Anda di halaman 1dari 7

ARSITEKTUR RUMAH GADANG (KAJANG PADATI) SINIKAYO KOTA PADANG,

SUMATERA BARAT
Syalsabilla Rahmadina1
Universitas Jambi
Jl. Lintas Jambi-Muaro Bulian km 15
Telp (0741) 583377
Email: srahmadina89@gmail.com

Muhammad Riyad Nes2


Universitas Gadjah Mada
Bulaksumur, Caturtunggal kec. Depok Kab. Sleman, D.I.Yogyakarta
Telp. (0274) 6492599
Email: muhammadriyad2020@mail.ugm.ac.id

Abstract

Abstrak

1. Latar Belakang
Indonesia sebagai suatu negara dengan beragam suku bangsa, tentulah mempunyai
beraneka ragam bentuk arsitektur rumah tradisional yang apabila dijumlahkan secara
keseluruhan kurang lebih sama banyak dengan jumlah kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
Satu sama lain memiliki ragam bentuk, ornament yang berbeda-beda, namun diantaraya
terkadang terdapat juga kesamaan. Ciri khas yang menjadi persamaan ini bisa kita lihat pada
bagian umpak, lantai yang ditinggikan, atap berkemucak dengan bubungan pada atap yang
dipanjangkan, dan ujung dinding muka keluar. Variasi tema umum tersebut memperlihatkan
peyebaran secara perlahan tradisi arsitektur kuno, melampaui ribuan tahun, dari satu
kemungkinan titik yang sama: Pulau Taiwan (Tjahyono, 2002:1).
Peter Bellwood (2007), dalam bukunya Prasejarah Kepulauan Indo-Malaya, paling
tidak migrasi suku bangsa penutur bahasa Austronesia menuju kepulauan nusantara dimulai
sejak 3000 SM. Wilayah Indonesia Barat sesudahnya, sekitar 1500 SM (Bellwood, 2007:
135). Migrasi suku bangsa Austronesia yang secara genetik berciri ras mongoloid ini serta
merta membawa kebudayaan dari tanah luluhurnya di Formosa, Taiwan, seperti kebudayaan
bercocok tanam, domistikasi atau pembudidayaan hewan ternak dan tumbuhan, religi juga
terkait arsitektural rumah tinggal. Pada umumnya mereka tinggal berkelompok, dengan pola
1

2
memusat dengan alasan sosial maupun keamanan. Rumah-rumahnya hampir semua berdenah
segi empat, dengan bentuk panggung yang terkadang bisa mencapai 10 meter diatas
permukaan tanah. Pada umumnya masyarakat dengan status sosial tinggi, mempunyai bilik
khusus pada ruang antara atap untuk penyimpanan perlengkapan benda suci, pusaka,
lambang-lambang maupun tinggalan nenek moyang. Rumah seperti ini sering digunakan
untuk kegaitan ritual, dan juga tempat pertemuan-pertemuan (Bellwood, 2007: 224-225).
Rumah dalam kebudayaan masyarakat Nusantara memang dianggap bagian penting,
sama pentingnya dengan ikatan kekeluargaan yang dipertalikan dengan darah, atau dengan
kata lain rumah adalah hidup, pandangan hidup dan ekspresi dari kehidupan itu sendiri.
Pandangan bahwa rumah sebagai bagian penting dalam konsep masyarakat Nusantara,
Clifford Geertz (1996), menyebutnya sebagai ‘stratigrafis’, atau lapisan demi lapisan, antara
hubungan yang satu dengan hubungan lain. Dalam konsep ini manusia adalah susunan ‘taraf-
taraf’, dimana masing-masing mewakili lapisan dan pola-pola tertentu yang kemudian
diekspresikan melalui symbol yang ditata sedemikian rupa dalam objek materialis, seperti
misalnya rumah

Sumatera Barat memiliki warisan budaya salah satunya yaitu rumah gadang yang
masih bisa kita jumpai hingga masa kini. Rumah gadang memiliki nilai penting dan ciri khas
tersendiri. Rumah gadang di Minangkabau disebut sebagai rumah besar dikarenakan
ukurannya yang besar, rumah besar merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat
Minangkabau untuk menyebut rumah adat Minangkabau. Rumah gadang merupakan
bangunan yang diwarisi secara turun temurun yang melambangkan kekhasan budaya dan adat
yang dimiliki masyarakat Minang. Rumah gadang tidak hanya difungsikan sebagai tempat
tinggal tetapi juga dipergunakan sebagai tempat bermusyawarah orang Minang. Rumah
gadang di Minangkabau memiliki keunikan yang terletak di atap atau yang biasa disebut oleh
orang Minang sebagai gonjong. asal usul dari gonjong rumah gadang berasal dari cerita
rakyat Minangkabau yang dilandasi oleh peristiwa adu kerbau antara kerbau besar dari
kerajaan Majapahit dengan kerbau kecil dari Minangkabau yang sengaja dipersiapkan untuk
adu kerbau dengan tidak diberi makan dan tanduknya diberi besi, hasilnya kerbau kecil yang
tidak diberi makan dan diberi tanduk besi asal Minangkabau-lah yang memenangkan
pertarungan tersebut (Amril,2017:417)

Rumah mempunyai makna akan bentuk satu bangunan mencangkup bahan kontruksi
yang dipergunakan untuk tempat bernaung. Setiap rumah tradisional memiliki ruang yang
pemanfaatannya mengacu pada konsepsi budaya dari masyarakat pendukungnya dan warisan
dari generasi sebelumya. Rumah gadang Minangkabau dilambangkan sebagai kehadiran satu
kaum dalam satu nagari sebagai pusat kehidupan dan kerukunan seperti bermufakat kaum
keluarga dan juga melaksanakan upacara adat (Syamsidar,1991:32). Rumah gadang biasanya
dipimpin oleh seorang laki-laki atau mamak rumah dari rumah tersebut. Mamak rumah
merupakan saudara laki-laki dari ibu yang biasanya menjadi pemimpin atau pemandu bagi
kemenakan-kemenakannya.

Rumah gadang memiliki beberapa tipe atau ragam yang pada dasarnya bersifat
menyesuaikan dengan konteks daerah, lingkungan, dan tempat rumah itu berada. Tipe rumah
gadang terbagi dua yaitu tipe ber-gonjong dan ber-atap pelana. rumah gadang yang memiliki
tipe atap ber-gonjong identik dengan tanduk kerbau dari cerita Minangkabau, sedangkan
rumah gadang dengan tipe pelana kuda ini merupakan bentuk atap yang menyerupai rumah
Melayu pada umumnya (Edi,1993-1994:40). Pada dasarnya gonjong rumah gadang berbentuk
runcing dan menjulang tinggi ke atas, tetapi berbeda dengan rumah gadang yang terdapat di
pesisir pantai khususnya di kota Padang. Rumah gadang masyarakat Padang dicirikan dengan
atapnya yang mirip dengan atap kajang padati, dengan memiliki serambi dibagian depan, dan
memiliki ukuran yang lebih kecil dari rumah gadang pada umumnya.

Dalam melakukan penelitian, rumah yang dijadikan sebagai objek penelitian yaitu
Rumah gadang Sinikayo yang terdapat di kota Padang provinsi Sumatera Barat. Rumah
gadang Sinikayo merupakan rumah gadang yang tergolong dalam rumah kajang padati.
Rumah gadang kajang padati pada umumnya memiliki bentuk yang lebih sederhana, dengan
sedikit ukiran sedangkan rumah gadang Sinikayo memiliki ragam hias dan ornament yang
cukup ramai. Rumah gadang Sinikayo memiliki keunikan dan keistimewaan yang terdapat
pada bentuk atapnya yang khas terutama atap pelana dengan bentuk dasar segitiga, dimana
puncak dan samping atapnya melengkung, inilah yang menjadi pembeda dengan rumah
gadang yang tedapat di darek dengan rumah gadang di pesisir pantai. Berdasarkan latar
belakang di atas dirumuskan beberapa masalah. Adapun permasalahan yang akan dikaji dan
diteliti dalam tulisan ini akan dipaparkan pada rumusan masalah dibawah.

1.2 Rumusan Masalah

Sumatera Barat memiliki kekayaan tinggalan budaya khususnya arsitektur bangunan


rumah tradisional. Salah satu bangunan tersebut adalah rumah gadang Sinikayo. Berdasarkan
penjelasan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
rumah gadang Sinikayo dengan mengajukan permasalahan yang berhubungan dengan hal
diatas yaitu Bagaimana bentuk arsitektur rumah gadang sinikayo?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari tulisan ini yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan
tentang rumah tradisional, adapun tujuan khusus dari tulisan ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana bentuk arsitektur dari rumah gadang Sinikayo.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup kajian penelitian dan ruang
lingkup wilayah penelitian. Ruang lingkup penelitian ini meliputi satu objek rumah gadang
Sinikayo di kecamatan Kuranji kota Padang Sumatera Barat. fokus dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana bentuk arsitektur dari rumah gadang Sinikayo. Cangkupan
wilayah penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu di Jalan Arum Dalu I, Kelurahan
Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji, kota Padang provinsi Sumatera Barat.

1.5. Landasan Teori

Arsitektur Dalam arti luas merupakan pemenuhan akan kebutuhan manusia pada suatu
ruang, yang dapat memberikan rasa nyaman bagi manusia dalam lingkupnya. Allen G Noble
(2007), dalam bukunya yang berjudul Traditional Building: A Global Survey of Structure
Forms and Function secara mendalam dan menyeluruh memaparkan konsep arsitektur rumah
tradisonal Austronesia atau yang meruapakan leluhur masyarakat melayu nusantara. Noble,
dalam buku ini menyatakan secara konsep terdapat lima ciri utama rumah tradisonal melayu,
yakni.

a. Rumah berbentuk panggung


b. Rumah terbuat dari bahan kayu, dan bambu
c. Rumah berbentuk persegi memanjang ke belakang atau kesamping
d. Atap rumah berupa limasan yang membumbung tinggi dan menyempit pada bagian
atas
e. Umumnya tata ruang dibagi dengan landasan philosofis yang bersumber dari adat
istiadat dan tradisi setempat.
Lima konsep dan ciri utama arsitektural rumah tradisonal di nusantara apabila kita
koreksi dan analysis mendalam, maka kita akan menemukan keseluruhan bangunan sejatinya
menerapkan konsep yang sama
2. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode arkeologi yang terdiri
dari beberapa tahapan, yakni pengumpulan data, analisis data, serta interpretasi dengan
menggunakan penalaran induktif.. Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analitis,
sifat deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran data arkeologi yang diperoleh dalam
penelitian. Sedangkan sifat analitis bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data,
analisis data, dan interpretasi. Metode yang akan digunakan dalam tulisan ini sebagai berikut:
2.1 Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui dua cara yaitu studi
pustaka dan studi lapangan. Studi Pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur-
literatur yang berkaitan dengan objek rumah gadang Sinikayo baik berupa, buku-buku,
skripsi maupun laporan penelitian arkeologi yang relevan. sedangkan studi lapangan
dilakukan dengan pengambilan data ke lapangan untuk melengkapi data yang diperoleh dari
studi pustaka.
2.2 Pengolahan Data
Pada tahap ini hasil pengambilan data lapangan yang berupa komponen fisik
bangunan dideskripsikan terlebih dahulu. Deskripsi tersebut meliputi deskripsi morfologi
bangunan, dan deskripsi lingkungan. setelah melakukan deskripsi tahap selanjutnya
identifiksi. Pada tahap ini dilakukan identitikasi morfologi untuk melihat bentuk dan fungsi
dari bangunan rumah gadang Sinikayo.
2.3 Analisis Data
Setelah melakukan pengolahan data, maka tahap selanjutnya yaitu tahap analisis data.
analisis khusus (specificanalysis).adalah analisis yang menitikberatkan pada hubungan antar
data arkeologi, sedangkan analisis khusus (specificanalysis) adalah analisis yang
menitikberatkan pada ciri-ciri fisik bangunan (Sukendar,2000:8). Analisis morfologi
merupakan satuan pengukuran dalam analisis bentuk meliputi ukuran, denah, arah hadap, dan
bagian-bagian sperti ruang dan ragam hias ornament yang terdapat di rumah gadang sinikayo
2.4 Intepretasi
Dalam tahap ini akan diambil interpretasi data berdasarkan permasalahan, tujuan
penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Diharapkan dalam tahap interpretasi ini dapat
menjawab permasalahan yang diajukan dan mencapai tujuan meilihat bagaimana arsitektur
rumah gadang Sinikayo di kota Padang
1. Hasil dan Pembahasan
Daftar pustaka

Amril, Fauzan. 2017. Refleksi Matrilineal pada Rumah Gadang di Minangkabau.


Batusangkar: BPCB SUMBAR.
B,A, Syamsidar. 1991.Arsitektur Tradisional daerah Sumatera Barat, Jakarta: depdikbud.
Noble, Allen G. 2007. Traditional Building: A Global Survey of Structural Forms and
Cultural Function. London: I.B Tauris & Co. Ltd
Bellwood, Peter. 2007. Prehistoric Indo-Malaya. Canberra: ANU Press.
Geertz, Clifford. 1996. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sedyawati, Edi, dkk. 1993-1994. Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Sukendar, Haris., dkk. 2002. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional.
Tjahyono, Gunawan. 2002. Indonesian Heriatge: Arsitektur. Jakarta: Grolier International
Inc.

Anda mungkin juga menyukai