Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Pendidikan Arsitektur

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas,
arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari
level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke
level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk
kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut. Menurut Vitruvius di dalam bukunya De
Architecturaarsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga
unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern,
arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat
dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika
maupun psikologis.

Adapun maksud dari pendidikan Arsitektur yaitu suatu pendidikan yang mewadahi peserta didik
untuk menjadi anggota masyarakat yang memilik kemampuan akademik dalam menerapkan,
mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan Arsitektur serta
menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup
Masyarakat.

PENGERTIAN SENI MURNI

Seni murni adalah seni yang dikembangkan untuk dinikmati keindahannya. Seni murni mengutamakan
sifat estetikanya dibandingkan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh adalah
lukisan, kaligrafi, dan patung. Berbeda dengan seni terapan, seni murni tidak untuk dimanfaatkan
sebagai alat bantu lain. Yang dimanfaatkan pada seni ini adalah nilai keindahannya. Menurut sejarah, 5
seni murni terbesar adalah lukisan, patung, arsitektur, musik dan puisi dengan seni seni minor termasuk
drama dan tari. akhir-akhir ini, Seni Murni biasanya termasuk bentuk seni visual dan seni perform.
bagaimanapun, dalam beberapa lembaga-lembaga belajar atau musium seni murni. Seni murni sering
dikaitkan dengan bentuk seni visual.

Rumah Adat Jawa Timur


Rumah Joglo

Rumah adat Jawa Timur Joglo dasar filosofi dan arsitekturnya sama dengan rumah adat di Jawa
Tengah Joglo. Rumah adat Joglo di Jawa Timur masih dapat kita temui banyak di daerah
Ponorogo. Pengaruh Agama Islam yang berbaur dengan kepercayaan animisme, agama Hindu
dan Budha masih mengakar kuat dan itu sangat berpengaruh dalam arsitekturnya yang kentara
dengan filsafat sikretismenya.

Rumah Joglo umumnya terbuat dari kayu Jati. Sebutan Joglo mengacu pada bentuk atapnya,
mengambil stilasi bentuk sebuah gunung. Stilasi bentuk gunung bertujuan untuk pengambilan
filosofi yang terkandung di dalamnya dan diberi nama atap Tajug, tapi untuk rumah hunian atau
sebagai tempat tinggal, atapnya terdiri dari 2 tajug yang disebut atap Joglo/Juglo / Tajug Loro.
Dalam kehidupan orang Jawa gunung merupakan sesuatu yang tinggi dan disakralkan dan
banyak dituangkan kedalam berbagai simbol, khususnya untuk simbol-simbol yang berkenaan
dengan sesuatu yang magis atau mistis. Hal ini karena adanya pengaruh kuat keyakinan bahwa
gunung atau tempat yang tinggi adalah tempat yang dianggap suci dan tempat tinggal para Dewa.

Rumah Adat Palembang


Rumah Tradisional Palembang

Rumah adat / rumah tradisional orang Palembang mempunyai sebutan Rumah Bari yang
benama asli Rumah Limas, pada umumnya berbentuk dasar hampir sama dengan rumah-rumah
adat yang ada di sebagian daerah di Nusantara, yaitu rumah panggung, dan material yang
digunakan pada umumnya dari kayu.

Bari dalam bahasa Palembang berarti lama / lawas / kuno dan bernama Rumah Limas karena
bentuk atapnya yang berbentuk limas. Palembang berlokasi di provinsi Sumatera Selatan adalah
salah satu daerah yang memiliki karakteristik alam yang lekat dengan perairan tawar, baik itu
rawa maupun sungai, ini yang manjadi faktor utama kenapa masyarakat disana membangun
rumah panggung. Rumah panggung secara fungsional memenuhi syarat mengatasi kondisi rawa
dan sungai seperti di Palembang. Letak geografis dari Palembang dibelah oleh sungai Musi dan
dikelilingi ratusan anak sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya. Pada tepian
sungai banyak terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi
air seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak digunakan
mayarakat di tepian sungai.

RUMAH ADAT PAPUA


Rumah Honai

Sebutan rumah adat / rumah tradisional asli suku-suku yang ada di provinsi Papua adalah
Rumah Honai.
Rumah Hanoi dapat banyak kita temui di lembah dan pegunungan dibagian tengah pada pulau
Papua, disana terdapat suku Dani tinggal di bagian lembah Baliem atau Wamena, suku Lani,
Yali di pegunungan Toli dan suku-suku asli Papua lainnya.

Daerah pegunungan dan lembah disana mempunyai hawa yang cukup dingin pada umumnya
terletak diketinggian 2500 meter dari permukaan laut. Maka dari itu bentuk rumah Honai yang
bulat dirancang untuk bisa meredam hawa dingin ataupun tiupan angin yang kencang.Rumah
Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut terbuat dari jerami atau ilalang, bentuk atap ini
berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan dan dapat
meredam hawa dingin untuk tidak masuk kedalam rumah. Dinding rumah terbuat dari kayu
dengan satu pintu pendek tanpa jendela.

Rumah Adat Maluku


Rumah Adat Maluku

Baileo itu sebutan atau nama dari rumah adat orang Maluku, dengan bentuk bangunan yang
besar, material bangunan sebagian besar berbahan dasar kayu, kokoh dengan cukup banyak
ornamen, ukiran yang menghiasi seluruh bagian dari rumah tersebut.

Tidak seperti halnya fungsi rumah adat pada suku-suku lain di Indonesia, Baileo atau sebutan
harfiahnya Balai, merupakan rumah yang di bangun dengan tujuan yang berbeda, bukan sebagai
rumah untuk dihuni atau rumah tinggal, melainkan bangunan yang berfungsi untuk Landmark
suatu desa bagi orang-orang Maluku (rumah yang di gunakan sebagai tempat kegiatan atau
upacara adat bagi warga kampung).

Rumah Adat Suku Mentawai


Rumah Adat Suku Mentawai

Masyarakat Mentawai bersifat patrinial dan kehidupan sosialnya dalam suku tersebut. Struktur
sosial tradisional adalah kebersamaan, mereka tinggal di rumah besar yang disebut juga “uma”
yang berada di tanah-tanah suku. Seluruh makanan, hasil hutan dan pekerjaan dibagi dalam satu
uma.

Rumah tradisional / adat suku Mentawai masih banyak kita di jumpai di kabupaten Kepulauan
Mentawai, provinsi Sumatera Barat, Indonesia.

Uma biasanya dihuni oleh 5 hingga 7 kepala keluarga dari keturunan yang sama. Satu
diantaranya anggota yang tinggal dalam sebuah rumah disebut Sikerei. Sikerei itulah yang oleh
suku Mentawai dianggap sebagai tetua. Uma menjadi pusat kehidupan bagi suku Mentawai. Di
dalam Uma itulah, suku Mentawai tinggal, menyelenggarakan pertemuan dan melaksanakan
berbagai macam acara adat, seperti penikahan. Uma juga menjadi tempat untuk menyembuhkan
anggota keluarga jika ada yang sakit.

RUMAH ADAT KAMPUNG NAGA

Kampung Naga, salah satu permukiman tradisional rakyat Parahyangan. Berarsitektur adaptif,
menyelarasi lingkungannya. Terletak di lembah subur, di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dusun ini dibatasi hutan, sawah, dan aliran sungai Ciwulan. Di capai setelah menuruni 300 anak
tangga yang berkelok menuju lembah. Kampung Naga yang sekarang adalah permukiman baru
yang dibangun, setelah kampung lama dibumihanguskan oleh gerombolan DI/TII Kartosuwiryo
tahun 1956.

Benda sakral, senjata adat, buku sejarah Naga, semuanya berbahasa Sansekerta. Akibatnya,
penduduk tak tahu lagi asal usul nenek moyang mereka menamai desa mereka Kampung Naga.
Namun demikian, mereka tetap kuat memegang dan memelihara tradisi adat Naga. Saat
kampung dibangun kembali, desain rumah sedikit berubah ; jendela ditambah pada setiap hunian.
Dusun ini prototipe kampung Sunda dengan pola perkampungan khas masyarakat yang sudah
maju.

Kuncen = kepala adat. Manusia pusat dunia tengah ?

Rumah dan bangunan di Kampung Naga berjumlah 105 buah, tertata rapi dalam pola
mengelompok dan tanah lapang di tengah. Tanah lapang merupakan pusat aktivitas sosial dan
ritual masyarakat, sekaligus tempat orientasi. Di sekitarnya ada masjid, balai pertemuan dan
beberapa rumah penduduk. Di tempat yang lebih tinggi, sebelah barat kampung, terdapat Bumi
Ageung dan rumah kuncen ( kepala adat ). Semua bangunan diletakkan memanjang ke arah barat
timur, sehingga kampung seakan terlihat menghadap ke sungai Ciwulan yang berfungsi sebagai
area servis penduduk. Dekat sungai, dalam kampung, terdapat kolam2 ( balong ) dan beberapa
pancuran air.

Hunian masyarakat Naga berbentuk rumah panggung dengan kolong setinggi 40-60 cm dari
tanah. Selain untuk pengatur suhu dan kelembaban, kolong difungsikan sebagai tempat
penyimpanan alat pertanian, kayu bakar serta kandang ternak. Rumah2 persegi panjang ini ditata
secara teratur di atas tanah berkontur berbentuk teras2 yang diperkuat dengan sengked/ turap
batu. Bentuk rumah panggung terkait kepercayaan warga Naga bahwa dunia terbagi menjadi
dunia bawah, tengah dan atas. Dunia tengah melambangkan pusat alam semesta dengan manusia
sebagai pusatnya. Tempat tinggal manusia di tengah, dengan tiang sebagai penopang yang tak
boleh menyentuh tanah, sehingga diletakkan di atas tatapakan/ umpak batu.

Ukuran rumah tergantung besar kecilnya keluarga dan kemampuan penghuni. Jika perlu
tambahan ruang, dibuatlah sosompang di bagian kiri atau kanan rumah. Memberi warna pada
rumah adalah tabu, kecuali dikapur atau dimeni. Pintu harus menghadap utara atau selatan,
semua pada satu sisi rumah, sesuai ketentuan adat.

RUMAH ADAT BETAWI

Arsitektur Rumah Betawi: Bentuk tradisional rumah Betawi dengan sifat lebih terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar. Hal ini bisa dilihat dari pola tapak, pola tata ruang dalam, sistem
stuktur dan bentuk serta detail dan ragam hiasnya. Rumah tradisional Betawi tidak memiliki arah
mata angin, ke mana rumah harus menghadap dan juga tidak ada bangunan atau ruang tertentu
yang menjadi orientasi/pusat perkampungan. Pada pemukiman Betawi, orientasi atau arah mata
angin rumah dan pekarangan lebih ditentukan oleh alasan praktis seperti aksesibilitas pekarangan
(kemudahan mencapai jalan) juga tergantung pada kebutuhan pemilik rumah. Di atas tapak
rumah (pekarangan rumah) selain didirikan beberapa rumah tinggal (karena adanya pewarisan
atau dibeli orang untuk dibangun rumah) juga dibangun fungsi-fungsi lain seperti kuburan,
lapangan badminton, dsb. Di daerah pesisir, kelampok-kelompok rumah umumnya menghadap
ke darat dan membelakangi muara sungai. Namun tidak tampak perencanaan tertentu atau
keseragaman dalam mengikuti arah mata angin atau orientasi tertentu.
Berdasarkan tata ruang dan bentuk bangunannya, arsitektur rumah tradisional Betawi, khususnya
di Jakarta Selatan dan Timur, dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis: (1) Rumah Gudang; (2)
Rumah Joglo; (3) Rumah Bapang/Kebaya. Tata letak ketiga rumah itu hampir sama, terdiri dari
ruang depan (serambi depan), ruang tengah (ruang dalam), dan ruang belakang. Pada rumah
gudang, ruang belakang secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah sehingga
terkesan hanya terbagi dalam dua ruang, ruang depan dan tengah. Dahulu ruang depan berisi
balai-balai sedang sekarang umumnya diganti kursi dan meja tamu. Ruang tengah merupakan
bagian pokok rumah Betawi yang berisi kamar tidur, kamar makan, dan pendaringan (untuk
menyimpan barang-barang keluarga, benih padi dan beras). Kamar tidur ada yang berbentuk
kamar yang tertutup tetapi juga ada kamar tidur terbuka (tanpa dinding pembatas) yang
bercampur fungsi menjadi kamar makan. Kamar tidur terdepan biasanya diperuntukkan anak
perempuan si empunya rumah. Sedang anak laki-laki biasanya tidur di balai-balai serambi depan
atau di masjid. Sedang ruang belakang digunakan untuk memasak dan menyimpan alat-alat
pertanian juga kayu bakar.

Organisasi ruang dan aktivitas dalam rumah tradisional Betawi sebenarnya relatif sederhana.
Tidak ada definisi fungsi ruang berdasarkan jenis kelamin. Kalaupun rumah dibagi dalam tiga
kelompok ruang yang pada rumah Jawa dan Sunda menyimbolkan sifat laki-laki, netral, dan
wanita, pada rumah Betawi hal itu terjadi karena tuntutan-tuntutan kepraktisan saja. Tata letak
ruang rumah tradisional Betawi cenderung bersifat simetris. Dilihat dari letak pintu masuk ke
ruang lain dan letak jendela jendela depan yang membentuk garis sumbu abstrak dari depan ke
belakang. Kesan simetris bertambah kuat karena ruang depan dan belakang dimulai dari pinggir
kiri ke kanan tanpa pembagian ruang lagi. Selain itu rumah tradisional Betawi juga menganut
dua konsep ruang, yang bersifat abstrak dan kongkrit. Konsep ini diterapkan pada jenis kamar
tidur yang tertutup dan terbuka.

RUMAH ADAT SUMATERA BARAT

Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan
rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut
dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang
menyebut dengan nama Rumah Baanjung.

Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang
menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan
tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.

Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan
belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya
bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang. Sedangkan bagian luar belakang
dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah
dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan, dan setiap elemen dari Rumah Gadang
mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat
setempat.

Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan. Sementara
dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.

Bentuk atap rumah gadang yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita Tambo Alam
Minangkabau. Cerita tersebut tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan
orang Jawa.

Bentuk-bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang Minangkabau, baik sebagai
simbol atau pada perhiasan. Salah satunya pada pakaian adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk
tanduk) untuk Bundo Kanduang.

Asal-usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang
Minangkabau. Konon kabarnya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh
kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang Minangkabau pada masa dahulu. Perahu nenek
moyang ini dikenal dengan sebutan lancang.

Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah sampai
di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke darat
agar tidak lapuk oleh air sungai.

Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, lancang itu diberi atap
dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang lancang tersebut. Selanjutnya,
karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang menyerupai
gonjong. Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu
tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek
moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan sebagai ciri
khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi
lebih mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki
gonjong adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang
Kampar.

Rumah adat Minangkabau dinamakan rumah gadang adalah karena ukuran rumah ini memang besar.
Besar dalam bahasa Minangkabau adalah gadarig. Jadi, rumah gadang artinya adalah rumah yang besar.
Bagian dalam rumah gadang merupakan ruangan lepas, kecuali kamar tidur. Ruangan lepas ini
merupakan ruang utama yang terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang rumah
gadang berbanjar dari muka ke belakang atau dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke
belakang mbnandai lanjar, sedangkan tiang dari kini ke kanan menandai ruang. Jadi, yang disebut lanjar
adalah ruangan dari depan ke belakang. Ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang.

Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah. Biasanya jumlah lanjar adalah dua, tiga clan empat. Jumlah
ruangan biasanya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Ukuran rumah gadang
tergantung kepada jumlah lanjarnya.

Sebagai rumah yang besar, maka di dalam rumah gadang itu terdapat bagian-bagian yang mempunyai
fungsi khusus. Bagian lain dari rumah gadang adalah bagian di bawah lantai. Bagian ini disebut kolong
dari rumah gadang. Kolong rumah gadang cukup tinggi dan luas. Kolong ini biasanya dijadikan sebagai
gudang alat-alat pertanian atau dijadikan sebagai tempat perempuan bertenun. Seluruh bagian kolong
ini ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

Dinding rumah gadang terbuat dari kayu, kecuali bagian belakang yang dari bambu. Dinding papan
dipasang vertikal. Pada setiap sambungan papan diberi bingkai. Semua papan tersebut dipenuhi dengan
ukiran. Kadang-kadang tiang yang ada di dalam juga diukir. Sehingga, ukirang merupakan hiasan yang
dominan dalam bangunan rumah gadang Minangkabau. Ukiran disini tidak dikaitkan dengan
kepercayaan yang bersifat sakral, tetapi hanya sebagai karya seni yang bernilai hiasan.Pada bagian
dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan
dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi
ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada
susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.

MATERIAL DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL INDONESIA

Material alami untuk arsitektur rumah / desain rumah bukanlah barang baru,
melainkan telah banyak dipakai sebelum material hasil industri tercipta. Material-
material ini tidak mengalami banyak proses dalam pembuatannya. Hal ini
menyebabkan material alami tidak merusak alam, baik pada saat pembangunan
rumah (sampah konstruksi) maupun ketika material ini nantinya menjadi usang
dan harus dibuang. Jerami termasuk salah satu material alami, berikut adalah
beberapa elemen alami lainnya.

Kayu untuk Arsitektur Rumah atau Desain Rumah

Kayu selalu menjadi favorit banyak orang karena berbagai keunggulan yang
dipunyainya. Kendati jumlahnya kian sedikit karena adanya pembabatan hutan
secara besar-besaran, kayu mestinya tetap dipakai karena sifat kealamiannya.
Material buatan yang diklaim sebagai pengganti kayu terkadang kurang ramah
lingkungan karena nantinya tidak dapat terurai di alam. Oleh sebab itu, kayu
sebaiknya jangan ditinggalkan tapi persediaan kayunya yang selalu harus ditambah
dan pemakaian kayu dihemat sedemikian rupa. Teknologi pengawetan kayu juga
turut membantu penghematan karena kayu bisa lebih kuat dan tahan lama. Selain
itu, kayu yang kualitasnya biasa-biasa saja, dengan pengawetan ini menjadi layak
untuk struktur arsitektur rumah.
Bambu untuk Arsitektur Rumah / Desain Rumah

Biasanya bambu dipandang sebagai bahan sekunder, tapi saat ini sedang menjadi
material yang digemari karena kekuatan seratnya yang dapat menggantikan baja
tulangan. Dengan sistem pengawetan yang baik, bambu dapat menjadi material
primer untuk desain rumah yang mampu bertahan puluhan tahun. Selain itu, juga
bisa memanfaatkan material bekas atau daur ulang seperti kusen atau daun pintu.
Bambu bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam elemen bangunan. Untuk struktur
arsitektur rumah / bangunan rumah, bambu terbukti memiliki banyak keunggulan.
Seratnya yang liat dan elastis sangat baik dalam menahan beban (baik beban
tekan/tarik, geser, maupun tekuk). Selain itu, bambu juga bisa dimanfaatkan
menjadi material lantai, dinding, atap, dan lain sebagainya. Dibandingkan kayu,
bambu lebih cepat beregenerasi sehingga tidak usah menunggu terlalu lama untuk
mendapatkan bambu yang layak. Indonesia memiliki jumlah spesies yang cukup
besar, namun sayang belum terlalu dikembangkan.

Finishing Alami untuk Arsitektur Rumah / Desain Rumah

Finishing yang terbuat dari bahan-bahan alami tentu lebih sehat bagi penghuni
rumah minimalis. Kelebihan lain, finishing ini dapat menghadirkan suasananya
yang lebih alami pula sesuai tren saat ini. Sayangnya saat ini kebanyakan finishing
kebanyakan menggunakan bahan kimia, meski ada beberapa produsen yang mulai
mengurangi penggunaannya (misalnya, tidak lagi memakai thinner sebagai
pengencer dan finishing non-toxic). Di masa lalu, orang membuat sendiri finishing
dari bahan-bahan di alam, seperti tanah liat, kapur, dan lain-lain. Orang Toraja
dahulu dalam membuat arsitektur rumahnya perlu meneteskan tuak (fermentasi
air kelapa) untuk membuat warna lebih “keluar” dan tahan lama.

Cat atau Pewarna Alami untuk Arsitektur Rumah atau Desain Rumah

Arsitektur rumah / desain rumah tradisional Indonesia biasanya cukup meriah


warna-warnanya, padahal dulu belum ada industri cat seperti sekarang. Ternyata,
cat atau pewarna untuk bangunan tersebut dibuat dari bahan-bahan alami yang
tersedia di lingkungan sekitar. Bahan pewarna alami ini tidak ada efek sampingnya
bagi penghuni maupun lingkungan. Karena belum dikembangkan, maka pilihan
warnanya masih terbatas, seperti hitam, merah, putih, kuning, dan campuran-
campurannya. Warna merah dan kuning didapat dari tanah liat, hitam dari arang,
putih dari jeruk nipis. Orang Papua terlebih dahulu mengolah sejenis siput untuk
mendapatkan cairan putih.

Bata Merah untuk Arsitektur Rumah / Desain Rumah


Bata merah saja dapat memiliki banyak sekali kemungkinan cara penyusunannya.
Dapat dipasang seperti biasa, atau diberi jarak antara bata merahnya sehingga
dindingnya berlubang-lubang, atau bata dipasang dengan variasi susunan satu bata
dan setengah bata, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai