TUGAS BESAR
MATA KULIAH SEJARAH ARSITEKTUR INDONESIA
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Pujisyukurkepada
Allah
SWT
karenaberkatrahmat-
inimerupakanbentukpendidikan
dimaksudkanuntukpeningkatanpengetahuandanwawasanpenulis,
yang
dosen,
danpembacaakan
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
.....................................................................................................i
................................................................................................................ii
PENDAHULUAN
........................................................................................1
............................................................................1
PEMBAHASAN
....................................................1
............................................................................2
........................................................................................3
....................................................3
............................4
............................4
PENUTUP
..................................................................................................14
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
..............13
......................................................................................14
..................................................................................................14
...................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
KebudayaanBatakKaromerupakansuatuhasilkaryadarinenekmoyangsukuBatakKarop
adazamandulu
yang
telahmembuktikanbahwaketerbatasanwawasanpengetahuantidakmenghalangimerekauntu
kberkaryadanmenghasilkansesuatu
yang
bergunabagianakcucumerekasampaisaatini,
yang
atas,
yang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Rumah Adat Batak Karo
Rumah Adat Si Waluh Jabu paling
mudah ditemui, karena peninggalannya
masih tersebar di beberapa wilayah
tanah adat Karo. Salah satunya adalah
Desa Lingga yang merupakan wilayah
bekas Kerajaan Lingga Tanah Karo,
berada di Kabupaten Karo, Sumatera
Utara. Meski hanya sebuah kampung
kecil yang berada tak jauh dari kaki Gunung Sinabung, salah satu puncak tertinggi di
Sumatera Utara, ternyata desa ini cukup terkenal dengan objek wisata sejarah yaitu
rumah adat dan kesenian karo lainnya..
Desa ini terkenal karena masih terdapat sejumlah bangunan tradisional adat Batak
Karo yang sudah berusia ratusan tahun. Bangunan utamanya adalah rumah adat Batak
2
Karo Siwaluh Jabu yang berusia sekitar 250 tahun. Selain itu, sejumlah bangunan
tradisional lainnya juga masih berdiri di sana. Seperti jambur, griten, lesung dan
lembung.
Konsep rumah adat Karo ini oleh para arsitek di masa awal pembangunan rumah
adat ini sangat lengkap, sampai memikirkan kekuatan bangunan, sehingga apabila terjadi
gempa rumah adat akan tetap berdiri kokoh.
Di masa lalu, dalam membangun rumah adat harus dilakukan dengan ritual panjang.
Di dalam rumah adat, terdapat banyak aturan dan pantangan adat yang harus dipatuhi
oleh setiap keluarga yang tinggal di dalam rumah adat. Bicara tidak boleh sembarangan,
tidak boleh duduk di tengah ruangan, tidak boleh duduk di tungku, karena tungku adalah
tempat untuk memasak dan lain-lain.
Ciri khas Siwaluh Jabu ada pada kedua ujung atapnya yang terbuat dari ijuk dan
terpasang tanduk atau kepala kerbau, di atas anyaman bambu berbentuk segitiga yang
disebut ayo-ayo. Kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah itu dipercaya
penduduk sebagai penolak bala.
2.2 Pola PerkampunganRumah Adat Batak Karo
Pola perkampungan adat Batak Karo yang menyerupai benteng dengan dua gerbang
(bahal), mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tata ruang lingkungan dengan
komunitas yang utuh dan mantap. Sekeliling kampung dipagari batu setinggi 2 m, yang
disebut parik. Di setiap sudut dibuat menara untuk mengintai musuh. Menurut
sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali berperang. Itu sebabnya bentuk
kampungnya menyerupai benteng.
Palas (antara batu pondasi dan tiang kayu penyangga rumah), dilapisi batang ijuk,
yang berfungsi meredam getaran akibat gempa, rumah akan mengikuti arah getaran
gempa.
Mereka memilih kayu dari hutan, memotong-motong dan dibawa ke hadapan sang
dukun. Oleh sang dukun, kayu-kayu tersebut didoakan, dimimpikan, untuk kemudian
dipilih kayu mana yang boleh digunakan. Pemilihan kayu harus tepat, karena apabila
salah memilih kayu, maka diyakini akan membawa bencana. Jenis kayu yang boleh
dipakai untuk membangun, hanya boleh dari 3 jenis saja, yaitu:
1. Kayu Ndrasi, diyakini menjauhkan keluarga yang tinggal di rumah tersebut tidak
mendapat sakit.
2. Kayu Ambartuah, dipakai supaya mereka diberi tuah, ataupun kesejahteraan
hidup.
3. Kayu Sibernaik, dipakai untuk mendoakan kemudahan rezeki.
2.4 Bentuk BangunanRumah Adat Batak Karo
Bangunan Rumah Adat Batak Karo ini berukuran 1712 m2 yang merupakan rumah
panggung dengan ketinggian bangunan dari tanah mencapai 12 m. Maksudnya untuk
menghindari ancaman dari binatang buas juga dapat digunakan sebagai tempat ternak dan
tempat untuk menyimpan kayu bakar. Dinding miring yang menghadap ke bawah,
maksudnya bagian bawah dinding lebih sempit dari bagian atasnya.
Atap tinggi dan bersudut curam dengan proporsi bagian atap dapat mencapai hingga 7
kalidari bagian dinding.Atap ini berbentuk perisai yang di atasnya berubah menjadi
pelana.
I
III
I
III
II
II
Keterangan :
1. Jabu bena kayu (jabu raja) untuk merga taneh.
2. Jabu lepar bena kayu (jabu sungkun berita)
3. Jabu sidapurken bena kayu (jabu peninggel-ninggel)
4. Jabu sidapurken lepar bena kayu (jabu singkapur belo)
5. Jabu ujungkayu
6. Jabu lepar ujungkayu (jabu simangan-minem)
7. Jabu sidapurken ujungkayu (jabu arinteneng)
8. Jabu sidapurken lepar ujungkayu (jabu biacara guru)
I. Lebah = pintu
II. Ture = terras
o Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan
bena kayu, didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.
o Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis,
ruangan ini disebut Jabu Silayari.
o Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan
ujung kayu. Rumah Adat Karo Sumatera Utara, ruangan ini didiami oleh Jabu
Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh yaitu Kalimbuh dari jabu
silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalam adat.
Setiap dua ruang dalam satu sekat terdapat satu buah perapian yang digunakan untuk
memasak sekaligus menghangatkan ruang. Perapian yang berfungsi sebagai dapur ini
terletak di lantai rumah panggung dengan cerukan berbentuk segiempat dalam level yang
lebih rendah. Beberapa buah batu diletakkan untuk menahan panas agar tidak
menyebabkan lantai rumah menjadi panas dan terbakar. Posisi batu diatur sedemikian
rupa dalam makna filosofis untuk keakraban keluarga.
Gambar disamping adalah tata ruang dalam bangunan, dan merupakan perspektif
bagian-bagian dari dalam
bangunan.
yang
Tata
ruang
berbentuk
linier
Gambar
disamping
Delapan
untuk
menahan beban atap dan delapan lagi menahan beban struktur lantai. Tiang tersebut
terbuat dari kayu yang sudah tua, yang disebut kayu ndrasi.Kayu ini berdiameter 40
cm dan kayu ini diambil dari hutan setempat.Untuk menghubungkan tiang-tiang ini
digunakan balok kayu yang dipasang menembus tiang-tiang bangunan dengan posisi
yang saling bersilangan.
Pondasi tradisional yang terbuat dari batu kali yang besar, disebut sebagai batu palas.
Mempunyai bentukan yang bulat panjang,
berdiameter 60 cm dan panjang 80 cm.
Pemasangan batu palas sebagai batu
pondasi ini mirip dengan pembuatan
pondasi umpak yang sering digunakan
pada rumah panggung.
Batu palas yang sering digunakan
biasanya ditanam setengah dari panjang
batu. Pada bagian atas batu palas yang
menyembul keluar biasanya di buat lubang
sesuai dengan ukuran dari ujung tiang
bangunan. Tiangnya diruncingkan dengan
membentuk
segi
delapan,
agar
bisa
lubang
pondasi
kemudian
dimasukan :
7
dapat
mengurangi
pergerakan kolom
4. Tiang bangunan yang berbentuk
bulat
dengan
ditancapkan
diameter
kedalam
4cm
lubang
pondasi
Gambar kanan atas merupakan gambar tangga dan gambar kiri atas merupakan
gambar teras pada bangunan rumah adat Batak Karo. Ada 2 tangga yang terdapat di pintu
masuk dan dibagian belakang yang terbuat dari bambu dan juga kayu yang bernama kayu
tempawa. Bambu dan kayu yang menjadi materialnya berdiameter 15cm. Anak
tangganya biasanya berjumlah ganjil yaitu 3.
Tangga ini langsung bersandar ke teras yang di sebut dengan ture yang terbuat dari
bambu juga dan berdiameter 15cm. Tinggi dari ture dari permukaan tanah kira-kira 1,5
m. Ture ini berfungsi sebagai tempat jaga malam atau ronda, tempat mencuci, tempat
menyiapkan makanan, tempat bertenun dan tempat mengayam tikar atau pekerjaan
lainnya.
Dinding bangunan terbuat dari kayu ndrasi berbentuk papan yang disambung
dengan memakai sambungan pendan di bantu dengan ikatan ijuk.Ikatan tali ijuk
tersebutmembentuk jajaran cicak dengan kepala danekor yang saling berhadapan, hal ini
berarti bahwa penghuni rumah saling menghormati. Dinding dibuat miring keluar supaya
ruangan di dalamnya terasa luas dan asap dari dapur bisa lebih mudah keluar.
Cara
memasangnya
dengan
pintu,di
bagian
(jahe).
Kedua
pintu
kanan
dihuni
empat
Penutup atap terbuat dari ijuk hitamyang bersusun-susun hingga mencapai tebal 20
cm. Rangka terbuat dari bambu yang dibelah 1 x 3 cm dan diikat dengan rotan. Jarak
antar bambu 4 cm dengan bumbungan atap terbuat dari jerami yang tebalnya 1520cm.Bagian terendah dari atap pertama di bagian pangkalnya ditanami tanaman
menjalar pada semua dinding dan berfungsi sebagai penahan hujan deras.Ujung dari atap
yang menonjol ditutup dengantikar bambu yang indah. Fungsi utama dari ujung atap
yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah.
Atap bertingkat dan berbentuk segitiga. Pembagian serba tiga ini melambangkan
adanya ikatan sangkap sitelu yaitu ikatan tiga kelompok keluarga yang terdiri dari
Kalimbubu, Senina dan Sembunyak, sebagaimana pengertian dalihan na tolu (tungku
nan tiga) pada masyarakat Batak. Pinggiran atap rumah yang sama di semua sisi
bermakna bahwa keluarga yang mendiami memiliki tujuan yang sama.
Tajuk langit merupakan tiang pemikul bubungan atap yang terbuat dari kayu
berukuran 7 x 15cm dan letaknya di paling atas atap dengan mengikatnya memakai tali
ijuk. Tanduk rumah merupakan pahatan berbentuk tanduk kerbau di ujung-ujung
bubungan rumah yang berfungsi sebagai ornamen rumah dan bermakna sebagai penjaga
penghuni rumah dari kekuatan roh jahat.
10
Gambar diatas merupakan potongan lengkap dari pondasi hingga atap Rumah Adat
Batak Karo.Terlihat material dan konstruksinya secara detail dan lengkap.
Gambar diatas adalah gambaran konstruksi dan sistem struktur pada bangunan
Rumah Adat Batak Karo. Mulai dari pondasi, tiang, sambungan-sambungan, hingga
konstruksi atap.
2.5 Ornamen dan Ragam HiasRumah Adat Batak Karo
11
Dinding rumah terdapat ukiran 5 warna, dengan motif saling kait, yang masingmasing warna pastilah memiliki makna sendiri, yang sayangnya tidak diketahui secara
pasti tentang makna tersebut. Menurut penuturan warga Karo, hanya tinggal para orang
tua lanjut usia saja yang paham mengenai makna 5 warna tersebut.Menurut seorang
warga Karo, bahwa 5 warna ukiran tersebut melambangkan keakraban dan kekerabatan
antara 5 marga besar dalam suku Batak Karo, yaitu:
1. warna Merah adalah simbol marga Ginting
2. warna Hitam, milik marga Sembiring
3. warna Putih, milik marga Siangin-Angin
4. warna Biru, milik marga Tarigan
5. warna Kuning Keemasan, milik marga Karo-Karo.
Ornamen-ornamen mengandung arti mistik, ini berkaitan dengan kepercayaan pada
masa itu. Secara umum menggambarkan jati diri, kebersatuan keluarga dan permohonan
keselamatan. Bahan pewarnanya dibuat dari alam (dah atah taneh). Selalu
menggambarkan cicak di dinding rumah mereka, baik nampak seperti cicak sebenarnya
ata upun bentuk yang menyerupainya artinya, orang Batak dapat beradaptasi dengan
lingkungannya seperti hidup cicak.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atap rumah adat batak karo ini bertingkat dengan patung kepala banteng diujungnya.
13
Ukuran rumah yang paling besar diantara rumah-rumah tradisional suku Batak
lainnya.
Dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dengan cara dipantek dengan pasak atau
diikat menyilang dengan tali.
Dinding dibuat miring ke arah luar agar terasa luas di dalam rumah.
3.2 Saran
Mengingat besarnya wilayah negara Indonesia dengan keanekaragaman budaya dan
rumah adatnya, masyarakat dapat mempelajari dan memahami teori serta praktik
pembangunan rumah adat mereka yang tentu akan berguna dikemudian hari bagi penulis
sebagai mahasiswa dan masyarakat lain yang bergerak dibidang arsitektur.
Disarankan agar Rumah Adat Batak Karo ini tetap dilestarikan karena bangunan ini
merupakan salah satu aset negara yang bisa diteruskan hingga anak cucu kita nanti.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Pustaka
Sitanggang,
Drs.
Hilderia.1992.Arsitektur
Tradisional
Batak
Karo.Jakarta:
B. Artikel Web
14
http://www.academia.edu/4884909/Rumah_Batak_Karo
http://planetbatak.blogspot.com/2013/09/rumah-adat-karo.html
http://ucujuhari.files.wordpress.com/2013/01/rumah-adat-batak.pdf
http://planetbatak.blogspot.com/2013/09/rumah-adat-karo.html
http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/11/penduduk-dan-pola-desa-suku-
batak.html
http://f-pelamonia.blogspot.com/2009/11/perkembangan-arsitektur-pada-rumah.html
http://bataketnic.blogspot.com/2013/05/rumah-adat-karo-sumatera-utara.html
http://archnewsnusantara.wordpress.com/2009/08/09/siwaluh-jabu-rumah-adat-batak-
karo/
15