PENYUSUN KLIPING
KELAS V-A
SDK.St. ARNOLDUS PENFUI
Kata pengantar
Penyusun
Keberagaman Rumah Adat
Di Indonesia
Rumoh Aceh
Rumoh Aceh
Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut rumoh Aceh. Bentuknya seragam,
yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon, letak yang memanjang itu dipilih
untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Dari segi ukir-ukiran, rumoh Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi NAD tidaklah sama.
Masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda. Rumah adat Nangro Aceh Darussalam
atau disebut juga Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki tinggi beragam
sesuai dengan arsitektur si pembuatnya. Namun pada kebiasaannya memiliki ketinggian
sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Untuk memasukinya harus menaikit beberapa anak
tangga. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering disebut
dengan rambat.
Rumoh Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe lima ruang
memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada
di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik dari keluarga Raja-raja Pidie,
Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga
sering disebut dengan rumoh Aceh besar. Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga utama
rumoh Aceh sendiri berukuran 20 - 35 cm.
Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit
merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan
kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan
kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang
Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya,
namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di
ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati
ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang
akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tika
Nilai budaya itu sangat perlu dilestarikan dan hendaknya dapat ditempatkan sebagai dasar
filosofi sebagai pandangan hidup bagi generasi penerus kelak. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai budayanya,
karena itu Bangso Batak perlu menjaga citra dan jati dirinya agar keberadaannya tetap
mendapat tempat dalam. Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera
Utara. [1] Rumah ini terbagi atas dua bagian yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon.[1] Jabu
parsakitan adalah tempat penyimpanan barang. [1] tempat ini juga terkadang dipakai sebagai
tempat untuk pembicaraan terkait dengan hal-hal adat.[1] Jabu bolon adalah rumah keluarga
besar.[1] Rumah ini tidak memiliki sekat atau kamar sehingga keluarga tinggal dan tidur
bersama.[1] Rumah Balai Batak Toba juga dikenal sebagai Rumah Bolon.[2] Bagi masyarakat
Batak, rumah ini tampak seperti seekor kerbau yang sedang berdiri.[2] Pembangunan rumah
adat suku Batak ini dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Batak.[2] Rumah ini
berbentuk seperti rumah panggung yang disangga oleh beberapa tiang penyangga. [2] Tiang
penyangga rumah biasanya terbuat dari kayu.[2] Rumah Balai Batak Toba mempunyai bahan
dasar dari kayu.[2] Menurut kepercayaan masyarakat Batak, rumah ini terbagi ke dalam tiga
bagian yang mencerminkan dunia atau dimensi yang berbeda-beda.[2] Bagian pertama yaitu
atap rumah yang diyakini mencerminkan dunia para dewa.[2] Bagian kedua yaitu lantai rumah
yang diyakini mencerminkan dunia manusia.[2] Bagian yang ketiga adalah bagian bawah
rumah atau kolong rumah yang mencerminkan dunia kematian.[2]
Rumah Gadang (Rumah Adat Sumatera Barat/Sumbar)
Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti menetapkan adat
atau tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan,
mengadakan acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat
tidur dengan ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk
kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih
diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Rumah Gadang memiliki tiang yang tidak tegak lurus atau horizontal tapi punya kemiringan.
Kenapa? Karena dulu, masyarakat di sana banyak yang datang dari laut, sehingga mereka
hanya tahu cara membuat kapal dan tak tahu cara membuat rumah.
Rumah ini memiliki keunikan dalam bentuk arsitekturnya dengan atap yang menyerupai
tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Di halaman depan Rumah Gadang biasanya selalu
terdapat dua buah bangunan rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi.
Rumah Gadang disebut juga sebagai Rumah Baanjuang. Sebab di sayap bangunan sebelah
kanan dan kirinya ruang anjuang (anjung). Ruang ini digunakan oleh masyarakat setempat
sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat.
Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah adatnya kelihatan
serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan. Coba deh perhatikan bagian puncaknya yang
bergaris lengkung meninggi pada bagian tengah. Lalu, garis lerengnya melengkung dan
mengembang ke bawah dengan bentuk persegi tiga.
Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain Balairung Sari,
Balai Pengobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tinggal beberapa rumah
saja, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangkut
keagamaan dilakukan di masjid.
Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan
dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan
musyawarah adat.Rumah tradisional masyarakat Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang
berdiri diatas tiang dengan bentuk bangunan persegi panjang.
Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya
sama, dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung dll. Selaso
jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih
rendah dari ruang tengah.
Rumah Panggung (Rumah Adat Provinsi Jambi)
Rumah Panggung (Jambi) adalah nama rumah adat yang berasal dari daerah Jambi.[1]
Rumah ini terbuat dari kayu.[1] Rumah ini juga dikenal dengan nama rumah Kajang Leko.[2]
Rumah ini terbagi ke dalam 8 ruangan.[1] Ruangan pertama bernama jogan yang berfungsi
sebagai tempat beristirahat anggota keluarga dan juga sebagai tempat untuk menyimpan air.[1]
Ruangan kedua adalah serambi depan yang berfungsi untuk menerima tamu lelaki.[1]
Ruangan ketiga adalah serambi dalam yang berfungsi sebagai tempat tidur anak lelaki. [1]
Ruang keempat adalah amben melintang yang berfungsi sebagai kamar pengantin.[1] Ruang
kelima adalah serambi belakang yang berfungsi sebagai ruang tidur untuk anak-anak
perempuan yang belum menikah.[1] Ruang keenam adalah laren yang digunakan untuk
menerima tamu perempuan.[1] Ruang ketujuh adalah garang yang digunakan sebagai ruang
untuk mengolah makanan dan juga sebagai tempat penyimpanan air.[1] Ruang kedelapan
adalah dapur yang digunakan untuk memasak makanan.[1] Rumah panggung Jambi
merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang harus dilestarikan.[2]
Rumah Limas (Rumah Adat Provinsi Sumatera Selatan/Sumsel)