Anda di halaman 1dari 2

NUWA PANGGUNG, RUMAH TRADISIONAL ORANG LAMPUNG

Oleh : Zainudin Hasan,SH,MH

Rumah adalah produk bangunan arsitektur yang bersifat pokok sebagai tempat
tinggal dan tempat bernaung untuk dapat bertahan hidup dan berkembang. Dalam
perkembangannya rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal semata tetapi juga rumah
sebagai pusat utama titik awal dari kebiasaan dalam suatu pergaulan masyarakat. Begitu
halnya dengan orang Lampung, lampung yang kaya dengan keberagaman nilai-nilai sosial
dan adat istiadat melahirkan seni budaya baik dari segi sastra, busana adat, aksara, dan
arsitektur bangunan. Dengan adanya keberagaman tentu saja beragam pulalah bentuk fisik
bangunan yang sesuai dengan kaidah dan tradisi masing-masing, bangunan tersebut sebagai
bangunan tradisional, karena mengamati sebuah bentuk fisik bangunan tradisional sama
dengan mengamati nilai-nilai budaya yang tumbuh dari dalam masyarakat.
Di Lampung ada bermacam-macam nama rumah dan fungsinya yang berbeda satu
sama lain, antara lain Nuwa atau Nuwo atau Lamban yang merupakan rumah yang
fungsinya sebagai tempat tinggal yang letaknya berada di Tiyuh, Anek atau Pekon. Ada nama
tempat tinggal lain yang namanya Sapu, Sapu merupakan rumah tempat tinggal yang
letaknya di Umbul, adapula rumah yang dinamakan dengan Kubu, Kubu merupakan tempat
tinggal yang berada di Huma atau ladang perkebunan. Sedangkan rumah sebagai tempat
untuk musyawarah dan upacara adat disebut sebagai Sessat atau Bantaian. Fungsi utama
Sessaat adalah sebagai tempat bermusyawarah, balai pertemuan para tokoh adat
(Perwatin) untuk melaksanakan Pumpung Adat atau Musyawarah adat, sidang adat dan
tempat diselenggarakannya acara-acara adat seperti Begawi, Cakak Pepadun atau
Mupadun, dan Canggot.
Nuwa adalah rumah tempat tinggal keluarga diwilayah Tiyuh atau Pekon atau bisa
masuk dalam wilayah yang jumlah penduduknya telah banyak seukuran Desa atau
Kelurahan, istilah Nuwa juga bermacam-macam seperti Nuwa Tuha, Nuwa Balak atau Nuwa
Gedung yang berarti Rumah Tua dan Rumah besar yang mempunyai fungsi sebagai rumah
Punyimbang penerus dan pewaris pusaka keluarga sekaligus sebagai tempat berkumpulnya
para anggota keluarga dalam setiap acara keluarga dan acara-acara adat.
Bentuk umum Nuwa masyarakat tradisonal Lampung adalah rumah panggung yang
tidak terlalu tinggi, kira-kira 1,5 meter tingginya dari tanah dengan bahan utama kayu atau
papan. Biasanya tiang-tiang penyangga rumah atau Aghi bagian bawah tidak ditanam
kedalam tanah, melainkan hanya bertumpu ke batu. Dilihat selintas tumpukan pada batu ini
akan membuat struktur bangunan secara keseluruhan akan menjadi goyah, tetapi justru
disinilah letak kelebihan bangunan tradisonal lampung pada umumnya. Selain berfungsi
untuk menghindari kelapukan pada tiang kayu, batu landasan juga berfungsi agar supaya
tiang struktur lebih lentur menghadapi gaya horisontal yang bekerja pada saat terjadi
gempa.
Apabila diurutkan tingkatannya dilihat dari atas Nuwa Panggung terdiri dari lima
bagian utama antara lain pertama adalah Hatok (atap rumah), kedua Penaku (bawah atap
rumah diatas plapon), ketiga Sesai (Dinding rumah), keempat Aghi (Tiang Rumah), dan yang
kelima Bah (bawah rumah). Hatok Nuwa dahulu terbuat dari bahan Ijuk atau rumbia seiring
perkembangannya kemudian berubah menjadi genteng atau seng namun tidak merubah
bentuk awal esensi sebuah Nuwa Panggung.
Bentuk dasar konstruksi bangunan tradisonal Nuwa Panggung umumnya segi empat
(pesegi). Pengaturan massa bangunan sesuai dengan prinsip konstruksi tahan gempa,
dimana beban massa bangunan dipindahkan ke tiang-tiang bulat yang besar sesuai dengan
besarnya beban yang diterima dari massa bangunan bagian atas. Sedangkan massa bagian
atap yang terletak pada bagian atas banyak menggunakan bahan-bahan organik yang ringan
dan elastis seperti penggunaan kayu sebagai kasau dan ring dikombinasikan dengan bambu
dan penutup ijuk atau rumbia. Lantai dan dinding rumah mayoritas terbuat dari papan kayu
atau Pelupuh (bambu yang dicacah melebar sehingga berbentuk lebar persegi panjang).
Apabila diurutkan dari bagian depan ruang-ruang Nuwa Panggung terdiri dari
beberapa bagian Pertama adalah tangga atau Ijan yang umumnya berada disamping nuwa
sebagai tempat untuk naik dan memasuki rumah, bagian kedua adalah serambi atau Mukak
sebagai ruang depan Nuwa tempat menerima tamu dan tempat bersantai keluarga, untuk
Nuwa Gedung Mukak juga disebut sebagai andang-andang. Ruangan ketiga Nuwa berupa
kamar-kamar lebing dan kebik sebagai tempat tidur anak laki-laki dan anak perempuan,
ruang keempat adalah ruangan tengah atau halunan sebagai tempat berkumpul dan
musyawarah keluarga, dan kelima adalah Dapor dimana terdapat sekelak sebagai tempat
memasak dan ruang makan.
Konsep awal Nuwa apabila dilihat dan diteliti yang berada di Kampung-kampung tua
memiliki konsep bangunan arah muka Utara Selatan yang berjarak agak berjauhan sehingga
matahari dapat menyinari penuh Nuwa dari pagi hingga sore hari. Bentuk pemukiman Nuwa
Panggung pada zaman dahulu berbentuk linier sejajar dengan sungai karena selain sebagai
tempat mata pencarian sungai juga sebagai sarana prasarana transportasi pada masa itu.
Nuwa Panggung pada zaman dulu juga dipastikan tidak ada kamar mandi karena aktifitasnya
semua dilakukan di sungai. Saat ini, mengikuti perkembangan zaman karena faktor
transportasi yang digunakan adalah transportasi darat berupa mobil dan kendaraan
bermotor lainnya Nuwa berkembang menjauhi sungai dan mulai persebarannya Linier
berbentuk sejajar dengan jalan raya.
Nuwa Panggung saat ini sudah jarang sekali ditemukan kecuali di Tiyuh-Tiyuh Tuha,
kalaupun ada sebagian telah mengalami perubahan dimana pada bagian bawah Nuwa ada
yang sudah disemen dibuatkan dinding dan dijadikan tempat tinggal atau garasi mobil
dibawahnya sehingga telah menghilangkan esensi dan keindahan dari Nuwa Panggung itu
sendiri. Kedepan, semoga dalam pembangunan di lampung pemerintah daerah yang
memiliki kebijakan dapat melestarikan dan mempertahankan fisik arsitektur tradisional
lampung Nuwa Panggung ini, menjadikan wilayah tertentu sebagai wilayah konservasi
budaya dengan tetap memperhatikan adat dan budaya masyarakat.

BIODATA SINGKAT PENULIS:


Zainudin Hasan,S.H.,M.H
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung
Mengajar Mata Kuliah Hukum Adat, Sosiologi Hukum
Tinggal di Jl. Untung Suropati, Gang Raja Ratu No.82, Labuhan Ratu, Bandar Lampung
TLP/SMS/WA/LINE : 0813 1733 1084
Facebook : Zainudin Hasan
Instagram : zainudinhasan_sbm
Email: zainudinhasan@ubl.ac.id
No Rekening BSM : 7093 638012

Anda mungkin juga menyukai