Oleh :
Bakhtiar
( Alumni UNKHAIR Ternate/Mahasiswa Prodi Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi )
Judy O. Waani
( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik /
Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi )
Joseph Rengkung
( Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik /
Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi )
Abstrak
Arsitektur dan manusia adalah timbal-balik dalam hubungannya. Ini berarti bahwa satu tinjauan
dapat dikatakan bahwa arsitektur itu bergantung pada manusia penghadir arsitektur. Arsitektur Nusantara
yang hadir merupakan hasil cipta dan rasa dari pengetahuan kelisanan anakbangsa Nusantara. Perwujudan
dari pengetahuan kelisanan yang terdiri dari aspek-aspek tan-ragawi (gagasan, norma, status maupun nilai
perlambangan) dimanifestasikan ke dalam bentukan arsitektural (baik berupa persolekan/dekorasi-
ornamnetasi, maupun warna). Di sini, pengetahuan tan-ragawi (esensi) maupun ragawi (bentuk) menjadi
suatu rekaman-rekaman pengetahuan arsitektur Nusantara yang sudah ditumbuhkembangkan sejak sebelum
republik ini dibentuk. Mengutip pernyataan Prijotomo (2004) bahwa, “..arsitektur Nusantara dibangun
sebagai sebuah pengetahuan yang berlandaskan dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan
arsitektur..”.
Studi ini mengkaji tentang Teori arsitektur Nusantara menurut pemikiran Josef Prijotomo. Jenis
penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan pendekatan teori kritis. Pemilihan sampel secara
bertujuan (purposive sample). Analisis data menggunakan analisis isi (content analisys). Data hasil analisis
kemudian dikomparasikan dengan kajian Tipe teori arsitektur. Tujuannya adalah menemukan Tipe teori pada
arsitektur Nusantara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa arsitektur Nusantara menempatkan posisinya pada tipe
“Theory In Architecture” dari Edward Robbins, teori Normatif dari Jon Lang dan teori Preskriptif dari Kate
Nesbitt.
- Teori-teori tentang apakah sebenarnya sebagai bebas nilai “value Free”. Banyak
arsitektur itu meliputi identifikasi variabel- orang telah menantang ini sebagai
variabel penting seperti ruang, struktur atau sangkaan dan cukup benar. Tujuan dari
proses-proses kemasyarakatan di mana teori positif adalah menjadi bebas nilai,
bangunan-bangunan seharusnya dinilai. untuk menghindari bias dan mencari
Menurut Abraham Kaplan (dalam penjelasan alternatif serta untuk
Lang, 1987:15) bahwa teori adalah praktek menerapkan aturan metode ilmiah untuk
dan harus berdiri dan jatuh dengan pengamatan dan penjelasan. Hal ini di
kepraktisan asalkan modus dan konteks susun definisi operasional dari variabel-
aplikasi akan sesuai ditentukan. Hal ini variabel yang dianalisis sehingga tidak
ditambahkan oleh Jon Lang 1987, jika teori ada ambiguitas dalam penafsiran istilah,
adalah praktek, maka hal ini terutama berlaku diikuti oleh observasi terkontrol dan
untuk bidang terapan seperti arsitektur dan observasi berulang. Teori positif dibidang
arsitektur lansekap. Jika teori tidak desain, penerapan pengambilan keputusan
melakukan hal ini berarti teori tidak relevan. terdiri dari dua komponen yaitu teori
substantif dan teori prosedural. Teori
1. Tipe Teori Menurut Jon Lang
Subtantive menekannkan pada sifat
Abraham Kaplan (dalam Lang, fenomena dimana arsitek dan desainer
1987:15) menyatakan bahwa, teori adalah harus bekerja secara sistematis dan
praktek dan harus berdiri dan jatuh dengan spesifik.
kepraktisan asalkan modus dan konteks
b. Teori Normatif
aplikasi akan sesuai ditentukan. hal ini
Menurut Lang, (1987:15-16) bahwa.
ditambahkan oleh Jon Lang 1987, jika teori
Teori normatif adalah istilah yang ambigu
adalah praktek, maka Hal ini terutama
Teori normatif yang dibangun dari teori
berlaku untuk bidang terapan seperti
positif, keduanya didasarkan pada
arsitektur dan arsitektur lansekap, Jika teori
persepsi tentang bagaimana dunia bekerja
tidak melakukan hal ini berarti teori tidak
tetapi kedua hal ini didasarkan juga pada
relevan, hal ini sependapat dengan Nezbit
persepsi tampilan yang baik dan benar
(dalam Johannes,2012:81), bahwa teori
atau salah, yang diinginkan dan tidak
adalah wacana yang menjelaskan praktek dan
diinginkan, apa yang bekerja dengan baik
produksi arsitektur.
dan apa yang bekerja buruk. Teori
Menurut Lang (1987:18), ada dua
Normatif dibidang desain adalah
jenis teori arsitektur, yaitu teori positif dan
bersangkutan juga dengan isu-isu
teori normatif, penjelasan ini dijabarkan
substantif dan prosedural. Berbeda
sebagai berikut:
dengan teori positif, teori normatif yang
a. Teori Positif bersangkutan dengan posisi yang berbeda
Menurut Lee (dalam Lang, 1987:15), telah diambil atau mungkin diambil dari
bahwa Teori positif sering kali disajikan lingkungan hidup peran desainer adalah,
apa lingkungan yang baik, dan bagaimana dapat secara ideology didasarkan pada
proses desain harus dilakukan. Marxisme atau Feminisme.
2. Tipe Teori Menurut Kate Nesbitt 3. Tipe Teori Menurut Edward Robbins
Tabel 1.
Perbandingan Tipe Teori dalam arsitektur
mengandung beribu gambaran dan persepsi. lebih pada pengetahuan dasar yang melatar
Belajar dari pengetahuan yang pernah belakangi sebuah fungsi, seperti misalnya
dipelajari sejak sekolah dasar Nusantara bukan berbicara dengan dasar sebuah kamar
merupakan sebuah setting tempat yang luas, tidur atau bilik, melainkan berbicara tentang
terdiri dari beberapa pulau dan berisikan sebuah pernaungan dengan nilai-nilai yang
penduduk dengan latar belakang budaya yang berada dibalik pernaungan itu.
sangat beragam. Di dasari oleh pengetahuan Dalam penelitian yang kedua,
sejarah yang diberikan sejak mulai Pangarsa (2008:8) menjelaskan arti dari
dikenalkan dengan setting dimana Nusantara Nusantara bahwa Dari kata Kawi “nuswa”
itu berada, adalah berawal dari kekuasaan atau “nusya” yang berarti pulau, dan
masa Majapahit. Dengan demikian, maka kita “antara”: menunjuk area berpulau-pulau
akan menjadi paham apabila batasan tentang mulai Semenanjung Malaka di Barat, Papua
tempat menjadi sangat luas. Bicara tentang di Timur, Pulau Formosa di Utara pada batas
Nusantara, kita diingatkan oleh sebuah karya garis lintang 23½º LU, dan Pulau Rote yang
besar Gajah Mada yakni sumpah Palapa yang terletak di batas paling Selatan Indonesia. Itu
antara lain berisi tentang ke-Bineka Tunggal sering dilihat sebagai wilayah dimana bahasa
Ika-an yang menunjukkan bahwa tempat dan tradisi Malayo-Melanesia-Polynesian
yang begitu luas dihuni oleh berbagai suku cukup dominan. Pengarsa (2008:2,3da&4)
bangsa dengan berbagai latar belakang mencoba menampilkan ciri utama dari
budaya, namum tetap dalam satu naungan arsitektur di wilayah Nusantara melalaui
yakni Nusantara. Oleh karena itu pemahaman beberapa poin dengan uraian sebagai berikut.
terhadap aarsitektur Nusantara harus pula Pertama, Berdaun sepanjang tahun:
dipahami seperti “Sumpah Palapa” yang tidak arsitektur pernaungan. Ruang-luar Arsitektur
menutup kemungkinan adanya pertalian dari Nusantara adalah ruang berkehidupan
berbagai suku bangsa seperti misalnya antara bersama. Itulah yang menunjukkan bahwa
Jawa-Madura-Sumba-Timor-Batak dsb. pernaungan adalah arsitektur bagi fitrah
Adalah sebuah pencarian tentang hakekat manusia. Arsitektur Nusantara bagai bayi di
berarsitektur dalam bumi Nusanatara ini. dalam perlindungan rahim batas teritori yang
Kedua, belajar tentang arsitektur kokoh, meski sebenarnya. ia hanya bernaung
Nusantara adalah bagaimana mempelajari saja di dalamnya. Di dalam kekokohan
kebergaman atau ke-Bineka Tunggal Ika-an perlindungan rahim, ia tetap terkait dengan
dalam sebuah kacamata atau dalam dunia-luar lewat jasad sang ibu. Arsitektur
kebersatuan. Memang tidaklah mudah, tetapi pernaungan ada dalam kerangka-struktural
satu sikap yang seharusnya dibina sejak awal dan kaitan-sistemik dengan lingkungannya.
mencoba mengerti dalam sebuah pemahaman Inilah universalitas yang sebenarnya dapat
yang hakiki, berbicara tentang dasar, prinsip dipakai di mana pun di muka bumi. Maka
dan pedoman. Oleh karena itu yang ditelusuri dapat dipahami, sangat sulit menerapkan
bukan dalam perbincangan fisik saja, tetapi konsep arsitektur pernaungan di belahan
bumi sub-tropik empat musim yang hanya tektur” dari golongan berpunya yang dari
berlingkungan-daun seperempat tahun saja. awal memang sudah menolak berjendela,
Tiga perempat tahun yang lain, iklim dingin tertutup rapat serta menjadi benteng
lebih banyak mendesak-paksa. manusianya perlindungan dari iklim-mikro kota yang
untuk masuk ke dalam ruang perlindungan. makin panas-ganas dengan jalan pintas untuk
Ruang-luarnya sulit dimanfaatkan sebagai dirinya sendiri. Golongan kedua adalah “non-
ruang bersama yang bernuansa akrab. AC-tektur” dari golongan tak berpunya
Arsitektur pernaungan adalah konsep yang lemah-papa dalam segala pengertian: sumpek,
sangat tergantung pada sifat dan keadaan sumuk, dan semrawut. Nusantara sungguh
struktur dan sistem di luar tapak. Ketika beruntung (di masa lalu) dianugerahi alam
keadaan eksternal berubah, kualitas ramah.
pernaungan itu pun ikut berubah. Ketiga, Pulau-pulau Arsitektur Bahari
Kedua, Arsitektur Nusantara Mentawai dan Nias berbeda ciri meski letak
berkembang dari tradisi berhuni di geografisnya dekat; Madura dan Jawa Timur
lingkungan berpohon-pohon, bukan di pedalaman pun tak dapat dipersamakan.
lingkungan bergua-gua . dua tipologi tradisi Keunikan lokalitas tak kenal jarak, tetapi
berhuni prasejarah itu sudah terbukti secara ditentukan oleh eksklusifitas jejaring
arkeologis. Arsitektur Nusantara yang peradaban yang di masa lalu, terbatasi oleh
pernaungan ialah hasil kristalisasi air laut. Satuan hunian ruang budaya di
pengalaman empirik selama ribuan tahun. Nusantara terbentuk lewat eksklusifitas
Hampir seluruh penelitian mutakhir tentang pulau-pulau. Dengan demikian, pada
budaya bermukim di Asia tropis lembab, hamparan lautnya nan luas, kemajuan
menunjukkan bahwa ruang bersama tempat teknologi. Berkaitan pula dengan pertumbuh-
kehidupan sosial penuh keakraban bagi kembangan arsitekturnya masing-masing.
masyarakat manusia tropis lembab adalah Bagi masyarakat Arsitektur Nusantara
pada jalan lingkungan, gang, halaman Bahari ada kaitan antara arsitektur dengan
bersama, ruang-bersama desa, sekitar pundèn, kemajuan teknologinya: mulai dari perahu
ruang antar-émpèran rumah. Singkatnya: bergalah, berdayung, bercadik tunggal atau
ruang-terbuka-bersama. Jika ada atap, ganda, kemudian berkembang dengan layar,
batang-kayu kolom strukturnya tetap dan seterusnya. Pinisi berlayar merupakan
memberi karakter terbuka dan dapat menjalin loncatan teknologi dari perahu berdayung
pertautan spasio-visual dengan ruang lain. Majapahit.
Kolom-kolom rumah panggung berupa garis,
esensinya tak mengkomsumsi ruang; lantai
III. METODE
yang didukung kolom-kolom itu justru
Adapun alur metodik pada studi ini
memproduksi ruang.
dijelaskan melalui gambar (diagram alur
Kini arsitektur bangunan gedung di
proses studi). Jenis penelitian yang digunakan
Indonesia dapat digolongkan menjadi “AC-
adalah kualitatif dengan pendekatan teori
kritis. Menurut Guba, Denzin dan Lincoln, Untuk analisis data penelitian
serta Crotty (dalam Dedy,2002) menyatakan digunakan analisis isi (content analisys).
bahwa Secara ontologi, teori Kritis berangkat Muhadjir (2002:68) yang mengetengahkan
dari Realitas yang teramati merupakan pendapat Barcus, yang menyatakan bahwa
realitas “semu” (virtual reality). content analisys merupakan analisis ilmiah
Untuk pemilihan sampel digunakan tentang isi pesan suatu komunikasi. Sebagai
teknik sampel bertujuan (purposive sample). mana yang dinyatakan oleh Guba dan Lincoln
Menurut Moleong (2004) bahwa pada sampel (dalam Moleong,2004) mengenai analisis isi
bertujuan, jumlah sampel ditentukan oleh pada peneltian kualitatif, bahwa kajian isi
pertmbangan-pertimbangan informasi yang adalah teknik apapun yang digunakan untuk
diperlukan. Lebih lanjut dikatakan bahwa, menarik kesimpulan (generalisasi) melalui
penentuan sampel, besar sampel dan strategi usaha menemukan karakteristik pesan. Hasil
sampling tergantung pada penetapan satuan analisis isi kemudian di analisis lagi
kajian (konteks). Penentuan sampel bertujuan menggunakan analisis komparasi (analisis
pada penelitian ini adalah tulisan-tulisan/buku perbandingan) untuk menemukan generalisasi
dari Josef Prijotomo mengenai arsitektur antara hasil analisis data dengan kajian teori.
Nusantara. penentuan jumlah tulisan/buku
didasarkan pada permasalahan penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
yaitu tipe teori arsitektur Nusantara, sehingga
A. Hasil Kajian Teori Arsitektur
pengumpulan data terpusat pada konteks
Nusantara Menurut Prijotomo
permasalahan yang diangkat.
Hasil kajian pemikiran teori arsitektur
Permasalahan&Tujuan: Nusantara menurut Prijotomo sebagai
Tipe teori arsitektur
Nusantara menurut
Sampel bertujuan berikut:
Prijotomo
(purposive
sample):
Tipe teori Tulisan/buku
arsitektur Kajian teori
Prijotomo tentang 1. Ideologi
teori Arsitektur
Nusantara
Arsitektur Arsitektur Nusantara berpedoman
Nusantara
DATA pada semboyang ke-Bhineka-an. Bhinneka
Tunggal Ika melihat Toraja adalah Indonesia,
Analisis data:
content analisys Jawa adalah Indonesia. (Prijotomo, 1988:41).
TEMUAN: Pemikiran
Teori arsitektur Nusantara 2. Menghargai Sejarah Masa Lampau
menurut Prijotomo
proses stilisasi menjadi bagian penting dalam modifikasi) antara gagasan modern dengan
menghadirkan suatu bentukan baru yang gagasan arsitektur Klasik untuk mencapai
Indonesiawi suatu karya arsitektur yang berciri Nusantara
3. Arsitektur Nusantara Sebuah di sini, arsitektur Nusantara dapat
Pengetahuan dari Disiplin Arsitektur
diglobalkan (memodernkan arsitektur
Arsitektur Nusantara bukan sebagai Indonesia). Contoh dari pengkombinasian ini
pengetahuan yang mengklaim disiplin lain dapat dilihat pada hasil penelitian Maria I.
sebagai disiplinnya sendiri. Misalnya saja di Hidayatun (2003) pada karya Gereja
dalam arsitektur diberlakukan rumus yang Puhsarang karya Mclaine Pont.
mengatakan bahwa pergerakan udara terjadi
6. Arsitektur Pernaungan
kalau terdapat selisih tekanan udara, tetapi
rumus ini tetap saja tidak dikatakan sebagai Lingkungan masyarakat dua musim
rumus arsitektur, melainkan rumus fisika. seperti Indonesia, bangunan diperlukan bukan
untuk melindungi diri dari ancaman iklim
4. Arsitektur yang Berkelanjutan
yang mematikan, melainkan sebagai penaung
(Continuation)
terhadap iklim yang hanya menghadirkan
Keberkelanjutan arsitektur Klasik
kemarau yang terik dan penghujan yang lebat.
Indonesia menuntut adanya pengkinian.
Bagi sebuah pernaungan, atap adalah
Tujuan dari pengkinian arsitektur Nusantara
penaung yang diperlukan, dan daerah
adalah menjaga kesinambungan dan
bayangan yang terjadi oleh adanya penaung
keharmonisan antar arsitektur percandian
tadi menjadi ruang-ruang dasar yang
maupun etnik Nusantara, (Prijotomo
dimunculkan. menyatakan bahwa
2004:115). Menurut Hidayatun pemahaman
Keberadaan bangunan sebagai penaung itu
terhadap arsitektur Nusantara harus pula
sekaligus juga merupakan pernyataan
dipahami seperti “Sumpah Palapa (Bhineka
masyarakat Nusantara mengenai hubungan
Tunggal Ika)” yang tidak menutup
dan sikap manusia Nusantara terhadap iklim
kemungkinan adanya pertalian dari berbagai
dan ekologinya. Hidup bukanlah penguasaan
suku bangsa seperti misalnya antara Jawa-
alam tetapi adalah bersama alam, (Prijotomo,
Madura-Sumba-Timor-Batak dsb. Adalah
2004:209).
sebuah pencarian tentang hakekat
berarsitektur dalam bumi Nusanatara ini 7. Arsitektur Tanpa Paku, Tanggap
Gempa dan Konservasi
5. Arsitektur Nusantara Menerima
Bangunan Nusantara adalah adalah
Teknologi Modern
bangunan dengan sistem konstruksi
Teknologi modern tetap dijadikan
(tektonika) sambungan (pasak-lubang dan
sebagai tamu (eksternal), untuk itu perlu
pen-lubang).Cara penyambungan pasak dan-
distilir kedalam gagasan arsitektur
lubang maupun pada pen-dan-lubang.
Nusantaran (internal). Artinya,
Keduanya tidak dilakukan dengan tingkat
pengkombinasian (tranformasi dan
ketepatan (presisi) yang tinggi, sehingga
selalu dapat mereka berikan lewat aspek Indonesia ornamennya jauh lebih kaya
ragawi dari arsitektur. Pada masyarakat ini, daripada semua Jenis ornamen yang ada di
pada saat mereka menjelaskan bentuk, Barat, (Prijotomo, 1988).
bangun, detail, dan ornamen, atau pun tata Sebagai pembuktian bahwa arsitektur
letak; bersamaan dengan penjelasan itu me- Nusantara adalah arsitektur yang berornamen
reka sampaikan pula nilai, perlambang, dan berdekorasi, dapat dilihat pada hasil
fungsi, arti sosial dan budaya, serta berbagai peneltian Prijtotomo (1995) mengenai
hal yang ada di kawasan aspek tan-ragawi persolekan arsitektur Biak melalui kajian
tadi. Dengan demikian dapat dikatakan penafsiran (interpretasi).
bahwa pada masyarakat ini pun aspek ragawi
11. Ruang Asymmetrical-Symmetry (Unity)
dan aspek tan-ragawi terdapat dalam
arsitektur mereka, satu sama lain diperkaitkan Praktis tak ada arsitektur klasik
menjadi satu kesatuan yang arsitektural. Indonesia yang tidak tampil dengan
Rekaman-rekaman tersebut setangkup. Baik pada penataan ruangan di
menunjukkan bahwa sebagian potensi dalam bangunan maupun pada penataan
arsitektur Nusantara untuk menunjukkan gugus bangunan dari suatu unit permukiman
bahwa dirinya berlandaskan pada (seperti misalnya Tanean Lanjang di Madura),
pengetahuan Teori In architecture. kesetangkupan ini dengan nyata ditampilkan.
Pengetahuan-pengetahuan teori in Meski bila diamati lebih seksama
architecture pada arsitektur Nusantara ini kesetangkupan ini sebenarnya adalah
merupakan Pengetahuan yang mendasarkan “asymmetrical-symmetry” (yakni setangkup
pemahamannya atas arsitektur anak bangsa yang tak sepenuhnya) namun bukanlah ihwal
Nusantara (Prijotomo dalam Hikmansyah setangkup itu yang ditonjolkan oleh arsitektur
2010). klasik Indonesia. Dalam kesetangkupan tadi,
ruang yang dipotong oleh garis
10. Menggunakan Ornamen dan Dekorasi
kesetangkupan itulah yang ditonjolkan, sebab,
Pada arsitektur klasik Indonesia dalam pada ruangan itulah diletakkan bagian yang
hal ornamen adalah kenyataan bahwa kita disucikan, diagungkan, dituakan dan
memiliki khasanah yang sangat kaya dan dihormati. Bandingkanlah misalnya, sentong
beraneka ragam. Masing-masing anak bangsa tengah rumah Jawa dengan langgar dari
ataupun daerah memiliki kekhususan dalam Tanean Lanjang permukiman di Madura.
ornamennya. Ornamen-ornamen diperlukan Juga, umum ditemukan pada arsitektur klasik
kehadirannya untuk menyempurnakan Indonesia, bagian ini di samping berada pada
penampilan, memperkaya teknik poros kesetangkupan juga terletak di tempat
penyelesaian, dan mempertinggi kesan estetik yang paling jauh dari titik arah masuk
dart arsitektur itu sendiri. Jika ini disadari rumah/permukiman (Madura, Toraja, Batak).
oleh para arsitek Indonesia, tidaklah mustahil Di Jawa dan Bali dalam skala desa, konsep
untuk dikatakan bahwa di arsitektur ini juga tampil dengan meletakkan pusat desa.
sering dilihat sebagai wilayah dimana bahasa sebagai bahasa. Kajian menganai interpretasi
dan tradisi Malayo-Melanesia-Polynesian naskah-naskah Jawa dengan lengkap
cukup dominan. disajikan oleh Prijotomo pada bukunya yang
berjudul “petungan (2005) dan (Re-)
4. Tipe Teori pada Arsitektur Nusantara
konstruksi pengetahuan masyarakat Jawa
menurut pemikiran Prijotomo
(2006).
Rekaman-rekaman pengetahuan
Apabila pemikiran Prijotomo ini
masyarakat pada lingkungan kelisanan
dibandingkan dengan mengetengahkan
berupa (cerita rakyat hingga mitos dan
pendapat Kaplan dan Lang serta Nesbitt,
legenda), nyayian, puisi lisan, hikayat, babad,
yang menyatakan bahwa teori adalah praktek
pepatah dan petuah maupun mantra dan doa.
dalam memproduksi arsitektur, maka teori
Perakaman ini merupakan kepingan-kepingan
tersebut relevan. Sehingga dapat dikatakan
pengetahuan. Sebagai contoh pada
bahwa petungan merupakan pengetahuan
pengetahuan arsitektur Jawa. naskah-naskah
teori arsitektur yang menjelaskan tentang
berupa Primbon, Kawruh Kalang/Griya
praktek produksi arsitektur. Dan Teori In
maupun serat Centhini merupakan salinan
architecture pada arsitektur Nusantara
pengantahuan yang berisi tentang pedoman
memiliki pengetahuan teori yang relevan.
praktek berarsitektur pada lingkungan
Prijotomo (2004) mengetengahkan
masyarakat Jawa, baik berupa pengukuran
jenis teori dari Iwan Sudrajat, bahwa theory
dan penghitungan maupun perwatakan, atau
in architecture : umumnya mengamati aspek-
disebut sebagai petangan/petungan
aspek formal, tektonik, struktural,
dilingkungan masyarakat Jawa. Tujuan dari
representasional, dan prinsip-prinsip estetik
pedoman dari petungan adalah menghadirkan
yang melandasi gubahan arsitektur, serta
bentukan yang proporsi. Pedoman-pedoman
berusaha merumuskan dan mendefinisikan
ini sebagai potensi arsitektur Nusantara untuk
prinsip-prinsip teoretis dan praktis yang
menunjukkan bahwa dirinya berlandaskan
penting bagi penciptaan desain bangunan
pada pengetahuan teori In architecture.
yang baik.
Petungan merupakan pedoman dan
Selain arsitektur Nusantara termasuk
norma berkaitan cara berkonstruksi
termasuk ke dalam jenis teori in Architecture,
(bertektonika) pada masyarakat Jawa.
juga termasuk kedalam tipe teori Normatif
petungan memberikan gambaran bagaimana
dan preskriptif. Sebagaimana yang jelaskan
seharunya seorang desainer atau arsitekt
oleh Lang bahwa, teori normatif cenderung
bekerja. Pengungkapan pengetahuan pada
Mengarah pada praktek dan profesi, Metode
naskah-naskah ini tentunya harus dilakukan
merancang (bagaimana desainer dan arsitek
suatu interpretasi (penafsiran). Sehingga
bekerja). Sedangkan menurut Nesbitt, bahwa
pengetahuan berupa teks (bahasa) dapat
teori teori Preskriptif Menawarkan
dijadikan sebagai pengetahuan arsitektur.
penyelesaian dalam bentuk-bentuk norma
Kajian interpretasi tentunya tidak menjadi
untuk praktek arsitektur. Penjelasan ini
sebagai kajian kebahasaan, tetapi arsitektur
diperkuat oleh pendapat Subroto (dalam dalam cara dan keadaan baru, sehingga
Budihardjo, 2009), bahwa teori normatif hasilnya tidak seluruhnya dapat diramalkan.
merupakan teori yang memunculkan prinsip- Dalam kaitannya denga Arsitektur Nusantara,
prinsip, standar-standar, manifesto-manifesto tentu saja pemaduan (pengkombinasian)
desain (design guideline). Dari dasar itulah beberapa beragam unsur (=etnik Nusantara,
teori normatif disebut juga teori preskriptif, baik itu gagasan ataupun corak ornamen dan
karena bersifat instan dan cenderung dekorasi), dan pengkombinasian ini
spekulatif dalam menghasilkan sesuatu dalam menghasilkan suatu unsur atau bentukan baru
tataran praktik profesi arsitektur. Sedangkan (sebut saja satu tambah satu bukan lagi dua).
pedapat Wahid dan Alamnsyah (2013:11), pengkombinasian ini tentu saja harus
bahwa “arsitektur sebagai ilmu pengetahuan melewati kegiatan penafsiran (interpretasi)
yang normatif”. Sebagaimana disebutkan gagasan-gagasan (nilai, perlambang, fungsi,
bahwa teori-teori yang ada dalam arsitektur arti sosial dan budaya) yang perlu
dapat juga dipahami dari sisi ilmu diterjemahkan ke dalam pengetahuan
pengetahuan normatif, karena sebagian besar arsitektur. Di sini dapat dilihat bahwa
teori yang ada diarahkan pada penerapan. sebelum proses pemaduan dilangsungkan,
Alan Jhonson (dalam Wahid dan perlu adanya pemilahan bagian-bagian.
Alamsyah, 2013:11), bahwa teori dalam Maksudnya di sini agar pengetahuan dari
pendidikan arsitektur lebih difokuskan disiplin kebudayaan bisa dirubah menjadi
kepada pengertian perancang adalah pencipta pengetahuan dalam disiplin arsitektur.
dan pada perolehan rumusan-rumusan dalam Sehingga proses transformasi-modifikasi
melakukan tindakan merancang serta teori (stilisasi, hibrida, mimesis) dapat mencapai
merupakan suatu perangkat aturan-aturan tujuan kesinambungan dan penyempurnaan
yang memandu arsitek dalam membuat (both-and) dari unsur-unsur yang dipadukan.
keputusan tentang persoalan-persoalan yang Baik secara Internal maupun secara eksternal.
muncul saat menterjemahkan suatu informasi Menindak lanjut pernyataan Attoe
ke dalam desain bangunan. yang pemaduan dari berbagai unsur-unsur
Pendapat-pendapat di atas tentunya hasilnya tidak seluruhnya dapat diramalkan.
memperkuat alasan bahwa arsitektur Pernyataan ini tentu bertolah belakang
Nusantara mendapatkan posisinya ke dalam dengan gerakan pengkinian arsitektur
teori Normatif yang sumber kebenarannya Nusantara, sebagai mana pandangan
melalui interpretasi (penafsiran) daripada Prijotomo (2004:115), bahwa setiap desain
Teori Positif yang bersifat penalaran dan arsitektur yang hadir semata-mata dan hanya
logika. hadir untuk hari mendatang, karena apa yang
Meninjau kembali Pernyataan Attoe dirancang di hari ini, bukanlah penyelesaian
(dalam Snyder,1979:38) bahwa “Arsitektur bagi kebutuhan hari ini, melainkan adalah
tidak memilahkan bagian-bagian namun sebuah antisipasi bagi apa yang akan menjadi
mencerna dan memadukan beragam unsur ideal dan optimal di hari esok. Di sinilah
arsitek tidak boleh malu untuk dikatakan hadirnya arsitektur, bukan sekedar bangunan.
sebagai “peramal” dan perancang yang tidak Itulah pula sebabnya maka dengan adanya
“visioner” ke depan bukanlah arsitek. kelompok batiniah ini disebut “arsitektur
Maksud dari Attoe mengenai “hasil sebagai seni bangunan”.
yang tidak dapat dipresiksi” tentunya hanya
meliputi fungsi, kebutuhan, aktifitas dan
V. KESIMPULAN
keselamatan bagi pengguna bangunan.
Arsitektur nusantara sudah tentunya
sedangkan menurut Prijotomo (1988:45),
berpedoman “Sumpah Palapa” yaitu Bhineka
bahwa aspek-aspek yang tersebut di atas
Tunggal Ika”. Yang mengamanatkan adanya
termasuk ke dalam kelompok daya guna dan
pertalian dari berbagai suku bangsa (etnik
kelompok keselamatan hidup. Kedua
Nusantara) ataupun arsitektur di luar
kelompok ini berhak dan harus disebut
Nusantara (agama, teknologi modern,
sebagai “bangunan” dan bukan sebagai
orneman dan dekorasi). pertalian dari kedua
“arsitektur”. Sedangkan pada arsitektur
unsur internal maupun ektrenal tentunya
Nusantara, bukan hanya kedua kelompok ini
melalui proses stilisasi. Dimana stilisasi
yang digunakan dalam menghadirkan sebuah
adalah penggunaan kedua unsur internal-
bentukan, tetapi yang ada kelompok ketiga
eksternal secara bersama-sama. Tanpa
yang disebutkan oleh Prijotomo sebagai
menghilangkan salah satu dari kedua unsur
kelompok “Batiniah”.
tersebut. Di sinilah, proses tranformasi-
Menurut Prijotomo (1988:46)
modifikasi berlangsung, dengan tujuan
menyatakan bahwa kelompok “batiniah” itu
menampilkan suatu bentukan yang
tersusun dari berbagai unsur ragawi seperti
menampilkan kesamaan-kebedaan, sehingga
tiang, dinding, jendela, atap, dan sebagainya,
menghasilkan suatu bentukan yang baru,
yang dengan komposisi tertentu membentuk
namun masih menampilkan karakter dari
satu kesatuan yang tunggal dan utuh.
kedua unsur tersebut.
komposisi ini pula yang membuat sebuah
Di dalam pengkinian arsitektur
bangunan menjadi bangunan yang khas atau
Nusantara, berbagai unsur-unsur internal
karakteristik, bercitrakan kedaerahan, dan
maupun internal tentunya harus melalui
bahkan mampu pula di bangunan yang
proses penafsiran (interpretasi). Sehingga
simbolik dan sarat dengan makna. dengan
hasil tafsir dapat ditranformasi dapat
membuat komposisi atas segenap unsur-unsur
dilakukan dalam membentuk suatu desain
ragawi sebuah bangunan mempunyai
arsitektur yang Indonesiawi.
kemampuan untuk menimbulkan kontak-
Pengetahuan arsitektur Nusantara
kontak batin di dalam diri pengamat dan
mendapatkan posisinya ke dalam tipe teori
penggunanya. Di dalam keadaan seperti
arsitektur, meliputi: theory in architecture
inilah sebuah bangunan layak disebut sebagai
dari Edward Robbis, teori normatif dari Jon
arsitektur. Sehingga dapatlah digolongkan ke
Lang serta teori preskriptif dari Kate Nesbitt.
dalam kelompok yang memungkinkan