Anda di halaman 1dari 12

METODE PENELITIAN ARSITEKTUR

KARAKTERISTIK DAN FUNGSI RUMAH MAKAN


PADANG

Dosen:
Prof. Ir. Agus Budi Purnomo, MS,Phd

Disusun oleh:
Nurul Asyifa Sufi Setyandri (052 001600 050)

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG
Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari kehidupan
manusia. Tanpa adanya makanan, manusia tidak mungkin bertahan hidup. Pada
zaman primitif, manusia memakan sesuatu yang memang bisa dimakan dan hanya
diolah dengan sangat sederhana, namun karena kemajuan zaman, manusia
mendapat hasrat untuk mendapat cita rasa yang lebih dari makanan yang
disantapnya. Karena itulah, dalam pengolahan makanan, manusia melakukan
banyak inovasi, seperti menemukan bumbu, bahan makanan yang baru, maupun
cara pengolahannya. Makanan adalah salah satu unsur penting yang mempengaruhi
kesehatan seseorang. Oleh karena itu setiap makanan yang kita makan akan
berubah menjadi zat-zat gizi yang sangat penting dan dibutuhkan oleh tubuh maka,
untuk itu kecukupan gizi memegang peranan utama dalam proses tubuh kembang
tubuh. Passion saya adalah makan. Untuk lebih spesifik, makan masakan padang.
Kekhasan dan bumbu rendang dan kuah santan yang membuat lahap saat makan
adalah salah satu daya tarik dari masakan Padang. Tak hanya soal pedas dan
kemantapan dari sambal Padang, beragam jenis masakan pun dengan gampang bisa
kita dapatkan, seperti rendang, gulai gajebo, soto Padang, dendeng balado, dan
gulai kepala ikan kakap disertai sambal balado. Masakan Padang sangat populer
dan banyak tersebar di seluruh Indonesia, bahkan mancanegara. Arsitektur rumah
makan Padang sendiri biasanya sangat mengaplikasikan ciri khas dari rumah
tradisinonalnya. Ciri khas yang paling mencolok ialah bentuk atap.
1.2RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah rumah makan Padang yang terjadi di luar Sumatra Barat ?
2. Bagaimanakah karakteristik arsitekturalnya ?

1.3TUJUAN
1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik rumah makan
padang di tanah rantau.
2. Memahami bagaimana ciri-ciri arsitektur Padang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


A. Pengertian

Rumah Makan Padang adalah sebutan umum untuk usaha kuliner yang khusus
menyajikan masakan Padang di luar daerah Sumatra Barat. Kata “Padang” di sini
yang merujuk pada sebuah kota ketimbang budaya adalah hasil reduksi dari kata
dan makna “Minangkabau”. Rumah Makan Padang termasuk jenis spesialis
restaurant yang menyediakan masakan khas dan cara penyajian yang khas dari
daerah tertentu. Keberadaan Rumah Makan Padang, memberikan identitas
tersendiri keberadaan suku Minang dalam perantauan yang mudah dikenali oleh
para peminat Masakan Padang. Oleh karena itu, karakteristik arsitektural Rumah
Makan Padang di Sumatra Barat dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan
Minang di tanah asal dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu dengan tanah
rantaunya. Bangunan Rumah Makan Padang memiliki kekhasan tersendiri yang
mewakili identitas “Minang”. Pada umumnya karakteristik rumah makan pada saat
tertentu berfungsi sebagai identitas, supaya mudah dikenali dan ditangkap
gagasannya oleh masyarakat. Misalnya apa yang ada pada restoran seafood,
restoran cepat saji dan lain-lain. Hal ini tak ada bedanya yang terjadi pada rumah
makan khas budaya atau kedaerahan tertentu. Identitas tersebut dikomunikasikan
dengan bahasa arsitektur tertentu melalui pemakaian elemen-elemen dan unsur-
unsur arsitektural pembentuk bangunan yang merupakan kombinasi dari metode
dan gaya tertentu. Manusia dalam mengamati lingkungannya selalu berusaha
menemukan karakter terpenting pada lingkungan tersebut dan menyimpannya
dalam memori ingatan sebagai penanda (Bell et al, 1996). Citra identitas menuntut
pengenalan pada obyek dimana didalamnya patut tersirat perbedaan obyek itu
dengan obyek yang lain, sehingga manusia akan mudah bisa mengenalinya (Lynch,
1982). Sejatinya tempat makan padang mengadopsi tradisi makan bajamba dan
baselo budaya Minangkabau ke dalam lapau nasi, yakni tradisi makan bersama,
duduk bersila (lesehan), dan sambil menikmati makanan yang digelar. Seperti
halnya warung dan kedai, perkembangan Rumah Makan Padang – dalam penelitian
ini akan disebut sebagai Tempat Makan Padang – di mulai dari sebuah lapau nasi
terbuka beratap. Yang seperti ini banyak kita temui pada nasi kapau sepanjang
wilayah Padang Panjang dan Bukittinggi. Yang sangat khas pada Rumah Makan
Padang adalah penggunaan atap Bagonjong diasumsikan oleh masyarakat di
Jabodetabek sebagai penanda pada Rumah Makan Padang (Khamdevi, 2012).
Identitas ini juga bersinggungan dengan pengertian “brand image” (Citra Merek)
secara luas sebagai startetgi bisnis dan pemasaran yang mengidentifikasikan
pembuat atau penjual produk atau jasa tersebut (Kotler et al, 2003). Lalu
perkembangan berikutnya adalah lapau nasi tertutup, yang selanjutnya disebut
ampera. Nama ampera yang lekat dengan “nasi bungkus” ini memang diambil dari
sebuah momen sejarah AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat), dengan kabar
lisan di masyarakat mengenai besar porsi nasi yang lebih banyak ketika dibungkus
untuk dibawa pulang, sebagai semacam subsidi silang antara yang kaya dengan
yang miskin. Lalu berikutnya muncul tipe restoran dengan mendapat pengaruh
budaya Eropa dari Belanda, di mana terdapat meja dan kursi beserta table
mannernya, sedangkan yang masih dipertahankan secara tradisi adalah makanan
tetap diantar dengan piring yang bertingkat-tingkat oleh pelayan hingga digelar
sekaligus di meja. Tipe restoran ini kemungkinan dipopulerkan oleh pendatang
Tionghoa yang bersentuhan dengan orang Belanda dan Minangkabau di kota
Padang. Diketahui bahwa restoran tertua yang menyajikan Masakan Minangkabau
di kota tua Padang yang dikelola oleh keluarga Tionghoa Muslim sejak tahun
1947.

B. Karakteristik Rumah Makan Padang

1. Atap
Atap Bagonjong adalah elemen kuat yang selalu menghiasi restoran-restoran
Padang sebagai penanda kehadiran para perantau dari Sumatra Barat sejak lama.
Bagi pengunjung elemen ini sangat mudah dikenali sebagai restoran Padang
(Khamdevi, 2012). Namun pada tipe-tipe rumah makan dan lapau, elemen ini
jarang muncul dengan berbagai alasan ekonomi, peraturan setempat, dan lain
sebagainya. Elemen ini makin hilang keberadaannya ketika makin menjauh dari
Sumatra Barat maupun Jakarta, contohnya di daerah seperti Jawa Barat, Jawa
Tengah, Bali, dan Maluku Utara. Alasan yang paling kuat menjawab hal tersebut
adalah adanya peraturan daerah yang mengatur standard bangunan yang berlaku.
Sebagai pengganti atap Bagonjong, pemilik tempat makan memilih pemakaian
gambar Rumah Gadang dengan atap Bagonjongnya sebagai rekaman shape dan
formnya yang berfungsi sebagai penanda pengganti. Selain atap Bagonjong, etalase
makanan dengan susunan piringnya yang khas dan banner merah pada etalase juga
sering dikenali sebagai elemen dari tempat makan Padang. Jika bannernya
berwarna selain merah, itu dapat dipastikan pemiliknya bukanlah dari Sumatra
Barat, namun dari Sunda, Jawa, dan lain-lain, bahkan menikah campur dengan
suku lain. Selain itu penamaan tempat makanan dengan menyematkan kata
“Minang” atau “Minang Asli” semakin menyatakan bahwa pemiliknya dan atau
kulinernya adalah dari Sumatra Barat (Khamdevi, 2012). Dari segi bentuk
bangunannya tidak terlalu kaku dengan pakem tertentu, namun fleksibel dengan
bangunan dan ruangan yang tersedia. Karena bangunan untuk tempat makan
Padang ada yang custom dan ada yang memanfaatkan ruang usaha yang sudah
terbangun. Secara umum bentuk bangunan adalah persegi yang fungsional.

2. Sistem Stilistik
Sistem Stilistik Sabana Kapau, Jakarta Saiyo, Bandung Ambun Pagi, Semarang
Mentari Pagi, Solo Sari Minang, Ubud Roda Baru, Sofifi Gambar 9. Stilistik
Tempat Makan Padang di tanah rantau (Khamdevi, 2012 - 2016) Secara langgam,
tempat makan Padang mengadopsi lapau dan tradisi makan bajamba dan baselo
sebagai embrionya. Sedangkan Rumah Gadang sebagai ragam hias yang
menunjang dan melengkapi tempat makan Padang tersebut sebagai penegas
budaya. Hingga akhirnya terbentuklah tempat makan Padang yang kita kenali
sekarang. Dari penelitian ini juga dapat ditemukan tipe-tipe tempat makan Padang
di tanah rantau, yang tidak berbeda jauh dengan daerah asalnya, yakni:
 Tipe lapau terbuka
 Tipe lapau tertutup (warung makan)
 Tipe restoran

3. Organisasi Ruang
Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa tempat makan padang mempunyai
susunan ruang yang relatif sama. Secara susunan ruang rumah makan padang
dibagi menjadi 3 bagian yaitu area penerima, ruang makan dan area servis. Dari
depan hingga belakang terdapat gradasi sifat ruang, dari publik ke privat.
Organisasi ruangnya cenderung cluster, dengan sirkulasi linier. Di restoran
biasanya kasir terpisah sendiri, tapi pada tipe rumah makan padang palung
makanan bisa berfungsi sebagai tempat pembayaran atau tempat kasir. Etalase
posisinya biasanya lebih maju atau sejajar dengan pintu masuk. Bagian etalase
makanan itu dan palung makanan selalu berada di sebelah kanan, jika dilihat dari
depan, karena bagi suku Minang kanan adalah sisi yang baik sesuai agama dan
kepercayaan, dalam hal ini Islam. Lucunya, hal ini berbeda jika dibandingkan
dengan Warteg, secara kasat mata dari depan etalase selalu di sebelah kiri, padahal
bagi orang Tegal etalase itu berada di sebelah kanan, jika dilihat dari dalam atau
belakang, karena kanan itu adalah sisi yang baik sesuai agama dan kepercayaan,
dalam hal ini Islam. Ini menandakan perbedaan sudut pandang sisi orang Tegal dan
orang Minang menginterpretasikan “kanan”, namun maksudnya sama yaitu
“kebaikan”. Maka jika ada Tempat Makan Padang yang posisi etalase dan palung
makannya di sebelah kiri, sudah pasti pemiliknya bukanlah asli Minang.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Yang dimana penelitian
kualiitatif merupakan Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang
bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis .menurut para ahli
penelitian kualitatif adalah : 1

Metode termasuk kelompok fokus, wawancara mendalam, dan tinjauan dokumen


untuk jenis tema

3.2 Sample
Sample kami ambl dari beberapa rumah makan Padang yang terdapat di Jakarta
dan mulai mencari dimana letak kesamaan dan perbedaan mulai dari fasad hingga
materialnya.

3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 Mret 2018 di rumah makan Padang Sunan
Giri, Jakarta Timur.

3.4 Metode Penelitian Data

Menurut Sugiyono (2013:2) metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk


mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Pengertian Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.
Teknik Wawancara, Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231) wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Teknik Pengamatan/Observasi, Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2013:145)
mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara
yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik Dokumentasi, Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan
harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-
lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Triangulasi, dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan datayang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada.

3.5 Metode Analisis Data


Menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang
merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis
(ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan
tema pada hipotesis. Jika dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih
menitikberatkan pengorganisasian data sedangkan yang ke dua lebih menekankan
maksud dan tujuan analisis data. Dengan demikian definisi tersebut dapat
disintesiskan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh
data.
BAB IV
ORGANISASI PELAKSANA DAN ANGGARAN
4.1 Pelaksana
Susunan pelaksana dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Ketua: Nurul Asyifa Sufi Setyandri
 Wakil: Budi Astuti
 Anggota: 1. Tina
2. Tuti
3. Tono

4.2 Anggaran
Anggaran biaya yang akan diajukan pada penelitian ini, seperti yang tercantum
pada tabel berikut:
JENIS JUMLAH KETERANGAN
ANGGARAN
Biaya Personil Rp 6.000.000,00 1 Orang Arsitek
1 Orang Drafter
1 Orang
Programming
Biaya Alat dan Rp 3.000.000,00
Ppenelitian
Biaya Akomodasi Rp 1.000.000,00x8= Rp
8.000.000,00
Biaya Transportasi Rp 1.500.000,00x8= Rp Tiket Peasawat
12.000.000,00 Untuk 8 Orang
Biaya Tak Terduga Rp 30.000,00x8= Rp 240.000,00 Alat Tulis, dll
Total Rp 29.240.000,00
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Tempat Makan Padang di tanah
rantau memiliki karakteristik arsitektur khas yang hampir sama dengan di tanah
darek, sebagai salah satu tempat makan tradisional yang berkembang di Indonesia,
bahkan di dunia. Secara garis besar, karakteristik arsitektur khas Warteg adalah
sebagai berikut:
1. Sistem Fisik dan Kualitas Figural Bentuk bangunan cenderung fungsional
persegi dan fleksibel terhadap ruangan yang ada. Elemen yang menonjol pada
tempat makan Padang adalah penggunanaan atap Bagonjong dengan varian form
maupun shapenya, etalase dengan susunan piring yang khas dan banner merah.
Ragam hias dari Rumah Gadang melengkapi rasa kedaerahan Minang yang sangat
kental. 2. Sistem Stilistik Langgam tempat makan Padang mengambil embrio dari
lapau dan tradisi makan bajamba dan baselo, dengan ragam hias Minang dari
Rumah Gadang mempertegas identitas kedaerahan asal pemilik dan atau
kulinernya. Selain itu tipologi tempat makan Padang dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yakni, lapau terbuka, lapau tertutup (warung/ rumah makan), dan restoran.
3. Sistem Spasial Organisasi ruang tempat makan Padang cenderung cluster,
sirkulasinya linier untuk mencapai fungsionalitas, serta penzonaan ruangan
memiliki urutan dari depan yang cenderung publik hingga ke belakang yang makin
privat. Umumnya letak etalase berada di samping kanan, karena dianggap sebagai
posisi “kebaikan” adalam pandangan agama dan budaya orang Minang. Ada
ungkapan peribahasa dalam budaya lisan urang minang, yakni “Adat bersendi
syarak, syarak bersendi Kitabullah”. Palung makanan terletak di posisi etalase dan
kadang letak kasir berada di palung tersebut atau terpisah. Palung minuman berada
disisi belakang di depan dapur. Ruang makan terletak di tengah-tengah.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
https://forum.rumah123.com/article-4528-arsitektur-tradisional-versus-arsitektur-
vernakular
http://designarsitektur.com/desain/gambar-tulisan-trend-rumah-makan-padang/

Anda mungkin juga menyukai