahan

27 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
lingkungan sosial, ekonomi dan ekologinya organisasi sosial dan sistem ideologi atau
(Waluyo 2011). sistem kepercayaannya. Unsur-unsur budaya
Hubungan manusia dan lahan atau tersebutmembentuk pandangan manusia
lingkungan yang cukup lama kemudian terhadap lingkungan (lanskap) yang dewasa
melahirkan berbagai karakteristik ini didefinisikan sebagai kearifan lokal yang
masyarakat sesuai dengan karakteristik mana selama ratusan tahun telah
lingkungannya yang dipandang sebagai menfasilitasi harmonisasi kehidupan antara
kebudayaan. Keanekaragaman kebudayaan manusia dengan lingkungannya.
tersebut sangat dipengaruhi ketersediaan Melalui pendekatan-pendekatan
sumber daya alam di lingkungannya. keruangan (spasial) nilai-nilai kearifan lokal
Keterbatasan sumber daya alam, pandangan tersebut digali dan diinventarisir. Berbagai
terhadap fenomena alam, menyebabkan penelitian telah mengungkapkan
timbulnya persepsi manusia dalam pengetahuan tentang pengenalan dan
pandangan untuk memberikan batasan- pengelolaan lahan (lanskap) dalam
batasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kehidupan tradisional tersebut. Etnoekologi
sumber daya alam tersebut. Dengan merupakan bidang ilmu yang menjembatani
karakteristik lingkungan yang begitu kehadiran sains untuk mengkaji praktek-
beragam ini melahirkan hubungan manusia praktek tersebut. Berdasarkan uraian
dan lahan antar berbagai komunitas manusia tersebut, makalah ini ingin membuat suatu
terjadi secara spesifik atau khas bagi tinjauan mengenai ilmu Etnoekologi dengan
komunitas tersebut dalam berbagai aspek mengkaji dasar filosofisnya, pengertian dan
kebutuhan hidupnya. prinsip-prinsip dasar, pendekatan studi,
Berkaitan dengan hubungan manusia dan hubungannya dengan disiplin lain serta
lahan, Koentjaraningrat (2010) menjelaskan diakhiri dengan studi kasus beberapa
bahwa pengaruh lingkungan ekologi terhadap penelitian etnoekologi di Indonesia.
pola-pola adaptasi masyarakat dapat a. Dasar Filosofis ilmu Etnoekologi
tercermin dalam sistem matapencaharian Manusia adalah makhluk rasional, ia
hidup meliputi sistem teknologinya juga memiliki kemampuan berpikir sehingga
berpengaruh terhadap aspek-aspek budaya membedakannya dari makhluk hidup
lain seperti misalnya lainnya. Dengan kata lain, manusia
adalah makhluk berbudi (berakal) atau

28 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
makhluk budaya. Seperti makhluk hidup manusia, lingkungan, dan interaksi yang
lainnya, manusia juga mengalami proses terjadi antara keduanya seiring sejalan
interaksi dengan lingkungan (komponen- dalam eksistensi etnoekologi sebagai
komponen alam) demi kelangsungan ilmu. Etnoekologi merupakan ilmu yang
kehidupannya di dunia. Secara ilmu berada dipersimpangan dengan ilmu
pengetahuan, disepakati bahwa manusia antropologi. Bila etnoekologi membahas
mengawali ekspansinya ke berbagai mengenai hubungan yang erat antara
pelosok dunia bermula dari benua Afrika. manusia, ruang hidup, dan semua
Kelompok-kelompok manusia tersebut aktifitas manusia di bumi, makailmu
kemudian menempati berbagai kawasan antropologi mempelajari manusia, dalam
yang sangat berbeda karakteristik arti untuk mencari keteraturan yang ada
lingkungannya sejak 67.000 hingga di dalamnya (Hilmanto 2010). Hal ini
13.000 tahun yang lalu. Lingkungan sejalan dengan pendapat Gary J. Martin
hunian baru tersebut memberikan (1995) bahwa Etno-adalah suatu prefix
pengaruh yang sangat mendasar terhadap popular saat ini, memberikancara ringkas
cara pandang manusia terhadap alam untuk melihat dunia. Ketika nama ini
(lingkungannya). Oleh karena itu, proses digunakan sebagai suatu disiplin
adaptasi manusia, tidak hanya terjadi akademik seperti botani dan farmakologi,
secara fenotip (tampakan morfologis itu berimpikasi bahwa para peneliti
manusia) tetapi juga persepsi terhadap mengeksplorasi persepsi kultural
alam yang akhirnya melahirkan berbagai penduduk lokal dan pengetahuan ilmiah.
ragam budaya manusia di muka bumi. Terminologi etnoekologi semakin
Etnoekologi, suatu cabang dalam luas digunakan mencakup semua studi
etnobiologi yang merupakan bidang ilmu yang mendeskripsikan interaksi
yang mengkolaborasikan ilmu biologi penduduk lokal dengan lingkungan
(ekologi) dan ilmu etnologi di mana alamnya. Etnoekologi dapat
manusia dan aktivitasnya dalam interaksi dideskripsikan sebagai studi tentang
dengan alam merupakan objek kajian bagaimana manusia berinteraksi dengan
bidang ini. Etnoekologi tidak bisa lingkungan alamnya meliputi tumbuhan
terlepas dari manusia sebagai objek dan hewan, bentukan lahan, tipe hutan
kajian pemikiran‐pemikiran mengenai dan tanah, dan lain-lain. Ini memberikan

29 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
subyek yang beranekaragam sehingga diuraikan oleh Callicot (2006) yang telah
etnoekologi adalah ilmu multidisiplin lama menjadi dasar ajaran agama-agama
yang dengan segala upaya menarik tradisional seperti Hindu, Budha, dan
komunitas masyarakat luas untuk Jain.
mengkontribusikan pengetahuan khusus Sebagai interdisiplin ilmu, studi
dan keterampilan pribadi mereka. Hal ini dalam ilmu etnoekologi dilakukan
ditegaskan oleh Toledo (2001) bahwa melalui dua pendekatan pokok dalam
etnoekologi dapat didefinisikan sebagai pengelompokan pengetahuan masyarakat
pendekatan interdisipliner yaitu emik dan etik. Perlu ditegaskan
mengeksplorasi bagaimana alam bahwa walaupun emik dan etik
dipandang oleh kelompok manusia berhubungan dengan epistemologi
melalui suatu cara kepercayaan dan namun keduanya bukan merupakan
pengetahuan, dan bagaimana manusia metode. Keduanya adalah struktur
dalam pandangannya memanfaatkan penelitian. Dalam pendekatan emik,
dan/atau mengelola sumber daya alam. pengetahuan masyarakat digali melalui
Jadi, dengan fokus di kosmos (sistem teknik pengambilan data kualitatif seperti
kepercayaan atau cosmovision), korpus observasi, wawancara, dan dokumentasi.
(seluruh perbendaharaan pengetahuan Di sini, pengetahuan masyarakat yang
atau sistem kognitif) dan praksis (set digali dipaparkan secara orisinal
praktik), etnoekologi menawarkan sebagaimana yang diperoleh dari
sebuah pendekatan integratif untuk masyarakat. Praktek-praktek perdukunan
mempelajari proses manusia yang kadang-kadang melampaui batas
memanfaatkan alam. Pendekatan ini logika sehingga sulit diverifikasi secara
memungkinkan untuk mengenali nilai ilmiah didokumentasikan dengan baik
kompleks keyakinan-pengetahuan sebagai bentuk perlindungan kekayaan
praktek masyarakat adat dalam kaitannya budaya. Sedangkan melalui pendekatan,
dengan konservasi keanekaragaman etik, pengetahuan yang diperoleh dari
hayati (Toledo1992; 2001). Cara pandang masyarakat diverifikasi secara ilmiah.
demikian berkembang dalam peran Melalui pendekatan ini sifat etnoekologi
agama dengan konservasi yaitu tentang sebagai bagian dari ilmu biologi (natural
nilai dan etika konservasi sebagaimana science) dapat tercermin karena

30 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
penggunaan metode ilmiah untuk ahli biologi, antropologi bahkan ahli
memperoleh kebenaran ilmu mengenai geografi. Martin (2001) yang
suatu pengetahuan dapat dilakukan membicarakan tentang sejarah dan
sehingga pengetahuan yang diperoleh perkembangan etnobiologi di mana
melalui studi etnoekologi dapat disebutkan bahwa etnobotani, botani
memenuhi kaidah-kaidah ilmu ekonomi, etnosains, etnozoologi, dan
pengetahuan. etnoekologi sebagai cabang etnobiologi.
Selanjutnya Martin (2001)
b. Pengertian dan Prinsip-prinsip Dasar
mendefinisikan etnoekologi sebagai studi
Etnoekologi
Proses adaptasi manusia terhadap tentang pengetahuan lokal dan
lingkungannya terjadi secara spesifik manajemen interaksi ekologis. Akan
dalam berbagai ragam kebudayaan tetapi Waluyo (2011) menyatakan bahwa
manusia namun sama dalam satu praktek penelitian etnoekologi tidak
perspektif yaitu hubungan manusia dan dapat dipisahkan dengan etnobotani
lahan yang menjadi kajian ilmu karena etnobotani merupakan bagian
etnoekologi. Brosius dkk., (1986) yang sah dan tak terpisahkan dalam studi
menyatakan bahwa etnoekologi etnoekologi. Oleh karena itu pada banyak
didasarkan pada beberapa asumsi dasar penelitian etnobotani akan terdapat
yang saling berhubungan. Yang paling aspek-aspek ekologis yang menjadi
mendasar dari berbagai asumsi tersebut obyek studi atau pun sebaliknya di mana
adalah interaksi manusia terhadap aspek botani menjadi sorotan yang lebih
lingkungan yang berbeda dengan dalam suatu studi etnoekologi. Suatu
organisme lain di mana hubungan studi yang mengintegrasikan etnoekologi
manusia sangat dipengaruhi oleh pikiran, dan etnobotani sebagaimana dilakukan
pengetahuan dan bahasa. Di sini manusia oleh Ghimire dkk (2004) di mana
dan respon manusia terhadap pengaruh heterogenitas dalam pengetahuan
lingkungan, memberikan pengaruh etnoekologi dan manajemen tumbuhan
membetuk cara pandang yang sangat kuat obat diimplikasikan dalam upaya
pada aktivitas manusia. konservasi di Nepal di mana hal ini
Cukup banyak definisi yang sejalan dengan semangat agenda 21 KTT
diberikan tentang etnoekologi baik oleh Bumi di Rio de Jenerio tentang peranan

31 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
pengetahuan lokal dalam pengelolaan Dikarenakan analisis dan
lingkungan. pembahasan mengenai adaptasi
Sumaatmaja (1981) memberikan manusia bersama budaya yang
pandangan mengenai etnoekologi yang melekat terhadap habitatnya dan
diringkas Baihaqi Arif sebagaimana makluk hidup lainnya.
disampaikan oleh Hilmato (2010) sebagai Berdasarkan pengertian-
berikut: pengertian di atas, penulis
a) Ilmu etnoekologi sebagai ilmu mensintesis suatu batasan bahwa
pengetahuan bio‐fisis. Dikarenakan etnoekologi merupakan suatu studi
yang mendasari analisis atas seluk tentang hubungan manusia dan
beluk tanah, air, iklim dan curah lingkungannya berdasarkan
hujan sebagai habitat manusia pemahaman terhadap lahan (lanskap)
adalah ilmu pengetahuan yang yang terjadi secara spesifik pada
berkaitan dengan kehidupan abiotik masyarakat tertentu dalam upaya
dan biotik. mempertahankan kehidupan
b) Ilmu etnoekologi sebagai landscape komunitas tersebut melalui adaptasi
study: Analisis dan pembahasan budaya yang terjadi di saat ini
pada daerah pantai, pegunungan, maupun dalam kehidupan komunitas
dataran rendah sebagai habitat kelompok masyarakat tersebut pada
manusia untuk melakukan aktifitas waktu yang lalu (dari generasi ke
adaptasi keruangan (spatial generasi).
adaptation) mereka.
c. Pendekatan studi etnoekologi
c) Ilmu etnoekologi sebagai ekologi
Untuk memperoleh objek studi dalam
budaya: Dikarenakan yang
ilmu etnoekologi secara komprehensif
mendasari analisis dan
maka Baihaqi Arif dalam Hilmanto
pembahasannya mengenai semua
(2010) menyimpulkan empat macam
aspek kebudayaan saling
pendekatan yang dilakukan yaitu:
berhubungan secara fungsional
- Pendekatan keruangan (spatial
dengan cara yang tidak pasti.
approach) merupakan pendekatan
d) Ilmu etnoekologi sebagai ilmu
dengan mengedepankan prinsip‐
ekologi dan adaptasi manusia.
prinsip penyebaran, interelasi, dan

32 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
deskripsi. Ilmu etnoekologi (spatial system). Sistem adalah suatu
mengedepankan pendekatan pada kesatuan usaha yang terdiri dari
aktivitas manusia yang dilakukannya, bagian‐bagian yang berkaitan antara
dengan pertanyaan utama; komponen, dan mempunyai tujuan
“bagaimana kegiatan manusia atau dalam suatu lingkungan yang
penduduk di suatu daerah/wilayah kompleks.
yang bersangkutan?” Pendekatan
d. Etnoekologi sebagai interdisiplin
keruanganmengenai aktivitas
Pendekatan dalam memperlajari
manusia ini juga dikaji
etnoekologi tidak terlepas dari beberapa
penyebarannya, interelasinya, dan
bidang ilmu lain yang bertalian langsung
deskripsinya dengan fenomena‐
dengan studi etnoekologi. Analisis pada
fenomena alaminnya.
bidang ilmu etnoekologi yang berkaitan
- Pendekatan ekologi (ecological
dengan fenomena sosial dan fenomena
approach) merupakan pendekatan
alami yang meliputi aspek‐aspek, yaitu:
yang kajian dan analisis sesuatu
kebudayaan, sosial, ekonomi, politik,
fenomena ekologis yang difokuskan
kependudukan, sejarah, lingkungan,
pada hubungan antara manusia
ekosistem, iklim dan lain‐lain. Analisis
sebagai mahluk hidup dengan
bidang ilmu etnoekologi dengan latar
lingkungan alamnya.
belakang kebudayaan wilayah akan
- Pendekatan sejarah (chronological
berlangsung dengan baik, jika kita
approach) merupakan suatu
memiliki pengetahuan tentang
pendekatan yang memfokuskan
kebudayaan. Dengan demikian
perkembangan dinamis dari suatu
pengetahuan dasar ilmu anthropologi
kajian suatu interaksi manusia dengan
perlu dimiliki. Kebudayaan suatu wilayah
alam, berdasarkan proses kronologis
mampu mengungkapkan kejelasan
dengan memahami kurun waktunya.
fenomena dan proses keruangan pada
Pendekatan sistem (system
wilayah yang dilakukan analisis
approach), hal ini dapat dianalogikan
(Sumaatmadja 1981) dalam Hilmanto
bahwa suatu ruang yang merupakan
(2010). Demikian pula berbagai aspek
suatu kebulatan, pada hakikatnya
sosial lainnya seperti ekonomi, sosiologi,
merupakan suatu sistem keruangan
ilmu politik dasar, dan ilmu sejarah atau
33 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
aspek biofisik seperti botani, zoologi, daya pikir mereka. Melalui interaksi dengan
geografi, biologi dan berbagai ilmu lingkungan yang spesifik karakteristiknya itu
lainnya dibutuhkan dalam studi-studi saat ini dapat kita saksikan berbagai warisan
etnoekologi yang komprehensif. budaya di dunia dari berbagai tingkatan
Ilmu etnoekologi walaupun dalam beradaban termasuk didalamnya sistem
kajiannya banyak menyentuh bidang ilmu pengetahuan tentang pengelolaan dan
lain, misalnya: migrasi (sosiologi), pemanfaatan sumber daya alam.
komoditi yang diperdagangkan Sejak beberapa dekade lalu telah timbul
(ekonomi), ciri khas kehidupan kelompok suatu kesadaran global tentang arti
masyarakat tertentu (antropologi), letak pentingnya sistem-sistem pengetahuan
bujur dan lintang suatu daerah (ilmu tradisional tersebut demi keberlanjutan hidup
geografi), ilmu etnoekologi sebenarnya manusia dan bumi.Bukan tanpa alasan tetapi
menelaah watak khas suatutempat dalam sistem-sistem tersebut telah menjaga
arti luas maupun sempit yang dihuni oleh eksistensi manusia di muka bumi ini. Oleh
manusia/masyarakat. Ilmu etnoekologi karena itu, prinsip 22 dalam agenda 21 KTT
akan tetap terikat oleh tempat tertentu Bumi di Rio de Jeneiro merupakan
atau lebih luas terikat pada wilayah atau pengakuan komunitas modern terhadap
Negara tertentu, yang memunculkan ciri berbagai kearifan lokal yang dihasilkan
khas yang ditampilkan pada wilayah dalam sejarah bangsa penduduk asli di
tersebut akibat adanya manusia sebagai berbagai belahan dunia (dunia timur) karena
penghuni dengan segala aktifitasnya yang terbukti berperan penting dalam pengelolaan
tak terbatas (Hilmato 2010). dan kelestarian lingkungan. Negara harus
mengenal dan mendorong sepenuhnya
BEBERAPA STUDI ETNOEKOLOGI identitas, budaya dan keinginan mereka serta
DI INDONESIA DAN PERANANNYA
menguatkan partisipasi mereka secara efektif
DALAM KONSERVASI
dalam mencapai pembangunan
Etnoekologi sebagaimana telah diulas di
berkelanjutan.
atas memberikan kita suatu jalan untuk
mengetahui bagaimana manusia
mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam proses adaptasi melalui perkembangan

34 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
a. Konsep Te Aro Neweak Merekamempergunakan tanah untuk
Lamo,kosmologi suku Amungme di
mendukung segala aktivitas dan
Kawasan Taman Nasional Lorentz
Papua menjalankan kehidupan sehari-hari.
Amungsa, adalah alam di mana
Tanah dibagi berdasarkan fungsinya.
orang Amungme hidup, bermukim, dan
Setiap bagian harussesuai dengan
mengembara. Oleh sebab itu orang
peruntukannya. Fungsi dan bagian dari
Amungme selalu mendambakan agar
tanah diatur secara adat dan sudah
hutan rimba, gunung, lembah, dan sungai
dilaksanakan sejak beratus-ratus tahun
tetap utuh sebagaimana layaknya.
yang lampau. Dalam pandangan suku-
Mereka tidak sembarangan menebas dan
suku asli Papua pada umumnya, tak
membakar hutan, kecuali untuk
terkecuali suku Amungme, tanah adat
perladangan. Selama berjalan di hutan
adalah suatu halyang sangat penting. Bagi
orang terdepan tidak akan memotong
mereka, tanah ibarat seorang ibu yang
kayu atau semak belukar yang
memberikan kehidupan kepada anaknya.
menghalangi jalan tetapi mematahkannya
Dengan demikian, fungsi tanah
dengan tangan. Yang dipatah pun tidak
terintegrasi ke dalam keseluruhan
sampai putus. Rumput, akar, atau pohon
aktivitas kehidupan. Tanah adat dalam
yang tumbuh pada lereng atau tebing
konsep orang Papua adalah hak milik dan
gunung yang sementara didaki tidak
sekaligus hakatas penguasaannya (Kafiar
boleh dipotong atau dicabut, melainkan
2013).
dibiarkan sebagai tempat berpijak,
Kalilago (1999) dalam laporannya
berpegang, dan sekaligus menahan tanah
sebagaimana dikutip Danur (2005)
agar tidak longsor. Demikianlah
menyatakan bahwa orang Amungme
sekelumit cerita kesukaan orang
mengidentikan alam dengan tubuhnya
Amungme akan alam mereka
dalam suatu ungkapan “te aro neweak
sebagaimana digambarkan Mampioper
lam-o.”. Demikian pula dengan
(2002).
menggambarkan tanah sebagai seorang
Amungsa, sangat dicintai dan
“ibu”. Pandangan-pandangan ini telah
dihormati orang Amungme. Bagi mereka
menuntun masyarakat Amungme untuk
tanahtidak hanya bernilai ekonomi,
menjaga memanfaatkan alam mereka
melainkan juga bermakna magis-religius.
secara lestari selama ratusan tahun.

35 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
Puncak Carstensz yang dulu begitu b. Kaleka–sistem agroforestri dalam
tradisi Suku Dayak Kapuas
sakral, magis, dan religius dalam
kosmologi masyarakat Amungme Suatu studi yang berkaitan dengan
hanyalah tinggal mitos dalamberbagai lanskap dalam bidang etnoekologi juga
buku dongeng belaka yang diterbitkan sudah dilakukan oleh Rahu dkk (2013)
oleh PT FI sendiri. Dalam konteks ini mengenai sistem kepemilikan lahan yang
pembangunan yang mendorong disebut kaleka dalam tradisi suku Dayak
penghormatan sepenuhnya terhadap Ngaju di Kapus Kalimantan Tengah.
martabat, hak asasi manusia dan keunikan Studi ini telah mendeskripsikan aspek
masyarakat adat sebagaimana yang sosio-kultural dan keragaman flora dari
didorong oleh UNDP dan Bank Dunia kaleka. Studi ini menunjukan juga bahwa
hanyalah retorika belaka. kaleka memainkan peranan penting
Uraian di atas memperlihatkan dalam aspek sosial, kultural dan ekonomi
bahwa konsep tentang alam dalam tradisi komunitas Dayak Kapuas. Sumber daya
masyarakat Amungme merupakan suatu tumbuhan yang terdapat dalam kaleka
pandangan yang umum dalam komunitas dimanfaatkan berdasarkan dua prinsip
tradisional di belahan dunia lain yaitu persamaan hak dan keberlanjutan.
sebagaimana termuat dalam Indigenous Jenis-jenis tumbuhan
and Tribal Peoples Convention, dikembangkan di Kaleka tidak bersifat
1989.Walaupun demikian, masyarakat monokultur dan berkaitan dengan
adat bukanlah entitas monolitik apalagi fitogeografi kawasan tersebut kecuali
dalam kehidupan modern saat ini.Oleh beberapa tumbuhan yang telah
karena itu dalam perencanaan konservasi diintroduksikan sejak masa kolonial.
penduduk asli harus ditempatkan sebagai Tumbuhan yang ditemukan di Kaleka di
mitra setara dalam mengembangkan antaranya berupa buah-buahan seperti
strategi alternatif terhadap perusakan Durio zibethinus, D. kutejensis, Cocos
hutan, mendengarkan kebutuhan mereka, nucifera, Arthocarpus heterophylus, A.
dan belajar dari pengalaman adat champeden, Lancium domesticum,
(Redford dan Stearman 1993). Nephelium lappaceum, Garcinia
mangostana; tumbuhan berkhasiat obat
seperti Cucurma domestica, Zingiber

36 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
officinale, dan Alpinia galangal; praktek ini banyak keuntungan karena
tumbuhan bernilai ekonomi non edible pohon dilestarikan di lahan perkebunan
seperti rotan, karet, bambu, dll. Total (Wala dkk., 2003). Secara efektif,
jenis tumbuhan bernilai ekonomi yang keunggulan ini menjelaskan tipologi
ditemukan sebanyak 34 jenis. Selain fungsional lahan hutan hujan tropis
jenis-jenis tumbuhan tersebut, jenis-jenis Kalimantan karena Kaleka dapat
herba lainnya hingga tumbuhan paku- ditemukan dalam multi strata. Vegetasi
pakuan tetap tumbuh alami sehingga yang ada menggambarkan proses suksesi
fungsi vegetasi tetap terjaga dalam suatu hutanbaik hutan sekunder maupun hutan
Kaleka. klimaks yang ditandai dengan
Kaleka sebenarnya adalah bentuk melimpahnya pohon-pohon raksasa
penghargaan masyarakat lokal terhadap dengan kanopi yang sangat besar. Tipe-
nenek moyang mereka yang tipe lahan ini tidak terisolasi sesuai
diimplementasikan dengan menjaga dan dengan fungsi mereka, tetapi penggunaan
melestarikan kaleka dalam kualitas yang di level perkebunan, suatu lahan berbagi
baik dari generasi ke generasi. Lebih beberapa dari fungsi-fungsi ini. Petani
lanjut Rahu dkk (2013) menyatakan mengendalikan kepadatan pohon
bahwa aspek filosofis masyarakat di melestarikan beberapa spesies dengan
desa-desa tersebut memberikan berbagai kegunaan, yang merupakan
kontribusi untuk pelestarian Kaleka di era pendapatan bagi penduduk pedesaan.
modern. Kaleka adalah habitat bagi
c. Kosmologi dalam perspektif
banyak spesies tanaman, mulai dari masyarakat Bali Aga.
understory hingga upperstory. Fakta ini
Masyarakat Bali merupakan salah
menunjukkan bahwa kaleka potensi
satu suku di Indonesia yang memiliki
untuk dipromosikan sebagai kunci untuk
keunikan budaya yang umumnya masih
konservasi keanekaragaman hayati di
dipegang teguh hingga saat ini. Sebagai
Kalimantan Tengah.
daerah dengan mayoritas penduduk
Keberadaan sistem agroforestri
beragama Hindu, nilai-nilai agama Hindu
tradisional menggambarkan kebutuhan
begitu terlekat erat dalam berbagai aspek
masyarakat lokal untuk tumbuh spesies
kehidupan masyarakat Bali.Danur (2005)
tanaman yang beragam. Pada dasarnya
yang melakukan studi tentang

37 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
etnoekologi lanskap di desa adat menuju kelestarian alam. Secara ekologis
Tengangan Pengrisingan di Bali. Dalam proses tersebut terjadi melalui berbagai
studi tersebut dilaporkan bahwa konsep fenomena alam yang melibatkan
tata ruang (klasifikasi lahan) yang komponen biotik maupun abiotik. Dalam
berlaku dalam budaya masyarakat desa prakteknya masyarakat Tengangan
tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem Pengrisingan telah mempraktekkan
religi mereka. Konsep kosmologi sangat konsep tersebut. Hal ini tercermin dalam
berpengaruh dalam tata ruang letak pandangan di mana flora-fauna maupun
bangunan tradisional. Keseimbangan komponen lingkungan sebagai sumber
lingkungan merupakan suatu manifestasi kehidupan sehingga merusaknya akan
konsep keseimbangan mikrokosmos mendatangkan bencana. Pengelolaan
(unsur-unsur manusia) dan makrokosmos lanskap juga melalui ‘awig-awig’
(alam semesta), keseimbangan hubungan (pranata) tentang jenis-jenis yang boleh
vertikal dan horisontal yang disimbolkan ditanam, misalnya larangan penanaman
dengan “tapak dara” dan “tri hita karana” pohon komersial di daerah dengan
dan keseimbangan antara kekuatan positif topografi curam. Dari sudut pandang
(dewa) dan kekuatan negatif (butha kala) rekayasa geologi vegetasi diduga dapat
menjadi pedoman hidup masyarakat berperan dalam memperkuat massa tanah
Tengangan Pengrisingan. Dalam studi pada lereng dalam melawan gerakan.
ini, studi tentang lanskap dilakukan Beberapa penelitian yang mulai
dengan klasifikasi lahan ke dalam 1) menyelidiki pengaruh akar tumbuhan
lanskap mikro (lanskap pekarangan), 2) kayu dalam memperkuat lereng telah
lanskap meso (lanskap permukiman), dan dilakukan oleh Wu, et al (1979),
3) lanskap makro (lanskap wilayah), CIRIA/Butterworths (1990), Lynch, et al
meliputi permukiman, sema (kuburan), (1997), Docker dan Hubble (2001) dalam
padang gembalaan, carik (sawah), dan Karnawati (2006). Oleh karena itu konsep
hutan adat. ini merupakan teknologi pengelolaan
Dalam mempertahankan lahan miring (lereng) yang sudah dikenal
harmonisasi kehidupan lingkungan alam, masyarakat Bali Aga sejak dahulu.
kesetimbangan ekologi (ecological
equilibrium) merupakan jembatan

38 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
d. Pengetahuan dan Pengelolaan unit- dan imbo lengang atau imbew suwaw atau
unit lanskap oleh masyarakat Kerinci
imbo gano (hutan primer). Bila bentuk-
di Provinsi Jambi
bentuk satuan lingkungan ini dikaji
Sebagaimana telah diuraikan di
dengan pendekatan disiplin ekologi maka
atas bahwa proses interaksi manusia
diperoleh 4 tipe ekosistem, yaitu: 1) tipe
dengan lingkungan alamnya telah
ekosistem buatan (sawauh, dusun atau
membentuk persepsi manusia terhadap
neghiw, pelak atau kandaw atau cuguk,
lingkungan alamnya tersebut termasuk
ladang pnanam mudo, ladang pnanam
bagaimana suatu lanskap dibedakan
tuo), 2) tipe ekosistem suksesi (bluka
secara fungsional. Pengenalan dalam
mudo, bluka tuo), 3)tipeekosistem
proses Devi Anggun Sari dalam tesisnya
perairan alami (batang ayik atau bati
tahun 2011 melaporkan suatu studi
ayay), dan 4) tipe ekosistem darat alami
etnoekologi pada masyarakat Kerinci di
(imbo adat atau imbew adaik dan imbo
Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.
lengang atau imbew suwaw atau imbo
Melalui wawancara, pengamatan
gano).
langsung, partisipatori dan analisis
Sari (2011) melaporkan bahwa
vegetasi di lapangan berbagai informasi
masyarakat Kerinci menggunakan
etnoekologi dikumpulkan. Hasil studi
berbagai peran strategis dalam
menunjukan bahwa komunitas lokal
pemanfaatan lahan dan sumber daya
mengelompokkan unit-unit tanah ke
sekitar mereka untuk memenuhi
dalam 10 kategori, yaitu sawah atau
kebutuhan harian mereka. Dua sistem
sawauh, batang ayik atau bati ayay
ekonomi membuat mereka dapat
(sungai), dusun atau neghiw (kampung),
berhubungan dengan perbedaan ekologis,
pelak atau kandaw atau cuguk (kebun
sosial ekonomi, kondisi kultural, dan
sayur dan tanaman tahunan sekitar
tekanan dari pertumbuhan
kampung), ladang pnanam mudo (kebun
populasi.Pengenalan lahan yang cukup
sayur dan tanaman tahunan), ladang
beragam tersebut memperlihatkan
pnanam tuo (lahan agroforestri
tingginya interaksi suatu komunitas
kompleks), bluka mudo (hutan sekunder
dengan lingkungan alamnya termasuk
muda), bluka tuo (hutan sekunder tua),
dipengaruhi strukur lahan itu sendiri dan
imbo adat atau imbew adaik (hutan adat),
tentunya perubahan-perubahan tersebut

39 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
sejalan beriringan dengan waktu. Namun PENUTUP
pada umumnya, perubahan-perubahan Studi-studi etnoekologi di Indonesia bila
tersebut mengarah pada konsep yang dilihat dari ketersediaan laporan-laporan
lebih baik sesuai dengan evolusi berpikir penelitian yang ada, studi ini masih jarang
manusia terdahap lingkungan alamnya. dilakukan. Namun demikian, sebagaimana
disampaikan di awal, bahwa Waluyo (2011)
e. Konsep masyarakat Dani terhadap
pemahaman lingkungan menegaskan aspek etnoekologi sebenarnya
banyak terungkap lewat studi-studi
Masyarakat Dani merupakan salah satu
etnobotani.Akan tetapi fakta saat ini banyak
suku yang mendiami kawasan pegunungan
penelitian etnobotani yang hanya
tengah Papua.Interaksi mereka dengan alam
mendeskripsikan pengetahuan masyarakat
telah lama terjadi dan menghasilkan fakta-
tentang pemanfaatan berbagai jenis
fakta menarik yang berkaitan dengan
tumbuhan menurut pengetahuan lokal
hubungan manusia dan lahan. Purwanto dan
mereka. Aspek ekologis tidak menjadi bagian
Waluyo (1992) mengkaji bagaimana sistem
yang terintegrasi dalam studi-studi
pertanian yang dikembangkan suku Dani,
tersebut.Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
pemahaman mereka terhadap lingkungan dan
pemahaman pelaku-pelaku studi tersebut.
bagaimana pemanfaatan sumberdaya
Peranan studi etnoekologi sendiri telah
tumbuhan di lingkungan alam mereka.
memberikan arti yang sangat besar dalam
Purwanto dan Waluyo (1992) menyimpulkan
upaya menggali dan mendokumentasi
bahwa adanya suatu pola hubungan
pengetahuan lokal masyarakat Indonesia
ketergantungan antara kebudayaan
sebagai khasanah budaya bangsa khususnya
masyarakat Dani dengan sumberdaya yang
yang berkaitan dengan persepsi terhadap
ada di lingkungannya yang dicerminkan dari
lanskap.Berbagai konsep-konsep tradisional
sistem pengetahuan dan pemanfaatan
tersebut sebenarnya mengandung kearifan
sumberdaya tumbuhan untuk menunjang
yang sebenarnya dapat mengatasi
kehidupan mereka sehari-hari. Dalam
permasalahan-permasalahan bangsa saat ini
mengembangkan sistem bertaninya, mereka
baik dari aspek kebutuhan dasar manusia
tidak terpaku hanya pada suatu sistem
maupun dalam upaya pengelolaan
tertentu namun dinamis terhadap situasi
lingkungan dalam menghadapi ancaman
lingkungan yang dihadapi
perubahan iklim global saat ini.

40 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia. Cetakan
Brosius, J.P., G.W. Lovelace, &G.G. Marten.
keduapuluh tiga. Jakarta, Jambatan: viii
Ethnoecology: An approach to
+ 397.
understanding traditional agricultural
knowledge. Dalam Marten, G.G. 1986. Mampioper, A. 2000.Amungme: manusia
Traditional agriculture in South East utama dari Namengkawi Pegunungan
Asia: A human ecology perspective. Carstensz. PT Freeport Indonesia.
Boulder, Colorado: Westview Press. Martin, G.J. 1995. Ethnobotany: A methods
Callicott, J.B. 2006. Conservation values and manual. Springer Science+Business
ethics. Dalam: Groom, M.J. G.K. Media, B.V.: xx + 268 hlm.
Meffe, & C.R. Carrol. Principles of
conservation biology. Sinauer Martin, G.J. 2001. Ethnobiology and
Associates, Inc. Publisher, Sunderland: etnoecology. Encyclopedia of
Massachusetts: 111-135. Biodiversity2: 609-621.

Danur, I.A.S. 2005.Etnoekologi Lansekap Purwanto, Y., &E.B. Waluyo. 1992. Sistem
Desa Adat Tenganan Pegringsingan, pertanian tradisional, pemahaman
Bali-Pengetahuan dan Pengelolaan lingkungan, dan pemanfaatan
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sumberdaya tumbuhan oleh
Oleh Masyarakat Bali Aga. Disertasi masyarakat Dani di Lembah Baliem.
pada Program Pascasarjana Biologi Pros. Seminar Hasil Litbang SDH:
Fakultas Matematika dan IPA, 112-123.
Universitas Indonesia, Depok: xiii + Rahu, A.B., K. Hidayat, M. Ariyadi, & L.
259 hlm. Hakim. 2013. Ethnoecology of Kaleka:
Ghimire, S.K., D. McKey, Y. Aumeeruddy- Dayak’s agroforestry in Kapus, Central
Thomas. 2004. Heterogeneity in Kalimantan Indonesia. Research
ethnoecological knowledge and Journal of Agricultura and Forestry
management of medicinal plants in the Sciences1(8): 5-12.
Himalayas of Nepal: Implications for Redford, K.H. & A.M. Forest‐Dwelling
conservation. Ecology and Society9(3): Native Amazonians and the
6. Conservation of Biodiversity: Interests
in Common or in
Hilmanto, R. 2010. Etnoekologi. Universitas Collision?Conservation Biology, 7(2):
Lampung, Bandar Lampung: viii + 248-255.
115 hlm.
Sari, D.A. 2011. Etnoekologi masyarakat
Kafiar, F.P. 2013.Kearifan lokal suku Kerinci di Kabupaten kerinci provinsi
Amungme dalampengelolaan sumber Jambi. Tesis pada Program
daya alam danlingkungan di Kabupaten Pascasarjana Biologi Fakultas
Mimika Papua.Jurnal Ekosains5(1): Matematika dan IPA Universitas
35-43. Indonesia, Depok: xvi + 130 hlm.
Karnawati, D. 2006. Pengaruh Kondisi Toledo, M.V. 1992. What is etnoecology?
Vegetasi dan Geologi Terhadap Origins, scope and implication of rising
Gerakan Tanah Dengan Pemicu Hujan. discipline.EtnoecologicaI: 5-21.
Media Teknik 3: 12 – 22

41 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6
Toledo, V. M. 2001. Biodiversity and World Forestry Congress, Quebec
indigenous peoples. Encyclopedia of City, Canada.
Biodiversity3:451-463. Waluyo, E.B. 2011. Sumbangan ilmu
Wala, K. A.R.A. Saliou, O. Arouna, A.K. etnobotani dalam memfasilitasi
Guelly & B. Sinsin. 2003. Variability hubungan manusia dengan tumbuhan
of the structure of traditional
dan lingkungannya. Jurnal Biologi
agroforestry systems according to the
latitudinal gradient and local Indonesia7(2): 375-391
community practices.Paper in the XII

42 | N o v a e G u i n e a J u r n a l B i o l o g i 7 ( 1 ) 2 0 1 6

Anda mungkin juga menyukai