Anda di halaman 1dari 7

TEORI ARSITEKTUR I

KAIDAH TRADISONAL ARSITEKTUR BALI

“NATAH”

DISUSUN OLEH :

NAMA : DESKA PUTRI RAHMADHANINGSIH

NPM : 2017260010

PRODI : ARSITEKTUR

DOSEN PENGAMPU : DESTI RAHMIATI S.T.,M.T

UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2017-2018


Arsitektur tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang yang mewadahi
kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun menurun dengan segala
aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu hingga sekarang. Arsitektur Bali adalah
gaya arsitektur vernacular yang didesain menggunakan bahan-bahan lokal untuk
membangun bangunan, struktur, dan rumah-rumah, serta mencerminkan tradisi lokal.

Arsitektur Bali sangat dipengaruhi oleh tradisi Hindu Bali, serta unsur Jawa kuno.
Bahan yang biasa digunakan di rumah-rumah dan bangunan Bali antara lain atap jerami,
kayu kelapa, bambu, kayu jati, batu, dan batu bata. Arsitektur Bali memiliki karakteristik
menggunakan budaya kuno dan kesenian di setiap elemen desain.

Arsitektur tradisional Bali tidak terlepas dari keberadaan manuskrip Hindu


bernama “Lontar Asta Kosala Kosali” yang memuat tentang aturan-aturan pembuatan
rumah atau puri dan aturan tempat pembuatan ibadah atau pura. Dalam Asta Kosala
Kosali disebutkan bahwa aturan-aturan pembuatan sebuah rumah harus mengikuti
aturan-aturan anatomi tubuh pemilik rumah dengan dibantu sang undagi sebagai pedande
atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau pura.
Abstrak

Natah merupakan suatu istilah umum untuk menyatakan suatu halaman di tengah-tengah
suatu lingkungan terbangun seperti: rumah, desa maupun kota. Natah di dalam rumah
terbentuk oleh adanya bangunan-bangunan rumah yang mengelilinginya, natah di dalam
suatu desa terbentuk oleh sederetan rumah-rumah penduduk dan fasilitasnya sedangkan
natah dalam suatu kota terbentuk oleh pusat kota dengan fasilitasnya. Natah memiliki tiga
fungsi utama yaitu: sosial, ritual dan lingkungan. Pengertian natah merupakan media
pertemuan antar unsur akasa (langit) yang bersifat purusa (jantan) dan unsur pretiwi
(bumi) yang bersifat pradana (betina) dan juga sebagai pusat orientasi masa bangunan
dan pusat orientasi sirkulasi. Dengan adanya perkembangan pembangunan dan teknologi
terjadi perubahan-perubahan pada natah baik dari segi bentuk, fungsi maunpun makna
yang terkandung di dalamnya.

Makna dan Filosofi Arsitektur Tradisional Rumah Tinggal di Bali


Filosofi arsitektur tradisional Bali mengandung kaidah-kaidah terkait dengan
pandangan relegi dan tata nilai sosial yang pada hakikatnya memberikan penyelarasan
terhadap alam lingkungan demi keseimbangan hubungan manusia atau mikrokosmos
dengan alam semesta atau makrokosmos dan Maha Pencipta atau metakosmos. Untuk
mewujudkan pola perumahan tradisional Bali yang merupakan lingkungan buatan
berkaitan erat dengan sikap dan pandangan hidup masyarakat Bali, dimana sikap dan
pandangan masyarakat Bali tidak pernah terlepas dari sendi-sendi agama, adat
istiadat, kepercayan dan sistem religi yang melandasi aspek-aspek kehidupan. Peranan
dan pengaruh agama Hindu dalam penataan lingkungan buatan, yaitu terjadinya
implikasi agama dengan berbagai kehidupan bermasyarakat.

Definisi Kaidah Tradisional “Natah”


Natah, merupakan satu istilah dalam bahasa Bali yang umum dipakai untuk
menyatakan suatu halaman di tengah-tengah suatu rumah yang dikelilingi oleh masa-
masa bangunan. Kata natar juga untuk menunjukkan suatu yang serupa
dengan natah, namun lazim digunakan untuk menunjukkan suatu halaman tengah
yang terbentuk oleh pelinggih -pelinggih yang ada di suatu tempat peribadatan umat
Hindu seperti di pura dan di pamerajan (Jiwa, 1992: 41). Pada hakekatnya arti dan
pengertian konsep natah dan natar adalah sama, yakni sama-sama merupakan ruang
luar yang terbentuk oleh bangunan yang mengelilinginya dalam suatu lingkungan
tertentu. Natah untuk istilah umum di masyarakat, sedangkannatar berkonotasi
bahasa yang lebih halus atau lebih kuna. Beranjak dari pengertian tersebut, maka
dalam kenyataan lapangan dengan adanya berbagai tingkatan lingkungan, dapat pula
ditemukan berbagai tingkatannatah tersebut. Masing-masing tingkatan telah
bervariasi mulai dari yang sempurna sampai yang bersahaja. Berikut akan dibahas tiga
tingkatan natah yaitunatah dalam rumah tinggal, natah desa, dan natah suatu kota
yang akan dikaji berdasarkan pendekatan budaya dengan melihat aspek-aspek bentuk,
fungsi, dan makna yang dikandungnya.

Bentuk Natah Rumah


Natah dalam rumah masyarakat Hindu di Bali dataran sangat jelas terbentuk
oleh adanya bangunan-bangunan yang mengelilinginya. Karena bangun dasar masa-
masa yang membentuknya pada dasarnya persegi empat maka bangun dasar
natah rumah juga persegi empat. Natah sebagai ‘ruang luar tengah’ tidak terbentuk
secara sempurna karena ada penerusan-penerusan keruang luar bawahannya yang
terjadi karena jarak antar bangunan satu dengan yang lainnya.
Dalam peraturan pembangunan tradisional Bali (Asta Bumi), natah dapat
terbentuk sebagai akibat dari proses penentuan letak dari masing-masing masa
bangunan dengan dasar hitungan astawara dan dipilih pada hitungan yang sesuai
dengan fungsi bangunan:sri untuk lumbung, indra untuk bale dangin, guru untuk
(balemeten/daja) terhadap sanggarkemulan, yama untuk pengijeng karang,
ludra untuk bale dauh, brahma untuk dapur, kala untuk penunggun karang,
danuma untuk jarak bale daja ke tembok pekarangan.
Cara lain untuk menetukan ukuran natah rumah adalah dengan menentukan
secara langsung dimensi natahdalam dua sumbu misalnya sumbu utara selatan dan
sumbu timur-barat. Penetuan dimensi langsung ini pada dasarnya dibedakan menjadi
dua cara: cara pertama melalui hitungan langsung dan berhenti pada jatuh hitungan
yang baik dan sesuai dengan cita-cita kepala keluarga penghuni rumah; cara kedua
adalah dengan menetapkan hitungan standar 15 tampak (tapak kaki/feet) kemudian
ditambah hitungan sesa yang dipilih sesuai dengan harapan kepala keluarga
penghuni rumah. Semua jenis penetapan dimensi ditambah dengan
suatu pengurip yang besarnya a tampak ngandang atau seukuran dengan lebar
melintang tapak kaki.
Contoh bentuk letak “natah” (halaman di tengah-tengah)”
Arsitektur tradisional Bali pada bangunan rumah tinggal menggunakan tipologi bangunan
yang digunakan disesuaikan dengan tingkat-tingkat golongan utama, madia dan sederhana. Sedangkan
pola massa bangunan menggunakan pola natah dimana pola natah disini merupakan inti didalam
pekarangan rumah tinggal di Bali. Pola ini biasanya juga disebut sebagai “pola papan catur”. Dimana
suatu pekarangan dibagi menjadi Sembilan bagian atau 3 bagian yang sering disebut dengan Sanga
Mandala dan Tri Mandala, dengan arah kaja-kangin atau timur laut sebagai arah utama pada
kesembilan bagian tersebut. Dan arah tengah atau natah merupakan pusat yang mengikat keseluruhan
dari bangunan-bangunan yang ada pada satu pekarangan tersebut.

Didalam pembangunan rumah tinggal tradisional Bali biasanya dilandasi dengan


konsep Asta Kosala-Kosali atau yang di Bali dianggap sebagai fengshuinya Bali. Asta
Kosala-Kosali sendiri merupakan sebuah tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk
bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci yang ada di Bali yang sesuai dengan
landasan filosofis, etis, dan ritual dengan memperhatikan konsepsi perwujudan, pemilihan
lahan, hari baik atau dewasa ayuuntuk membangun rumah, serta pelaksanaan yadnya.
Untuk melakukan pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang
dituakan didalam rumah. mereka tidak menggunakan meteran tetapi di Bali dikeal dengan
istilah Musti atau ukuran yang menggunakan tangan mengepal dengan ibu jari yang
menghadap ke atas, dan Hasta atau ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari
pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka serta Depa atau ukuran
yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke kanan.

Fungsi natah
Pada saat tertentu natah digunakan sebagai ruang tamu sementara, pada saat diadakan
upacara adat, dan fungsi natah sebagai ruang luar berubah, karena pada saat itu daerah
ini ditutup atap sementara/darurat. Sifat Natah berubah dari ‘ruang luar’ menjadi
‘ruang dalam’ karena hadirnya elemen ketiga (atap) ini. Elemen pembentuk ruang
lainnya adalah lantai tentu, dan dinding yang dibentuk oleh ke-empat masa yang
mengelilinginya. Secara harafiah elemen dinding yang ada adalah elemen dinding dari
bale tiang sanga, bale sikepat dan bale sekenam yang terjauh jaraknya dari pusat
natah. Apabila keadaan ini terjadi, maka adalah sangat menarik, karena keempat masa
yang mengelilinginya ditambah dengan natah (yang menjadi ruang tamu) akan
menjadi sebuah hunian besar dan lengkap seperti hunian yang dijumpai sekarang.
Keempatnya ditambah natah akan menjadi suatu ‘ruang dalam’ yang ‘satu’, dengan
paon dan lumbung adalah fungsi service dan pamerajan tetap sebagai daerah yang
ditinggikan. Daerah pamerajan juga merupakan suatu ruang luar yang kuat, karena
hadirnya elemen dinding yang membatasinya. Dilihat dari kedudukannya dalam
nawa-sanga, “natah” berlokasi di daerah madya-ning-madya, suatu daerah yang
sangat “manusia”. Apalagi kalau dilihat dari fungsinya sebagai pusat orientasi dan
pusat sirkulasi, maka natah adalah ruang positip. Pada natah inilah semua aktifitas
manusia memusat.

Anda mungkin juga menyukai