Dosen :
Prof. Ir. Agus Budi Purnomo, MS,PhD
Nama:
Aulia Farhani
Universitas Trisakti
Jurusan arsitektur
Juli 2018BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai makhluk yang selalu hidup berdampingan dengan alam, maka secara tidak
langsung segala tingkah pola manusia dipengaruhi oleh alam (dalam hal ini iklim dan
lingkungan). Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa alamlah yang membentuk
kebudayaan manusia dan setiap ada perbedaan alam maka akan terjadi perbedaan kebudayaan.
Indonesia dalam konstelasi geografis yang luas dengan ribuan pulau besar dan kecil tentunya
memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Ribuan pulau yang tersebar di Nusantara
memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Tidak sedikit juga dalam satu pulau terdiri atas sub-sub
klan yang memiliki budaya sendiri-sendiri. Fakta ini merupakan bentuk kekayaan budaya
bangsa yang berkembang melalui proses sejarah yang sangat panjang dan senantiasa dijiwai
oleh ide, sistem nilai, moral, serta sikap hidup. Kebudayaan tradisional kemudian memainkan
peran sentral untuk memberikan identitas pada kepribadian kita. Oleh karena itu perlu adanya
suatu usaha untuk melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada di Indonesia karena
sikap ini perlu dan penting untuk merangsang kreativitas dan melahirkan kreasikreasi lebih
lanjut.
Sebagai daerah tujuan wisata minat khusus, terutama wisata sosial budaya, Sumba
dapat dikatakan mempunyai objek-objek sosial budaya dengan potensi yang besar dan daya
tarik yang kuat.Salah satu karakteristik umum arsitektur rumah tradisional dari kebudayaan
Austronesia terwujud pada yang terlihat dari bentukan dan struktur rumah di atas tiang (rumah
panggung). Konstruksi rumah panggung Sumba dibangun menggunakan material alam seperti
kayu, bambu, dan alang-alang sebagai penutup atapnya. Arsitektur rumah tradisional Sumba
yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur terkenal dengan bentuk atap rumah yang
menjulang tinggi. Rumah Budaya Tradisional Sumba adalah museumnya Sumba. Dibangun
dengan bentuk rumah khas Sumba dan diisi dengan benda-benda yang berkaitan dengan
tradisi dan budaya Sumba, seperti berbagai jenis kain, perhiasan, dan peralatan rumah tangga.
Selain terdapat museum , di komplek Rumah Budaya Sumba terdapat penginapannya, Rumah
Budaya Sumba Didirikan pada tahun 2010 oleh Pater Robert Ramone, C.Ss.R bersama para
donatur. Pada pusat pelataran halaman Rumah Budaya Sumba terdapat huruf C sebagai
central (pusat). Pelataran itu menjadi tempat pergelaran tarian tradisional, musik tradisional,
dan cerita rakyat. Huruf C bermakna Corpus, hati. Huruf yang sama juga ditempatkan di
ruang tamu, rumah budaya itu, terletak persis di tengah garis diagonal.
Rumah Budaya Tradisional Sumba memiliki Atap tebal dan tinggi yang mampu
menahan terpaan angin dan menahan radiasi matahari yang berlimpah. Dilihat dari bentuk dan
struktur rumah, arsitektur rumah tradisional Sumba terbagi menjadi tiga bagian yaitu dunia
atas sebagai tempat para leluhur, dunia tengah sebagai tempat kehidupan manusia sehari-hari,
dan dunia bawah sebagai tempat memelihara hewan. Pembagian tiga dunia tersebut
berdasarkan kepercayaan animisme masyarakat Sumba. keragaman arsitektur rumah Budaya
Sumba tidak hanya dari segi bentuk, tetapi juga pola dan konsep pola spasial yang banyak
dipengaruhi oleh budaya, sistem kepercayaan, pemahaman masyarakat lokal, dan kosmologi.
Dari segi tata spasial atau keruangan arsitektur rumah tradisional Sumba, pengaturan ruang
dalam rumah adat membagi ruang menjadi area ‘publik dan privat’, ‘sakral dan profan’ serta
‘pria dan wanita’ dengan perapian berada di tengah rumahnya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka rumuskan pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
Secara umum,
manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memperkaya pengetahuan arsitektur
tradisional di kepulauan nusantara khususnya pada hubungan antara bentuk, ruang dan makna pada
arsitektur tradisional Sumba.
Khusus
A. diharapkan dapat menjadi rekaman kekhususan arsitektur tradisional memperkaya pengetahuan
tentang keragaman Arsitektur Tradisional di Indonesia.
B.dapat melestarikan konsep dan pemikiran dalam Arsitektur Tradisional yang semakin menghilang
seiring waktu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sejarah
Rumah adat Sumba (bahasa Sumba: uma mbatangu, “rumah berpuncak”) mengacu pada
rumah adat 5iterature Suku Sumba dari pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Rumah adat Sumba memiliki dengan puncak yang tinggi pada atap dan hubungan kuat dengan
roh-roh atau marapu. Rumah Adat Sumba yang dimiliki oleh klan (kabihu) tertentu, dibangun
di sebuah pemukiman (paraingu) yang terletak di atas bukit atau tempat tinggi, dan dipagari
batu atau tumbuhan berduri. Selain rumah, dalam sebuah pemukiman juga terdapat makam
dan tugu pemujaan (katoda) di pintu gerbangparaingu, seperti juga ditemui di depan rumah
dan di persawahan, sebagai pelindung dari serangan musuh.
Tampaknya banyak hal yang dipertimbangkan sewaktu menata kampung dan mendirikan
Rumah Adat Sumba. Meminjam pendapat A.A. Ray Geria dan I Gusti Ayu Armini
dalam Arsitektur Tradisional Rumah Adat Sumba di Waikababak Kabupaten Sumba Barat,
arsitektur memang dipengaruhi oleh tempat, iklim, bahan, ilmu pengetahuan, teknologi,
pemerintahan, kepercayaan juga tradisi masyarakat.
Dalam konteks itu, bahwa Rumah Adat Sumba sesungguhnya bukan sekadar bangunan
fisik tempat tinggal. Rumah tradisional yang terdapat di pulau berjuluk Chendan Island (Pulau
Cendana) danSandelwood Island (Pulau Kuda) ini merupakan refleksi norma dan ide-ide, adat
istiadat dan status sosial, pengelompokkan gender, kelompok kekerabatan dan tentu saja
kondisi lungkungan alam sekitarnya.
Masyarakat Sumba, selalu mengaitkan tata ruang dengan fenomena alam. Misalnya
menyesuaikan dan menggunakan orientasi yang terkait dengan peredaran matahari, bulan,
arah angin, arah gunung-laut, dan sebagainya. Dalam soal teknis, orang Tana Humba juga
menggunakan bentuk-bentuk dasar (archetype) seperti lingkaran, elips, atau segi empat
sebagai simbol-simbol kehidupannya.
Rumah orang Sumba di Nusa Tenggara Timur, sungguh tak hanya bernilai artistik tinggi.
Di belakangnya terdapat konsep kosmologi versi Marapu. Rumah Adat Sumba adalah wujud
keyakinan para pemulia marapu atau mereka yang sangat menghormati arwah leluhurnya.
Pembagian rumah menjadi 3 bagian secara vertikal dapat dilihat pada bentuk fisik rumah
Sumba. Secara vertikal, bentuk geometris rumah Sumba dapat dibagi menjadi bagian bawah,
tengah dan atas. Bagian bawah terbentuk dari jajaran tiang pondasi dan lantai yang dinaikkan
di atas tanah. Sedangkan Bagian tengah terbentuk dari dinding-dinding rumah yang dinaungi
oleh atap yang melandai. Bagian atas merupakan bagian atap yang menjulang tinggi. Secara
horisontal suku Sumba membagi ruang-ruang dalam rumah berdasarkan fungsi dan gender.
Bagian kiri dan kanan dipisahkan menjadi area laki-laki dan perempuan sedangkan bagian
depan dan belakang menjadi area untuk menerima tamu, tempat tidur atau tempat ruang Mata
Marapu. Rumah di Tarung maupun Ratenggaro memiliki hirarki kosmologis yaitu dunia atas
– tengah – bawah. Dunia atas sebagai tempat Marapu (paling sakral), tengah sebagai tempat
hunian manusia (profane), dan bawah sebagai tempat penyimpanan dan memelihara hewan.
Bagian atas rumah, yaitu ruang di dalam menara atap, bermakna dan berperan secara
religius. Bagian atas merupakan bagian yang paling sakral dalam rumah karena dianggap roh-
roh nenek moyang mereka atau Marapu bersemayam di tempat tersebut. Oleh karena itu, tidak
semua orang dapat memasuki ruang tersebut, hanya kepala rumah tangga yang diperkenankan
masuk. Di Kampung Tarung, ruang loteng atas disebut juga uma dana .
2.2 Kostruksi
Struktur atap sumba di 6iterat Ratenggaro memiliki 7 lapis gording sebagai 6itera 7 lapis
langit yang melambangkan keterbukaan terhadap Tuhan. Balok utama (ring balok/gording
pertama) menggunakan balok kayu kelapa, sedangkan jurai dan balok-balok pembagi (gording
dan kaso) menggunakan 7itera utuh. Struktur ruang didalamnya terdiri dari 6 tingkatan yang
berfungsi sebagai loteng utama. Ring balok dan gording pertama/murpalat menggunakan
balok kayu kelapa. Jurai dan balok pembagi berfungsi sebagai gording dan kaso yang
menggunakan 7itera utuh. Rangka atap menara berdiri diatas empat buah kolom utama.
Sedangkan rangka atap jurai berhubungan dengan konstruksi menara yang pada
pengakhirannya ditopang oleh kolom-kolom dari kayu dolken.
Kolom dan Dinding Struktur rumah adat sumba pada umumnya, terdiri dari 4 (empat) buah
kolom utama (dapa koko pongga). Kolom tersebut menopang konstruksi atap menara. Kolom-
kolom lainnya menopang atap jurai. Kolom tersebut terbuat dari pokok kayu utuh/dolken yang
sekaligus berfungsi sebagai pondasi. Kolom utama terbuat dari pokok kayu kadiambil.
Kolom-kolom penopang atap jurai terbuat dari kayu biasa (tidak harus kayu kadiambil).
Kolom-kolom tersebut berdiri langsung diatas tanah atau hanya ditanam 50 cm kedalam
tanah, kemudian diurung batu cadas.
Di Sumba barat konstruksi dinding umumnya menggunakan 7itera. Dinding di ratenggaro
terbuat dari 7itera utuh yang disusun mendatar /7iterature. Hubungan antar dinding dan pasak/
dilubangi melalui sebuah 7itera dengan jarak interval ±150 cm. Pemasangan dinding 7itera
dengan tiang 7itera, yang berfungsi sebagai kolom praktis, dilakukan dengan cara diikat
dengan taliyang terbuat dari akar gantung pohon (kahikara) yang didapat dari hutan. Dinding
RATENGGARO rumah di Ratenggaro tidak dilengkapi jendela.Udara masuk melalui kisi-kisi
7itera yang digunakan pada dinding dan lantai rumah. Setiap 2 meter dinding
diberi kolom praktis (7iteratu) 7itera yang diikat dibamboo horisontalnya.
Rumah Budaya Tradisional Sumba memiliki Atap tebal dan tinggi yang mampu
menahan terpaan angin dan menahan radiasi matahari yang berlimpah. Dilihat dari bentuk dan
struktur rumah, arsitektur rumah tradisional Sumba terbagi menjadi tiga bagian yaitu dunia
atas sebagai tempat para leluhur, dunia tengah sebagai tempat kehidupan manusia sehari-hari,
dan dunia bawah sebagai tempat memelihara hewan. Pembagian tiga dunia tersebut
berdasarkan kepercayaan 8iterat masyarakat Sumba. Keragaman arsitektur rumah Budaya
Sumba tidak hanya dari segi bentuk, tetapi juga pola dan konsep pola spasial yang banyak
dipengaruhi oleh budaya, 8itera kepercayaan, pemahaman masyarakat 8iter, dan kosmologi.
Dari segi tata spasial atau keruangan arsitektur rumah tradisional Sumba, pengaturan ruang
dalam rumah adat membagi ruang menjadi area ‘publik dan privat’, ‘sakral dan 8iterat’ serta
‘pria dan wanita’ dengan perapian berada di tengah rumahnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Objek Penelitian
objek dalam penelitian penulis adalah pengaruh perencanaan resort terhadap arsitektur
rumah sumba di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur
3. Jadwal Penelitian
Sedangkan waktu penelitian yang penulis rencana mulai darl buian februari 2018 sampai
april 2018
Tahap Persiapan
Pada tahap ini para peneliti mempersiapkan segala sesuatu, seperti surat perizinan,
mengidentifikasi dan merumuskan masalah, mengumpulkan 10iterature, membuat daftar
pertanyaan, menentukan informan yang tepat, jadwal melakukan wawancara dan segala
alat pendukung yang akan digunakan pada saat turun lapang, seperti panduan wawancara,
buku dan alat tulis, tape recorder, kamera.
Tahap Pelaksanaan
Tahap selanjutnya para peneliti akan melakukan pengumpulan dan pengolahan data.
Tahapan pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mewawancarai para informan
2. Melakukan observasi
3. Mendokumentasikan proses wawancara
4. Mengumpulkan dokumen-dokumen mengenai perencanaan resort terhadap
arsitektur rumah sumba di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur
3.5. Teknik Analisis Data
Data yang telah didapatkan selanjutnya akan dianalisa dengan teknikteknik sebagai berikut :
1. Teknik Analisis Dekriptif
1. etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/112558/.../S2-2017-372904-introduction.pdf
2. https://samartaarsitektur.unud.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/3001-9-Titien-Saraswati.pdf
3. sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/21000833/.../intro.pdf