Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

ETNOEKOLOGI, BIODIVERSITAS PADI DAN MODERNISASI


BUDIDAYA PADI: STUDI KASUS PADA MASYARAKAT BADUY
DAN KAMPUNG NAGA

Johan Iskandar1, Budiawati Supangkat Iskandar2


1
Prodi Biologi, FMIPA dan Sekolah Pascasarjana Ilmu Lingkungan, CESS (Center for Environ-
ment and Sustainability Science), UNPAD, 2 Prodi Antropologi, FISIF UNPAD

Diterima : 20 April 2018 Abstrak. Program Revolusi Hijau di Indonesia mulai digulirkan di akhir
Disetujui : 22 Mei 2018 1960-an. Program ini telah memberikan dampak positif dan negatif.
Publish : 31 Mei 2018 Dampak positif di antaranya dapat meningkatkan poduktivitas padi sawah
secara makro. Sementara itu, dampak ngatifnya diantara telah
Jl. Raya Jatinangor Km. menyebabkan kepunahan anekaram varietas padi lokal secara masif. Oleh
21, Sumedang 45363 Jawa karena itu, kajian tentang kepunahan anekaragam padi lokal di berbagai
Barat, Indonesia kawasan perdesaan di Jawa Barat dan Banten sangat penting untuk
e-mail : diteliti. Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji pengetahuan masyarakat
1
johan.iskandar@unpad.ac.id, perdesaan tentang ekologi, terutama kaitannya dengan pengeloaan
2
budiawati.supangkat@unpad.a keanekaragaman varietas padi lokal dan perubahannya dampak Revolusi
c.id Hijau, berlandaskan dari studi kasus pada masyarakat Baduy, Desa
Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten Selatan dan masyarakat Kampung
e-ISSN : 2541-4208 Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metoda
p-ISSN : 2548-1606 kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnoekologi, yaitu peneliti
mempelajari pengetahuan penduduk perdesaan tentang berbagai aspek
ekologi dalam kaitannya dengan pengeloaan padi lokal. Teknik
pengumpulan data lapangan dilakukan dengan observasi dan wawancara
mendalam terhadap informan yang kompeten yang dipilih secara’ purpos-
ive’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejatinya para petani ‘huma’
Baduy dan petani sawah Kampung Naga memiliki peran penting dalam
mengkonservasi anekaragam varietas padi lokal secara in-situ. Namun,
akibat program Revolusi Hijau, beberapa varietas padi lokal sawah
penduduk Kampung Naga mengalami kepunahan. Sementara itu,
kepunahan anekaragam varietas padi lokal di ‘huma’ Baduy tidak
terdokumentasikan. Mengingat penduduk Baduy tidak menerima program
Revolusi Hijau. Kepunahan keanekaragam varietas padi lokal dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kebijakan pemerintah,
perubahan ekosistem, dan akibat perubahan sistem sosial ekonomi dan
budaya masyarakat. Penelitian ini dapat memiliki kontribusi penting
untuk ilmu pengetahuan dan kepentingan praktis. Berdasarkan
kepentingan ilmu pengetahuan yaitu dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang etnoekologi
dan etnobotani. Sementara itu, untuk kepentingan praktis, diharapkan
hasil penelitian ini dapat digunakan untuk dijadikan masukan bagi
berbagai pihak terkait, guna upaya konservasi anekaragam padi di Indo-
nesia.

47
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Kata kunci: etnoekologi, etnobotani, keanekaragam varietas padi,


Revolusi Hijau.

Absrtract. The Green Revolution program in Indonesia was firstly intro-


duced in the end of 1960s. This program has some positive and negative
effects. One of positive impacts of the Green Revolution was able to in-
crease sawah rice productivity in macro level. While the negative impacts
of this program, such as causing of gradual extinction of local rice varie-
ties.Therefore, study on extinction of local rice varieties in some rural
areas of West Java and Banten has been considered to be important. The
aim of this study was to discuss local knowledge of rural people on ecol-
ogy, particulary in relation to local management of rice biodiversity and
its canged caused by the Green Revolution program, based on case study
in the Baduy community, Kanekes village, Lebak district, South Banten
and Naga people, Tasikmalaya, West Java. The method used in this study
was qualitative which etnoecological approach was applied, namely re-
searchers study on local knowledge of rural people on ecology, particu-
larly in relation to management of local rice vities. Some techniques, in-
cluding observation and deep interviews were undertaken with competent
impormants that were purposivelly selected to collect the field data. Re-
sult of study showed that initially both the Baduy and Naga community
had been an important role in conserving various local rice varieties in-
situ. However, due to introduction of the Green Revolution program, some
local rice varieties of Naga community have disappeared. While extinct of
local rice varieties has been not documented in Baduy community. Due to
the Green Revolution was rejected by the Baduy. The extinction of local
rice varieties is caused by many factors, including the government policy,
ecosystem changes, and socio-economic and cultural community changes.
This study can provided important contribution for scientific development
and practical purpose. For the scientific development, this study can con-
tribute for scientific development, particularly ethnoecology and
ethnobotany. While in terms of practical purpose, hopefully this study can
be used as policy inputs for stakeholders to conserve various local rice
varieties in Indonesia.
Key words: ethnoecology, ethnobotany, rice biodiversity, Green Revolu-
tion.

Cara Sitasi
Iskandar, J. & Iskandar, B. S. (2018). Etnoekologi, Biodiversitas Padi dan Modernisasi Budidaya Padi: Studi
Kasus Pada Masyarakat Baduy dan Kampung Naga. Jurnal Biodjati, 3 (1), 47-62.

PENDAHULUAN Revolusi Hijau, Indonesia memiliki tak


kurang dari 8.000 varietas padi (Bernsten et
Berdasarkan sejarah ekologi atau sejarah al., 1982 ; Fox 1991 ; Whitten et al., 1999).
lingkungan, di masa lalu sebelum program Berbagai faktor yang dapat menyebabkan In-
48
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

donesia memiliki kenekaragam varietas padi dua desa Pujungan, Kalimantan Timur.
antara lain, karena Indonesia memiliki Sementara itu, Dove (1988) mengemukakan
ankaragam habitat tempat tumbuh padi di bahwa 44 jenis varietas padi ladang yang biasa
berbagai ekosistem lokal, dan pengaruh dibudidayakan oleh penduduk Suku Kantu
anekaragam budaya manusia yang Kalimanatan Barat. Demikian pula hasil studi
membudidayakan tanaman padi (Beets, 1990 ; etnobotani tanaman padi di Jawa Barat dan
Brush, 1992 ; Sastrapradja & Widjaja, 2010). Banten, pada masyarakat Baduy Banten telah
Sejatinya secara tradisional para petani mencatat 89 varietas padi ladang yang
di Indonesia mengelola tanaman padi dilandasi dibudidayakan penduduk Baduy secara lekat
oleh pengetahuan ekologi tradisional (Tradi- budaya (Iskandar & Ellen 1999). Selain itu,
tional Ecological Knowledge=TEK), dengan pada masyarakat Kasepuhan, Cisolok, Sukumi
lekat budaya, seperti kepercayaan atau kosmos Selatan, tercatat 35 varietas padi ladang yang
petani (Mustapa, 1996 ; Berkes, 1999 ; Toledo, dikelola oleh penduduk Kasepuhan (Budi,
2002). Pengetahuan tradisional ekologi disini 1997 ; Soemarwoto, 2007). Sementara itu,
dimaksudkan adalah sebagai ’sistem varietas padi lokal yang biasa ditanam di
pengetahuan lokal yang unik menarik sawah, masyarakat Rancakalong, Sumedang
dihasilkan dari suatu budaya atau masyarakat, biasa dibudidayakan 22 varietas padi lokal
kontras dengan sistem ilmu pengetahuan oleh para petani sawah (Warsiti, 2009),dan
internasional atau ilmu pengetahuan ilmiah pada masyarakat Kampung Naga dapat dicatat
Barat yang dihasilkan melalui jaringan global 15 varietas padi lokal (Permana et al., 2017).
universitas-universitas dan lembaga-lembaga Sedangkan pada masyarakat Kasepuhan,
penelitian’ (Warren et al., 1995 ; Ellen & Sukabumi Selatan telah tercatat 112 varietas
Harris 2000). padi lokal yang ditanam penduduk pada sistem
Penduduk Indonesia di berbagai kawasan sawah (Budi, 1997 ; Soemarwoto, 2007).
biasa membudidayakan tanaman padi di Dalam rangka meningkatkan produksi
berbagai habitat atau ekosistem lokal padi sawah, pemerintah Indonesia
berdasarkan pengetahuan ekologi tradisional memperkenalkan program Revolusi Hijau pada
(TEK) yang mereka miliki hasil pewarisan akhir tahun 1960-an. Program tersebut antara
secara turun temurun, serta hasil pengalaman lain memperkenalkan beberapa varietas padi
pribadi interaksi timbal balik antara dirinya unggul baru, seperti IR5 dan IR8. Program
dengan ekosistem lokal secara berkelanjutan Revolusi Hijau selain memberikan
dengan lekat budaya. Imbasnya, menghasilkan keuntungan, seperti meningkatkan produksi
anekaragam varietas padi di berbagai wilayah padi sawah secara makro. Namun program ini
Indonesia. Berdasarkan studi etnobotani pada juga menyebabkan berbagai kerugian, seperti
masyarakat Dayak Kenyah Umak Tukung di mengakibatkan kepunahan anekaragam
Long Sungai Barang, Apo Kayan, tercatat min- varietas padi lokal di Indonesia (Fox, 1991 ;
imal 25 varietas padi yang biasa ditanam Shiva, 1991 & 1993 ; Parikesit et al., 1997 ;
penduduk di sistem ladang (Wijaya & Jessup Iskandar, 2001 ; Hardiyoko & Saryoto, 2005 ;
1986). Setyawati (1999) juga mencatat 38 Soemarwoto, 2007 ; Warsiti, 2009 ; Permana,
varietas padi yang biasa dikelola oleh Orang 2017). Punahnya anekaragam varietas padi
Kenyah Leppo’ke di Apoping, Kalimantan lokal tersebut telah menimbulkan kerugian
Timur. Peneliti lainnya, Damus (1992, 1993) yang luar biasa. Seperti hilangnya bahan dasar
mendokumentasikan 58 varietas padi lokal di untuk pemuliaan tanaman padi guna
49
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

menghasilkan anekaragam varietas padi guna ladang dan sawah di Indonesia telah dilakukan
berbagai kebutuhan dalam program pem- beberapa peneliti (Setyawati, 1999 ; Iskandar
bangunan pertanian di masa depan. Selain itu, & Ellen, 1999 ; Purnama, 2017). Meski
hilangnya anekaragam varietas padi lokal juga demikian, pengkajian perubahan varietas padi
telah menyebabkan menurunkan daya lenting imbas dari modernisasi budidaya tanaman padi
petani untuk bercocok tanam padi dengan dengan belandaskan pendekatan etnoekologi
mengadaptasikan pada berbagai kondisi dan dan etnobotani masih kurang. Pengkajian
perubahan lingkungan yang berubah-ubah, etnoekologi dan etnobotani padi sangat penting
seperti menghadapi perubahan iklim global guna memahami petani dalam budidaya dan
serta kerentanan ketahanan pangan (Hardiyoko konservasi padi dibalut budaya lokal, dapat
& Saryoto, 2005). Tidak hanya itu, digunakan untuk pengembangan ilmu
homogenisasi atau penyeragaman penanaman pengetahuan dan kepentingan praktis seperti
varietas padi unggul, telah menyebabkan konservasi padi lokal di Indonesia.
tanaman padi sawah rentan terhadap serangan Artikel ini membahas tentang
hama dan penyakit, seperti wereng coklat, etnoekologi, biodiversitas padi, dan
tungro dan lainnya (Fox, 1991 ; Jhamtani, modenisasi budidaya padi berdasarkan studi
2008 ; Hardiyoko & Saryoto, 2005; kasus pada masyarakat Baduy, Desa Kanekes,
Sastrapradja & Widjaja, 2010). Lebak, Banten Selatan dan masyarakat
Berbagai studi etnobotani tentang Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat
pengetahuan penduduk mengenai anekaragam (Gambar 1).
varietas padi dan pengelolaan pada sistem

Baduy
Bandung

Garut
Tasikmalaya
Naga
Hamlet

Gambar 1. Lokasi penelitian di kawasan Baduy, Banten Selatan dan Kampung Naga, Tasikmalaya

(Iskandar, 2012 ; Alburquerque et al., 2014).


BAHAN DAN METODE Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan
cara observasi dan wawancara semi-struktur
Penelitian ini menggunakan metoda dengan informan kompeten, seperti para
kualitatif dengan pendekatan etnoekologi
50
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

pimpinan informal, kepala dusun, kepala desa Etnoekologi Penduduk Baduy dan
dan para stafnya, petani laki-laki dan para Penduduk Naga
petani perempuan. Analisis data mencakup Penduduk Baduy memiliki pengetahuan
cross-checking data yang diperoleh dari mendalam tentang anekaragam lanskap di
berbagai teknik pengumpulan data. Semua data daerahnya. Berdasarkan masyarakat Baduy,
tersebut kemudian dirangkum dan dintisarikan, anekaragam lanskap didaerahnya dapat
serta dinarasikan secara deskriptif analisis dibedakan menjadi 2 kategori utama yaitu
(Newing et al., 2011). lanskap alami (natural landscape) dan lanskap
binaan (man-made landscape) (Gambar 2).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Macam-macam landskap di kawasan Baduy, Banten Selatan ( Iskandar &


Iskandar, 2017a)

Umumnya, tiap gunung atau bukit Baduy sungai (wahangan) dengan sungai utamanya S.
dapat dibagi menjadi 3 zonasi yaitu zona satu Ciujung. Zona kedua, lokasinya di atas
kawasan lembah gunung atau bukit, zona dua kawasan permukiman, berupa kawasan untuk
kawasan di atas zona satu (di atas lembah berladang (ngahuma) dan kawasan hutan
bukit) dan zona ketiga, kawasan puncak- bekas ladang yang sedang diberakan, berupa
puncak bukit. Zona satu, kawasan lembah hutan sekunder muda (reuma ngora) dan hutan
gunung atau bukit biasa diperuntukan bagi sekunder tua (reuma kolot). Pada zona dua ini,
kawasan permukiman (lembur) dan lumbung terdapat ladang (huma), khususnya pada
padi (leuit), serta hutan kampung (leuweung musim beraladang serta hutan sekunder
lembur). Pada zona satu ini juga biasanya (reuma) dengan berbagai tingkatan umur. Zona
terdapat sumber air dan pancuran (tampian) tiga lokasinya di atas kawasan zona dua,
untuk mandi dan mencuci, ataupun terdapat berupa kawasan puncak-puncak bukit, dengan

51
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

ditumbuhi oleh hutan tua (leweung kolot) lekat budaya. Berbagai lanskap di Kampung
(Iskandar, 2017). Naga antara lain hutan (leuweung), kebun
Sama halnya dengan Orang Baduy, (kebon) ataupun kebun campuran (kebon
masyarakat Kampung Naga, Tasikmalaya juga tatangkalan), sawah, sungai (walungan), dan
memiliki pengetahuan tentang lanskap di permukiman atau kampung (lembur) (Gambar
daerahnya dan dikelola dengan sistem zonasi 3).
berdasarkan pengetahuan ekologi lokal secara

Gambar 3. Macam-macam lanskap di Kampung Naga, Tasikmalaya ( Sudarwani, 2016)

Berdasakan tradisi penduduk Kampung patemon), masjid (masjid) dan lumbung padi
Naga, menurut kesakralannya kawasan mereka (leuit). Sementara itu zona kawasan kotor, di
dapat dibedakan menjadi 3 zonasi yaitu zona luar kawasan bersih yang letaknya
kawasan suci, zona kawasan bersih, dan zona bersebelahan dengan Sungai Ciwulan. Pada
kawasan kotor (Suganda, 2006; Iskandar kawasan ini, terdapat beberapa bangunan
2017). Kawasan suci di antaranya berupa bentuk sederhana seperti pancuran air untuk
hutan kecil yang ditumbuhi pohon-pohon tua mandi dan mencuci, bangunan untuk
yang biasa disebut ‘leuweung larangan’ (hutan menumbuk padi (saung lisung), kandang
pantangan), dalam kawasan hutan tesebut ternak dan kolam ikan (empang). Pada
terdapat pemakaman para leluhur mereka. kawasan ini, terdapat daur materi dan energi
Pada kawasan hutan suci ditumbuhi jenis-jenis secara efisien seperti kotoran ternak untuk
pohon hutan yang umurnya sudah ratusan pupuk tanaman, sisa numbuk padi (huut) dan
tahun. Menurut peduduk Kampung Naga, sisa makanan dari mencuci pring di pancuran
‘leuweung larangan’ senantiasa dijaga menjadi pakan ikan di kolam (Iskandar, 2017).
kelestariannya dan kesuciannya, sehingga
kawasan tersebut tidak boleh dikunjungi Pengetahuan Tentang Varietas Padi
sembarangan orang. Penduduk Baduy dan penduduk Naga,
Zona kawasan bersih, berupa kawasan seperti halnya masyarakat Sunda umumnya
kampung (lembur) tempat permukiman rumah- memiliki pengetahuan taksonomi (folk
rumah (imah) warga Naga, serta bangunan taxonomy) tumbuhan dalam 4 tingkatan dari
lainnya seperti balai pertemuan (bale tingkat atas ke bawah (Iskandar, 2012), yaitu
52
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

level 0 (uniqe beginner) dikenal dengan istilah emik), diklasifikasikan (folk classification)
lokal tutuwuhan (tumbuhan) dan pepelakan berdasarkan pada bentuk morfologi gabah
(tanaman). Level 1 (life forms) dikenal seperti berbulu (huasan pare bulu) dan tidak berbulu
istilah kakayon (pepohonan kayu) dan jukut- (huasan pare leger), bentuk gabah, warna
jukutan (rumput-rumputan). Pada tingkat 3 beras, warna jerami, citarasa kuliner,
(specific/species) dikenal istilah lokal pare kesakralan dan umur panen padi (Tabel 1).
(padi). Bahkan pada level 4 (varietal/sub- Sementara itu, total varietas padi lokal
species), pengetahuan penduduk Baduy dan (jinis pare) sawah di masyarakat Kampung
Naga sangat kaya dan mendalam (Berlin et al., Naga tercatat agak sedikit dengan total 15 jinis
1973 ; Brown 2000). Misalnya, di masyarakat (landraces). Berbagai jinis pare tersebut oleh
Baduy mengenal macam-macam varietas padi penduduk Kampung Naga diklasifikasikan
lokal (landraces) atau disebut istilah lokalnya berdasarkan morfologi gabah, warna biji
huasan pare atau di masyarakat Naga disebut gabah, warna beras, cita rasa (kuliner),
jinis pare. kesesuaian tempat tumbuh dan umur panen
Spesies tanaman padi (Oryza sativa L.) (Tabel 2). Berdasarkan hasil kajian tentang
menurut penduduk Baduy ataupun penduduk pengetahun penduduk Baduy dan Penduduk
Naga diberi nama pare dan gabahnya yang Naga mengenai anekaragam varietas padi
telah ditumbuk disebut beas (beras), serta menunjukkan bahwa penduduk lokal, seperti
beras yang telah ditanak dinamakan sangu hal penduduk lokal di berbagai kawasan
ataupun kejo (nasi). Total varietas padi lokal Indonesia secara lintas budaya mempunyai
sistem ladang (huma) di masyarakat Baduy pengetahuan ekologi yang mendalam tentang
Luar dan masyarakat Baduy Dalam tercatat 89 anekaragam varietas padi (Damus, 1992 &
varietas (huasan). Berbagai huasan pare 1993 ; Setyawati, 1999 ; Warsiti, 2000).
tersebut oleh penduduk Baduy (pandangan
Tabel 1. Klasifikasi padi lokal (Oryza sativa L) menurut masyarakat Baduy, Lebak, Banten Selatan.
No Klasifikasi masyarakat Sub-klasifikasi Jumlah varietas
(landraces)
1 Morfologi biji gabah berbulu dan tidak Berbulu (pare bulu) 39
berbulu Tidak berbulu (pare leger) 60
2 Bentuk gabah Bentuk normal (biasa) 68
Bentuk tipis (ipis) 1
3 Warna beras (warna beas) Beras putih (beas bodas) 68
Beras merah (beas beureum) 20
Beras hitam (beas hideung) 1
4 Warna jerami padi (jarami pare) Normal (biasa) 88
Warna hitam (jarami hideung) 1
5 Citarasa kuliner Padi ketan (pare ketan) 16
Padi non-ketan (pare lain ketan) 73
6 Keskaralan Padi sakral (pare sakral) 3
Padi non-sakral (pare biasa) 86
7 Umur panen Umur singkat/hawara (4-5 bulan) 2
Umur biasa (5-6 bulan) 87
Diadapasi dari Iskandar dan Ellen (1999).

53
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Tabel 2. Klasifikasi padi lokal (Oryza sativa L.) menurut masyarakat Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat
No Klasifikasi masyarakat Sub-klasifikasi Jumlah varietas
(landraces)
1 Morfologi gabah Gabah berbulu(buntutan) 11
Gabah tidak berbulu (henteu buntutan) 4
2 Warna biji gabah Putih ( bodas) 1
Merah (beureum) 1
Hitam hideung) 2
Kuning (Koneng) 11
3 Warna beras Beras putih (beas bodas) 13
Beras merah (beas beureum) 1
Beras hitam (beas hideung) 1
4 Kuliner Liket (pulen, enak) 4
Biasa atau tidak liket (bear) 11
Pare ketan 2
Pare biasa (lain ketan) 13
5 Kesesuaian tempat tumbuh Subur berair (sawah ledok), kering tidak subur 13
(sawah anggar) sawah datar, berair dan banyak
penyunaran matahari (sawah negrak), sawah
baru dan kurang subur (sawah bebedahan)
Sawah ternaungi/ kurang mendapat penyinaran 2
matahari (sawah hieum)
6 Umur panen Pare unggul, pare segon (3-4 bulan)*) 3
Pare lokal/Pare ageung (5-6 bulan) 15
*) Pare unggul (segon) ada 3 varietas yang umum ditanam penduduk, seperti IR64, Ciherang, dan Sarinah.
Diadaptasi dari Pernana (2017).

Berbagai keanekaragam varietas padi Sementara itu, pare cere (O.sativa indica) daun
tidak berbulu yang dikenal masyarakat Baduy agak kecil, malai pendek, biji gabah ramping,
disebut pare leger atau oleh masyarakat sensitif terhadap sinar matahari, dan tumbuh
Kampung Naga pare henteu buntutan atau pada tanah selain formasi vulkanik.
disebut pula pare gundil secara biologi Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian
merupakan subspecies dari Oryza sativa subsp Tanaman pada tahun 1977 mencatat 8.277
javanica atau dikenal padi bulu atau disebut varietas padi di Indonesia, terdiri dari 5.275
oleh penduduk Naga disebut pare buntutan tipe indica dan 3.002 tipe japonica
atau oleh para petani Indramayu disebut pare (Soemartono, 2005). Varietas japonica
bersongot (Fox, 1991 ; 1993 ; 1997 ; Winarto, memiliki karakteristik malai besar, daun besar,
2011). Varietas padi lainnya biasa disebut pare sistem perakaran kuat, batang tebal, dan telah
cere merupakan sub-species dari Oryza sativa digunakan dalam program penenelitian.
subsp indica. Menurut Fox (1991), pare bulu Berdasarkan sejarah ekologi, berbagai kultivar
dan pare gundil (O. sativa javanica) masa indica ditanam di China bagian selatan, Asia
panen lama, daun lebar, malai panjang, gabah Tenggara, dan Asia Selatan, sedangkan
besar kuat, kurang sensitif terhadap berbagai kultivar japonica ditanam terutama di
pencahayaan matahari dan menyukai tumbuh Asia Timur (Widjaja et al., 2014).
pada tanah vulkanik. Pare bulu juga lebih Sementara itu, menrut (Fox, 1991 ;
resisten terhadap serangan hama seperti 1993) berdasarkan hasil penelusuran geneologi
burung dan babi liar (Burkill, 1935). benih unggul yang direkayasa, seperti diawali

54
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

PB8 dan PB5 memiliki bahan tetua Peta, hasil bahwa padi memiliki dewi padi yang disebut
persilangan benih induk dari China dan benih Nyi Pohaci (Dewi Sri di masyarakat Jawa).
jantan Latisail (dari Bengal atau India). Benih- Oleh karena itu, sebagai rasa hormat pada
benih unggul merupakan turunan dari varietas Dewi Padi, maka setiap tahapan pengerjaan
padi yang dikategorikan sebagai indica. tanam padi senantiasa disertai dengan upacara
Munculnya ciri-ciri malai berbulu itu dan waktu pengerjaanya tiap tahunnya tetap
kemungkinan berasal dari gen jenis padi menggunakan pedoman pranata mangsa
berbulu (awned), turunan dari padi javanica. (pananggalan Baduy) (Iskandar, 1998 ;
Iskandar & Iskandar, 2017b).
Budidaya Padi di Baduy dan Kampung Naga Berdasarkan pananggalan Orang Baduy,
Penduduk Baduy membudidayakan padi tahun baru Orang Baduy pada bulan Sapar
pada sistem ladang berdasarkan pengetahuan (April-Mei). Pada saat itu ladang serang (huma
ekologi lokal dan kepercayaan. Berdasarkan serang), huma sakral Baduy di Baduy Dalam,
pengetahuan ekologi lokal masyarakat Baduy, usai panen padi dan mulai menyiapkan lagi
waktu musim persiapan lahan dan tanam padi ladang tahun berikutnya seperti menebangi
senantiasa menggunakan pedoman pranata semak-semak belukar (nyacar), disertai
mangsa atau pananggalan Orang Baduy. Guna upacara narawas (Iskandar & Iskandar
menentukan awal tahun baru (tunggul tahun) 2017c).. Pada bulan yang sama dilakukan
dan waktu-waktu kesesuian tiap tahapan- upacara seba, menyampaikan persembahan
tahapan budididaya padi diantaranya hasil pertanian ke Rangkasbitung dan Serang
menggunakan indikator posisi rasi bintang (Gambar 4).
kidang atau bentang kidang (the belt of orion).
Secara tradisi, Orang Baduy juga percaya

Gambar 4. Kalender tani Orang Baduy Banten Selatan (Iskandar 1998,2007)

55
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Pada masyarakat Kampung Naga seperti besar’(taun ageung) dan pola tanam padi,
halnya masyrakat Baduy, dalam mengelola varitas padi unggul disebut ‘tahun kecil’(tahun
tanam padi di sawah menggunakan pedoman alit). Penggunaan istilah ‘tahun besar’ dan
kalender tani atau pranata mangsa Orang Na- ‘tahun kecil’ bukan merujuk pada pola
ga. Berdasarkan pranata mangsa tersebut, penanaman padi di musim hujan (musim
sebelum Revolusi Hijau sekitar tahun 1980-an rendeng) disebut nyawah besar atau nyawah
masyarakat Kampung Naga hanya menanam gede, serta tanam padi di musim kemarau
padi lokal atau padi besar (pare ageung) (morekat, nyawah leutik, malik jarami) seperti
dengan ditanam pada sekitar bulan Maret – umumnya di Tatar Sunda (Igarashi, 1985 ;
April (Mangsa Kasadasa) dan bulan Septem- Darpan, 2013). Namun varietas padi yang
ber – Oktober (Mangsa Kapat/Kalima) ditanam pada tahun besar (tahun ageung)
(Gambar 5). Namun, sesudah penduduk adalah varietas padi yang ditanam padi lokal
Kampung Naga mengadopsi program Revolui (pare ageung) dilakukan pada bulan Juni, Juli,
Hijau, pada tahun 1984 padi yang ditanam Agustus, September, dan Nopember.
tidak hanya satu tipe, berupa padi lokal (pare Sedangkan pada tahun kecil (tahun alit)
ageung) melainkan jadi 2 tipe yaitu padi lokal varietas padi yang ditanam adalah padi unggul
(pare ageung) dan padi unggul (padi modern). (pare pendek), yang dilakukan pada bulan
Oleh karena itu, mereka mengintegrasikan Januari, Februari, dan Maret. Sementara itu,
(hybrid) pola tanam padi unggul dengan pola waktu sisanya, bulan April, Mei, dan
tanam padi lokal (pare ageung). Pada musim Desember merupakan masa lahan sawah
tanam padi dengan varietas padi lokal biasa diistirahatkan atau diberakan (Permana et al.,
disebut pola musim tanam padi ‘tahun 2017) (Gambar 5)..

Gambar 5. Pranata mangsa masyarakat Kampung Naga, Tasikmalaya (Permana et al 2017).

56
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Dampak Modernisasi Budidaya Padi PB8 diimpor dari IRRI (The International Rice
Dilihat dari sejarah ekologi, semenjak Research), Philippines (Palmer, 1977;
era kolonial Belanda, sistem ladang dilarang Soemardjan & Breazale 1993 ; Iskandar, 2001
pihak pemerintah karena dianggap merusakan ; Sasatrapradja & Widjaja, 2010). Program
lingkungan, sebaliknya sistem sawah Revolusi Hijau telah berhasil meningkatkan
dipersepsikan tidak merusak lingkungan, dan produktivitas padi sawah secara bruto dan
terus dikembangkan (Kools, 1935). Bahkan makro.Namun, demikian imbas dari program
pasca Kolonial sistem sawah terus mendapat tersebut telah menyebabkan homogenisisasi
perhatian dan diberi berbagai insentif dalam penanaman varietas padi dengan didominasi
berbagai program pemerintah. Pada akhir oleh varietas padi unggul baru. Dampak
1960-an, pemerintah Indonesia negatifnya, telah menyebabkan kepunahan
memperkenalkan pogram Revolusi Hijau. Pro- varietas padi lokal secara drastis di berbagai
gram tersebut utamanya usaha tani sawah kawasan Indonesia. Misalnya, pada tahun 1986
diharuskan petani menggunakan varietas padi sekitar 75 % lahan sawah di Indonesia telah
unggul baru, penggunaan pupuk anorganik, ditanami dengan varietas padi hibrida, dan
penggunaan pestisida sintesis, pembangunan lebih separuhnya hanya ditanami 2 varietas
dan perbaikan sistem irigasi, serta perbaikan yakni Cisadane dan PB36 atau IR 36.
metoda usaha tanam padi sawah (Iskandar Konsekuensinya, tidak kurang dari 1.500
2001; Iskandar dan Iskandar 2011). Pada awal varietas padi lokal menjadi langka bahkan
program Revolusi Hijau, diperkenalkan banyak pula yang punah (Hardiyoko &
varietas padi unggul baru, seperti IR5 dari IR8 Saryoto 2005).
atau lebih dikenal dengan sebutan PB5 dan

Tabel 3. Jumlah varietas padi lokal yang punah pasca Revolusi Hijau di Jawa Barat
No Loasi dan sistem farming Jumlah varietas padi lokal Sumber
Sebelum Revolusi Setelah Revolusi
Hijau hHijau
1 Majalaya, Bandung, Jawa Barat 88 Less than 10 Parikesit et al.
(sawah) (1997)
2 Rancakalong, Sumedang, Jawa 60 20 Warsiti (2009)
Barat (sawah)
3 Kampung Naga, Tasikmalaya, 24 15 Permana et al.
Jawa Barat (sawah) (2017)
4 Kasepuhan, Gunung Halimun, 146 78 Soemarwoto
Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat (2007)
(huma dan sawah)
5 Baduy, Banten Selatan (huma) ? 89 Iskandar &
Ellen (1999)

Secara tradisi, masyarat Baduy atau lebih (Iskandar, 1998 & 2007; Iskandar &
membudidayakan padi ladang berdasarkan Iskandar 2017b; Iskandar et al., 2018). Padi
pengetahuan ekologi lokal secara lekat habitat ladang utamanya hanya dimanfaatkan untuk
dan lekat budaya. Menurut tradisi Baduy, padi kebutuhan berbagai upacara di ladang ataupun
ladang (pare huma) pantang atau tabu (teu dikonsumsi sehari-hari, terutama kalau mereka
wasa) diperdagangkan, dan biasa disimpan di tidak punya uang untuk membeli beras sawah
lumbung-lumbung padi (leuit) hingga 50 tahun
57
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

bagi bahan pangan kebutuhan sehari-hari


(Gambar 6).

Gambar 6. Diagram pemanfaatan padi ladang (pare huma) oleh masyarakat Baduy, Banten Selatan (Iskandar, 2007;
Iskandar et al., 2018).

Dampak dari program Revolusi Hijau dikondisikan sekedar menjadi pembeli dan
menyebabkan kepunahan anekaragam varietas penanam benih pemerintah (Prahara, 2011).
padi lokal di Indonesia. Usaha penyelamatan Penelitian ini memiliki kontribusi penting
10.000 varietas padi pernah di usahakan untuk ilmu pengetahuan dan kepentingan praktis,
pemerintah di tahun 1980-an, tapi upaya itu seperti bermanfaat untuk pengembangan ilmu
gagal (Sastrapradja & Widjaja 2010). pengetahuan khususnya dalam bidang etnoekologi
Selain itu, akibat program Revolusi dan etnobotani, serta diharapkan hasil penelitian ini
Hijau terjadi kepunahan pengetahuan ekologi dapat digunakan bagi berbagai pihak terkait untuk
masukan guna upaya konservasi anekaragam padi
petani (Soleri & Smith, 1999 ; Hardiyoko & di Indonesia
Saryoto, 2005 ; Winarto, 2011). Padahal Berdasarkan studi etnoekologi tanaman
sebelum program tersebut bergulir, para petani padi dari studi kasus pada masyarakat Baduy,
memiliki pengetahuan ekologi lokal yang Banten dan masyarakat Kampung Naga,
sangat kaya seperti pengetahuan mengenai ta- Tasikmalaya, dapat disimpulkan bahwa para
ta-cara bertani dengan mengadaptasikan pada petani huma Baduy dan petani sawah
dinamika perubahan lingungan dengan cara penduduk Naga memiliki peran penting
menyusun pranata mangsa, pengetahuan mengkonservasi anekaragam varietas padi
menyeleksi benih padi, membuat pupuk lokal secara in-situ. Dengan kata lain, bahwa
organik, dan cara mengatasi hama dengan upaya konservasi anekaragam genetik tanaman
pestisida alami dan lain-lain (Iskandar & padi bukan saja dilakukan oleh pemerintah,
Iskandar, 2016) . Sementara itu, dengan tapi juga dapat dilakukan oleh para petani
adanya program Revolusi Hijau para petani secara turun temurun. Kebiasaan para petani
58
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

untuk memilih anekaragam varietas padi Management. Philadelphia:Taylor Fran-


sesuai dengan pertimbangannya, seperti soal cis.
cita rasa atau kuliner, kesuaian lokasi tempat Berlin, B., Breedlove, D. E. & Raven, P. H.
tanaman, musim, kondisi sistem ketersediaan (1973). General Principles of
air, dan umur panen padi. Maka, dengan Calssification and Nomenclature in folk
berbagai pilihan para petani tersebut, telah biology. American Anthropology Vol.75,
menyebabkan terbentuknya anekaragam Hal 214-242.
varietas padi lokal pada sistem pertanian Bernsten, R.J., Siwi, B. H. & Beachell, H.M.
petani. Namun, akibat kebijakan permerintah 1982. The Development and diffusion of
yang memodernkan usaha tani sawah yang rice varieties in Indonesia. Los Banos:
sangat menekankan hanya pada asek produksi, IRRI.
dengan mengintroduksikan beberapa varietas Brown, C.H. (2000). Folk Classification: In-
padi baru, melalui program Revolusi Hijau. troduction. Dalam P.E. Minnis (ed),
Akibatnya, berbagai varietas padi lokal Ethnobotany: A
mengalami kepunahan secara massal. Maka, Reader. University of Oklahoma Press:
kepunahan keanekaragam varietas padi dapat Norman.hal.65-68.
disebabkan oleh kebijakan pemerintah, Brush, S. B. (1992). . Ethnoecology, Biodiver-
perubahan ekosistem dan akibat berubahnya sity, and Modernization in Andean Potato
sistem sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Agriculture. Journal of Ethnobiology. Vol
Dalam upaya konservasi anekaragam varitas 12 (2), Hal 161-185.
padi lokal di Indonesia seyogianya dapat Budi, S. (1997). Variasi Jenis Padi Kasepuhan.
melibatkan partisipatif aktif penduduk Skripsi Antropologi, Universitas
perdesaan. Selain itu, pengetahuan ekologi Padjadjaran.
lokal peduduk pedesaan seyogianya dapat Burkill, I.H. 1935. A Dictionary of the Eco-
dipadukan dengan pengetahuan ilmiah Barat, nomic Product of the Malay Peninsula.
guna mendukung pembangunan pertanian London: Crown Agents for the Colonies.
berkelanjutan di Indonsia. Damus, D. (1992). Inventarisasi Varietas Padi
di Desa Long Alango dan Desa Apau
Ping, Kecamatan Pujungan, Kalimantan
DAFTAR PUSTAKA Timur. Laporan Penelitian Proyek Kayan
Mentarang, Kantor WWF, Samarinda.
Alburquerque U.P, Cruz da Cunha L.V.F, Damus, D. (1993). Inventarisasi Varietas Padi
Lucena R.F.P. & Alves R.R.N (eds). di Desa Binuang dan Desa Ba’Liku,
(2014). Methods and techniques in Kecamatan Krayan, Kalimantan Timur.
Ethnobiology and Ethnoecology. New Laporan Penelitian Proyek Kayan
York: Springer Science & Business Me- Mentarang. Kalimantan.
dia. Darpan, Abdurachman, Soepandai, A.,
Beets.W.C. (1990). Raising and Sustaining Mauanas, D. & Rusyana, Y. (2013).
Productivity of Smallholders Farming Sys- Kompedium Sistem Pertanian Tradisional
tems of Smallholders Farmings in the Sunda. Bandung: Dunia Pustaka Jaya.
Tropics. Alkmaar: AgBe Publishing. Dove, M.R. (1988). Sistem Perladangan di
Berkes, F. (1999). Sacred Ecology: Tradition- Indonesia: Suatu Studi-Kasus dari Kali-
al Ecological Knowledge and Resource
59
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

mantan Barat. Yogyakarta: Gadjaha Mada Case. Disertasi. University of Kent at


University Press. Canterbury. (Tidak dipublikasikan).
Ellen, R. F & H. Harris. (2000). Introduction. Iskandar, J. (2001). Manusia Budaya dan
Dalam R.F. Ellen, P. Parkes, A.Bicker Lingkungan: Kajian Ekologi Manusia.
(eds), Indigenous Environmental Bandung: Utama Press, Bandung.
Knowledge and its Transformation: Criti- Iskandar, J. (2007). Responses to Environmen-
cal Anthrophological Perspective. tal Stress in the Baduy Swidden System,
Mterdam: Hardwood Academic Publish- South Banten, Java. In Ellen, R. (ed),
ers. Modern Crises and Traditional Strategies:
Fox, J. J. (1991). Managing the Ecology Of Local Ecological Knowledge in Island
Rice Production in Indonesia. In J Southeast Asia. New York: Berghahn
Hardjono (ed), Indonesia: Resources, Books, hal.112-132.
ecology and environment. Singafore: Iskandar J. (2012). Etnoekologi dan Pem-
Oxfod University Press, hal.61-64. bangunan Berkelanjutan. Bandung: Pusat
Fox, J. J. (1993). The Rice Basket of East Ja- Pengkajian Kebijakan Publik, LPPM,
va: The Ecology and Social Contex of UNPAD.
Sawah Production. In Dick H, J.J Fox and Iskandar J. (2017). Ekologi Manusia dan Pem-
Mackie, J (eds), Balance Development: bangunan Berkelanjutan. Bandung: Pro-
East Java in New Order. Singafore: Ox- gram Magister Ilmu Lingkungan, Unpad,
ford University Press, hal.120-157. Edisi Revisi.
Fox, J. J. (1997). Lumbung Beras di Jawa Iskandar, J. (2017). Local knowledge of the
Timur: Ekologi dan Konteks Sosial Baduy Community of South Banten
Produksi Sawah. Dalam Dick H, Fox, J.J. (Indonesia) on the traditional landscapes.
dan Mackie, J. (eds), Pembangungan yang Biodiversitas, Journal of Biological
berimbang; JawaTimur dalam Era Orde Diversity, 18(3), 928–938.
Baru. Jakarta: Penerbit PT Gramedia https://doi.org/10.13057/biodiv/d180309
Pusataka Utama, hal.167-2018. Iskandar, J. & Ellen. (1999). In Situ
Hardiyoko & Saryoto, P. (2005). Kearifan Conservation Of Rice Landraces Among
Lokal dan Stok Pangan Desa. Dalam The Baduy Of West Java, Journal of
Wahono F, Widyanta A.B, Kusumajati, Ethnobiology. Vol 19 (1), Hal 97-125.
T.O (eds), Pangan Kearifan Lokal & Iskandar, J. & Iskandar, B. S. (2011).
Keanekaragaman Hayati Pertaruhan Agroekosistem Urang Sunda. Bandung:
Bangsa yang terlupakan. Yogkarata: Kiblat Buku Utama.
Cinderalas Puataka Rakyat Cerdas, hal. Iskandar, J., Iskandar, B. S. (2016).
197-213. Etnoekologi dan pengelolaan
Igarashi, T. (1985). Some notes on the subsist- Agroekosistem oleh Penduduk Desa
ence in a Sundanese village. In Suzuki S, Karangwangi Kecamatan Cidaun Cianjur
O Soemarwoto, T Igarashi (eds), Human Selatan, Jawa Bar at. Jurnal Biodjati, 1 (1),
Ecology Survey in Rural West Java in 1-12.
1978 to 1982. Tokyo: Nissan Science Iskandar, J. & Iskandar, B. S. (2017a). Local
Foundation, hal.9-77. Knowledge of Baduy Community of
Iskandar, J. (1998). Swidden Cultivation as a South Banten (Indonesia) on the Tradi-
Form of Cultural Identity: The Baduy
60
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

tional Landscapes. Biodiversitas, 18 (3), , Parktik Pada Kelompok Tani Sri Cendana.
928-938. . Dalam Winarto, Y.T (ed), Bisa Dewek:
Iskandar, J. & Iskandar, B. S. (2017b). Kisah Perjuangan Petani Pemulia di
Kearifan Ekologi Orang Baduy Dalam Indramayu.Jakarta: Gramata Publishing,
Konservasi Padi Dengan “ Sistem Leuit ,” hal.69-100.
Jurnal Biodjati, 2(1), 38-51. Sastapradja, S. D & Widjaja, E. A. (2010).
Iskandar, J. & Iskandar, B.S. (2017c.) Various Keanekaragaman Hayati Pertanian
Plants of Traditional Rituals: Menjamin Kedaulatan Pangan. Jakarta:
Ethnobotanical Research Among Baduy LIPI Press.
Community. Biosaintifica, 9 (1), 114-125. Setyawati, I. (1999). Pengetahuan Tentang
Iskandar, J, Iskandar B.S. & Partasasmita, R. Varietas-Varietas Padi dan
(2018). Strategy of Outer Baduy commu- nity Pemanfaatannya di Kalangan Orang
of South Banten (Indonesia) to sustain their Kenyah Leppo’ke di Apau Ping. Dalam
swidden farming traditions by tem- porary Eghenter, C. & Sellato, B (eds),
migration to non-Baduy areas. Kebudayaan dan Pelestarian Alam:
Biodiversitas. 19 (2), 453-464. Penelitian Interdisipliner di Pedalaman
Jamthani, H. (2008). Lumbung Pangan: Kalimantan. Jakarta: WWF Indonesia, hal
Menata Ulang Kebijakan Pangan. Yog- 97-113.
yakarta: INSISTPress. Shiva, V. (1991). The Violence of Green Revo-
Mustapa, H. (1996). Adat Istiadat Sunda. Ban- lution: Third World Agriculture, Ecology
dung: Penerbit Alumni. and Politics. London: Zed Books dan Pe-
Kools, J. F. (1935). Hoema’s hoemablocken en nang: Third World Network.
Boschreserven in de Residente Banten. Shiva, V. (1993). Monoculture of The Mind:
Wageningen: Proefschrift H.Veenman Perspective on Biodiversity and Biotech-
&Zonen. nology. London: Zed Books dan Penang:
Newing, H., Eagle C.M, Puri R. K. & Watson Third World Net Work.
C.W. (2011). Conducting research in con- Soemardjan, S. & Brazeale, K. (1993).Cultural
servation: a social science perspective. Change in Rural Indonesia: Impact of vil-
London dan New York: Routledge. lage Development. Surakarta: Sebelas
Parkesit, Djuniwarti & Hadikusumah, H.Y. University Press.
(1997). Spatial Structure And Floristic Soemartono. (2005). Upaya Penyelamatan
Diversity Of Man-Made Ecosystem In Up- Varietas Padi Lokal Dengan Pemuliaan
per Citarum River Basin. In Dove, M.R Tanaman Serta Teknologi Konseravasi
and Sajise, P. (eds), The conditions of bi- dan Penyimpanannya. Dalam Wahono
odiversity maintenance in Asia. Hawaii: F,Widyanta A.B, Kusumajati, T.O (eds),
East-Center, hal. 17-43. Pangan Kearifan Lokal &
Permana, S., Iskandar, J. & Parikesit. (2017). Keanekaragaman Hayati Pertaruhan
Local Knowedge On Rice Variations Bangsa yang terlupakan. Yogyakarta:
(Landraces) Of The Naga Community, Cinderalas Puataka Rakyat Cerdas, hal.
West Java, Indonesia. Journal of Indone- 181-195.
sia Ethnobiology Vol.1. Soemarwoto, R. (2007). Kasepuhan Rice
Prahara, H. (2011). Menonton Film Bisa Landrace Diversity, Risk Management
Dewek: Perubahan Pengetahuan dan and Agricultural Modernization. In Ellen,
61
Jurnal Biodjati, 3 (1) 2018

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

R. (ed), Modern Crises and Traditional Whitten, T. R.E. Soeriatmadja, S. A. & Afiff.
Strategies: Local Ecological Knowledge (1999). Ekologi Jawad an Bali. Jakarta:
in Island Souteast Asia. New York- Prenhallindo.
Oxford: Berghn Book, hal.84-111. Widjaja EA dan Jessup TC 1986.Short De-
Soleri, D. & Smith, S.E. (1999). Conserving scription of Indigenous Rice from East
Folk Varieties: Different Agricultures, Kalimantan, Indonesia.FAO/IBPGR.
Different Goals. In Nasarea (ed), Plant Genetic Resources Newsletter, Food
Ethnoecology: Situated Agriculture Organization, Rome, 67, Hal
Knowledge/Located Lives. Tuscon: The 44-45.
University of Arizona Press. hal.133-154. Warren, D.M., Slikkerveer, L.J. & Brokensha,
Sudarwandi, M. M. (2016). A Study on House D. (eds). (1995). The Cultural Dimensions
Pattern of Kampung Naga in Tasikmalaya, of Develoment: Indigenous Knowledge
Indonesia. International Journal of Tech- Systems.London: Intemediate Technology
nology Enhancements and Emerging Publications.
Enginering Research, 4 (58), 2347-4289. Widjaja, E. A., Rhayuningsih, Y., Rahajoe, J.
Suganda, H. (2006). Kampung Naga S., Ubaidillah, R, Maryanto, I, Waluyo, E.
Mempertahankan Tradisi. Bandung: PT B & G Semiadi, G. (2014). Kekinian
Kiblat Buku Utama. Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014.
Toledo, V. M. (2002). Ethnoecology: A Con- Jakarta: LIPI Press.
ceptual Framework for the Study of Winarto, Y. T. (2011). Kembalinya Benih dan
Indiginous Knowledge of Nature. Dalam Pengetahuan Lokal Dalam Budi Daya
J.R. Stepp, F.S. Wyndham, and R.K. Padi. Dalam Winarto YT (ed), Bisa
Zarger (eds), Ethnobiology and Dewek: Kisah Perjuangan Petani Pemulia
Biocultural. The International Society of Tanaman di Indramayu. Jakarta: Gramata
Ethnobiology, Georgia. Publishing, hal. 201-229.
Warsiti, I. (2009). Pengelolaan dan
Pemanfaatan Padi Lokal dan Faktor-
Faktor yang mempengaruhi Kelestarian
Kultivar Padi Lokal. Tesis pada Program
Studi Magister Ilmu Lingkungan,
Universitas Padjadajaran (Tidak
Diterbitkan).

62

Anda mungkin juga menyukai