Anda di halaman 1dari 41

SEMESTER : III

PS. ARSITEKTUR-UNUD

GEDUNG PUSDOK

oleh : DR. IR. A A GDE DJAJA BHARUNA S, MT


MK ARSITEKTUR BALI 3
PT 17414 - 2 SKS – Semester 3
SELASA 08.30 - 10.10
ARL 2.3 dan DF 2 (53 mhs dan 52 mhs)
Dosen Pengampu:
1. Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, M.T.
2. Ir. I Gusti Ngurah Anom Rajendra, M.Sc., Ph.D.
3. Dr. I Nyoman Susanta, S.T., M.Erg.
4. Dr. Ir. Anak Agung Gde Djaja Bharuna S, M.T.
5. I Dewa Gede Putra, S.T., M.T.
6. Kadek Wisnawa, S.T., M.T.

7 April 2023 Hari Wafat Yesus Kristus


21 April 2023 Hari Idul Fitri
oleh : IR. A A GDE DJAJA BHARUNA S, MT
‘Arsitektur Tradisional Bali’
……………………….highlight
Arsitektur tradisional adalah perwujudan ruang
makro untuk menampung aktifitas kehidupan
dengan pengulangan pola ruang dari generasi ke
generasi berukutnya dengan sedikit atau tanpa
perubahan, yang dilatarbelakangi oleh norma-
norma agama dan dilandasi oleh adat kebiasaan
setempat serta dijiwai kondisi dan potensi alam
lingkungannya.

Permukiman dan arsitekturnya yang berlokasi di Bali,


dibangun, dihuni atau digunakan oleh penduduk Bali
yang berkebudayaan Bali, kebudayaan yang berwajah
natural dan berjiwa ritual. Permukiman dan arsitektur
tradisional Bali, dihuni oleh masyarakat Bali/mereka
yang ingin berada dalam ruang-ruang Bali yang
umumnya cenderung merancang ruang-ruang yang
dibangunnya dengan arsitektur tradisi dalam
lingkungan binaan bermukim/permukimannya.
………………………highlight

Kenyataan, dalam perkembangannya


permukiman dan arsitektur tradisional
Bali telah menyebar jauh ke luar batas-
batas Bali.

Untuk mengakrabkan dengan permasalahan


perkembangan pola arsitektur permukiman
tradisionasl Bali, antara
mempertahankan/pelestarian nilai-nilai yang
ada dan mengembangkannya agar dapat
berdampingan seirama dengan nilai-nilai baru
peradaban, dianggap perlu kegiatan telaah
guna mendekatkan pada anggapan dan
batasan dalam pola berfikir analisis untuk
suatu kesimpulan sebagai pedoman langkah
penterapannya ke depan.
………………………highlight

Konsep perencanaan kawasan dan permukimannya mengadaptasi pada


tempat, waktu, dan ruang serta orang/masyarakatnya. Konsep
arsitekturnya yang berpedoman pada bentuk dan fungsi peruntukannya.
Dalam permukiman dan arsitektur tradisional Bali, ada konsepsi sebagai
pedoman tata nilai normatif dalam profesi. Ada dimensi sebagai
penjelmaan manusia pemiliknya yang ditata dalam suatu komposisi
bermakna untuk masing-masing massa bangunan dan penempatannya.
‘Arsitektur Tradisional Bali - Identifikasi’
….………………………………pemahaman

Bali, lokasi permukiman/arsitektur desa-desa tradisional



terletak antara 7ᵒ54’ dan 8ᵒ3’ lintang selatan, antara 114ᵒ25’
dan 115ᵒ43’ bujur timur. Dengan demikian Bali terletak di
daerah katulistiwa, tergolong dearah tropis dengan
temperature rata-rata 26ᵒ C. Perbedaan temperature pantai
dan pegunungan berkisar sekitar 5ᵒ C. curah hujan sekitar
1500 mm di daerah pantai dan sekitar 2000 mm di
pegunungan dalam setahun.

Keadaan alam Bali, pegunungan di tengan-tengah


membujur dari barat ke timur dengan gunung-gunungnya,
sehingga dataran terbelah di Bali Utara dan di Bali Selatan.
Letak astronomi, letak geografi serta kondisi geologi, iklim
dan keadaan alam Bali serupa itu sangat menentukan
bentuik-bentuk perwujudan lingkungan binaan/arsitektur
bermukim tradisionalnya (desa). Performansi dan
keberadaannya merupakan penyelaras kehidupan manusia
dan alamnya.
‘Arsitektur Tradisional Bali-Konsep Filosofis’
….………………………………pemahaman

Kesinambungan alam/makrokosmos (bhuwana agung) dan


manusia/mikrokosmos (bhuwana alit). Kesinambungan diatur melalui
unsur-unsurnya yang disebut Panca Mahabhuta (5 unsur alam); apah,
teja, bayu, akasa, pertiwi, atau air, sinar, angina, udara dan zat
padat/tanah.

Dengan begitu arsitektur tradisional memperhatikan iklim sebaik-


baiknya, penataan pekarangan, pola ruang, struktur konstruksi dan
pemilihan bahan diperhitungkan guna keseimbangan dan
pengkondisian manusia dengan lingkungan sekitarnya.
‘Arsitektur Tradisional Bali-Konsep Filosofis’
….………………………………pemahaman

Konsepsi perancangan arsitekturnya


didasarkan pada tata nilai ruang yang dibentuk
oleh 3(tiga) sumbu, yaitu ; 1) sumbu kosmos,
bhur, bhwah, swah (hidrosfir, litosfir, atmosfir);
2) sumbu ritual, kangin-kauh terbit dan
terbenamnya matahari); 3) sumbu natural, kaja-
kelod (gunung-laut). Masing-masing dengan
daerah tengah yang bernilai madia.

Dengan adanya pegunungan di tengah, maka


untuk Bali Selatan, kaja adalah ke arah gunung
di utara, kelod ke arah laut di selatan. Untuk Bali
Utara, kaja adalah kea rah gunung di selatan,
kelod kea rah ;laut di utara. Kedua sumbu
lainnya berlaku sama.

Demikian, letak dan keadaan alam Bali


memperngaruhi perwujudan arsitektur
lingkungan binanya.
‘Arsitektur Tradisional Bali – Pola Desa’
………….…………………….pemahaman
Di Bali, dengan 9 wilayah administratif
pemerintahan kabupaten / kota, terdiri atas ± 54
Kecamatan serta 568 Desa yang dikepalai oleh
seorang Perbekel/Kepala Desa (beberapa telah
berubah status menjadi Kelurahan).

Pola-pola permukiman tradisional yang


selanjutnya disebut Desa Tradisional di Bali
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor tata nilai ruang dari tata nilai ritual yang
menempatkan zona ‘sakral’ dibagian kangin
(timur) arah terbitnya matahari sebagai arah yang
diutamakan. Berlanjut sampai pada penempatan
zona ‘provan’ dibagian kauh (barat) arah
terbenamnya matahari. Faktor kondisi dan
potensi alam, nilai utama ada pada arah gunung
dan kearah laut dinilai lebih rendah. Faktor
sosioekonomi juga berpengaruh, bahwa desa
nelayan menghadap ke-arah laut, desa petani
menghadap kearah persawahan atau
perkebunannya. Terjadi hubungan yang erat dan
seimbang antara pola desanya dengan area
tempat kerjanya.
‘Arsitektur Tradisional Bali – Pola Desa’
…….………………………………Pemahaman
Pada kondisi lain di Bali, pola permukiman
ada yang berpola Pempatan Agung yang
disebut pula Nyatur Desa atau Nyatur Muka.
Dua jalan utama yang menyilang Desa,
Timur – Barat dan Utara – Selatan,
membentuk silang perempatan sebagai
pusat desa (cross road). Balai Banjar
sebagai pusat pelayanan sub lingkungan
meneliti kearah sisi desa dengan jalan-jalan
sub lingkungan sebagai cabang-cabang
jalan utama.

dan Di pempatan agung sebagai pusat


lingkungan Pura Desa dan Pura Puseh atau
Puri menempati zona kaja kangin, Balai
Banjar atau wantilan desa ditempatkan di
zone kaja kauh, lapangan desa menempati
zone kelod kanginzone kelod kauh di
tempati pasar desa.
‘Arsitektur Tradisional Bali – Pola Desa’
…….………………………………pemahaman
Beberapa desa ada yang berpola khusus, plaza di tengah
(Desa Tenganan-Karangasem), plaza dengan jalan lingkar
sisi (Desa Julah-Singaraja), plaza dengan lorong-lorong
dari plaza ke-arah tepi (Desa Bugbug- Karangasem) dan
beberapa desa lainnya. Potensi dan kondisi alam
lingkungan lokasi desa banyak mempengaruhi pola-pola
perkampungan/desa di Bali.

Desa-desa nelayan umumnya memanjang sepanjang


pantai menghadap kearah laut, pola lingkungan
mendekati bentuk linier dengan jalan searah garis pantai.
Diperlukan ruang-ruang terbuka ke dekat pantai untuk
aktifitas bersama dalam hubungan dengan profesinya
sebagai nelayan.

Pola desa/perkampungan petani umumnya berorientasi


kearah tengah dengan ruang-ruang terbuka di tengah
sebagai pelayanan bersama. Kearah luar desa untuk
kandang-kandang ternak dan hubungan ke tempat-tempat
kerja di luar desa. Desa-desa pegunungan umumnya
cenderung berorientasi kearah puncak gunung, lintasan-
lintasan jalan yang membentuk pola lingkungan di
sesuaikan dengan transis lokasi kemiringan dan lereng-
lereng alam.
‘Perkembangan Arsitektur Tradisional Bali’
Sebagai bagian dari kebudayaan, arsitektur dan
lingkungan permukiman tradisional di Bali
cenderung berkembang, terjadi pembaharuan-
pembaharuan, perubahan-perubahan yang
menimbulkan dilema antara tradisi dan
perkembangannya dengan kecenderungan
merombak norma-norma dengan nilai-nilai baru.
Maka untuk mengakrabkan konflik-konflik yang
terjadi pada perkembangan pola arsitektur
permukiman(desa-desa) di Bali, dipandang perlu
untuk dilaksanakan kegiatan penelusuran observatif
dan telaah permasalahan perkembangan yang
terjadi dalam ruang lingkup studi komparasi
literatur untuk tujuan pelestarian dan
pengembangan nilai-nilai yang adaptif dengan
kekinian.

Pola berfikir tradisional atitha,warthamana dan


nagatha, sebagai landasan bahwa mengenal masa
lampau dengan memprediksi kemungkinan di masa
datang berpijak pada kenyataan masa sekarang,
menjadikan ketidak pastian dan segala konflik,
memerlukan telaah untuk pendekatan anggapan dan
batasan dalam pola-pola analisis untuk suatu
kesimpulan sebagai langkah penterapan.
“Permasalahan Yang Dihadapi’’
• Dalam era kesejagatan yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi berasaskan ratio, sangat sulit menerima dan memahami hal-hal yang
bersifat dogmatis dan mistis. Masalahnya sekarang pemikiran rasional telah
mengabaikan rasa, rasa hanya dapat dirasakan secara individu dan bersifat
subyektif, sedang rasio dapat membutikan kebenarannya secara ilmiah. Ketidak
pahaman tersebut berdampak terhadap menurunnya keyakinan akan nilai-nilai dan
makna yang ada dibalik perwujudan fisik arsitekturnya. Akhirnya pola spasial hunian
tradisional banyak ditinggalkan penghuninya berpaling ke pola spasial hunian non
tradisional.
• Disamping ke-modern-an masyarakat, pertambahan penghuni dan makin
sempit/mahalnya lahan sebagai faktor pengubah pola spasial hunian tradisional.
Keberadaan arsitektur tanpa Undagi dan/atau Arsitek telah memunculkan degradasi
sistem nilai spasial hunian menjadi disharmonis, akhirnya hubungan antara manusia
(bhuana alit) selaku isi tidak harmonis lagi dengan huniannya (bhuana agung)
selaku wadahnya. Disamping secara filosofis hunian tradisional Bali hanya harmonis
bila dihuni oleh satu keluarga, karena dasar pengukuran (sikut/sukat) hanya
berpatokan kepada penghuni utama (anangga ayah). Keterbatasan lahan dan
pertambahan penghuni (jumlah KK) telah memunculkan “rumah” di dalam “umah”,
bukan “bale“ di dalam “umah”.
……………………….. ‘arsitektur tradisional bali - kini’

Dalam perkembangan kekinian , prediksi serta proyeksi gerakan


perubahan penduduk (Bali) yang umumnya merupakan gerakan yang
cenderung semakin meningkat dari tahun ketahun, yang disebabkan oleh
peningkatan pertambahan alamiah (kelahiran–kematian), dan
pertambahan gerak perpindahan (mobilitas/migrasi – transmigrasi).
Pertambahan penduduk dari tahun ketahun meningkat dan oleh karena
pertambahan alamiah, ternyata pertambahan penduduk di pedesaan lebih
tinggi (sepuluh tahun terakhir, rata-rata 1,5% per tahun).

Sejalan dengan itu morfologi desa berkembang, sesuai dengan


pemenuhan kebutuhan akan pengadaan perumahan, tempat-tempat
pemujaan dan bangun-bangunan untuk akomodasi/fungsi aktifitas
adat/agama (bale adat, bale delod, bale dangin, bale gede, dll) juga
bertambah. Di sisi lain kecenderungan terpandang ‘baru’ nmembutuhkan
ruang-ruang berkatifitas atas nama aktifitas modernitas.
klungkung, semarapura
kirang langkung, nunas ampura

irian ada cendrewasih


….............‘rampatan nilai……………….’

2. NILAI-NILAI YANG TIDAK SETARA :


a. Nilai-nilai Tata ruang :
- hirarki sakral-profan (ATB) x nilai sekuler,
penting/tidak penting (AMK)
b. Nilai Orientasi / Kiblat :
- kiblat kosmos dan kosmik (ATB) x diabaikan, view
yang utama (AMK).
- orientasi jelas dan tegas (ATB) di tengah kosmos
x bebas berada di seluruh jagat
kosmos (AMK).
c. Tata letak/Setting Massa :
- setting atas dasar skala manusia (ATB) x setting
atas dasar skala urban (AMK).
….............‘rampatan nilai……………….’

d. Tata bangunan :
- sosok/wujud refleksi Tri Angga (ATB) x universal (AMK)
- bentuk Bali ornamentalis (ATB) x bebas, polos/puritis (AMK)
- skala dan proporsi humanis, nuansa rural, poetic dan total (ATB) x
nuansa urban, prosaic dan parsial (AMK)
- ornamen dan dekorasi penting, sebagai harmonisasi, handicraft,
sence of
beauty (ATB) x AMK tidak perlu, rasional, fungsional, materialistis,
karakter
mesin
3. NILAI-NILAI LEBIH :
Nilai-nilai ATB sebagai agen pelestari atas dasar keselarasan buana alit
buana agung (statis, intuitif, handicraft, poetic-sence dan total); AMK
agen pem-baru-an dan dapat memenuhi sifat-sifat manusia yang
selalu menggandrungi ke-kini-an dan didukung IPTEK (logikal,
analitikal, hitech, prosaic dan partial)
….............‘rampatan nilai……………….’

PENGEMBANGAN ATB KE DEPAN

1.LANDASAN KEBIJAKAN PERKAWINAN/PERSILANGAN [ RE-FORMASI ] :


DESA KALA PATRA SEBAGAI PERTIMBANGAN KEBIJAKAN
Penyesuaian terhadap :
1. Tempat,
2. Waktu dan
3. Situasi & Keadaan

CATUR DRESTA SEBAGAI PEDOMAN KEBIJAKAN


1. Kuna Dresta - Kebiasaan/aturan yang bersifat kuna/pengalaman
2. Sastra Dresta - Kebiasaan/aturan sastra/ilmu
pengetahuan/landasan teori
3. Loka Dresta - Kebiasaan/aturan lokal/situasi & kondisi lingk. Lokasi/Site
4. Desa Dresta - Kebiasaan/aturan setempat/lokal/regional
….............‘rampatan nilai……………….’

2. TITIK TOLAK PENDEKATAN PERKAWINAN/PERSILANGAN:


Nilai-nilai ATB dan AMK dikelompokkan atas dasar perspektif/aspek
yang sama, meliputi faktor-faktor dan unsur-unsur utama rancangan
(nilai-nilai rupa dan nirupa) yakni :

1. konsep dan ekspresi tata ruang dan orientasi;


2. konsep dan ekpresi tata letak/setting massa, dan
3. konsep dan ekspresi tata bangunan : a) sosok dan/atau bentuk
bangunan, b) skala dan proporsi, c) ornamen dan dekorasi, d)
struktur dan bahan
….............‘rampatan nilai……………….’

1. PRINSIP-PRINSIP ‘PERKAWINAN’
a. Integrasi / Keterpaduan
b. Potensi alam dan sosial-budaya masyarakat.

2. STRATEGI DAN METODA REFORMASI


a. Perlanggaman dalam perancangan arsitektur.
DIAGRAM BUANA ALIT - BUANA AGUNG

1. Taat asas pada langgam


[ MIKRO KOSMOS - MAKRO KOSMOS ]
[ SUBSTANCE OF CONTENT ]



 



 






MOKSA 






2. Perpaduan/hibrida langgam :



  


        
 



HARMONIS

 









  


 


 



 

 
TATWAM ASI  

 



 















SANG

HYANG


a) wujud ATB mendominasi AMK


TUNGGAL


 
 
  





  
 






b) Melakukan ubah-suai ATB, sehingga


bernuansa AMK
b.Penghadiran elemen-elemen khas/spesifik sebagai
jati-diri berupa ornamen dan dekorasi (ragam hias
arsitektur).
KANTOR GIA

BKKBN

GKN K.GUBERNUR BALI


GKN
KANTOR GIA

BKKBN

GKN K.GUBERNUR BALI


GKN
GEDUNG PUSDOK

GEDUNG WISWA SABHA K. GUBERNUR

KANTOR BTDC

BALAI BUDAYA KOTA


GIANYAR
klungkung, semarapura
kirang langkung, nunas ampura

irian ada cendrewasih


“P E N J E L A J A H A N’’

Masa kini di BALI

PENELITIAN YANG ADA

Ditemukan beberapa beberapa nilai dan


ide pelestarian dan pengembangan ATB
ke depan

Secara umum hasil yang dicapai baru


sampai tahap deskripsi dan interpretasi
masing-masing dan belum sampai
tingkat konsep maupun action plan
pelestarian dan pengemba`ngan ATB di
masa datang.
‘O R I E N T A S I J E L A J A H ’’

NILAI-NILAI FAKTOR DAN UNSUR UTAMA


RANCANGAN
a. NILAI-NILAI TATA RUANG DAN ORIENTASI :

b. NILAI-NILAI TATA BANGUNAN :

c. NILAI-NILAI TATA LETAK:

PADA ATB

PADA AMK
……………………………”p e n j e l a j a h a n’’

MASALAH ATB MASA KINI DI BALI ADALAH MASALAH


“PERKAWINAN/HYBRID” DENGAN AMK
IDENTIFIKASI MASALAH :

a. ATB, terdiri atas tiga kelompok tipologi :


1. Parhyangan, bangunan/arsitektur tempat suci.
2. Pawongan, bangunan/arsitektur tempat tinggal/perumahan.
3. Palemahan, bangunan/arsitektur fasilitas umum.

b. Perubahan & perkembangan sebagian terjadi pada Pawongan


c. Perubahan dan perkembangan yang sangat pesat terjadi pada
kelompok Palemahan / Bangunan fasilitas umum:
- Acuan/tipologi ATB untuk kelompok ini terbatas.
- Pertumbuhan dan perkembangan aktivitas baru/kontemporer.
- Fungsinya tidak terkait dengan aktivitas agama dan adat
……………………..“O r I e n t a s i j e l a j a h ’’

NILAI-NILAI FAKTOR DAN UNSUR UTAMA


RANCANGAN PADA ATB DAN AMK
a. Nilai-nilai Tata ruang dan Orientasi :
- hirarki pencapaian : nista - madya - utama = publik - semi publik -
private.
- pola pempatan agung = pola cross road.
b. Nilai-nilai Tata bangunan :
- sosok dan/atau bentuk adalah Tri angga : kepala = atap, badan =
dinding/
kolom, kaki = batur.
- proporsi : antropometri sosok manusia (wirama, wiraga, wirasa) =
prinsip-prinsip golden section.
- struktur dan bahan : sistem struktur modern dapat mendukung
wujud
dan bentuk ATB.
c. Tata letak/Setting Massa :
- setting atas dasar skala manusia (ATB) x setting atas dasar skala
urban (AMK).
…………………………..‘p e n j e l a j a h a n’’

RUMUSAN MASALAH :
1. Nilai-nilai ATB mana yang dapat diaplikasikan masa kini?
2. Bagaimana rumusan aplikasinya?
3. Konskuensi aplikasi ATB pada Arsitektur Masa Kini / AMK
…………………………..‘p e n j e l a j a h a n’’

FOKUS KAJIAN DAN METODA


FOKUS KAJIAN :







ATB sangat menyatu dengan agama dan adat-istiadat, sehingga



  







lingkup bahasan difokuskan pada nilai-nilai yang terkait langsung







   
 
  





 




 



 


NISTA MADYA UTAMA

UTAMA GUNUNG U.N U.M U.U

MADYA

NISTA
DATARAN

LAUT

POLA TIGA TINGKATAN ZONE


ATAS DASAR SUMBU KEMANUSIAAN
GUNUNG - LAUT [ KAJA-KLOD ]

[ TRI LOKA ]
MATI HIDUP LAHIR

POLA TIGA TINGKATAN ZONE


ATAS DASAR SUMBU RELIGI
KANGIN - KAUH

[ TRI MANDALA ]
M.N

N.N
M.M

N.M

KOMBINASI
M.U

N.U

POLA SANGA MANDALA

9 NILAI ZONING
dengan arsitektur yaitu :
NATAH NATAH

POLA
SWASTIKA-SANA

[ GO-CAD ]
POLA DASAR
KOMPOSISI MASSA
HUNIAN TRADISIONAL
PENGEMBANGAN
POLA KOMPOSISI
MASSA HUNIAN

a. Nilai-nilai nirupa ( paras isi / content / tertib langgam ) selaku


1
4

2
9

3
7

faktor-faktor utama rancangan terdiri atas: ide / filosofi yang


SARI RAKSA KANGIN AJI RAKSA

9 MARGIN 9

NATAH T.SUCI
8 [ MARAJAN ] 8

7 7

6 SUMANGGEN
LUMBUNG
6

menurunkan norma, konsep dan rinsip.


MARGIN
MARGIN

KLOD
KAJA

5 METEN / NATAH BALE 5


GEDONG [CENTER]

4 4

NATAH
3 PAWON 3
ANGKUL - ANGKUL

PAWON

BALE DAUH
2 2

1
PENUNGGUN
KARANG

KALA RAKSA
MARGIN

KAUH
ANGKUL - ANGKUL

RUDRA RAKSA
1

b. Nilai-nilai rupa ( paras ekspresi / expression / langgam ) selaku


1
4

2
9

3
5

POLA RUANG UMAH / HUNIAN


ARS ITEKTUR TRADIS IONAL BALI

unsur-unsur utama rancangan terdiri atas :


SETTING MENGACU UKURAN
[ GO-CAD ] ATAU SIKUT TRADISIONAL BALI

1. Tata ruang dan Orientasi.


2. Tata letak/Setting Massa
3. Tata bangunan : a) sosok/wujud, b. bentuk, c) skala dan
proporsi,
d) struktur dan bahan dan d) ornamen dan
dekorasi (ragam hias).
RAMPATAN NILAI-NILAI FAKTOR DAN
UNSUR UTAMA RANCANGAN
“(RPS/perkuliahan III’’

1. NILAI-NIILAI YANG SETARA :


a. Nilai-nilai Tata ruang dan Orientasi :
- hirarki pencapaian : nista - madya - utama = publik -
semi publik - private.
- pola pempatan agung = pola cross road.
b. Nilai-nilai Tata bangunan :
- sosok dan/atau bentuk adalah Tri angga : kepala =
atap, badan = dinding/
kolom, kaki = batur.
- proporsi : antropometri sosok manusia (wirama,
wiraga, wirasa) =
prinsip-prinsip golden section.
- struktur dan bahan : sistem struktur modern dapat
mendukung wujud
dan bentuk ATB.
………………………….‘p e n j e l a j a h a n’’

3. Nilai-nilai ekspresi (form of expression) Tata-Ruang pada tingkat


lokal/desa pekraman/sima adalah : Tri Loka (tiga zona vertikal);
Tri Mandala (tiga zona horizontal); Sanga Mandala (sembilan nilai
horizontal) dan Natah sebagai ruang Inti/Pusat/centrality dan
Sesa sebagai ruang tepi/marginality.

4. Penyengker, Paduraksa dan Angkul-angkul adalah sebagai


penanda Umah, sehingga Bale yang ada dalam penyengker
adalah setara bilik/room. Dari ekspresi/tipologi Angkul-angkul,
Penyengker dan Paduraksa dapat pula diketahui “status warna”
penghuni Jaba/luar ataukah Tri Wangsa, lain kata sebagai
penunjuk jati diri penghuni.

5. Bale setara bilik diberi julukan/sebutan bukan karena


fungsinya, namun karena letak dan nilai guna. Bila ditelusuri
lebih jauh jejak-jejak bale dan disandingkan dengan metode
dan strategi rancangan dekonstruksi, maka ada kesamaan
prinsip bahwa “umah” berasal dari “rumah” setelah
diexplosed kemudian direkomposisi menjadilah umah. Hal ini
sebagai upaya mendekatkan diri terhadap alam selama dua
puluh empat jam sehari.
…………………………..‘p e n j e l a j a h a n’’

2. Nilai-nilai konsep (form of content) Tata-Ruang pada tingkat gama adalah


: nilai hulu - (tengah) - teben baik arah horizontal maupun vertikal yaitu,
kesetaraan Tri Loka dan Tri Angga sebagai susunan unsur Angga :

NILAI ALAM PALEMAH PALEMAHA PALEMAHAN BANGUNAN MANUSIA


SEMESTA AN DESA N PURA (BHUANA
(BHUANA UMAH ALIT)
AGUNG)
1. Swah Loka/ Parhyangan Jeroan Sanggah/ Atap Kepala

UTAMA / Gunung/Kaja/ Parhyangan

HULU Kangin

2. Buah Loka/ Paumahan Jaba Tengah Tegak Umah/ Pengawak/ Badan Badan

MADYA / Dataran/Tengah Pawongan

TENGAH
3. NISTA/ Bhur Loka/ Setra Jaba Pisan Teba/Sesa Batur Kaki

TEBEN Laut/Klod/Kauh
………….…………………………….PEMAHAMAN
‘p e n j e l a j a h a n’’
6. Sosok/wujud dan bentuk fisik ruang dan bangunan
tradisional muncul dari upaya penyeimbangan yang
harmonis antara manusia selaku isi (bhuana alit) dengan
ruang dan bangunan selaku wadah (bhuana agung).
Sosok dan bentuk dianalogikan sebagai proporsi
fisik/angga manusia yakni Tri Angga (kepala nilai utama,
badan nilai madya dan kaki nilai nista). Pembagian ini
diberlakukan secara konsisten dan konskuen hingga ke
bagian yang sekecil-kecilnya dari unsur-unsur sosok dan
bentuk. Komponen bentuk bangunan tradisional Bali
merupakan bagian-bagian ornamentalis.

7. Skala dan proporsi ruang dan bangunan tradisional Bali


menggunakan sikut dewek/antropometri dengan modul
dasar “r a i” dari penghuni utama (anangga ayah),
sehingga skala dan proporsi ruang dan bangunan yang
didapat tidak pernah “out of human scale” dan “out of
human proportion”serta akan selalu harmonis.
Kebutuhan ruang yang lebih luas didapat dengan
menggandakan dimensi/modul ruang, bukan
memperbesar dimensi ruang dan banguna, misal
Sakanem = 2 x Sakepat; Tiangsanga = 4 x Sakapat.
………….…………………………….PEMAHAMAN
‘p e n j e l a j a h a n’’

8. Struktur dan bahan tradisional Bali bersifat ekologis


dan natural, sangat menghormati alam dan
lingkungan sebagian besar bahan berasal dari kebun
yang dibudi-dayakan dan dapat didaur-ulang. Bahan
disusun dari bawah yang berkarakter berat makin
keatas makin berkarakter ringan, hal ini sejalan
dengan logika pembebanan yang meberikan tingkat
keamanan bangunan yang tinggi. Prinsip tektonika
selalu diterapkan pada penyelesaian konstruksi,
sehingga memiliki nilai tambah keindahan.

9. Penggunaan bahan organis yang memiliki umur


terbatas menuntut penyelesaian kontruksi sistem
knock down yang gampang dibongkar-pasang, serta
penggunaan sukat sikut dewek penhuni utama
(anangga ayah); mengidikasikan bahwa umah
tradisional Bali hanya harmonis bila dihuni oleh
“hanya satu keluarga yang beragama Hindu” dan
tidak sebagai obyek warisan. Setiap keluarga baru
(mulai hidup ghrahasta) wajib “Ngarangin” dan
membuat bangunan yang sesuai dengan sikut
antropometri diri dan kemampuannya.
…………………………“p e n j e l a j a h a n’’

10. Ornamen dan Dekorasi


merupakan penghargaan
atas keindahan yang telah
diberikan oleh alam dan
penciptaNya kepada tanah
Bali. Ornamen diciptakan
sebagai upaya memperkuat
harmonisasi, sedang
dekorasi lebih menekankan
perubahan suasana yang
diinginkan. Ornamen dan
dekorasi bersifat kontekstual
sesuai dengan tata-nilai atau
karakter tema/wujud obyek
yang ingin diciptakan
(karang Gajah ditaruh di
bawah, karang Tapel di
tengah dan karang Guak
ditaruh di atas).
klungkung, semarapura
kirang langkung, nunas ampura

irian ada cendrewasih

Anda mungkin juga menyukai