Anda di halaman 1dari 36

TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN

SEGENTER (LOMBOK UTARA):


KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak

wilayah, suku bangsa, dan latar belakang budaya. Salah satu

wilayah yang menjadi bagian Negara Indonesia adalah Pulau

Lombok. Beberapa suku tinggal dan menetap di pulau ini, salah

satunya adalah Suku Sasak. Masyarakat Suku Sasak hidup dan

mengembangkan kebudayaannya di Pulau Lombok. Wujud

kebudayaan yang dihasilkan salah satunya dapat dilihat dari

benda-benda fisik atau artefak yang bersifat konkret dan dapat

diraba. Kebudayaan dalam wujud konkret ini disebut sebagai

kebudayaan fisik1. Kebudayaan fisik salah satunya berupa rumah

tinggal yang dimiliki oleh Suku Sasak di Pulau Lombok.

Menurut asal usulnya, bangunan rumah adalah suatu

shelter atau tempat berlindung manusia dalam menghadapi

pengaruh cuaca, panas, dingin, hujan, angin, dan sebagainya.

Rumah juga merupakan suatu tempat berlindung untuk

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta,

1990), 186-187. Penulis menyarankan agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai


dengan ketiga wujudnya, yaitu (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
dari ide-ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan, (2) wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dan
masyarakat, dan (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia.

1
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
2
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menghadapi bahaya-bahaya rohani yang mengancamnya2.

Berdasarkan pendapat ini, dapat dikatakan bahwa rumah

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk

melindungi dirinya. Adanya perbedaan wilayah, latar belakang

budaya, dan faktor sosio-kultural masyarakat setempat yang

kemudian memberi pengaruh pada ungkapan fisiknya.

Rumah tinggal Suku Sasak disebut juga bale. Menurut

masyarakat Sasak, kata rumah atau bale memiliki dua pengertian.

Pengertian pertama yaitu sebagai tempat berteduh, melindungi diri

dari bahaya, cuaca dingin, panas, dan binatang-binatang buas.

Pengertian kedua yaitu demi keselamatan jiwa, dan kebahagiaan3.

Oleh karena itu, rumah atau bale memiliki fungsi sebagai tempat

tinggal sebenarnya dan tempat tinggal lain sesuai fungsi yang

dibutuhkan.

Di dalam pola permukiman tradisional milik Suku Sasak,

terdapat juga bangunan lain sebagai pelengkap rumah tinggal.

Bangunan tersebut dibuat dengan sistem panggung atau disebut

2 I. B. Mantra, Bunga Rampai Adat Istiadat IV, (Jakarta: Pusat Penelitian


Sejarah dan Budaya, 1977), 84 dalam M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas
Rumah Tradisional Sasak di Lombok, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat,
1987/1988), 7. Berdasarkan pendapat Prof. Ir. U. R. Van Romondt dalam
pidatonya sewaktu menerima serah jabatan Guru Besar dalam bidang
Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung pada hari
Rabu tanggal 26 Mei 1954.
3 M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas Rumah Tradisional Sasak di

Lombok, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal


Kebudayaan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, 1987/1988), 7-8.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
3
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

beruga. Bangunan ini memiliki fungsi sosial yaitu sebagai tempat

duduk bersama keluarga, tempat menerima tamu, dan tempat

mengadakan selamatan atau upacara daur hidup4.

Suku Sasak di Pulau Lombok memiliki beberapa jenis

rumah adat atau rumah tinggal tradisional. Salah satunya adalah

bale mengina yang terdapat di Dusun Segenter. Dusun Segenter

terletak di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok

Utara. Luas wilayah Desa Sukadana adalah 45,90 km2 dengan

penduduk berjumlah 7149 yang bertempat tinggal di desa ini5.

Gambar 1. Denah Dusun Segenter


Sumber: Google Maps, 2015
4
M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas Rumah Tradisional Sasak di
Lombok, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, 1987/1988), 42.
5 Katalog Statistik Daerah Kecamatan Bayan 2014, No Publikasi:

52085.14.07, (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara, 2014), 18-22


diakses dari http://lombokutarakab.bps.go.id pada tanggal 3 Maret 2015 pukul
20.32 WITA.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
4
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Bale mengina berarti “Rumah Perempuan”. Sebutan tersebut

muncul dari kebiasaan masyarakat bahwa perempuan yang

mengurus dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan

rumah, serta hanya perempuan dan anak-anak yang boleh tidur di

dalam rumah6.

Gambar 2. Denah Bale Mengina dan Beruga


Sumber: Swastika Dhesti Anggriani, 2015

Secara fisik, bangunan bale mengina dibuat menghadap ke

timur atau ke barat7, berbeda dengan rumah tradisional Suku

6 Umar Siradz, M. Rosidi, M. Yamin, & Itrawadi Albayani, Wujud, Arti, dan

Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya di


Daerah Nusa Tenggara Barat, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1994/1995), 75.
7 Umar Siradz, M. Rosidi, M. Yamin, & Itrawadi Albayani, 1994/1995, 75.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
5
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Sasak lainnya yang biasanya dibuat ke arah lembah bukit atau

kaki gunung. Rumah yang secara topografi memiliki kedudukan

lebih tinggi merupakan rumah orang tua, sedangkan rumah yang

berada di ketinggian yang lebih rendah merupakan rumah anak

yang sudah berkeluarga. Di antara kedua rumah yang saling

berhadapan terdapat sekenem atau beruga8. Keberadaan bale

mengina dan beruga dalam lingkungan rumah masyarakat Suku

Sasak di Dusun Segenter tidak dapat dipisahkan, karena masing-

masing memiliki fungsi penting sebagai ruang privat dan ruang

sosial.

Konstruksi Bale Mengina tampak luar dibuat langsung di

atas tanah seperti rumah tradisional Suku Sasak pada umumnya,

tetapi di dalam rumah terdapat ruangan yang dibuat dengan

konstruksi mirip rumah panggung. Atap Bale Mengina memanjang

dari atas ke arah bawah sampai jarak 1,5 meter dari tanah9. Atap

disangga oleh 8 tiang utama yang sekaligus berfungsi sebagai

pengikat dinding rumah dari anyaman bambu dan 6 tiang yang

menyangga bagian panggung di dalam rumah. Ada juga 8 tiang

tambahan yang diletakkan di antara tiang utama dan membantu

menyangga rumah dan mengikat dinding. Ruang di bale mengina

8 Umar Siradz, M. Rosidi, M. Yamin, & Itrawadi Albayani, 1994/1995, 74-

75. Sekenem atau berugaq adalah bangunan tanpa dinding yang berfungsi
sebagai tempat berkumpul keluarga, tempat musyawarah, tempat menerima
tamu, dan tempat melaksanakan upacara adat.
9 Umar Siradz, M. Rosidi, M. Yamin, & Itrawadi Albayani, 1994/1995, 75.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
6
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

terdiri dari bale dalem dan sesirap atau serambi depan. Bale

mengina hanya mempunyai satu pintu masuk yang menghadap ke

beruga 10.

Gambar 3. Letak inan bale di dalam bale mengina


Sumber: Digambar oleh Swastika Dhesti Anggriani, 2015

Sekenem atau beruga di Dusun Segenter merupakan

bangunan yang dibuat dengan konstruksi panggung, bertiang 6,

dan diberi dinding anyaman bambu di sisi bagian selatan saja.

Beruga yang berada di antara dua rumah biasanya dibangun oleh

salah satu pemilik rumah, namun untuk perawatan atau

10 Bale mengina dibangun menghadap ke timur atau ke barat dan di

antara kedua bangunan bale dibuat beruga sebagai tempat sosial yang
mengubungkan kedua bale dan dengan lingkungan sekitarnya.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
7
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penggantian bagian-bagian yang rusak dilakukan secara bersama-

sama oleh kedua pemilik rumah dan dibantu masyarakat sekitar.

Gambar 4. Beruga tampak samping


Sumber: Digambar oleh Swastika Dhesti Anggriani, 2015

Seiring dengan perkembangan zaman, bale mengina dan

beruga yang ada saat ini telah mengalami beberapa penyesuaian.

Selain itu, juga telah terjadi perawatan, penggantian, dan

penambahan sesuai dengan kebutuhan pemilik. Perubahan

kondisi lingkungan, pendidikan, dan religi ikut mendorong adanya

perbedaan bale mengina dan beruga yang ada saat ini dengan yang

asli dahulu, baik dari wujud, fungsi, dan maknanya. Kepercayaan

dan penghormatan kepada Dewi Anjani yang tinggan di Gunung


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
8
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Rinjani, agama Islam Wetu Telu yang masih dianut oleh

masyarakat, ketaatan kepada aturan yang berlaku, kondisi

geografis, dan ketersediaan material yang ada di alam sekitar ikut

mempengaruhi kondisi bale mengina dan beruga yang ada saat ini.

Fokus penelitian dikhususkan pada interior rumah yang

meliputi tata ruang dan elemen interiornya seperti furnitur dan

aksesoris. Penelitian juga membahas fungsi ruang serta makna

yang terkandung di dalam bale mengina dan beruga, karena

makna tidak terpisah jauh dari fungsi dan makna juga merupakan

aspek paling penting dari fungsi itu sendiri11. Tata ruang dan

elemen interior, fungsi, serta makna akan dianalisis menggunakan

teori nonverbal communication. Metode yang digunakan fokus pada

aspek tak tampak dimana orang-orang menunjukkan atau

menandakan sebagian perasaan dan suasana hati, atau

perubahan pada bagian itu. Hal ini dipelajari melalui wajah dan

ekspresinya, macam-macam posisi dan postur tubuh, sentuhan,

pandangan, suara, perilaku, susunan ruang proksemik, dan ritme

temporal12.

11 Amos Rapoport, The Meaning of The Built Environtment: A Nonverbal

Communication Approach, (Beverly Hills, London, New Delhi: SAGE Publications,


inc., 1982), 15.
12 Amos Rapoport, 1982, 48-49.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
9
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Rumusan Masalah

Penelitian ditetapkan pada satu kompleks rumah yang ada

di Dusun Segenter dengan pertimbangan bahwa seluruh rumah di

dalam desa memiliki tata ruang yang hampir sama. Ruang-ruang

yang menjadi objek penelitian meliputi ruang di bale mengina dan

beruga dengan pertimbangan bahwa rumah merupakan bangunan

utama dan beruga merupakan bangunan pelengkap. Beruga

adalah bangunan pelengkap di dalam pemukiman tradisional

Sasak yang memiliki fungsi sosial seperti tempat duduk keluarga,

menerima tamu, tempat selamatan, dan sebagainya13. Adapun

waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2015.

Penelitian interior bale mengina dan beruga mencakup tata

ruang dan elemen interiornya. Pembahasannya meliputi fungsi

dan makna tata ruang dan elemen interior tersebut. Analisis

mengenai tata ruang dan elemen interior, fungsi, serta maknanya

dilakukan dengan menggunakan teori nonverbal communication.

Teori nonverbal communication digunakan dengan pertimbangan

bahwa semua perilaku nonverbal merupakan perilaku rata-rata

masyarakat yang penting untuk diperhatikan, sebuah perilaku

merupakan konteks untuk perilaku lainnya dan harus dipahami

secara kontekstual, serta perilaku nonverbal dapat dipelajari

melalui observasi dan rekaman yang selanjutnya dianalisis dan

13 M. Yusuf H. Umar & Sukandi, 1987/1988, 42.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
10
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

diinterpretasi14. Di dalam teori ini, dijelaskan bahwa tata ruang

dan elemen interior merupakan bagian dari elemen tetap (fixed-

feature elements), elemen semi tetap (semifixed-feature elements),

dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements)15. Kemudian,

makna dari tata ruang dan elemen interior dapat dianalisis dengan

mempelajari bagaimana ketiga elemen tersebut diterapkan dan

digunakan di bale mengina dan beruga saat ini.

Berdasarkan latar belakang dan batasan-batasan penelitian

yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan

di dalam penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tata ruang dan elemen interior Bale Mengina

dan beruga di Dusun Segenter ditinjau dari teori nonverbal

communication?

2. Mengapa elemen nonverbal communication pada interior Bale

Mengina dan beruga di Dusun Segenter ditata seperti saat

ini?

14Amos Rapoport, 1982, 87.


15Amos Rapoport, 1982, 88-101. Teori nonverbal communication membagi
tata ruang dan elemen interior menjadi 3 elemen, yaitu:
1. Elemen tetap (fixed-feature elements), yaitu elemen yang bersifat
tetap atau berubah secara lamban atau dalam jangka waktu yang lama,
seperti lantai, dinding, dan atap atau plafon.
2. Elemen semi tetap (semifixed-feature elements), yaitu elemen yang
dapat berubah secara cepat dan mudah seperti furnitur dan tirai.
3. Elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements), yaitu elemen yang
berkaitan dengan manusia sebagai penghuni atau pengguna ruang, seperti
pergeseran hubungan spasial (jarak interaksi antar manusia atau individu),
posisi tubuh dan postur, serta ekspresi wajah.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
11
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul ”Tata Ruang dan Interior Rumah

Tradisional Bale Mengina dan Beruga di Dusun Segenter (Lombok

Utara): Kajian Nonverbal Communication” bertujuan menganalisis

dan menjabarkan tentang interior Bale Mengina dan beruga.

Penjabarannya sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi elemen tetap (fixed-feature elements),

elemen semi tetap (semifixed-feature elements) dan elemen

tidak tetap (nonfixed-feature elements) pada interior bale

mengina dan beruga serta pengguna ruangnya.

2. Mengetahui bagaimana elemen tetap (fixed-feature elements),

elemen semi tetap (semifixed-feature elements) dan elemen

tidak tetap (nonfixed-feature elements) yang ditata di dalam

interior bale mengina dan beruga.

3. Mengetahui mengapa elemen tetap (fixed-feature elements),

elemen semi tetap (semifixed-feature elements), dan elemen

tidak tetap (nonfixed-feature elements) ditata di dalam bale

mengina dan beruga seperti yang ada saat ini.

Setelah beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan

dalam permasalahan diperoleh dengan jelas, maka diharapkan

dapat memberi manfaat, antara lain :


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
12
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1. Penelitian diharapkan mampu memperkaya pemahaman

peneliti dan masyarakat umum mengenai arsitektur dan

interior rumah tradisional Lombok pada khususnya serta

arsitektur dan interior rumah tradisional nusantara pada

umumnya. Pada lingkup arsitektur Lombok, kajian

diharapkan mampu mendampingi dan melengkapi kajian

arsitektur dan budaya yang telah dihasilkan sebelumnya.

2. Hasil penelitian dapat menambah wawasan tentang interior

bangunan rumah tradisional Lombok yang meliputi bagian-

bagian interior, fungsi, dan maknanya.

3. Penelitian diharapkan dapat menambah referensi dalam

bidang keilmuan, khususnya bagi akademisi pada institusi.

D. Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian membutuhkan sumber pustaka terkait

sebagai acuan untuk membuktikan keabsahaan penelitian.

Tujuan adanya tinjauan pustaka adalah memberikan penjelasan

dan pembuktian mengenai keorisinalitasan penelitian. Apabila

telah ada suatu kajian dengan topik yang sama, maka pertanyaan

selanjutnya adalah apakah permasalahan yang dibicarakan sama

serta bersinggungan. Selanjutnya apakah masih terdapat peluang

kajian lain yang menghadirkan suatu interpretasi kajian yang

berbeda. Adanya perbedaan permasalahan meskipun dengan topik


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
13
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

yang sama, dikatakan tetap berbeda dari kajian sebelumnya. Oleh

karena itu keaslian dari penelitian dapat terjaga dan

dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Rumah Tradisional Sasak adalah salah satu wujud

kebudayaan masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok yang

memiliki ciri khusus dan tidak pula kalah uniknya dengan

bentuk-bentuk rumah tradisional daerah lain. Menurut

masyarakat Sasak, kata rumah bersinonim dengan kata bale16.

Rumah tradisional Suku Sasak telah dijadikan objek dalam

beberapa penelitian. Penelitian yang telah dilakukan meliputi

kebudayaan, arsitektur, bangunan, dan tata kota. Buku-buku

hasil penelitian juga telah diterbitkan oleh Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

Buku berjudul Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat Jilid 1

dan Jilid 2 ditulis oleh tim penyusun monografi daerah Nusa

Tenggara Barat (1977) sebagai proyek pengembangan media

kebudayaan. Dijelaskan tentang latar belakang sejarah, geografi

dan penduduk, kelompok etnis, agama dan kepercayaan,

kehidupan keluarga, organisasi sosial, struktur pemerintah,

hukum adat, pertanian, industri, pendidikan, nilai-nilai sosial dan

kehidupan, pemencaran informasi, kesejahteraan rakyat,

16 S.Wojowasito, Kamus Kawi-Indonesia, (Jakarta: C.V. Pengarang, 1977),

hal. 38 dalam M. Yusuf H. Umar & Sukandi, Selintas Rumah Tradisional Sasak
di Lombok, (Mataram: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, 1987/1988), 7.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
14
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kehidupan intelektual, serta kesenian. Pembahasan buku meliputi

3 etnis yang mendiami daerah Nusa Tenggara Barat yaitu Suku

Sasak, Suku Samawa, dan Suku Mbojo.

Buku berjudul Pulau Lombok dalam Sejarah Ditinjau dari

Aspek Budaya ditulis oleh Lalu Lukman (2007). Pembahasan

meliputi sejarah dan asal usul Suku Sasak di Pulau Lombok serta

agama, kepercayaan, dan kehidupan sosialnya.

Buku berjudul Gumi Sasak dalam Sejarah (Bagian 2) ditulis

oleh Sudirman (2012). Di dalam buku dibahas tentang Lombok

pada masa Belanda dan perlawanannya, pendudukan Jepang,

setelah masa kemerdekaan. Selain itu dibahas juga peninggalan

islam dan hindu, upacara adat lingkaran hidup, kesenian

tradisional, dan permainan tradisional. Di dalam kesenian

tradisional dibahas secara garis besar mengenai rumah tradisional

Suku Sasak.

Buku berjudul Selayang Pandang Nusa Tenggara Barat

ditulis oleh Erna Dwi P. (2008). Dijelaskan tentang gambaran

umum Nusa Tenggara Barat yang meliputi letak geografis,

lambang dan identitas daerah, sejarah pemerintahan,

kenampakan alam, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan

kebudayaan. Di dalam bab kebudayaan, dibahas mengenai

arsitektur tradisional di Nusa Tenggara Barat.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
15
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Buku berjudul Sistim Kepemimpinan dalam Masyarakat

Pedesaan Nusa Tenggara Barat membahas tentang pola

kepemimpinan di masyarakat pedesaan baik dalam bidang sosial,

ekonomi, agama, dan pendidikan. Buku ini ditulis oleh tim

penyusun yang diketuai oleh Lalu Ahmad Muhidin (1983/1984)

dan merupakan proyek inventarisasi dan dokumentasi

kebudayaan daerah Nusa Tenggara Barat

Buku berjudul Ritual Rebo Buntung Desa Pringgabaya,

Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur ditulis oleh I

Gde Parimartha, Putu Sukardja, Riana Dyah Prawitasari, Ni Putu

Eka Sriastuti, Ni Made Ruastiti, I Gst. Putu Sudiarna, dan I Made

Deyana (2012). Dijelaskan tentang kondisi geografis, demografi,

dan budaya masyarakat, serta filosofi dan tahapan ritual Rebo

Buntung beserta fungsi dan maknanya bagi masyarakat di

Kabupaten Lombok Timur.

Buku berjudul Upacara Daur Hidup Suku Sasak ditulis oleh

Suhardi, Hasan Yasri, dan Musrip (2010). Di dalam buku dibahas

tentang upacara daur hidup yang meliputi upacara kelahiran,

perkawinan, dan kematian. Pembahasan meliputi tata cara

pelaksanaan upacara serta nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya.

Buku berjudul Perubahan Nilai Upacara Tradisional Pada

Masyarakat Pendukungnya di Daerah Nusa Tenggara Barat ditulis


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
16
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

oleh Jacub Ali dan Umar Siradz (1998). Dijelaskan tentang

upacara daur hidup yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku

Sasak. Upacara daur hidup meliputi upacara kelahiran, besunat,

perkawinan, dan kematian. Upacara-upacara tersebut bisanya

dilaksanakan di rumah tinggal.

Buku berjudul Islam Lokal: Akulturasi Islam di Bumi Sasak

ditulis oleh Muhammad Ahyar Fadly (2008). Dibahas tentang Islam

Wetu Telu sebagai agama lokal masyarakat Suku Sasak. Basis

terbesar pemeluk agama Islam Wetu Telu terdapat di Kecamatan

Bayan yang merupakan lokasi objek penelitian.

Buku berjudul Wujud, Arti, dan Fungsi Puncak-Puncak

Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya di

Daerah Nusa Tenggara Barat merupakan hasil penelitian oleh

Umar Siradz, M.Rosidi, M. Yamin, dan Itrawadi Albayani

(1994/1995) yang menjelaskan tentang wujud puncak kebudayaan

masyarakat Suku Sasak di Bayan. Wujud kebudayaan mengacu

pada konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat17. Wujud ideologi yang dijelaskan yaitu sistem

religi, upacara, sistem kemasyarakatan, serta hasil kebudayaan

17 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta,

1990), 186-187. Konsep wujud kebudayaan meliputi: (1) wujud kebudayaan


sebagai kompleks ide-ide, gagasan, dan nilai-nilai serta norma-norma, (2) wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dan kelakuan berpola, serta (3)
wujud kebudayaan sebagai seluruh hasil ide, gagasan, dan karya manusia atau
kebudayaan fisik.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
17
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

berupa arsitektur bangunan dan benda kerajinan. Penelitian

belum membahas rumah tradisional jenis bale mengina.

Buku berjudul Penelitian Arsitektur Tradisional Nusa

Tenggara Barat merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan

oleh 3 tim peneliti (1984)18 yang masing-masing meneliti 1 suku

yang mendiami Nusa Tenggara Barat. Suku yang diteliti yaitu

Suku Sasak, Suku Samawa, dan Suku Mbojo. Dijelaskan tentang

pola perkampungan, arsitektur tradisional, konstruksi bangunan,

serta perkembangan arsitekturnya, belum sampai pada

menjelaskan interiornya.

Buku berjudul Selintas Rumah Tradisional Sasak di Lombok

merupakan hasil penelitian M. Yusuf H. Umar dan Sukandi

(1987/1988) yang menjelaskan rumah tradisional Suku Sasak

meliputi latar belakang istilah, syarat mendirikan rumah, tahap

pengerjaan, bentuk rumah, dan konstruksi rumah. Buku ini juga

belum membahas rumah tradisional jenis bale mengina.

Buku berjudul Arsitektur Tradisional Daerah Nusa Tenggara

Barat disusun oleh tim yang terdiri dari Lalu Ahmad Muhidin,

Max Arifin, I Nengah Kayun, dan Lalu Emie Suhaemi (1991),

18 Tim pertama meneliti Suku Sasak yang terdiri dari 8 orang yaitu
Herbasuki Wibowo, Bambang Moelyantara, dan 6 mahasiswa Teknik Arsitektur
ITS (tidak disebutkan namanya). Tim kedua meneliti Suku Samawa yang terdiri
dari 8 orang yaitu S. Boedihartono, Bambang Irawan, Totok Nurwasito, Agus
Bastoni, dan 4 mahasiswa Teknik Arsitektur ITS (tidak disebutkan namanya).
Tim ketiga meneliti Suku Mbojo yang terdiri dari 7 orang yaitu Josef Prijotomo,
S. Gunadi, Baskoro W.I, dan 4 mahasiswa Teknik Arsitektur ITS (tidak
disebutkan namanya).
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
18
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menjelaskan arsitektur Suku Samawa dan Suku Sasak meliputi

jenis bangunan, proses mendirikan bangunan, upacara, dan

ragam hiasnya. Hasil penelitian juga belum membahas rumah

tradisional jenis bale mengina.

Selain buku-buku yang membahas tentang arsitektur dan

kebudayaan Suku Sasak, terdapat juga beberapa hasil penelitian

yang membahas Suku Sasak. Penelitian berupa jurnal dan belum

diterbitkan dalam bentuk buku.

Penelitian berjudul Rumah Tinggal Suku Sasak Desa

Rembitan Nusa Tenggara Barat, Kajian Hubungan Stratifikasi

Sosial dengan Nilai-Nilai Rumah Tinggal dilakukan oleh mahasiswa

Pascasarjana Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada yaitu

Granita Ika, Arya Ronald, dan T. Totok Wahyu S. (2004). Objek

penelitiannya adalah arsitektur rumah tinggal tradisional jenis

Bale Tani. Fokus penelitiannya adalah nilai-nilai arsitektur yang

berkaitan dengan stratifikasi sosial pada bale tani, bukan bale

mengina.

Penelitian pada bidang teknik perencanaan wilayah kota dari

Universitas Brawijaya dilakukan oleh Rina Sabrina, Antariksa, dan

Gunawan Prayitno (2009) dengan judul Pelestarian Pola

Pemukiman Tradisional Suku Sasak Dusun Limbungan Kabupaten

Lombok Timur. Penelitian tidak membahas rumah tradisional Suku

Sasak bale mengina di Lombok Utara.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
19
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pada bidang teknik arsitektur, penelitian berjudul

Transformasi Rumah Adat Suku Sasak di Dusun Segenter,

Kecamatan Bayan – Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat oleh I

Made Wirata membahas mengenai konsep arsitektur, wujud

transformasi, dan latar belakang terjadinya transformasi. Cara

pandang religi, pengetahuan material, dan perubahan penggunaan

materian disebutkan sebagai faktor yang mempengaruhi wujud

transformasi fasad rumah. Penelitian belum membahas secara

detail mengenai interior rumah.

Penelitian berjudul Konsep Arsitektur Rumah Adat Suku

Sasak di Dusun Segenter, Kecamatan Lombok Utara, NTB oleh I

Made Wirata dan Ngakan Putu Sueca (2014) membahas tentang

facade, pola keruangan, dan bentuk rumah yang mendapat

pengaruh tradisi. Hasil penelitian adalah tampak bangunan

merupakan perwujudan dari kesakralan, orientasi, dan privasi.

Penelitian belum membahas mengenai interior bangunannya.

Penelitian berjudul Peran Kosmologi Terhadap Pembentukan

Pola Ruang Pemukiman Dusun Segenter oleh Yofangga Rayson,

A.M. Ridjal, dan Noviani Suryasari membahas tentang peran

budaya intangible terhadap pembentukan pola ruang pemukiman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep ruang makro

terbentuk berdasarkan konsep filosofi kosmologi gerak matahari

dan kesakralan Gunung Rinjani.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
20
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Berdasarkan uraian diatas, hasil penelitian tentang Rumah

Tradisional Suku Sasak belum membahas sampai bagian

interiornya. Hasil penelitian masih mencakup penjelasan

mengenai kebudayaan, arsitektur, dan konstruksi bangunannya

secara umum. Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan dari

beberapa sumber pustaka yang berasal dari buku dan penelitian

diatas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian tentang interior

rumah tinggal tradisional bale mengina dan beruga belum pernah

diteliti sebelumnya.

E. Landasan Teori

Jenis penelitian ini adalah penelititan kualitatif dengan

pendekatan multidisiplin19. Teori yang digunakan adalah teori

nonverbal communication dengan dukungan teori desain interior

dan arsitektur. Arsitektur digunakan untuk mengungkap sudut

pandang teknis atau struktural bangunan yang membentuk ruang

interior rumah.

19 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial,


Budaya, Filsafat, Seni, Agama, dan Humaniora, (Yogyakarta: Paradigma, 2012),
20-21. Ilmu multidisipliner merupakan suatu interkoneksi antara ilmu satu
dengan lainnya namun masing-masing bekerja berdasarkan disiplin dan
metodenya masing-masing. Agus Sachari, Pengantar Metodologi Penelitian
Desain, Arsitektur, Seni Rupa, dan Kriya, (Jakarta: Erlangga, 2005), 150.
Pengamatan multidisiplin dapat dilakukan oleh peneliti dengan pendekatan
keilmuan yang berbeda, bahkan dengan metode yang berbeda, seperti metode
kualitatif dengan kuantitatif atau metode historis sekaligus semiotik dan
seterusnya.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
21
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Rumah merupakan salah satu karya arsitektur yang

merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang sangat

dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat pemiliknya. Rumah

termasuk di dalam penataan interiornya dapat mencerminkan

watak, tingkah laku, gaya hidup, simbol, dan juga status sosial

pemiliknya. Rapoport mengatakan bahwa esensi dasar rumah

tinggal ada lima aspek20 yaitu :

a. Kebutuhan dasar

Rumah harus dapat menampung aktivitas yang mendasar

atau ritual harian penggunanya. Kebutuhan dasar memberi

pengaruh pada bentuk rumah, ruang, dan penggunaannya.

Adanya kebudayaan yang berbeda-beda di setiap daerah

mempengaruhi kebutuhan dasar yang berbeda-beda pada

rumah. Kebutuhan dasar mencakup furnitur, peralatan, dan

ruang yang dapat menampung akktivitas sehari-hari seperti

memasak, makan, duduk, dan tidur. Kebutuhan penghawaan

dan pencahayaan juga mempengaruhi penggunaan bukaan

seperti jendela dan pintu.

b. Keluarga

Struktur dalam keluarga, hubungan keturunan patrilineal

atau matrilineal, dan sistem poligami atau monogami

memberi pengaruh pada pengaturan bangunan rumah,


20 Amos Rapoport, House Form and Culture, (USA: Prentice-Hall, 1969), 61-
69.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
22
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ruang, dan penggunaannya. Kebudayaan mempengaruhi

struktur dalam keluarga, hubungan keturanan, dan sistem

keluarga yang berbeda-beda di setiap daerah.

c. Peran wanita

Peran wanita merupakan salah satu aspek penting dalam

sistem keluarga. Beberapa daerah memiliki peraturan sosial

dan kebudayaan yang mengharuskan perempuan memiliki

privasi lebih tinggi sehingga rumah harus menyediakan ruang

khusus untuk itu. Jendela dan atap dibuat secara khusus

sehingga dapat mencegah setiap orang mendekati rumah.

Pintu rumah tidak dibuat di dinding depan rumah untuk

mencegah hubungan langsung rumah bagian dalam dan luar.

Ruang-ruang seperti dapur yang menjadi wilayah sirkulasi

perempuan dibuat tidak dapat dilihat langsung dari pintu

masuk untuk menjaga dari pandangan luar.

d. Privasi

Kebudayaan di dalam arsitektur seringkali dikaitkan dengan

privasi sebagai kebutuhan dasar yang rumit dan beragam.

Keberagaman dipengaruhi adanya kebudayaan dan pola

hidup yang berkembang di masyarakat daerah tertentu,

misalnya nilai kesopanan, perasaan malu, kebutuhan ibadah,

dan sex. Privasi dibuat dengan memberi jarak antara ruang

publik dan privat.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
23
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

e. Hubungan sosial

Pertemuan antar manusia juga dianggap sebagai kebutuhan

dasar. Fokusnya adalah pada bagaimana sosialisasi

dilakukan dan di tempat atau wadah dimana mereka

berinteraksi. Pola hidup dan kebudayaan mempengaruhi

kebiasaan tempat pertemuan. Di kota-kota besar, manusia

biasa bertemu di cafe, bistro, coffee shop, atau di tempat

terbuka atau taman di sepanjang jalan umum. Saat ini terjadi

perubahan sehingga manusia juga melakukan hubungan

sosial di area rumah, sehingga rumah tinggal juga

menyediakan area-area tertentu tempat terjadinya hubungan

sosial antara penghuni rumah maupun masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa

bale mengina dan beruga memenuhi aspek-aspek yang disebutkan

sehingga dapat digolongkan sebagai rumah tinggal. Ruang-ruang

dalam bale mengina dapat menampung kebutuhan dasar hidup

seperti makan, tidur, masak, dan duduk. Antara orangtua dengan

anak, laki-laki dan perempuan memiliki batasan akses dan

pencapaian ruang-ruang dalam rumah, seperti rumah orang tua

berada di daerah lebih tinggi dari anak-anaknya, hanya

perempuan yang berhak mengatur bagian dalam rumah, dan

perempuan boleh tidur di dalam rumah sedangkan laki-laki tidur


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
24
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

di beruga luar rumah. Hal ditentukan oleh budaya dan

masyarakat Suku Sasak itu sendiri. Privasi juga diatur dirumah

ini, dimana tidak semua orang bisa memasuki bagian dalam

rumah dan kegiatan sosial hanya dilakukan di bagian luar rumah.

Rumah adalah citra, cerminan jiwa dan cita-cita, serta

lambang yang membahasakan segala yang manusiawi, indah, dan

agung21. Rumah sebagai objek desain juga dapat diamati sebagai

sesuatu yang mengandung makna simbolik, makna sosial, makna

budaya, makna keindahan, makna ekonomi, makna penyadaran,

ataupun makna religius22. Metode pendekatan komunikasi non

verbal23 akan digunakan untuk mengungkap makna yang ada di

dalam bale mengina.

Lingkungan adalah bagian dari pengaturan makna dan

komunikasi. Hal ini menyangkut struktur komunikasi di antara

manusia dan berkaitan juga dengan pengaturan bentuk

komunikasi dari lingkungan itu sendiri.

Hubungan antar individu dalam kelompok sosial melalui

konsep ruang personal maupun teritori untuk membentuk

21 Mangunwijaya, Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998),


32.
Agus Sachari, Metodologi Penelitian Budaya Rupa, (Jakarta: Penerbit
22

Erlangga, 2003), 119.


23 Amos Rapoport, 1982, hal. 48-49. Metode ini fokus pada aspek yang tak

tampak dimana orang-orang menunjukkan atau menandakan sebagian


perasaan dan suasana hati, atau perubahan pada bagian itu dan suasana
hatinya. Hal ini dipelajari melalui wajah dan ekspresinya, macam-macam posisi
dan postur tubuh, sentuhan, pandangan, suara, perilaku, susunan ruang
proksemik, dan ritme temporal.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
25
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

interaksi sosial memerlukan lingkungan yang mewadahinya.

Lingkungan adalah bentuk komunikasi non verbal dan pengaturan

fisiknya tidak hanya sebuah ekspresi bentuk budaya tetapi juga

berhubungan dengan peraturan tidak tertulis dan bentuk-bentuk

lain dari komunikasi non verbal24.

Lingkungan sebagai tempat dalam berkegiatan berkaitan

dengan elemen fisik yang membentuknya. Elemen-elemen tersebut

secara langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan

komunikasi dengan individu atau kelompok individu dalam bentuk

perilaku yang dilakukan. Fungsi komunikasi dari elemen fisik,

meliputi pengorganisasiannya dan penggunaannya dibutuhkan

untuk dilihat sebagai bagian dari rangkaian komunikasi non

verbal mulai dari yang tetap, semi tetap, dan tidak tetap25.

Komunikasi nonverbal yang memiliki arti atau makna dibagi

menjadi tiga elemen26:

a. Elemen Tetap (Fixed-feature element)

Elemen fisik yang bersifat tetap atau dapat berubah

secara lamban atau dalam jangka waktu yang lama. Elemen

fisik misalnya tiga elemen pembentuk ruang yaitu lantai,

dinding, tiang, bukaan berupa jendela dan pintu, serta atap

24 Amos Rapoport, Human Aspects of Urban Form: Toward a Man-

Environment Approach to Urban Form and Design, (Oxford, New York, Toronto,
Sydney, Paris, Frankfurt: Pergamon Press, 1977), 326.
25 Amos Rapoport, 1977, 328.
26 Amos Rapoport, 1982, 88-101.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
26
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

atau plafon. Pada kebudayaan tradisional, makna

dikomunikasikan melalui pengaturan elemen atau

pengaturan spasial, ukuran, lokasi, urutan rangkaian,

susunan, dan sebagainya.

b. Elemen Semi Tetap (Semifixed-feature element)

Elemen ini bersifat semi tetap yang dapat berubah secara

cepat dan mudah. Sifat elemen semi tetap penting dalam

memberi arti pada lingkungan karena cenderung dapat

berkomunikasi lebih dibandingkan elemen yang bersifat tetap

(fixed). Contoh elemen semi tetap misalnya susunan dan jenis

furnitur, tirai, dan perabot lainnya.

c. Elemen Tidak Tetap (Nonfixed-feature element)

Elemen yang bersifat tidak tetap berkaitan dengan

manusia dan binatang sebagai penghuni atau pengguna

ruang, pergeseran hubungan spasial (jarak interaksi antar

manusia atau individu), posisi tubuh dan postur, gerakan

tangan dan bahu, ekspresi wajah, relaksasi tangan dan leher,

anggukan kepala, kontak mata, dan bentuk-bentuk perilaku

non verbal lainnya.

Elemen fisik dalam lingkungan dapat dibaca dengan

mudah dan dalam sebagai indikator dari karakter sosial, dan

itu menjadi pedoman dalam berperilaku. Di dalam penilaian

ruang publik dan lingkungan lain, makna negatif dari barang


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
27
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

yang tidak berharga, buruknya perawatan, dan keburukan

lainnya mengkomunikasikan kecacatan penggunaannya

suatu waktu. Sebaliknya, perawatan dan penjagaan yang

baik, kebersihan, pengkabelan di bawah tanah, tumbuh-

tumbuhan hijau, dan kebaikan lainnya mengkomunikasikan

pesan positif dan menghasilkan persepsi lingkungan yang

berkualitas tinggi, disukai, dan memuaskan27.

Rekaman gambar pengaturan rumah akan

mencerminkan ketaatan beragama, etnisitas, dan bagian

sejarah, serta kekuatan pengetahuan ke dalam proses

psikologis dari pernyataan keteraturan atau kekacauan

melalui artefak dan penyusunannya, penduduknya, usianya,

serta “jalan hidupnya”28. Penyusunan elemen tidak tetap

(furnitur) memiliki pengaruh yang kuat dalam komunikasi

dan interaksi manusia29.

Selanjutnya, dijelaskan juga daftar tanda yang mudah

ditangkap dalam komunikasi non verbal. Tanda-tanda tersebut

dikelompokkan ke dalam elemen fisik, elemen sosial, dan

perbedaan yang bersifat sementara dari banyaknya jenis elemen.

Elemen fisik meliputi apa yang bisa dilihat oleh mata (bentuk,

27 Amos Rapoport, 1982, 98.


28 Amos Rapoport, 1982, 98.
29 Amos Rapoport, 1982, 101.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
28
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ukuran, warna, material, furnitur, cahaya dan bayangan,

tumbuhan), suara (ribut atau sepi, musik, pembicaraan, tawa, air),

dan bau (buatan manusia atau alam, bau bunga, bau makanan).

Elemen sosial meliputi manusia (bahasa, perilaku, pakaian, usia,

jenis kelamin), aktivitas dan penggunaan (memasak, makan, tidur,

bermain), dan objek (tanda, iklan, makanan, dekorasi, tanaman)30.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif

dengan jenis kegiatan penelitian pustaka dan pengamatan

lapangan secara teliti. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan

tindakan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada

kondisi yang alamiah (natural setting)31. Maksud penelitian

kualitatif adalah untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian (perilaku, persepsi, motivasi, dan

tindakan), secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam

30Amos Rapoport, 1982, 106-107.


31Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), 8.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
29
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah32.

Di dalam metode penelitian kualitatif, data yang harus

dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang

diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku subjek yang

berkaitan dengan penelitian. Data sekunder adalah data yang

diperoleh dari dokumen, foto, gambar, dan benda lain yang

mendukung data primer33. Pada penelitian interior bale mengina,

data primer diperoleh dari penghuni rumah dan masyarakat

sekitar rumah dan data sekunder diperoleh dari bangunan bale

mengina.

Berdasarkan pendapat tersebut, metode penelitian kualitatif

digunakan karena penelitian menggunakan latar alamiah yang

bertujuan memperoleh data primer dan sekunder. Hasilnya akan

dianalisis untuk mendapatkan jawaban rumusan masalah dan

kemudian data disajikan dalam bentuk dekripsi.

1. Penentuan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana

data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan teknik

32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 6.


33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 21-22.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
30
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

observasi, maka sumber datanya berupa benda34. Di dalam

penelitian ini sumber datanya adalah rumah tradisional bale

mengina dan beruga di Dusun Segenter Kabupaten Lombok

Utara dan objek penelitiannya adalah interiornya.

Di dalam penelitian kualitatif, tidak digunakan istilah

populasi, tetapi menggunakan istilah social situation atau

situasi sosial yang terdiri dari 3 elemen yaitu tempat (place),

pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara

sinergis35. Tiga elemen tersebut di dalam penelitian ini adalah

bale mengina dan beruga di Dusun Segenter sebagai tempat,

penghuni rumah sebagai pelaku, dan aktivitas penghuni di

dalamnya.

Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial

tertentu, kemudian melakukan observasi dan wawancara

kepada orang-orang yang dipandang mengetahui tentang

objek penelitian. Penentuan sumber data dilakukan secara

purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan

tertentu36. Oleh karena itu, ditentukan pertimbangan

pemilihan sumber data berdasarkan kriteria yang harus

dipenuhi oleh obyek penelitian. Kriteria tersebut antara lain:

a. Rumah masih dihuni oleh keluarga asli dari Suku Sasak.

34
Sugiyono, 2011, 172.
35
Suharsimi Arikunto, 2010, 215.
36
Suharsimi Arikunto, 2010, 216.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
31
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Penghuni tinggal dan melakukan aktivitas sehari-hari di

dalamnya.

c. Fungsi rumah masih asli sebagai rumah tinggal dan

tidak beralih fungsi menjadi objek wisata.

d. Kondisi rumah masih dianggap lengkap (belum

mengalami banyak perubahan) dan dapat dijadikan

objek penelitian.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka dipilih beberapa

rumah yang dianggap memenuhi kriteria dan layak untuk

dijadikan sampel pada penelitian ini.

2. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang utama digunakan pada

penelitian adalah observasi lapangan, wawancara,

dokumentasi, dan gabungan ketiganya (triangulasi).

a. Observasi Lapangan

Pada metode ini peneliti langsung datang ke lokasi

penelitian yaitu rumah tinggal Suku Sasak jenis bale

mengina untuk mengetahui kondisi rumah, serta

mendapatkan data primer dan sekunder dari objek

penelitian.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
32
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti pada narasumber

yaitu penghuni rumah, masyarakat dusun, Kepala Desa,

dan orang-orang yang memahami perkembangan rumah

adat bale mengina dan beruga. Wawancara dilaksanakan

secara tidak terstruktur, dimana peneliti hanya

menggunakan pedoman berupa garis besar permasalahan

yang akan ditanyakan37. Pertanyaan tidak disusun terlebih

dahulu, melainkan disesuaikan dengan keadaan dan ciri

yang unik dari responden38. Hasil yang diperoleh berupa

data dalam bentuk verbal yaitu rekaman hasil wawancara,

catatan hasil wawancara, dan data pendukung lainnya yang

bisa menjadi data sekunder seperti foto dan gambar.

c. Dokumentasi

Hasil dokumentasi pengumpulan data berupa data

arsitektur dan interior seperti denah pemukiman, denah

organisasi ruang dan arah hadap, gambar tampak, serta

potongan. Selain itu data dokumentasi juga berupa foto-foto

dan gambar yang berkaitan dengan objek penelitian.

d. Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan


37 Sugiyono, 2011, 233-234.
38 Lexy J. Moleong, 2007, 190.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
33
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

data dan sumber data yang telah ada. Peneliti menggunakan

teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan

dokumentasi dari sumber data yang sama39 pada waktu

bersamaan di lokasi penelitian.

3. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian

tentang interior rumah tradisional bale mengina dan beruga di

Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat adalah analisis sebelum

datang ke lapangan, dan analisis secara bersamaan dengan

pengumpulan data di lapangan.

a. Analisis Sebelum di Lapangan

Analisis sebelum di lapangan dilakukan terhadap data

hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan

digunakan untuk menentukan fokus penelitian40. Fokus

penelitian masih bersifat sementara, dan akan

berkembang setelah peneliti masuk dan selama di

lapangan.

b. Analisis Data di Lapangan Model Miles dan Huberman

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif

dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,


39 Sugiyono, 2011, 241.
40 Sugiyono, 2011, 245.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
34
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

hingga data telah jenuh41. Aktivitas dalam analisis data,

yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan

kesimpulan dan verifikasi.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

serta mencari tema dan pola. Reduksi data dapat dibantu

dengan peralatan elektronik seperti komputer dengan

memberikan kode pada aspek-aspek tertentu42. Data yang

direduksi antara lain interior bale mengina dan beruga,

tata ruang, elemen interior, fungsi, dan makna ruang yang

sudah ada.

Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan

sejenisnya. Miles dan Huberman menyatakan bahwa teks

yang bersifat naratif merupakan cara penyajian data yang

paling sering digunakan43. Pada penelitian ini, data akan

disajikan dalam bentuk narasi, gambar kerja, dan gambar

dokumentasi.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan

temuan baru berupa deskripsi atau gambaran suatu

obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

41 Sugiyono, 2011, 246.


42 Sugiyono, 2011, 247.
43 Sugiyono, 2011, 249.
TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
35
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa

hubungan kasual atau interaktif44. Kesimpulan penelitian

merupakan jawaban pertanyaan yang telah dirumuskan

sebelumnya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi

lima bab dengan susunan sebagai berikut :

Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang penjelasan masyarakat Suku Sasak di

Dusun Segenter Kabupaten Lombok Utara: tinjauan kabupaten

Lombok Utara, letak dan batas geografis Dusun Segenter,

penduduk dan mata pencaharian, pendidikan, sistem kekerabatan

dan pemerintahan, agama, upacara adat lingkaran hidup, pola

pemukiman Dusun Segenter, serta rumah tradisional.

Bab III berisi tentang penjabaran data yang diperoleh di

lapangan tentang rumah tradisional bale mengina dan beruga.

Penjabaran meliputi tampak bangunan, tata ruang, dan elemen

interior.

44 Sugiyono, 2011, 252.


TATA RUANG DAN INTERIOR RUMAH TRADISIONAL BALE MENGINA DAN BERUGA DI DUSUN
SEGENTER (LOMBOK UTARA):
KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION
36
SWASTIKA DHESTI A
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Bab IV berisi analisis tentang tata ruang dan elemen interior

ditinjau dari teori nonverbal communication yang mencakup elemen

tetap (fixed-feature elements), elemen semi tetap (semifixed-feature

elements), dan elemen tidak tetap (nonfixed-feature elements).

Dijabarkan juga mengapa elemen-elemen tersebut hadir pada bale

mengina dan beruga seperti yang ada saat ini.

Bab V berisi kesimpulan yang diperoleh dan yang memuat

jawaban atas pertanyaan yang dimunculkan.

Anda mungkin juga menyukai