KLIPING
BAHASA
INDONESIA
RUMAH
ADAT
DAN
TARIAN DI
ADAT S
U
YANG ADA S
U
DI N
INDONESI OLEH :
A ALDI MENDROFA
KELAS XII-IPA 1
GURU PENGASUH :
Bpk. MEI DARMA BAKTI MENDROFA, S.Pd.
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya saya bisa
menyelesaikan Tugas Kliping saya yang berjudul “Rumah Adat Indonesia dan Penjelasannya”. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Guru Bahasa Indonesia saya, yang bernama Bpk. Mei Darma
Bakti Mendrofa, S.Pd. yang telah memberikan tugas ini. Dalam tugas hal ini banyak manfaat yang
saya temukan terutama dalam menambah wawasan saya dalam mengenali Rumah Adat Di Indonesia
dan walaupun hanya sebagaian saja yang saya cantumkan akan tetapi dengan hal ini saya bisa mampu
menggali informasi rumah adat yang ada di Indonesia sebagaianya. Akan tetapi tidak mengurangi
dalam menambah wawasan saya kedepannya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya, yang sudah memberikan
dukungan dan motivasi bagai saya dalam menjalankan tugas ini dengan baik. Saya sadar, ada banyak
hal kekurangan dan kelemahan baik dalam penyusunan maupun penulisan daam pembuatan tugas ini.
Untuk itu, saya mengharapkan saran dan kritik kepada teman-teman, sahabat, dan pembaca yang
sifatnya membangun guna merevisi tugas ini kedepannya. Sehingga tugas ini bisa terselesaikan dengan
baik.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
Penulis,
ALDI MENDROFA
RUMAH ADAT INDONESIA BESERTA PENJELASANNYA
4. Provinsi Riau
Rumah Adat Tradisional : Rumah melayu selaso jatuh kembar
5. Provinsi Jambi
Rumah Adat Tradisional : Rumah panggung
Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo
seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo
berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat
persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan
dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.
Rumah Limas Merupakan rumah tradisional khas Provinsi Sumatera Selatan. Dari namanya, jelaslah
bahwa rumah ini berbentuk limas. Bangunannya bertingkat-tingkat dengan filosofi budaya tersendiri
untuk setiap tingkatnya. Tingkat-tingkat ini disebut masyarakat sebagai bengkilas.
Bahan material dalam membuat dinding, lantai, serta pintu menggunakan kayu tembesu. Sementara
untuk tiang rumah, pada umumnya menggunakan kayu unglen yang tahan air. Berbeda dengan rangka
rumah yang terbuat dari kayu Seru. Kayu ini cukup langka. Kayu ini sengaja tidak digunakan untuk
bagian bawah Rumah Limas, sebab kayu Seru dalam kebudayaannya dilarang untuk diinjak atau
dilangkahi.
Rumah Bubungan Lima adalah rumah adat resmi Provinsi Bengkulu. Rumah Bubungan Lima
termasuk jenis rumah panggung. “Bubungan lima” sejatinya merujuk pada atap dari rumah panggung
tersebut. Selain “bubungan lima”, rumah panggung khas Bengkulu ini memiliki bentuk atap lainnya,
sperti “bubungan limas”, “bubungan haji”, dan “bubungan jembatan”. Material utama yang digunakan
adalah kayu medang kemuning atau surian balam, yang berkarakter lembut namun tahan lama.
Lantainya terbuat dari papan, sementara atapnya terbuat dari ijuk enau atau sirap. Sementara di bagian
depan, terdapat tangga untuk naik-turun rumah, yang jumlahnya biasanya ganjil (berkaitan dengan
nilai adat).
Rumah adat Jawa Barat yang saat ini sangat sulit dijumpai dimasyarakat, kalaupun ada tentu letaknya
didesa-desa. Material yang digunakan untuk membangun rumah adat ini masih alami seperti kayu,
bambu, batu, ijuk dan juga dedaunan.
Rumah Joglo terdiri dari 2 bagian utama yakni Pendapa dan Dalam. Bagian Pendapa adalah bagian
depan Joglo yang punya ruangan luas tanpa sekat, biasanya digunain buat menerima tamu atau ruang
bermain anak dan tempat bersantai keluarga. Bagian Dalam adalah bagian dalam rumah yang berupa
ruangan kamar dan ruangan lainnya yang bersifat lebih privasi. Rumah Joglo dihiasi dengan ukir-
ukiran bermacam-macam motif yang sarat dengan simbol dan makna.
Pakaian adat tradisional Aceh biasa adalah Ulee Balang, pakaian tersebut biasanya digunakan oleh
para raja dan keluarganya.
Pakaian adat masyarakat Suku Nias dibedakan menjadi dua, yaitu untuk laki-laki dan juga perempuan.
Untuk laki-laki pakaian adatnya dinamakan baru ohalu, dan untuk pakaian adat perempuannya diberi
naman oroba si’oli. Pakaian adat masyarakat Suku Nias biasanya memiliki warna emas yang
dipadukan dengan warna lainnya, contohnya hitam, putih dan merah. Warna pada pakaian adat
masyarakat Suku Nias memiliki filosofi tersendiri, yaitu:
Warna kuning yang biasanya dipadukan dengan corak persegi empat dan bunga kapas sering
digunakan oleh bangsawan. Hal tersebut menggambarkan kekuasaan, kekayaan, kemakmuran dan
juga kejayaan.
Warna merah yang dipadukan dengan corak segitiga, sering digunakan oleh para prajurit. Hal
tersebut menggambarkan keberanian para prajurit.
Warna hitam sering digunakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Hal tersebut
menggambarkan kesedihan, kewaspadaan dan ketabahan.
Warna putih yang digunakan oleh para pemuka agama. Hal tersebut menggambarkan kemurnian
dan kedamaian.
Untuk pakaian adat tradisional pria, baju yang dipakai adalah baju Melayu berupa atasan yang disebut
teluk belanga. Busana ini terdiri dari celana, kain sampin, dan songkok atau penutup kepala. Untuk
perempuan, pakaian yang dipakai berupa baju kurung, kain, dan selendang. Selendang dipakai dengan
cara disampirkan di bahu.
Pakaian adat tradisional Jambi sama seperti yang ada di daerah Pulau Sumatera yang lain, yaitu
pakaian adat tradisional Melayu. Pakaian adat tradisional Melayu dari Jambi ini biasanya lebih mewah
daripada pakaian yang digunakan sehari-hari karena disulam dengan benang emas dan dihiasi dengan
berbagai hiasan yang mewah untuk kelengkapannya.
6. Provinsi Sumatera Selatan - Pakaian Adat Tradisional Aesan Gede
Pakaian adat tradisional Sumatera Selatan adalah Aesan Gede. Baju adat tradisional ini terinspirasi dari
zaman kerajaan Sriwijaya yang dulunya berjaya di daerah Sumatera Selatan.
Pakaian adat tradisional Bangka Belitung adalah Paksian. Untuk perempuan biasanya memakai baju
kurung berwarna merah yang berbahan kain sutra dan kepalanya memakai mahkota yang biasa disebut
dengan nama Paksian. Sedangkan untuk laki-laki menggunakan sorban atau yang biasa disebut
masyarakat Bangka Belitung sebagai Sungkon.
Pakaian adat tradisional Lampung bila dicermati terdapat perbedaan antara lampung pesisir dengan
lampung daratan tetapi pada dasar masih sama yaitu menggunakan kain tapis di hias dengan logam
kuningan yang memper indah dan mebuat mewah, sedangkan kain tapis adalah suatu kain yang
ditenun secara manual dengan menggunakan tinta mas yang di ukir dengan tangan tangan terampil
hingga membuat yang memakai pakaian penganten tersebut terlihat lebih berwibawa.