Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEARIFAN LOKAL DI WILAYAH LAHAN BASAH

Disusun oleh :

1. Adisyah Fitrah Rahmadini 10011281722040


2. Annisa 10011381722129
3. April Isra Mahendra 10011381722123
4. Cahya Fitri Ananda 10011281722138
5. Dany Hernowo 10011381722139
6. Dian Putra A 10011381722132
7. Ella Noviska Dwi A 10011281722049
8. Ghina Sekar Putri 10011281722037
9. Hana Nurjuaningsih 10011381722120
10. Nadia Rachmanidar 10011381722117
11. Miranda Tegar Permana 10011381722041
12. Okta Pitarliani 10011981722196
13. Ratu Muetia Eftika 10011181722004
14. Syafira Meutia Azzahra G 10011281722045

Dosen Pengampuh : Fenny Etrawati S.K.M, M.K.M

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Makna Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang dan tidak lepas dari lingkungan
pemiliknya.Kearifan lokal bersifat dinamis menyesuaikan dengan zaman.Dan Secara umum
kearifan lokal adalah bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari
masyarakat itu sendiri.

Menurut Suardiman (Wagiran, 2012:334), kearifan lokal identik dengan perilaku manusia
berhubungan dengan: (1) Tuhan, (2) tanda-tanda alam, (3) lingkungan hidup/pertanian, (4)
rumah, (5) pendidikan, (6) upacara perkawinan dan kelahiran, (7) makanan, (8) siklus kehidupan
manusia dan watak, (9) kesehatan, (10) bencana alam

Menurut Wales, kearifan lokal dapat dilihat dari dua perspektif yang saling bertolak
belakang. Yakni extreme acculturation dan a less extreme acculturation.

1. Extreme acculturation memperlihatkan bentuk-bentuk tiruan suatu budaya yang tanpa


adanya proses evolusi budaya dan akhirnya memusnahkan bentuk-bentuk budaya
tradisional.
2. Less extreme acculturation adalah proses akulturasi yang masih menyisakan dan
memperlihatkan local genius adanya. Yakni adanya unsur-unsur atau ciri-ciri tradisional
yang mampu bertahan dan bahkan memiliki kemampuan untuk mengakomodasikan
unsur-unsur budaya dari luar serta mengintegrasikannya dalam kebudayaan asli.

2.2 Ciri Kearifan Lokal

Kearifan lokal memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu :

1. Mampu bertahan tehadap budaya luar


kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan
dalam masyarakat lokal dan karena kemampuannya untuk bertahan dan menjadi pedoman
hidup masyarakatnya. Di dalam kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara
untuk bersikap, berprilaku dan bertindak yang dituangkan dalam tatananan sosial.
2. Memiliki kemampuan untuk mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
Haryati Soebadio mengatakan bahwa localgenius adalah juga cultural identity,
identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri
(Ayatrohaedi, 1986:18-19).Jadi kebudayaan local dapat menyaring atau menyesuaikan
unsur-unsur budaya luar dengan kebudaaan local atau asli di wilayah tersebut.

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli


Kearifan lokal dapat membaur dengan unsur budaya luar, jadi unsur budaya luar yang masuk
disesuaikan kembali dengan budaya asli sehingga kearifan lokal tetap terjaga.Kearifan lokal
mampu menyatukan budaya yang berasal dari luar dengan budaya setempat, tanpa
mengurangi nilai-nilai atau gagasan yang ada pada masyarakat setempat.
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
Kearifan lokal merupakan seperangkat pengetahuan, nilai-nilai, perilaku, serta cara
bersikap terhadap objek dan peristiwa tertentu di lingkunganya yang diakui kebaikan
dan kebenarannya oleh komunitas tersebut. Kearifan lokal mampu mengendalikan
tingkah laku masyarakat karena kearifan lokal memperkokoh hukum serta adat istiadat
disuatu daerah.
5. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya
Kearifan lokal mampu memberi arahan bagi perkembangan budaya untuk masa yang
akan datang dikarenakan sifatnya yang dapat menyatu atau menyesuaikan dengan
budaya luar namun tetap mengatur perilaku masyarakat didaerah tersebut.

2.3 Bentuk Kearifan Lokal

Kearifan lokal terdiri dari beberapa bentuk yaitu :

1. Kearifal lokal yang berwujud nyata (tangible)

Beberapa jenis kearifan lokal seperti system nilai, tata cara, ketentuan khusus
yang dituangkan ke dalam bentuk cacatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab
tradisional primbon, kalender dan prasi atau budaya menulis di atas lembaran daun lontar.

• Bangunan/Arsitektural
• Benda cagar budaya/tradisiona (karya seni)
Misalnya keris, batik dan lain sebagainya
2. Kearifan lokal yang tidak berwujud (intangible)

Kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan secara
verbal dan turun temurun yang bias berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai
ajaran tradisional. Dengan petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud
lainnya, nilai social disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi.

Contoh kearifan lokal yang mengandung etika lingkungan sunda yaitu :

• Hirup katungkul ku pati, paeh teu nyaho di mangsa ( segala sesuatu ada batasnya,
termasuk sumberdaya alam dan lingkungan)
• Kudu inget ka bali geusan ngajadi (manusia sebagian dari alam, harus mencintai
alam, tidak terpisahkan dari alam).

2.4 Jenis Kearifan Lokal

Kearifan lokal memiliki beberapa jenis yaitu :

1. AWIG-AWIG (Lombok Barat dan Bali)

Awig-Awig memuat aturan adat yang harus dipenuhi setiap warga masyarakat di
Lombok Barat dan Bali, dan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak terutama
dalam berinteraksi dan mengelola sumberdaya alam &lingkungan .

2. REPONG DAMAR (Krui-Lampung Barat)

Repong Damar atau hutan damar, merupakan model pengelolaan lahan bekas
lading dalam bentuk wanatani yang dikembangkan oleh masyarakat Krui di Lampung
Barat, yaitu menanami lahan bekas lading dengan berbagai jenis tanaman, antara lain
damar, kopi, karet, durian.

3. HOMPONGAN (Orang Rimba-Jambi)

Hompongan merupakan hutan belukar yang melingkupi kawasan inti pemukiman


Orang Rimba (di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi) yang sengaja dijaga
keberadaannya yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dari gangguan pihak luar.
4. TEMBAWAI (Dayak Iban-Kalimantan Barat)

Tembawai merupakan hutan rakyat yang dikembangkan oleh masyarakat Dayak


Iban di Kalimantan Barat, yang didalamnya terdapat tanaman produktif, seperti durian.

5. SASI (Maluku)

Sasi merupakan aturan adat yang menjadi pedoman setiap warga masyarakat
Maluku dalam mengelola lingkungan termasuk pedoman pemanfaatan sumber daya alam.

6. PAMALI MAMANCING IKAN (Desa Bobaneigo-Maluku Utara)

Pamali Mamancing Ikan merupakan aturan adat yaitu larangan atau boboso.
Pamali Mamancing Ikab ini secara yurisdiksi terbatas pada nilai-nilai adat, dan agama,
tetapi konsep property right ini terbentuk dari pranata sosial masyarakat yang telah
berlangsung sejak lama dalam mengatur pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.

7. SIMPUK MUNAN/LEMBO(Dayak Benuaq-Kalimantan Timur)

Simpuk Munan atau lembo bangkak merupakan hutan tanaman buah-buahan


(agroforestry) yang dikembangkan oleh masyarakat Dayak Benuaq di Kalimantan Timur.

8. KOKO DAN TATTAKENG (To Bentong-Sulawesi Selatan)

Sebelum mengenal pertanian padi sawah, orang To Bentong mewariskan lahan


bagi keturunannya berupa kebun (Koko) dan lading yang ditinggalkan (Tattakeng).Koko
adalah lahan perladangan yang diolah secara berpindah, sedangkan Tattakeng adalah
lahan bekas perladangan yang sedang diberakan.

9. MAPALUS (Minahasa-Sulawesi Utara)

Mapalus pada masyarakat Minahasa, merupakan pranata tolong menolong yang


melandasi setiap kegiatan sehari-hari orang Minahasa, baik dalam kegiatan pertanian,
yang berhubungan dengan sekitar rumah tangga, maupun untuk kegiatan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
10. MOPOSAD DAN MODUDURAN (Bolaang Mongondow-Sulawesi Selatan)

Moposad dan Moduduran merupakan pranata tolong menolong yang penting


untuk menjaga keserasian lingkungan sosial.

11. KAPAMALIAN (Banjar – Kalimantan Selatan)

Kapamalian merupakan aturan-aturan (pantangan) dalam pengelolaan lingkungan,


misalnya larangan membuka hutan keramat.

12. PAHOMBA ( Sumba Timur- Nusa Tengara Timur )

Gugus hutan yang disebut Pahomba, terlarang keras untuk dimasuki apalagi untuk
diambil hasil hutanya. Pada hakekatnya pohon-pohon di setiap pahomba itu berfungsi
sebagai pohon-pohon induk yang dapat menyebarkan benih ke padang-padang rumput
yang relatif luas.Karena itu, jika api tidak menghangus matikan anakan pepohonan itu,
proses perluasan hutan secara alamiah dapat berlangsung. Pepohonan di pahomba
disekitar batang sungai berfungsi sebagai riparian atau tumbuhan tepain sungai yang
berfungsi sebagai filter terhadap materi erosi, dan sekaligus berfungsi sebagai sempadan
alamiah sungai dan untuk pelestarian air sungai.

13. SUBAK (Bali)

Salah satu teknologi tradisional pemakaian air secara efisien dalam pertanian
dilakukan dengan cara Subak. Lewat saluran pengairan yang ada pembagian aliran
berdasarkan luas areal sawah dan masa pertumbuhan padi dilakukan dengan
menggunakan alat bagi yang terdiri dari batang pohon kelapa atau kayu tahan air lainnya.
Kayu ini dibentuk sedemikian rupa dengan cekukan atau pahatan dengan kedalaman
berbeda sehingga debit air yang mengalir di satu bagian berbeda dengan debit air yang
mengalir di bagian lainnya. Kayu pembagi air ini dapat dipindah-pindah dan dipasang
diselokan sesuai dengan keperluan, yang pengaturannya ditentukan oleh Kelihan Yeh
atau petugas pengatur pembagian air.

14. TRI HITA KARANA (Bali)

Tri HitaKarana, suatu konsep yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali yang
berintikan keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan, manusia-manusia, dan
manusia-alam merupakan tiga penyebab kesejahteraan jasmani dan rohani. Ini berarti
bahwa nilai keharmonisan hubungan antara manusia dengan lingkungan merupakan suatu
kearifan ekologi pada masyarakat dan kebudayaan Bali.

15. BERSIH DESO (Desa Gasang-Jawa Timur)

Bersih Deso (bersih desa) adalah suatu acara adat dan sekaligus tradisi pelestarian
lingkungan yang masih dilaksanakan masyarakat Desa Gasang sampai
sekarang.Dilakukan setiap tahun pada bulan Jawa Selo (Longkang) dipilih dari hari Jumat
Pahing.Masyarakat secara berkelompok membersihkan lingkungan masing-masing
seperti jalan, selokan umum dan sungai. Setelah selesai melaksanakan bersih deso secara
berkelompok mereka menyelenggarakan upacara semacam “sedekah bumi” dengan sajian
satu buah buceng besar, satu buceng kecil, sayur tanpa bumbu lombok tanpa daging,
berbagai macam hasil bumi yang biasa disebut “pala kependhem” dan “pala gumantung”.

16. WEWALER (Desa Bendosewu-Jawa Timur)

Tradisi bersih desa di Desa Bendosewu dikenal dengan wewaler yang merupakan
pesan dari leluhur yang babad desa.Isi pesan adalah “jika desa sudah rejo (damai,
sejahtera) maka hendaknya setiap tahun diadakan upacara bersih desa.”Tradisi bersih
desa disertai kegiatan kebersihan lingkungan secara serentak, yaitu membersihkan jalan-
jalan, rumah-rumah, pekarangan, tempat-tempat ibadah, makam dan sebagainya.Kegiatan
ini disebut pula dengan “tata gelar” atau hal yang sifatnya lahiriah.Hal yang berkaitan
dengan “tata gelar” dalam bersih desa bagi masyarakat Bendosewu sudah menjadi bagian
hidupnya, sehingga tidak perlu diperintah lagi.

17. SEREN TAUN (Kasepuhan Sirnaresmi-Jawa Barat)

Seren Taun memiliki banyak arti bagi masyarakat kasepuhan diantaranya adalah
puncak prosesi ritual pertanian yang bermakna hubungan manusia, alam, dan pencipta-
Nya.Seren Taun adalah perayaan adat pertanian kasepuhan sebagai ungkapan rasa syukur
setelah mengolah lahan pertanian sengan segala hambatan dan perjuangannya untuk
mendapatkan hasil yang optimal.Seren Taun adalah pesta masyarakat adat Kasepuhan
sebagai ungkapan rasa gembira ketika panen datang.Seren Taun juga merupakan
pertunjukan kesenian-kesenian tradisional yang ada di masyarakat Kasepuhan. Adat
istiadat yang berlaku di dalam Kasepuhan ini mengatur pola kehidupan masyarakat dalam
berhubungan dengan sang pencipta (Hablum minallah), hubungan antar manusia
(Hablum minan naas) dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya (Hablum minal
alam).
18. PIIL PASENGGIRI (Lampung)

Piil Pasenggiri merupakan falsafah hidup atau pedoman dalam bertindak bagi
setiap warga masyarakat Lampung, yakni: menemui muimah (ramah lingkungan), nengah
nyappur (keseimbangan lingkungan), sakai sambayan (pemanfaatan lingkungan), dan
juluk adek (pertumbuhan lingkungan).

19. UNDANG-UNDANG SIMBUR CAHAYA (Lahat – Sumatera Selatan)

Undang-Undang Simbur Cahaya yang sebagian substansinya mengatur tentang


pentingnya pelestarian lingkungan.

20. KE-KEAN (Sumatera Selatan)

Pengetahuan Ke-Kean adalah perhitungan waktu yang tepat untuk menanam jenis
tanaman tertentu yang dikaitkan dengan ilmu perbintangan.

2.5 Strategi Pemanfaatan Kearifan Lokal

2.5.1 Melakukan Strategi Pemanfaatan Pengembangan Sesuai Kebutuhan


Masyarakat

Strategi pemanfaatan pengembangan potensi masyarakat sangat dibutuhkan


untuk menyeimbangi antara potensi yang ada dengan pengembangan yang akan
dilakukan, jadi statergi yang akan dilakukan dapat bermanfaat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan yaitu seperti :

a. Memberikan Pendampingan secara Berkelompok

Pelaksanaan pemberdayaan akan lebih efektif jika dilakukan dalam sebuah


kelompok. Pemberdayaan dalam sebuah kelompok dinilai lebih efektif.
Sebagai contoh, untuk melakukan pemberdayaan pemuda dalam suatu dusun
perlu mendatangi pemuda satu per satu.

b. Memberikan Pelatihan Khusus


Pihak pemberdaya perlu mengakomodasi usulan anggota masyarakat
yang meminta dilakukan pelatihan tertentu di luar program pemberdayaan.
Sebagai contoh, dalam pelatihan kekriyaan pemuda karang taruna, terdapat
beberapa pemuda yang menginginkan diberi pelatihan pembuatan kerajinan
tangan.

c. Mengangkat Kearifan Lokal

Tidak semua norma dan kebiasaan yang menjadi kearifan lokal


menghambat perubahan. Pihak pemberdaya perlu mengangkat kearifan-
kearifan lokal dalam upaya pemberdayaan komunitas. Sebagai contoh,
mengajarkan masyarakat membuat dan mengelola tambak ikan.

2.5.2 Melaksanakan pemberdayaan kearifan lokal masyarakat secara


bertahap,berupa perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Adapun tahapan dalam pelaksanaan pemberdayaan yaitu sebagai berikut :

1) Perencanaan

Tahap perencanaan dapat dilakukan dengan cara mengikutsertakan


masyarakat dalam rapat perencanaan pembangunan. Pada tahap perencanaan,
pihak pemberdaya dapat menerapkan metode PRA atau Participatory Rural
Appraisal. PRA pada dasarnya merupakan metode penelitian atau kajian untuk
menggali potensi dan permasalahan dalam masyarakat, serta merumuskan
alternatif pengembangan dan solusi permasalahan.

2) Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan atau disebut tahap kapasitasi biasanya dilakukan


dengan metode pendampingan serta diadakan kegiatan memfasilitasi program
pemberdayaan.

3) Evaluasi
Bentuk peran komunitas dalam evaluasi program pembangunan antara lain
memberikan masukan, saran, dan kritik bagi program pembangunan yang telah
berlangsung. Proses evaluasi dapat dilakukan bersama masyarakat. Jika
program pemberdayaan dirasa berhasil, tahap berikutnya adalah terminasi,
yaitu pengakhiran seluruh kegiatan termasuk pendampingan, serta penyerahan
tugas pendampingan kepada komunitas tersebut.

2.5.3 Mengelola Potensi Masyarakat dan SDA Tidak Hanya Berfokus pada Satu
Bidang tetapi pada Berbagai Perspektif

Pemberdayaan masyarakat hendaknya dimulai dengan mempertimbangkan


potensi masyarakat. Artinya, fasilitator atau pihak pemberdaya komunitas
hendaknya menghargai segala potensi yang dimiliki komunitas. Sebagai contoh,
pihak pemberdaya menerima pandangan, pendapat, pengalaman, dan pengetahuan
yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung upaya pemberdayaa agar tidak
berfokus pada satu bidang. Dalam mempertimbangkan potensi masyarakat.
Kearifan lokal dapat digunakan sebagai batu loncatan upaya pemberdayaan
masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah menerima berbagai
perubahan dalam proses pemberdayaan.

2.6 Identifikasi Kearifan Lokal Di Wilayah Lahan Basah

Identifikasi kearifan lokal di wilayah lahan basah

1. Sumber Daya Alam

Lahan basah memiliki banyak sumber daya alam yang bermaanfaat bagi
masyarakat setempat , salah satunya ialah pertanian masyarakatlahan basah mayoritas
memiliki pekerjaan becocok tanam seperti padi dan jagung. Disamping kekayaan alam
lahan basah berupa tumbuhan, masyarakat juga terbiasa mengkonsumsi dan menjual hasil
ikan serta lahan basah juga dapat berfungsikan sebagai pengendali iklim dan peredam
banjir.
2. Sumber Daya Manusia

Kondisi wilayah lahan yang tergenang air sehingga membuat masyrat di tuntut
untu berfikir dalam mengelolah sumber daya alam tersebut sehingga maysarakt lahan
basah mayoritasmemiliki sifat pekerja keras ,ulet dan kreatif, masyarakat biasanya
memanfaatkan kekayaan alam dengan membuat kerajinan tangan dari sumber daya alam
yang tersedia dan sebagian besar masyarakat lahan basah juga memiliki kebiasaan yang
buruk seperti buang air besar sembarangan serta tidak melakukuan PHBS.

3. Money

Kondisi wilayah lahan yang tergenang air memungkinkan masyarkat untuk


memiliki pekerjaan sebagai petani dan nelayan sehingga memilki penghasilan tidak
menentu serta perpenghasilan.Dengan kondisi tersebut masyarakat lahan basah
membutuhkan bantuan dana dari pemerintah dalam membuat usaha dan pengembangan
usaha .

4. Material

Beberapamasyarakat lahan basah seperti ibu ibu memiliki pekerjaan pengerajin


anyaman , mereka memanfaatkan sumber daya alam yang mereka miliki sepeti eceng
gondok dan parun dalam pembuatan kerajinan yang kemudian akan di perjual belikan.

5. Machine

Masyarkat lahan basah cendrung menggunakan alat yang sesederhana seperti


menggunakan cangkul, jala untuk menangkap ikan, dan pembajakan sawah dengan
kerbau.

6. Method

Masyarkat lahan basah biasanya menggunakan dua metode dalam pemanfaatan


sumber daya alam yaitu;

1. Tradisional

Alat bantu tradisional atau alat bantu lama yang sudah dilakukan bertahun tahun
lalu dalam pemanfaatan sumber daya alam
Contoh : Penggunakan kerbau dalam membajak sawah
2. Modern
Alat bantu modern atau tekonologi yang dapat memudahkan dalam pemanfaatan
sumber daya alam
Contohnya : Penggunakan traktor dalam membajak sawah

2.7 Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk


merumuskan strategi.

1. Strength (kekuatan)merupakan kekuatan yang dimiliki oleh lingkungan

• Masyakarat lahan basah cenderung pekerja keras yang ulet dan kreatif

Karena pada umumnya masyarakat di wilayah lahan basah memiliki wilayah kerja
yang terbatas.Masyarakat di wilayah lahan basah banyak yang bekerja sebagai petani dan
nelayan.Hal itulah yang menuntut masyarakat disana berpikir kreatif untuk terus maju
dalam meningkatkan mata pencaharian mereka.

• Lahan basah sebagai pengendali iklim

Oleh karena kemampuan lahan basah yang dapat menyerap dan menyimpan
karbon, lahan basah dapat berfungsi sebagai pengendali iklim

• Lahan basah sebagai peredam banjir


Lahan basah mampu menampung, menyerap, dan mengelola air hujan sehingga
tidak menimbulkan bencana banjir

2. Weakness (kelemahan) merupakan masalah-masalah yang secara serius menghalangi kinerja


efektif suatu lingkungan

• Jika terjadi kebakaran sulit dipadamkan dan sulit dideteksi

Tipe kebakaran di lahan basah mempunyai dua jenis, yaitu ground fire dan
smoldering. Kebakaran di lahan basah akan sulit dipadamkan karena kebakaran terjadi
di dalam permukaan tanah sehingga sulit dideteksi
• Kurangnya sumber air bersih

Kebiasaan masyarakat lahan basah yang masih membuang sampah dan BAB di
sungai menyebabkan sulitnya mendapat air bersih dikarenakan sungai sebagai sumber
air telah tercemar

• Air yang tergenang menjadi habitat vektor penyakit

Lahan basah merupakan tempat yang tergenang air, baik yang bersifat permanen
maupun sementara. Genangan air ini akan menjadi tempat perkembangbiakkan vektor
yang dapat menyebabkan penyakit akibat vektor seperti DBD, malaria, dan filariasis

• Perilaku masyarakat yang banyak menimbulkan berbagai macam penyakit. Contohnya


diare dan penyakit kulit

Perilaku masyarakat di lahan basah yang kurang menerapkan PHBS, seperti


buang sampah sembarangan dan BABS (Buang Air Besar Sembarangan) dapat
menimbulkan bermacam penyakit menular

• Akses kesehatan sulit

Daerah lahan basah umumnya merupakan daerah yang sulit dijangkau, sehingga
menimbulkan kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan. Sebagai contoh :
masyarakat yang tinggal di pesisir pantai membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
menjangkau pelayanan kesehatan terdekat

3. Opportunity (kesempatan) merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan


• Konservasi lahan
Lahan basah dapat dikonservasi sehingga nantinya dapat bermanfaat untuk
mempertahankan keseimbangan ekosistem rawa sebagai sumber air serta mengatur
perlindungan dan pengawetan rawa sebagai sumber air
• Dengan SDA yang tersedia dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lahan basah
Gambut sebagai bahan organikmerupakan sumber energi, bahan untuk media
perkecambahan biji dan pupuk organik sedangkan gambut sebagai tanah organik
digunakan sebagai lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola
dalam sistem usaha tani.Sumber energi tersebut kemudian dapat dimanfaatkan
(diperjualbelikan) sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di lahan
basah.Selain itu, hasil kerajinan tangan dari eceng gondok juga dapat digunakan untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat lahan basah.

• Pemanfaatan lahan basah sebagai objek wisata


Lahan basah yang dilestarikan dapat dijadikan sebagai objek wisata seperti
contohnya Taman Nasional Sembilang di Banyuasin

• Menjual kerajinan tangan berbahan eceng gondok


Tanaman eceng gondok banyak tumbuh di permukaan air.Disekitar wilayah lahan
basah, ditemukan banyak tanaman eceng gondok. Eceng gondok yang dikeringkan atau
dijemur dapat dimanfaatkan menjadi berbagai kerajinan tangan seperti tas, sandal, dan
bakul.

4. Threat (ancaman) adalah situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
• Kebakaran
Lahan basah dikenal sebagai lahan yang rentan terbakar karena menyimpan
karbon didalamnya.
• Banjir
Lahan basah yang tidak dikelola dengan baik akan merubah fungsi lahan basah
sebagai peredam banjir, karena umumnya masyarakat di lahan basah masih memiliki
kebiasaan buang sampah disungai. Sehingga jika terjadi musim hujan, sampah yang
menumpuk itu akan berpotensi menimbulkan banjir.
• Penyakit menular
Masyarakat di lingkungan lahan basah umumnya masih memiliki prilaku yang
buruk dan tidak mencerminkan PHBS seperti buang air besar sembarangan dan buang
sampah di sungai.Hal ini menyebabkan sungai tercemar sehingga memiliki potensi besar
untuk menimbulkan penyakit menular seperti diare, penyakit kulit dan hepatitis.
• Sulit mengikuti perkembangan zaman
Karena lahan basah umumnya berada ditempat yang sulit dijangkau sehingga
menyebabkan teknologi yang baru sulit untuk diadopsi oleh masyarakat di wilayah lahan
basah.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang dan tidak lepas dari lingkungan
pemiliknya, kearifan lokal bersifat dinamis menyesuaikan dengan zaman dan Secara umum
kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari
masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal terdiri dari dua bentuk yaitu : kearifal lokal yang berwujud
nyata (tangible) dan kearifan lokal yang tidak berwujud (intangible). Identifikasi kearifan lokal
di wilayah lahan basah dapat dilakukan dengan cara identifikasi Sumber Daya Manusia,Sumber
Daya Alam, money, material, Machine, dan Method. Dalam mengidentifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi dapat dilakukan dengan menggunakan Analisi
SWOT.

3.2 Saran

Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat saya harapkan guna
memperbaiki makalah ini serta sebagai acuan bagi kami untuk membuat makalah yang lebih baik
kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://awig-awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html

file:///C:/Users/10/Downloads/Pemanfaatankekayaanalamlahanbasah.pdf

Anda mungkin juga menyukai