Anda di halaman 1dari 11

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No.

1, Juli 2002: 10 - 20

RUMAH TRADISIONAL OSING : KONSEP RUANG DAN BENTUK

Iwan Suprijanto
Puslitbang Permukiman – Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

ABSTRAK
Osing merupakan salah satu komunitas sub-etnis Jawa. Salah satu pusat komunitas Osing adalah Desa
Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi-Jawa Timur, yang secara historis-genealogis-sosiologis masih
memperlihatkan tata kehidupan tradisional dan memiliki rumah Osing relatif banyak. Tujuan penelitian adalah
memperoleh konsep ruang dan bentuk pada rumah tradisional Osing di Desa Kemiren dan faktor-faktor yang
melatarbelakanginya. Hasil penelitian adalah :
1. Konsep Ruang Rumah Osing
Pola ruang menganut susunan ruang Bale, Jrumah dan Pawon secara berurut dari depan ke belakang.
Organisasi ruang menganut prinsip closed ended plan. Konsep ruang memperlihatkan adanya dualitas dan
centralitas.
2. Konsep Bentuk Rumah Osing
Bentuk atap merupakan indikator utama bentuk rumah Osing, yang dapat dibedakan menjadi Tikel Balung,
Baresan dan Cerocogan. Karakteristik bentuk rumah Osing terletak pada penggunaan 1, 2 atau 3 bentuk dasar
tersebut secara sekaligus dalam susunan berurut dari depan ke belakang sesuai dengan susunan ruangnya.
3. Faktor-faktor yang melatarbelakangi
Konsep masing-masing ruang dipengaruhi oleh fungsi dan aktivitas, makna kegiatan yang dilakukan serta
siapa yang boleh menghuni/melakukan kegiatan. Organisasi ruang merupakan manifestasi sifat tertutup,
berhati-hati dan curiga masyarakatnya.
Bentuk rumah Osing berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat yang cenderung egaliter. Nama bagian-
bagian rumah dan susunannya merupakan pengungkapan pesan, makna dan kehendak sebagai ekspresi rasa
dan karsa pemiliknya. Makna tersebut tidak terkandung dalam bentuk itu sendiri, melainkan dalam diri manusia
yang menginginkan bentuk tersebut mencerminkan sifat laten dan asosiasional, sekaligus menggambarkan
apresiasi cipta dan karya.

Kata kunci: dualitas dan centralitas; Tikel Balung, Baresan dan Cerocogan.

ABSTRACT
Osing is one of the Javanese sub-ethnic community. One of the Osing center community is the village of
Kemiren, the county of Glagah, the district of Banyuwangi, East Java, where historically-genealogically-
sosiologically still keeps the traditional life style and has a rich inheritance of Osing houses. The purpose of this
research is to study of the spaces and shapes concept of Osing traditional house in Kemiren village and to get
the factors that lie behind them. The result which were obtained of this research find that :
1. The Space Concept of Osing House
The space pattern consists of Bale, Jrumah and Pawon as ordered from the front house to the back. The
space organization follows the closed ended plan. Space concept shows the presence of duality and
centrality.
2. The Shape of Osing House
The roof shapes are the main indicator of Osing houses, which can be differentiated to be Tikel Balung,
Baresan, and Cerocogan. The special characteristic of Osing houses is the usage of 1, 2 or 3 of those basic
shapes at once from the front to back as followed by the space order.
3. The Background Factors
The concept of each space was influenced by the function and activity, the meanings of activity, and the
person, who lives or does the activity. The space organization was a manifestation of the inclusive character,
careful and suspicious of the society.
The shapes of Osing house have a close relation with the social rank, which inclined with egality. The name
of the house parts and building structures reveals the massages, meanings, and wills as the expressions of the
senses and wills of the owner. The meanings did not exist in the shape it self, but in the person who desired that
shape, it reflects the latent and associational character, but also describe his appreciation to create and work.

Keywords: duality dan centre; Tikel Balung, Baresan and Cerocogan.

10 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
RUMAH TRADISIONAL OSING: KONSEP RUANG DAN BENTUK (Iwan Suprijanto)

PENDAHULUAN konsep ruang secara spesifik, sekaligus dapat


mewakili kelompok rumah dan komunitas yang
Latar Belakang lebih besar. Untuk mendapatkan informasi leng-
Penelitian tentang konsep RUANG dan kap diperlukan informan, baik informan pangkal
BENTUK pada rumah tradisional Osing di Desa maupun informan pokok. Satuan kajian adalah
Kemiren, Banyuwangi merupakan penelitian rumah tinggal dengan tidak melepaskan diri dari
dalam konteks arsitektur tradisional sebagai keseluruhan latar.
eksplorasi konsep bangunan yang pernah di-
kembangkan pada masa lalu dan berguna untuk Metode Penelitian
diterapkan pada arsitektur masa kini dan masa Pendekatan kualitatif digunakan dengan
datang. dasar pertimbangan:
Rumah merupakan bagian kebudayaan fisik, 1. Penelitian mengenai rumah tradisional pada
yang dalam konteks tradisional merupakan umumnya lebih memiliki kaitan dengan nilai-
bentuk ungkapan yang berkaitan erat dengan nilai sosio-kultural yang memiliki makna,
kepribadian masyarakat. Ungkapan fisiknya nilai, bersifat heterogen dan dalam pengertian
sangat dipengaruhi faktor sosio-kultural masya- metaforik, yang mampu mengungkap empiri
rakat setempat. Perbedaan wilayah dan latar sensual, etik dan logik.
budaya akan menyebabkan perbedaan pula 2. Keterkaitan antara konsep RUANG dan
dalam ungkapan arsitektur bangunannya. BENTUK dengan faktor-faktor yang melatar-
Oleh karena Osing secara geografis, belakangi sulit dideskripsikan secara deter-
genealogis dan kultural merupakan bagian tak ministik, sehingga diperlukan suatu pendekat-
terpisahkan dari Jawa, maka rumah Osing juga an yang lebih mampu menangkap realitas
merupakan bagian rumah Jawa. Oleh karena itu, ganda, lebih sensitif dan adaptif terhadap
rumah Osing diduga memperlihatkan adanya pengaruh timbal balik.
beberapa kesamaan dengan rumah Jawa, tetapi
karena Osing secara historis memiliki latar-
belakang tersendiri (berbeda dengan Jawa) TINJAUAM TEORI
sebagai latar budaya, yang mempengaruhi karak-
ter masyarakatnya menyebabkan perbedaan dan Teori Ruang pada Rumah Tradisional Jawa
varian dalam ungkapan fisik bangunannya
sebagai salah satu kekhasan. Penelitian mengenai Konsep ruang dalam konteks budaya Jawa
konsep RUANG dan BENTUK pada rumah banyak dipengaruhi oleh kepercayaan terdahulu
Osing dan faktor-faktor yang melatarbela- dan secara konkret sering dihubungkan dengan
kanginya merupakan salah satu bagian esensial tempat (place). Nama-nama ruang menunjukkan
dalam mengungkap gambaran menyeluruh ten- keadaan spesifik masing-masing ruang yang
tang rumah Osing sebagai salah satu khasanah berhubungan dengan ciri fisik, fungsi, hubungan,
dan warisan budaya yang menonjol di Jawa letak atau posisi (Tjahjono, 1990:71).
Timur, yang belum digali secara mendalam. Dalam kaitan dengan rumah Jawa sebagai
manifestasi kesatuan makro dan mikrokosmos
Tujuan serta pandangan hidup masyarakatnya, Koentja-
raningrat (1984) menyebutkan adanya klafisifi-
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
kasi simbolik berdasarkan 2 kategori berlawanan
gambaran mengenai RUANG dan BENTUK
yang saling melengkapi dan mendukung, yang
yang dianut pada rumah tradisional Osing dan
oleh Tjahjono (1990) disebut dualitas (duality ).
faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
Kategori ini membagi rumah menjadi kanan-kiri,
luar-dalam, sakral-profan, publik-privat. Lebih
METODOLOGI jauh Tjahjono (1990) juga menyebutkan adanya
centralitas (centre), yaitu pemusatan atau penya-
Populasi, Sampel Dan Satuan Kajian tuan dalam tata ruang bangunan, dimana
senthong merupakan pusat dari dalem, dalem
Populasi yang akan diteliti adalah seluruh merupakan pusat kesatuan pendopo, pringgitan
rumah Osing di Desa Kemiren. Sampel ditentu- dan dalem, sedangkan komposisi tersebut me-
kan secara purposive dengan jumlah yang tidak rupakan pusat keseluruhan komposisi bangunan
terlalu banyak. Kriteria sampel ditujukan untuk dalam satu domain halaman.
memaksimalkan keragaman, menggambarkan

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 11
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 1, Juli 2002: 10 - 20

Menurut Tjahjono (1990), jenis ruang pada an status sosial, sedangkan persamaan dalam
rumah tradisional Jawa yang lengkap terdiri atas susunan ruang menandakan adanya pandangan
Pendopo (ruang pertemuan), Pringgitan (ruang hidup yang diwujudkan melalui aturan-aturan
pertunjukan) dan Dalem (ruang inti keluarga). dalam kehidupan rumah tangga (Tjahjono,
Pada rumah Kampung atau Limasan umumnya 1990).
tidak memiliki pendapa dan pringgitan, sehingga Bahan utama umumnya kayu jati, yang
rumah terdiri atas dalem saja. Dalem terdiri atas dinilai sebagai bahan yang kuat dan mengandung
emperan, bagian tengah yang dibiarkan kosong nilai-nilai baik (Dakung, 1987). Ragam hias
dan senthong. Senthong terdiri atas Senthong umumnya bersifat konstruktif (menyatu dengan
Kiwo, Senthong Tengen dan Senthong Tengah. elemen lain) dengan motif flora, fauna, alam,
Dalem merupakan bagian terpenting, dimana agama dan lain-lain. Dua aspek non-fisik domi-
keluarga hidup dan melakukan kegiatan sehari- nan adalah arah dan lambang tubuh manusia. Hal
hari. Susunan ruang dalem dapat terdiri dari 2 itu juga akan mempengaruhi proses pem-
bagian (depan-belakang) pada rumah Kampung bangunan rumah, dimana penentuan orientasi,
dan Limasan serta 3 bagian (depan-tengah- waktu dan tempat merupakan hal yang penting,
belakang) pada rumah Joglo. Hierarki ruangnya sedangkan lambang tubuh manusia menentukan
memperlihatkan adanya gradasi berurut dari skala dan bentuk rumah (diolah dari Silas, 1984).
depan ke belakang. Organisasi ruangnya meng- Menurut Tjahjono (1990) melalui bentuk,
anut pola closed ended plan, yaitu simetri ruang berhubungan dengan tempat, kemudian
keseimbangan yang berhenti pada suatu ruang, dikenali, dikaitkan, diberi makna dan diidenti-
dalam hal ini senthong tengah (Wiryoprawiro, fikasi sesuai kesepakatan budaya, yang menjelas-
1986). kan karakteristik spesifik, seperti sakral-profan,
Dua aspek non-fisik dominan adalah arah privat-publik, terbuka-tertutup dan lain-lain.
dan lambang tubuh manusia. Di antara keduanya,
aspek arah paling dikenal karena paling mudah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perwu-
dikemukakan. Hal itu juga akan mempengaruhi judan Bentuk Rumah Tradisional
proses pembangunan rumah, dimana penentuan
Arsitektur yang berkembang dari tradisi
orientasi, waktu dan tempat merupakan hal yang
masyarakat (folk tradition) merupakan pencer-
penting, sedangkan lambang tubuh manusia
minan langsung dari budaya, nilai-nilai yang
menentukan skala dan bentuk rumah (diolah dari
dianut, kebiasaan-kebiasaan dan keinginan-
Silas, 1984). keinginan masyarakat. Perilaku sosial, arsitektur
Keterkaitan antara lingkungan fisik dengan dan latar lingkungannya (kondisi ekologis-sosio-
perilaku, terutama berkaitan dengan konsep kultural yang spesifik dari lingkungan) adalah
ruang privat, semi-privat dan publik serta
faktor-faktor komunitas yang selalu berinteraksi
lingkungan secara keseluruhan, secara dialektik (Pangarsa, 1994). Adapun faktor-faktor yang
saling mempengaruhi dan pada akhirnya mempengaruhi perwujudan arsitektur rumah
mewujudkan suatu pola kehidupan spesifik tinggal, walaupun banyak teori lain yang berbeda
(diolah dari Haryadi dan Setiawan, 1995:66-67). mengenai hal ini.
Pendekatan enviromental determinism me-
Teori Bentuk pada Rumah Tradisional nekankan bahwa bentuk dan pola rumah, ter-
Bentuk bangunan tradisional Jawa diidenti- utama rumah tradisional merupakan konsekuensi
fikasikan melalui bentuk atapnya, yang dapat yang wajar atau respon pragmatis terhadap
diklasifikasikan atas Panggang Pe, Kampung, situasi iklim dan lingkungan tempat rumah
Limasan, Joglo untuk rumah tinggal dan Tajug tersebut berada. Arsitektur juga harus dipahami
untuk tempat ibadah atau pemujaan (Dakung, sebagai solusi relatif atau strategi adaptif
1987). Bentuk atap juga dihubungkan dengan arti (kolektif) terhadap ekologi.
simbol mikro-makrokosmos, unsur alam sekitar Faktor religi atau kepercayaan juga dipan-
serta dihubungkan dengan perbedaan status dang sangat berpengaruh pada bentuk dan pola
sosial penghuninya (Atmadi, dalam Nuryanti, rumah, bahkan dalam masyarakat tradisional
1986). Dari klasifikasi bentuk atap tersebut cenderung merupakan faktor dominan dibanding-
terdapat hierarki kesempurnaan/keutamaan di- kan faktor-faktor lain (Haryadi dan Setiawan,
lihat dari kompleksitas struktur, teknik pengerja- 1995:64). Dalam masyarakat tradisional, rumah
an, jumlah material, biaya serta tenaga yang dipandang sebagai wujud mikrokosmos keselu-
dibutuhkan. Perbedaan ini menunjukan perbeda- ruhan alam semesta.

12 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
RUMAH TRADISIONAL OSING: KONSEP RUANG DAN BENTUK (Iwan Suprijanto)

Menurut Rapoport (1969), faktor sosial RONA LINGKUNGAN


budaya merupakan faktor penentu perwujudan
arsitektur, karena terdapat sistem nilai di Komunitas Budaya Osing
dalamnya yang akan memandu manusia dalam
Osing merupakan salah satu komunitas etnis
memandang serta memahami dunia sekitarnya.
yang berada di daerah Banyuwangi dan sekitar-
Iklim, konstruksi, bahan dan teknologi hanya
nya. Dalam lingkup lebih luas, Osing merupakan
sebagai faktor pengaruh. Dalam studi silang
budaya, Rapoport juga menemukan bahwa salah satu bagian sub-etnis Jawa. Dalam peta
terdapat variasi perwujudan arsitektur dalam wilayah kebudayaan Jawa, Osing merupakan
suatu kebudayaan yang sama, pada waktu dan bagian wilayah Sabrang Wetan, yang berkem-
tempat yang sama, tetapi terdapat pula kesamaan bang di daerah ujung timur pulau Jawa.
diantara berbagai kebudayaan pada waktu dan Keberadaan komunitas Osing berkaitan erat
tempat berbeda. Perbedaan bentuk rumah dengan sejarah Blambangan (Scholte, 1927).
tergantung respon masyarakat terhadap ling- Menurut Leckerkerker (1923:1031), orang-orang
kungan fisik, sosial, kultural dan ekonomi, Osing adalah masyarakat Blambangan yang
sedangkan untuk menemukan variabel fisik dan tersisa. Keturunan kerajaan Hindu Blambangan
kultural akan lebih jelas, jika karakter kultural, ini berbeda dari masyarakat lainnya (Jawa,
pandangan dan tata nilai masyarakat telah Madura dan Bali), bila dilihat dari adat-istiadat,
dipahami. budaya maupun bahasanya (Stoppelaar, 1927).
Perkembangan masyarakat Osing diwarnai sifat
Landasan Teori tertutup dan selalu curiga, sebagai kelompok
budaya yang keberadaannya tidak ingin dicam-
Landasan teori dalam penelitian ini adalah : puri budaya lain. Penilaian masyarakat luar
Penelitian mengenai rumah tradisional terhadap orang Osing menunjukkan bahwa orang
hendaknya dibahas dalam kaitan dengan ide-ide Osing dengan budayanya belum banyak dikenal
yang berlaku dalam masyarakat karena arsitektur dan selalu mengaitkan orang Osing dengan
tradisional merupakan refleksi budaya masyara- pengetahuan ilmu gaib yang sangat kuat (Engel,
kat. Di dalam kaitan tersebut, ruang dan bentuk 1990:3).
dipahami bukan semata-mata bersifat geometris, Masyarakat Osing saat ini sebagian besar
hampa nilai, melainkan dalam kaitannya dengan adalah pemeluk agama Islam, yang memiliki
nilai-nilai sosio-kultural, dimana ruang dan latarbelakang agama Hindu yang cukup kuat,
bentuk memiliki makna, nilai, bersifat heterogen, yaitu pada masa Kerajaan Hindu Ciwa. Oleh
mempunyai pengertian metaforik. Keterkaitan- karena itu, maka tradisi-tradisi yang mengandung
nya dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi nilai-nilai Hindu tidak bisa dihilangkan sepenuh-
tidaklah dalam pengertian deterministik tetapi nya, bahkan ajaran Islam berjalan beriringan
berpola dalam suatu hubungan yang saling dengan adat-istiadat yang ada.
tergantung dan kompleks. Beberapa desa yang masih memperlihatkan
Ruang dalam konteks budaya tradisional kekhasan budaya Osing, bahkan disebut sebagai
banyak dipengaruhi oleh kepercayaan terdahulu pusat komunitas Osing adalah Desa Kemiren,
dan sering dihubungkan dengan tempat, kemudi- Kecamatan Glagah dan Desa Aliyan, Kecamatan
an dikenali, dikaitkan, diberikan makna dan Rogojampi. Hal itu setidaknya ditunjukkan
diidentifikasi sesuai kesepakatan budaya, yang dengan masih adanya salah satu wujud fisik
menjelaskan karakteristik spesifik, seperti sakral- kebudayaannya, yaitu rumah Osing.
profan, privat-publik, terbuka-tertutup dan lain-
lain. Nama-nama ruang menunjukkan keadaan Latar Desa Kemiren
spesifik masing-masing yang berhubungan
Desa Kemiren secara administratif ter-
dengan ciri fisik, fungsi, hubungan, letak atau
posisi. masuk, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyu-
Konsep bentuk dalam konteks budaya wangi, Jawa Timur dan secara historis gene-
tradisional banyak dipengaruhi oleh makna alogis-sosiologis masih memperlihatkan tata
simbol mikro-makrokosmos, unsur alam sekitar kehidupan sosio-kultural yang mempunyai
serta hubungan dengan status sosial penghuni- kekuatan nilai tradisional Osing, selain masih
nya. Pengaruh tersebut dimanifestasikan melalui dijumpainya rumah tradisional Osing dalam
bentuk atap, sistem struktur dan bahan; ragam jumlah yang relatif banyak. Desa Kemiren
hias; dan tata bangunan; di samping arah terletak 9 km dari pusat kota Banyuwangi di kaki
(orientasi), yang merupakan salah satu aspek Gunung Ijen pada ketinggian 150 m. Hampir
non-fisik dominan dalam arsitektur tradisional. 100% merupakan penduduk asli dengan etnis

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 13
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 1, Juli 2002: 10 - 20

Osing, sehingga nilai sosio-kultural masyarakat penyesuaian susunan ruang sebagai akibat
relatif masih murni dan ketat. Struktur sosial perubahan susunan bentuk rumah.
masyarakat bersifat egaliter-populis (Zainuddin, Pola hubungan ruang menganut prinsip
dkk, 1996:57), yang tidak mengenal stratifikasi. closed ended plan, dimana sumbu simetri
Kriterium mata pencaharian termasuk Peasant keseimbangan yang membagi susunan ruang
Communities, yaitu desa dengan masyarakat menjadi kiri dan kanan terhenti pada suatu ruang,
petani (Koentjaraningrat, 1983:269). Agama yaitu Jrumah. Prinsip closed ended plan hanya
yang dianut hampir 100% penduduk Kemiren terlihat pada susunan ruang Bale, Pendopo (jika
adalah Islam, meskipun sinkretisme masih kental ada), Jrumah dan Pawon secara berurut ke
dalam suasana keagaman. Kesenian tradisional belakang.
seperti Kuntulan, Gandrung, Janger, Barong,
yang nuansanya lebih dekat/mirip dengan
kesenian khas Bali dan menonjolkan unsur
trance, senantiasa ditampilkan di berbagai
kegiatan ritual maupun ceremonial. Desa
Kemiren merupakan Farm Village (Landis,
1984:17), dimana permukiman memusat dalam
suatu ruang spasial dikelilingi oleh tanah
pertanian.

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Jenis dan Karakteristik Ruang


Jenis ruang dapat dibedakan atas ruang Gambar 1. Bagian ruang BALE lengkap
utama, yaitu bale-jrumah-pawon (selalu ada); dengan perabot antik yang telah
ruang penunjang, yaitu amper, ampok, pendopo berusia lebih dari 100 tahun
dan lumbung (tidak selalu ada); kiling sebagai
penanda teritori Osing. Bale terletak di depan
sebagai ruang tamu, ruang keluarga dan ruang
kegiatan ceremonial; Jrumah terletak di tengah
berfungsi sebagai ruang pribadi dan ruang tidur;
dan Pawon terletak di belakang seolah terpisah
dari jrumah, yang berfungsi sebagai dapur, ruang
tamu informal dan ruang keluarga. Karakteristik
masing-masing ruang disesuaikan dengan fungsi
dan aktivitas sebagai wadah pemenuhan hajad
Gambar 2. Tampak Samping Rumah Tradi-
hidup sehari-hari, dimana masing-masing ruang
sional Osing dengan komposisi T-
dipengaruhi oleh penilaian makna kegiatan yang
B-C
dilakukan serta siapa yang menghuni atau
melakukan kegiatan di bagian tersebut.

Organisasi Ruang
Susunan ruang utama merupakan susunan
ruang Bale, Jrumah dan Pawon secara berurut
dari depan ke belakang dalam 1, 2 atau 3 bagian
rumah. Susunan ruang ini mempunyai berbagai
kombinasi yang dapat dikategori-sasikan dalam 7
kelompok, yaitu B-(P+J)-P; (B+P)-J-P; B-J-P; B-
(J+P); (B+J)-(P+L); (B+J)-P; dan (B+J+P).
Kategorisasi tersebut didasarkan atas kaitan
susunan ruang dengan susunan bagian rumah,
dimana 4 susunan pertama merupakan susunan
Gambar 3. Tampak Depan Rumah Tradisio-
terlengkap sedangkan 3 terakhir merupakan
nal Osing

14 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
RUMAH TRADISIONAL OSING: KONSEP RUANG DAN BENTUK (Iwan Suprijanto)

amper dan ampok serta halaman dengan kiling


Ampok
sebagai penanda teritorinya, yang sekaligus
pemberi identitas Osing.
Dalam kaitan dengan susunan ruang, maka
masing-masing ruang dapat memiliki bentuk

Jrumah

Pendopo

Amper
Pawon

Bale
rumah yang berbeda-beda. Bale di bagian depan
menggunakan konstruksi tikel balung. Kon-
struksi tikel balung biasanya juga digunakan
Ampok
untuk jrumah dengan pertukaran kombinasi
dengan konstruksi cerocogan atau baresan.
Untuk pawon digunakan konstruksi cerocogan
Gambar 4. Denah Rumah Tradisional Osing atau baresan, yang lebih sederhana dari pada
tikel balung.
Primer
Tersier Sekunder Formal Sekunder Tersier Bentuk Dasar Rumah
Berdasarkan susunan bentuk atap sekaligus
sebagai bentuk rumahnya, maka rumah Osing
Semi-Publik

dapat dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi Kombinasi Bentuk Rumah


Ampok Ampok
Osing
Privat

Halaman Halaman Jumlah Bagian


Samping Samping No Kombinasi Bagian Rumah
Rumah
Pendopo 1. Tikel Balung-Tikel Balung-Cerocogan
Semi-Privat

2. Tikel Balung-Baresan-Cerocogan
3
3. Tikel Balung-Cerocogan-Cerocogan
4. Tikel Balung-Cerocogan-Tikel Balung
5. Tikel Balung-Tikel Balung
Semi-Publik

6. 2 Tikel Balung-Baresan
Amper
7. Tikel Balung-Cerocogan
8. Tikel Balung
1
9. Cerocogan
Sumber : Hasil pengamatan, 1997
Publik

Halaman depan

Bentuk atap Tikel Balung, Baresan, dan


Cerocogan merupakan indikator bentuk dasar
Gambar 5. Organisasi Ruang pada Rumah rumah Osing. Bentuk dasar rumah/bentuk atap
Tradisional Osing tersebut berasal dari sumber yang sama, yaitu
Jawa sebagai induk budayanya dengan perbeda-
Hierarki ruang tergambar dari sifat, karak- an nama dan bentuk kontruksi yang lebih
ter, fungsi dan kontrol, hubungan ruang, sederhana. Bentuk dasar dan pengem-bangan
organisasi ruang, tata letak dalam susunan ruang bentuk rumah Osing tidak mengenal hierarki,
serta makna yang terkandung di dalamnya. yang berkaitan erat dengan struktur sosial
Berdasarkan kriteria publik-privat; sakral-profan masyarakat Osing pada umumnya dan di Desa
dan utama (primer)-sekunder memperlihatkan Kemiren pada khususnya yang cenderung
bahwa jrumah memiliki hierarki paling tinggi. egaliter (tidak mengenal adanya hierarki/
Konsep ruang rumah Osing memperlihatkan stratifikasi dalam hubungan kemasyarakatan).
adanya centralitas dan dualitas. Konsep dualitas Bentuk dasar rumah Osing memiliki kesamaan
pada rumah Osing membagi zone atas laki-laki- dengan rumah Kampung (Jawa), yang merupa-
perempuan; luar-dalam; kiri-kanan; gelap-terang; kan rumah golongan masyarakat biasa. Dapat
sakral-profan ditambah depan-belakang. Konsep dianalogikan bahwa masyarakat Osing mewakili
centralitas memperlihatkan bahwa Jrumah me- klas masyarakat biasa, bukan keturunan bang-
rupakan pusat/sentral dari rumah Osing, yang sawan atau raja dalam konteks budaya Jawa
terdiri dari bale, jrumah dan pawon. Rumah sebagai induknya. Dalam konteks rumah Osing,
Osing yang terdiri dari bale, jrumah dan pawon cerocogan juga merupakan modul dasar ruang.
merupakan pusat dari kesatuan rumah tersebut, Berdasarkan kebutuhan luasan ruang, maka

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 15
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 1, Juli 2002: 10 - 20

cerocogan dapat ditambah 1 rab menjadi Sistem fasade dan partisi membedakan
baresan, atau ditambah 2 rab menjadi tikel rumah Osing atas rumah asli dan yang sudah
balung. mengalami perubahan. Susunan fasade cen-
derung simetris dan berkesan tertutup, sebagai
manifestasi sifat tertutup, berhati-hati dan curiga
penghuninya. Dinding samping dan belakang
serta partisi rumah Osing menggunakan anyaman
bambu (gedheg). Pada rumah Osing yang masih
asli, bagian depan menggunakan gebyog dari
papan kayu dilengkapi roji sebagai lubang
ventilasi dan pencahayaan, sedangkan dinding-
nya menggunakan gedheg pipil serta sama sekali
tidak memiliki jendela. Dinding dan partisi
rumah yang sudah mengalami perubahan meng-
gunakan gedheg langkap tanpa jendela,
sedangkan bagian depan sudah menggunakan
Gambar 6. Bentuk atap Tikel Balung, kaca.
Baresan, dan Cerocogan Rumah Osing tidak kaya dengan ornamen
dan hanya dijumpai pada rumah-rumah yang
Struktur utama rumah Osing berupa susunan masih asli. Jenis ornamen adalah motif flora
rangka 4 tiang (saka) kayu dengan sistem (peci-ringan, anggrek, ukel kangkung, ukel
tanding tanpa paku, tetapi menggunakan paju anggrek dan ukel pakis) dan geometris (slimpet
(pasak pipih). Jenis kayu menggunakan kayu dan kawung) yang bersifat konstruktif. Ornamen
yang diperoleh dari hutan sekitar Desa Kemiren tersebut terdapat pada doplag, ampig-ampig,
(alas Kali Bendo) seperti kayu bendo, tanjang gebyog (bale dan jrumah) dan roji. Nama-nama
risip dan cempaka, karena dinilai sebagai bahan
jenis ornamen merupakan ungkapan pesan dan
yang kuat. Penggunaan bahan kayu dan bambu
nasehat bagi pemiliknya.
(alami), selain karena kemudahan mendapat-
kannya dari hutan sekitar (Alas Kali Bendo),
juga karena kayu/bambu dianggap memiliki Susunan Bagian Rumah
nilai-nilai baik dan buruk. Penutup atap meng- Perbedaan mendasar yang membedakannya
gunakan genteng kampung (sebelumnya adalah dengan rumah Jawa adalah rumah Osing dapat
welitan daun kelapa), dan biasanya masih menggunakan susunan beberapa bentuk dasar
berlantai tanah. Nama elemen-elemen bangunan secara sekaligus untuk rumahnya. Menurut
mengandung makna simbolik berupa pesan dan jumlah bagian rumahnya, maka susunan rumah
nasehat untuk pemiliknya. Osing dibedakan atas 3, 2 dan 1 bagian rumah,
dimana pada jumlah bagian rumah sama dapat
1
mempunyai komposisi bentuk atap yang berbeda.
2
11
3
Menurut kombinasi bagian rumah-nya, maka
12

13
4 rumah Osing dikategorikan menjadi 9 (lihat
14
5
6
Tabel 1), antara lain T-T-C; T-B-C; T-C-C; T-C-
15
7 T; T-T; T-B; T-C; T; dan C, sesuai dimensi
16

17
8 luasan ruang yang dinaungi dan makna simbolik
9
18
10
yang terkandung di dalamnya sebagai ekspresi
C
rasa dan karsa pemiliknya.
T B
Dalam kaitan dengan susunan ruang, maka
Keterangan
masing-masing ruang dapat memiliki bentuk
1. Genteng Suwunan 9. Sangga tepas 17. Jait Dhawa rumah berbeda-beda. Bale di bagian depan
2. Genteng 10. Jait Dhawa
3. Reng 11. Suwunan menggunakan konstruksi tikel balung. Kon-
4. Amping 12. Ander C. Cerocogan
5. Dur 13. Lambang Pekol B. Baresan struksi tikel balung juga digunakan untuk jrumah
6. Penglari 14. Doplag C. Tikel Balung
7 Gedheng 15. Saka dengan pertukaran kombinasi dengan konstruksi
8. Gelandar 16. Jait Cendhak
Non Skala (Non-scale) cerocogan atau baresan. Untuk pawon
digunakan konstruksi cerocogan atau baresan,
Gambat 7. Struktur Bangunan Rumah Tra- yang lebih sederhana daripada tikel balung.
disional Osing

16 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
RUMAH TRADISIONAL OSING: KONSEP RUANG DAN BENTUK (Iwan Suprijanto)

Gambar 8. Axonometri Rumah Tradisional


Osing dengan komposisi T-B-C

Ornamen dan Ragam Hias


Gambar 11. Ornamen Peciringan dan Ukel
Secara umum rumah Osing tidak kaya pada bagian gebyog JRUMAH
ornamen/ragam hias dan tidak setiap rumah
memilikinya. Rumah Osing yang memiliki Orientasi
ornamen biasanya menunjukkan status ekonomi
pemiliknya lebih baik. Ornamen yang ada Orientasi rumah Osing dapat dibedakan atas
bersifat konstruktif dengan motif flora dan pertimbangan kosmologis dan praktis. Rumah
geometris. Ornamen dengan motif flora terdiri Osing yang dibangun pada masa lalu (saat ini
dari peciringan (bunga matahari), anggrek dan merupakan rumah warisan turun-temurun)
ukel (sulur-suluran) seperti pakis, anggrek atau memiliki orientasi kosmologis, yaitu Utara-
kangkung. Motif geometris antara lain slimpet Selatan (lebih tepatnya Timur Laut-Barat Daya),
(swastika) dan kawung yang dipengaruhi oleh kepercayaan terdahulu,
dimana rumah tidak boleh menghadap gunung.
Kepercayaan ini diperkirakan merupakan
pengaruh dari Bali, dimana orientasi terbaik
menghadap kaja-kangin . Rumah-rumah yang
dibangun pada saat ini memiliki arah orientasi
yang lebih didasarkan pada kemudahan
pencapaian dan sirkulasi. Perubahan (pergeseran)
ini dilatarbelakangi oleh masuknya Islam, yang
menggeser nilai-nilai lama dari kepercayaan
terdahulu (animisme dan Hindu-Ciwa).

PENUTUP
Gambar 9. Ornamen Slimpet pada bagian
gebyog JRUMAH Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada
bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diambil
adalah sebagai berikut :

Konsep Ruang pada Rumah Osing


Pola ruang pada rumah Osing menganut
susunan ruang Bale, Jrumah dan Pawon secara
berurut dari depan ke belakang dalam 1, 2 atau 3
bagian rumah. Organisasi ruang menganut
prinsip closed ended plan. Konsep ruang pada
rumah Osing (terutama rumah-rumah lama)
cenderung memperlihatkan adanya dualitas dan
centralitas. Konsep dualitas membagi ruang atas
zone laki-laki-perempuan; luar-dalam; gelap-
Gambar 10. Ornamen Slimpet pada bagian terang; sakral-profan; kiri-kanan; dan depan-
gebyog JRUMAH

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 17
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 1, Juli 2002: 10 - 20

belakang. Konsep centralitas memperlihatkan Osing, termasuk rumah, maka penting untuk
bahwa Jrumah merupakan pusat/sentral dari dilakukan berbagai penelitian eksploratif ter-
rumah Osing, yang terdiri dari bale, jrumah dan hadap :
pawon. a. Sejarah dan proses perkembangan masyarakat
Osing berikut inventarisasi artefak pening-
Konsep Bentuk Rumah Osing galannya.
b. Gambaran menyeluruh kehidupan manusia
Bentuk atap merupakan indikator utama
Osing, baik sebagai individu maupun kelom-
dalam membedakan bentuk dasar rumah Osing,
pok komunal. Kajian ini dapat berupa
yang dapat dibedakan menjadi 3, yaitu Tikel
penelusuran tata kehidupan masyarakat Osing
Balung, Baresan dan Cerocogan. Karakteristik
di masa yang lalu dan saat ini sehingga dapat
bentuk rumah Osing terletak pada penggunaan
dilihat kecenderungannya di masa yang akan
beberapa (1, 2 atau 3) bentuk dasar rumah
datang.
tersebut secara sekaligus dalam susunan berurut
c. Berbagai aspek yang berkaitan dengan rumah
dari depan ke belakang sesuai dengan susunan
Osing, dengan studi kasus di berbagai desa
ruangnya.
komunitas Osing yang masih tersisa di
Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya
Faktor-faktor yang melatarbelakangi
melalui berbagai sudut pandang, seperti
Ruang dan bentuk rumah Osing tidak sosiologi, psikologi atau antropologi. Kajian
direncanakan, dirancang dan dibuat dari luar, tersebut dapat menyangkut spasial-arsitek-
tetapi lebih terbentuk dari dalam melalui tural maupun perubahan dan perkembangan.
rangkaian proses berdimensi waktu, yang tanpa
sadar dengan wawasan kontekstual memecahkan Khusus kajian rumah Osing, diharapkan
masalah spesifik dan selanjutnya menghasilkan dapat menjawab pertanyaan mendasar : mengapa
suatu karya yang unik, khas dan berkarakter. rumah Osing mirip dengan rumah Jawa, begitu
pula sejauh mana kesamaan dan perbedaannya
Konsep ruang disesuaikan dengan fungsi dan
antara keduanya dapat diperbandingkan, bahkan
aktivitas sebagai wadah pemenuhan hajad hidup
mengapa di tengah kemiripan itu tetap saja
sehari-hari, dan dipengaruhi oleh penilaian
rumah Osing menemukan bentuk identitasnya
makna kegiatan yang dilakukan serta siapa yang
bahkan filosofi yang berbeda ? Hal ini menjadi
menghuni atau melakukan kegiatan di ruang
penting, mengingat perkembangan jaman,
tersebut. Organisasi ruang merupakan manifes-
pengaruh modernisasi dan globalisasi yang
tasi sifat tertutup, berhati-hati dan curiga
sedemikian pesat akan segera menggeser sekali-
masyarakatnya.
gus menggantikan batas-batas dan nilai-nilai
Konsep bentuk rumah Osing yang tidak
yang pernah ada.
mengenal hierarki dan identik dengan bentuk
rumah Kampung, berkaitan erat dengan struktur
Saran untuk masyarakat setempat
sosial masyarakat Osing (Kemiren) yang
cenderung egaliter dan mewakili lapisan masya- Rumah Osing yang memiliki kekhasan
rakat biasa. Nama-nama bagian-bagian rumah tersendiri, merupakan salah satu khasanah
dan susunannya merupakan pengungkapan budaya bangsa yang patut dibanggakan, dihargai
pesan, makna dan kehendak sebagai ekspresi dan dilestarikan. Berangkat dari hal itu, maka
rasa dan karsa pemiliknya. Makna tersebut tidak sudah seyogyanya masyarakat Osing pada
terkandung dalam bentuk itu sendiri, melainkan umumnya dan di desa Kemiren merasa bangga
dalam diri manusianya, karena pada dasarnya memiliki rumah tradisional tersebut. Sikap
manusia yang menginginkan bentuk tersebut bangga tersebut hendaknya ditunjukkan dengan
mencerminkan sifat laten dan asosiasional, bukan menghargai rumah tersebut dengan berusaha
sekedar memenuhi tuntutan fungsional, sekaligus mempertahankan dan melestarikannya sebagai
menggambarkan apresiasinya terhadap cipta dan warisan dari generasi ke generasi.
karya.
Saran untuk instansi berwenang (Pemda)
Saran Upaya pembangunan Desa Wisata Osing di
Saran untuk penelitian lain Kemiren yang telah dilaksanakan pada prinsip-
nya merupakan langkah yang tepat, begitupula
Mengingat masih sedikitnya penelitian yang pemberian bantuan pelestarian beberapa rumah
telah dilakukan mengenai manusia dan budaya Osing. Akan lebih tepat lagi, apabila upaya

18 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
RUMAH TRADISIONAL OSING: KONSEP RUANG DAN BENTUK (Iwan Suprijanto)

konservasi tidak hanya cukup dengan melestari- Lumbung tempat menyimpan padi
kan bangunan rumah saja, tetapi juga perlu Pawon dapur
mempertimbangkan upaya pelestarian kawasan
(rumah dan komunitasnya) sehingga Desa Pendopo ruang di antara bale dan jru-
Kemiren benar-benar pantas dijadikan sebagai mah pada rumah Osing atau
pusat komunitas Osing. ruang besar di depan rumah
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan (Jawa)
penyusunan design guideline untuk perencanaan Peringgitan ruang antara pendopo dan
dan pengembangan bangunan-bangunan di omah pada rumah Jawa
Kabupaten Banyuwangi. Bentuk rumah Osing Rab bidang atap
yang khas dan spesifik dapat ditrasformasikan
dalam desain untuk bangunan lain, sehingga Roji jeruji kayu pada bagian atas
pada gilirannya menjadi ciri, karakter dan gebyog
kekhasan arsitektur bangunan di Kabupaten Saka kolom atau pilar kayu
Banyuwangi.
Sandat wangsul ikatan ijuk pada gedheg pipil
Senthong ruang tertutup di dalam ru-
GLOSSARY mah Jawa
Slimpet swastika
Amper teras depan
Tengen kanan
Ampok teras samping
Tikel Balung bentuk rumah dengan 4 bi-
Bale ruang tamu & ruang ber- dang atap seperti rumah Jawa
kumpul pada rumah Osing tipe Kampung Srotong
Baresan bentuk rumah dengan 3 bi- Welitan anyaman (daun kelapa)
dang atap seperti rumah Jawa
tipe Kampung Pacul Gowang
Cerocogan bentuk rumah dengan 2 bi- DAFTAR PUSTAKA
dang atap seperti rumah Jawa
Tipe Kampung De Stoppelaar, W.J. Blambangansch Adatrecht.
Dalem bagian dalam rumah Jawa 1927.
Gandhok bangunan tambahan pada ru- Haryadi, dan B. Setiawan. Arsitektur Lingkungan
mah Jawa dan Perilaku. P3SL Dirjen Dikti. Dep-
Gebyog panil kayu pada fasade rumah dikbud. Jakarta. 1995.
tradisional
Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan. PT
Gedheg Langkap anyaman bambu model silang Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1982.
untuk partisi/dinding
---------------. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka.
Gedheg Pipil anyaman bambu tegak lurus Jakarta. 1984.
untuk partisi/dinding
Gedhong gedung, bangunan bertembok Lekkerkerker, C. Blambangan, Indische Gids I.
Bataviash. 1923.
Hek pintu pagar pembatas antara
Bale dengan Pendopo pada ---------------. Banjoewangi, Indische Gids II.
rumah Osing Bataviash. 1926.
Jrumah ruang pribadi pada rumah Pangarsa, G.W, Tjahjono, R dan Pamungkas,
Osing
S.T. Deformasi dan Dampak Ruang
Kiling baling-baling di atas pohon Arsitektur Madura Pedalungan di Lereng
sebagai penanda teritori Utara Tengger. Laporan Hasil Penelitian,
Osing Universitas Brawijaya. Malang. 1994.
Kiwo kiri
Rapoport, A. House Form and Culture. Prenrice
Kulon Barat Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
1969.

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 19
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 1, Juli 2002: 10 - 20

Scholte, J. -------. Laporan berangkai historio-


grafi Blambangan. 1927.
Silas, J. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa
Timur. Proyek Inventarisasi dan Doku-
mentasi Kebudayaan Daerah, Depdikbud.
Surabaya. 1984.
Tjahjono, G. Cosmos, Center and Duality in
Javanese Architectural Tradition; The
Symbolic Dimension of House Shapes in
Kotagede and surroundings. Dissertation
Doctor of Phylosophy, University of
California at Berkeley. 1990.
Wiryoprawiro, Z.M. Arsitektur Tradisional
Madura Sumenep dengan pendekatan
historis dan deskriptif. Laboratorium
Arsitektur Tradisional FTSP-ITS. Sura-
baya. 1986.
Zainuddin, S., Andang Subaharianto, Edy
Burhan Arifin, Hendro Sumartono, Soegi-
anto. Orientasi Nilai Budaya Osing di
Kabupaten Banyuwangi. Pusat Studi
Budaya Madura, Jawa dan Nusantara.
Lembaga Penelitian Fakultas Sastra.
Universitas Negeri Jember. Jember. 1996.

20 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

Anda mungkin juga menyukai