Anda di halaman 1dari 10

KEBERAGAMAN DI INDONESIA

PENYUSUN KLIPING

1. AERILYN BELLVANIA MNUNE


2. ANAS KOLIN
3. CRISTIN RIBA
4. VANIA WIJAYA
5. DELVIN ADU
6. ANGELA MARICING NGGEAL

KELAS V-A
SDK.St. ARNOLDUS PENFUI
Kata pengantar

Puji Tuhan kliping Keberagaman di Indonesia ini dapat selesai.


Kliping ini dapat dijadikan sebagai sarana maupun sumber belajar.
Kliping ini terdiri dari beberapa keberaaman di Indonesia yaitu,
rumah adat, tari daerah, pakaian adat dan alat musik tradisional.
Sekiranya keliping yang mengenai keberagaman di Indonesia ini
dapat berguna bagi siswa-siswi yang membutuhkannya, dan keliping
ini dapat menjadi penambah pengetahuan bagi siswa dalam
pembelajaran mengenai keberagaman yang ada di Indonesia.
Demikianlah keliping mengenai keberagaman yang kami buat ini,
sekiranya dapat berguna bagi siswa-siswa yang membutuhkannya.
Jika ada kesalahan penulisan mohon di maaf kan.

Penyusun
Keberagaman Rumah Adat
Di Indonesia
Rumoh Aceh

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Rumoh Aceh

Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut rumoh Aceh. Bentuknya seragam,
yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon, letak yang memanjang itu dipilih
untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Dari segi ukir-ukiran, rumoh Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi NAD tidaklah sama.
Masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda. Rumah adat Nangro Aceh Darussalam
atau disebut juga Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki tinggi beragam
sesuai dengan arsitektur si pembuatnya. Namun pada kebiasaannya memiliki ketinggian
sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Untuk memasukinya harus menaikit beberapa anak
tangga. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering disebut
dengan rambat.

Rumoh Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe lima ruang
memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada
di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik dari keluarga Raja-raja Pidie,
Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga
sering disebut dengan rumoh Aceh besar. Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga utama
rumoh Aceh sendiri berukuran 20 - 35 cm.

Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit
merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan
kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan
kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang
Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya,
namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di
ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati
ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang
akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tika

1. Rumah Balai Batak Toba


Provinsi Sumatera Utara

Rumah Adat Balai Batak Toba

Nilai budaya itu sangat perlu dilestarikan dan hendaknya dapat ditempatkan sebagai dasar
filosofi sebagai pandangan hidup bagi generasi penerus kelak. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai budayanya,
karena itu Bangso Batak perlu menjaga citra dan jati dirinya agar keberadaannya tetap
mendapat tempat dalam. Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera
Utara. [1] Rumah ini terbagi atas dua bagian yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon.[1] Jabu
parsakitan adalah tempat penyimpanan barang. [1] tempat ini juga terkadang dipakai sebagai
tempat untuk pembicaraan terkait dengan hal-hal adat.[1] Jabu bolon adalah rumah keluarga
besar.[1] Rumah ini tidak memiliki sekat atau kamar sehingga keluarga tinggal dan tidur
bersama.[1] Rumah Balai Batak Toba juga dikenal sebagai Rumah Bolon.[2] Bagi masyarakat
Batak, rumah ini tampak seperti seekor kerbau yang sedang berdiri.[2] Pembangunan rumah
adat suku Batak ini dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Batak.[2] Rumah ini
berbentuk seperti rumah panggung yang disangga oleh beberapa tiang penyangga. [2] Tiang
penyangga rumah biasanya terbuat dari kayu.[2] Rumah Balai Batak Toba mempunyai bahan
dasar dari kayu.[2] Menurut kepercayaan masyarakat Batak, rumah ini terbagi ke dalam tiga
bagian yang mencerminkan dunia atau dimensi yang berbeda-beda.[2] Bagian pertama yaitu
atap rumah yang diyakini mencerminkan dunia para dewa.[2] Bagian kedua yaitu lantai rumah
yang diyakini mencerminkan dunia manusia.[2] Bagian yang ketiga adalah bagian bawah
rumah atau kolong rumah yang mencerminkan dunia kematian.[2]
Rumah Gadang (Rumah Adat Sumatera Barat/Sumbar)

Rumah Gadang Minangkabau Sumatera Barat


Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran ruang
tergantung dari banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah ruangan biasanya ganjil,
seperti lima ruang, tujuh, sembilan atau lebih. Sebagai tempat tinggal, rumah gadang
mempunyai bilik-bilik dibagian belakang yang didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga,
ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.

Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti menetapkan adat
atau tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan,
mengadakan acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat
tidur dengan ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk
kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih
diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Rumah Gadang memiliki tiang yang tidak tegak lurus atau horizontal tapi punya kemiringan.
Kenapa? Karena dulu, masyarakat di sana banyak yang datang dari laut, sehingga mereka
hanya tahu cara membuat kapal dan tak tahu cara membuat rumah.

Rumah ini memiliki keunikan dalam bentuk arsitekturnya dengan atap yang menyerupai
tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Di halaman depan Rumah Gadang biasanya selalu
terdapat dua buah bangunan rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi.

Rumah Gadang disebut juga sebagai Rumah Baanjuang. Sebab di sayap bangunan sebelah
kanan dan kirinya ruang anjuang (anjung). Ruang ini digunakan oleh masyarakat setempat
sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat.

Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah adatnya kelihatan
serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan. Coba deh perhatikan bagian puncaknya yang
bergaris lengkung meninggi pada bagian tengah. Lalu, garis lerengnya melengkung dan
mengembang ke bawah dengan bentuk persegi tiga.

Fungsi Rumah Gadang

1. Sebagai tempat kediaman keluarga.


2. Sebagai lambang kehadiran suatu kaum
3. Sebagai pusat kehidupan dan kerukunan
4. Sebagai tempat melaksanakan berbagai upacara
5. Sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit.
Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar (Rumah Adat Kepulauan Riau)

Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar Kepulauan Riau


Rumah Melayu adalah Rumah kayu atau rumah kampung pada suatu masa dulu boleh
dikatakan tidak asing bagi orang Melayu. Tapi dengan urbanisasi penduduk kini, ramai anak-
anak Melayu yang tidak lagi mengenal apakah ciri bentuk sebenarnya rumah kayu tradisional
maupun caranya dibangun tanpa paku.
Sebetulnya, lama sebelum kedatangan pengaruh luar dan telunjuk moden, penduduk asal
Melayu dan Orang Asli di Semenanjung Tanah Melayu dan Sumatera serta kaum
Bumiputra/Pribumi lain di Borneo dan bagian lain di alam Melayu telah mempunyai sistem
perumahan yang canggih, cantik dan serasi dengan gaya hidup dan alam sekitar.
Rumah adat Selaso Jatuh Kembar disebut juga Balai salaso jatuh merupakan bangunan seperti
rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat
secara adat.

Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain Balairung Sari,
Balai Pengobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tinggal beberapa rumah
saja, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangkut
keagamaan dilakukan di masjid.

Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan
dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan
musyawarah adat.Rumah tradisional masyarakat Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang
berdiri diatas tiang dengan bentuk bangunan persegi panjang.

Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya
sama, dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung dll. Selaso
jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih
rendah dari ruang tengah.
Rumah Panggung (Rumah Adat Provinsi Jambi)

Rumah Panggung Provinsi Jambi


Konstruksi dalam bentuk panggung adalah warisan budaya dalam membuat sebuah bangunan
dari nenek moyang kita. Kita dapat lihat rumah tradisional di beberapa daerah, seperti di
Sumatra, Kalimantan, atau Sulawesi, kebanyakan menggunakan bentuk rumah panggung.
Secara materi dan efesiensi, rumah panggung sangat banyak manfaat. Ruang bawah rumah
yang kosong dapat dimanfaatkan sebagai area bermain anak-anak, asalkan tinggi panggung
aman untuk dilalui, minimal tinggi panggung adalah dua meter.

Rumah Panggung (Jambi) adalah nama rumah adat yang berasal dari daerah Jambi.[1]
Rumah ini terbuat dari kayu.[1] Rumah ini juga dikenal dengan nama rumah Kajang Leko.[2]
Rumah ini terbagi ke dalam 8 ruangan.[1] Ruangan pertama bernama jogan yang berfungsi
sebagai tempat beristirahat anggota keluarga dan juga sebagai tempat untuk menyimpan air.[1]
Ruangan kedua adalah serambi depan yang berfungsi untuk menerima tamu lelaki.[1]
Ruangan ketiga adalah serambi dalam yang berfungsi sebagai tempat tidur anak lelaki. [1]
Ruang keempat adalah amben melintang yang berfungsi sebagai kamar pengantin.[1] Ruang
kelima adalah serambi belakang yang berfungsi sebagai ruang tidur untuk anak-anak
perempuan yang belum menikah.[1] Ruang keenam adalah laren yang digunakan untuk
menerima tamu perempuan.[1] Ruang ketujuh adalah garang yang digunakan sebagai ruang
untuk mengolah makanan dan juga sebagai tempat penyimpanan air.[1] Ruang kedelapan
adalah dapur yang digunakan untuk memasak makanan.[1] Rumah panggung Jambi
merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang harus dilestarikan.[2]
Rumah Limas (Rumah Adat Provinsi Sumatera Selatan/Sumsel)

Rumah Limas Palembang Sumatera Selatan


Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari jenis kayu unglen
yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah limas Palembang merupakan rumah
panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang positif untuk kegiatan sehari-hari.
Ketinggian lantai panggung dapat mencapai ukuran 3 meter. Untuk naik ke rumah limas
dibuatlah dua tangga kayu dari sebelah kiri dan kanan. Bagian teras rumah biasanya
dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. Makna filosofis dibalik pagar kayu
itu adalah untuk menahansupaya anak perempuan tidak keluar rumah.

Rumah Nuwo Sesat (Rumah Adat Provinsi Lampung)

Nuwo Sesat Rumah Adat Provinsi Lampung


Rumah Kebaya (Rumah Adat Provinsi DKI Jakarta)

Rumah Kebaya Rumah Adat DKI Jakarta


Rumah Kebaya mempunyai beberapa pasang atap, yang apabila dilihat dari samping berlipat-
lipat seperti lipatan kebaya.
Arsitekturnya seperti monas yang terpotong bagian tugunya. Rumah ini melambangkan
penduduk Jakarta yang terdiri dari berbagai suku bangsa.
Pembagian ruangannya, serambi depan disebut Paseban. Dindingnya terbuat dari panel-panel
yang dapat dibuka-buka dan digeser-geser ke tepinya. Hal ini dimaksudkan agar ruangan
terasa lebih luas.
Pada saat-saat tertentu, Rumah Kebaya sering digunakan untuk mengadakan acara selamatan
atau hajatan khas Betawi.

Rumah Kasepuhan (Rumah Adat Provinsi Jawa Barat)

Kasepuhan (Rumah Adat Jawa Barat/Jabar)


Rumah warga masyarakat Kasepuhan adalah Hateup salak Tihang Cagak yang berarti bentuk
dan type rumah adat adalah rumah panggung menggunakan atap daun [kiray dan daun tepus]
dengan bilik bambu dan tiang kayu, atau juga bisa berarti harus menggunakan bahan-bahan
alami. bagian rumah terbagi dalam 5 (lima) tahapan seperti umpak, kolong, beuteung, para
dan hateup, semua memiliki fungsi yang telah dirancang leluhur untuk guna dan manfaat
penghuninya.
Bentuk rumah panggung adalah bentuk rumah yang sudah dipakai lama oleh leluhurA di
tatar sunda, dari sabang sampai merauke sebelum adanya pengaruh luar yang dibawa pada era
kolonial, menggunakan bentuk rumah yang sama, rumah panggung. Salah satu nilai

Anda mungkin juga menyukai