PENDAHULUAN
1
Ir. Pilipus Jeraman, MT, Antropologi Arsitektur Vernakular, Modul Kuliah, Universitas
Katolik Widya Mandira, hlm 2
2
Ir. Pilipus Jeraman, MT, Antropologi Arsitektur Vernakular, Modul Kuliah, Universitas
Katolik Widya Mandira, hlm 20
pulau dawan dibangun menggunakan material alam seperti kayu, bambu, dan alang-
alang sebagai penutup atapnya.
Selain itu keragaman arsitektur rumah traditional di pulau dawan tidak hanya dari
segi bentuk, tetapi juga pola dan konsep pola spasial yang banyak dipengaruhi oleh
budaya, sistem kepercayaan, pemahaman masyarakat lokal, dan kosmologi.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan pengamatan awal ( grand tour),
perlu disadari pengaruh modernisasi dan globalisasi mulai mengancam keberadaan
identitas lokal dalam wujud arsitektur rumah tradisional. Contoh yang paling konkret
dapat kita temukan di beberapa material yang sudah mulai tergantikan. Selain itu
pada rumusan masalah kali ini, kita juga menyoroti dan memahami tentang ikilm
dan topografi, konstruksi bangunan, material bangunan, serta dinamika arsitektur.
1.6 METODOLOGI
1) Studi Pustaka
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi dari jurnal
dari jurnal yang telah dipublikasikan baik dari buku maupun dari internet.
Studi pustaka ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan penelitian ini.
2) Studi Lapangan
Ada beberapa cara yang digunakan dalam penilitian, khususnya ketika terjun
ke lapangan. Cara tersebut antara lain:
Interview
Wawancara secara langsung terhadap narasumber, sehingga
mendapatkan informasi.
1. BAB 1- PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang, identitas masalah,
rumusan masalah, tujuan, batasan masalah,metodologi, dan sistematika
pembahasan
2. BAB 2- TINJAUAN PUSTAKA / LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai materi yang berkaitan dengan
pengetahuan Antropologi dan Arsitektur serta perubahan kebudayaan
arsitektur
3. BAB 3- MENGENAI KAMPUNG ADAT KAENBAUN
Dalam bab ini, membahas tentang sejarah kampung kaenbaun serta
membahas tentang fisik dasar kampung adat kaenbaun
4. BAB 4- ANALISA DAN PERANCANGAN
Dalam bab ini, membahas mengenai gambaran umum, serta analisis
kebutuhan mengenai perancangan
5. BAB 5- KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran
mengenai makalah ini.
6. DAFTAR PUSTAKA membahas mengenai daftar penulis dan buku-buku
sumber yang diambil
BAB II
3
Kajian Vernakular Secara etimologis kata Verna berasal dari bahasa latin
yang artinya home born slave (Nuttgents,1993). Kata Vernakular juga berasal dari
vernaculus (latin) berarti asli (native). Dalam ilmu bahasa (Linguistik),bahasa
vernakular mengacu pada penggunaan bahasa untuk waktu, tempat atau kelompok
lokal/tertentu. Dalam kebudayaan khususnya arsitektur,terminologi tersebut merujuk
pada jenis kebudayaan atau arsitektur yang berlaku ditempat tertentu/lokal (tidak
meniru dari tempat lain). Dengan demikian kebudayaan vernakular dapat diartikan
sebagai kebudayaan asli yang dimilki oleh suatu masyarakat yang tumbuh dari
kondisi sosial serta masih bersifat sederhana (Humble), merujuk pada karya
manusia/penduduk biasa (under priviledged,common people), dianut secara
berkesinambungan beberapa generasi, yang mencakup arsitektur, bahasa, seni dan
musik. Namun sampai saat ini arsitektur vernakular masih belum terdefinisi dengan
jelas. Berikut ini pendapat para ahli mengenai aritektur vernakular.
Menurut Oliver
3
https//Wikipedia diakses 8 november 2019
Arsitektur Vernakular dan Perkembangannnya Dalam konteks perkembangan
ilmu pengetahuan, topik Arsitektur Vernakular dapat dikatakan masih relatif muda.
Istilah vernakular sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Bernard Rudofsky tahun
1964 melalui pameran yang bertema Architecture without Architects di Museum of
Modern Art (MoMA).Term vernacular ini sendiri berasal dari kata verna (dari bahasa
Latin) yang artinya domestic, indigenous, native slave, atau home-born slave, dan
dipilih oleh Rudofsky untuk mengklasifikasikan arsitektur lokal (umumnya berupa
hunian) yang ditemukannya di berbagai belahan dunia. Dari sinilah selanjutnya
dalam berbagai literatur kontemporer makna yang paling populer bagi arsitektur
vernakular adalah arsitektur tanpa arsitek. Perdebatan mengenai pengertian atau
definisi arsitektur vernakular diawali oleh Rapoport dalam bukunya “House Form and
Culture” tahun 1969. Perdebatan ini terus berlangsung hingga tahun 1990, ketika
Rapoport menulis artikel berjudul “Defining Vernacular Design” dan sampai saat ini
diperkirakan perdebatan itu belum memperoleh hasil yang memuaskan. Namun
demikian, pengertian ini masih sebatas kategorisasi‟ dalam ranah arsitektur dan
baru pada tahun 1970-an hal-hal menyangkut vernakular ini mulai dipertimbangkan
sebagai bagian dalam desain arsitektur meskipun terdapat banyak sekali sudut
pandang dalam “melihat” hakikat vernakular ini. Menurut Yulianto Sumalyo (1993),
vernakular adalah bahasa setempat, dalam arsitektur istilah ini untuk menyebut
bentuk-bentuk yang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim
setempat, diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, struktur,
detail-detail bagian,ornamen, dll). Menurut Maquire, vernakular itu bukanlah suatu
langgam atau gaya yang jadi sumber peniruan. Signifikansi dari vernakular adalah
kegunaannya sebagai suatu alat pembelajaran. Pertama, vernakular senantiasa
menunjukkan kejujuran. Kedua, vernakular senantiasa mendemonstrasikan
bagaimana suatu karakteristik yang kompleks dapat tercipta dari suatu kejujuran, di
mana kesederhanaan berkembang menjadi suatu kompeksitas seiring dengan
pemberlakuan yang konstan. Ketiga,vernakular memiliki kualitas yang elusif yaitu:
skala yang manusiawi, karena ia diciptakan secara langsung manusia untuk
manusia. Untuk selanjutnya popularitas terminologi Arsitektur Vernakular semakin
memperoleh momentumnya sejak didefinisikan oleh Amos Rapoport (1982) melalui
diferensiasi tipologi bangunan atas yang hadir melalui suatu tradisi disain tingkat
tinggi dan yang hadir dengan tradisi rakyat (folk tradition)”.Distinksi ini lebih sering
dikenal dengan dikotomi “high class style vs low class style”. Dalam kelompok yang
kedua,Rapoport menyebut bangunan primitif dan bangunan vernakular sebagai
bagian yang utama, sementara arsitektur moderen menjadi kasus spesial untuk
kelompok pertama. Berangkat dari taksonomi ini, Rapoport kemudian membedakan
bangunan vernakular atas “pre-industrial vernacular” dan “modern vernacular”.
Kategori yang pertama lebih menunjuk pada buah evolusi bangunan primitif,
sementara yang kedua lebih berasosiasi pada komunitas masyarakat yang
melatarbelakangi kehadiran bangunan vernacular tersebut. Kata vernakular
sebenarnya lebih mengacu kepada konsep struktur sosial dan ekonomi masyarakat
kebanyakan, sehingga lokalitas, kesederhanaan, pewarisan nilai-nilai (regenerasi)
merupakan 3 hal utama dalam kebudayaan vernakular. Arsitektur Vernakular adalah
lingkungan binaan, khususnya bangunan asli yang dirancang bangun serta dimiliki
oleh suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kehidupan fisik dasar (rumah
tinggal), sosial budaya dan ekonomi suatu masyarakat, terdiri dari tempat tinggal
dan semua bangunan lain, terkait dengan konteks lingkungan hidup dan sumber
daya setempat (lokal),tumbuh dari kondisi lokal serta masih bersifat sederhana,
menggunakan teknologi sederhana, dianut secara berkesinambungan beberapa
generasi. Arsitektur Vernakular merujuk pada karya manusia/penduduk biasa.
Beberapa karakteristik Bangunan Vernakular yaitu : a. Arsitektur vernakular
mencakup rumah tinggal dan bangunan lainnya yang berkaitan dengan konteks
lingkungan dan sumber daya setempat/lokal, individu atau masyarakat setempat
yang memilikinya, mencakup : rumah tinggal, rumah petani di lahan pertanian,
bangunan untuk menyimpan hasil pertanian atau ternak, kincir air, bangunan tempat
bekerja pengrajin, lumbung, dan balai adat (Brunskil dalam Gartiwa,2011) b. Bentuk
arsitektur yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan dasar suatu komunitas
masyarakat, nilai-nilai, ekonomi, cara pandang hidup suatu masyarakat tertentu.
Aspek fungsi sangat dominan,namun tidak dibangun untuk mengedepankan estetika
atau hal-hal yang bersifat gaya/langgam, kalaupun ada, sedikit sekali peranannya.
Hal ini dibedakan dengan arsitektur elit, yang dicirikan oleh unsur-unsur gaya desain
sengaja dilahirkan untuk tujuan estetik yang melampaui kebutuhan fungsional suatu
bangunan (Oliver,1993). c. Arsitektur yang tanpa dirancang bangun oleh pengrajin,
tanpa peran seorang arsitek professional, dengan teknik dan material lokal,
lingkungan lokal : iklim, tradisi ekonomi (Rudofsky,1965) d. Bentuk bangunan
vernakular bersifat kasar, asli lokal, jarang menerima inovasi dari luar, karena
didasarkan pada kebutuhan manusia dan ketersediaan material bangunan setempat.
Sehingga fisik dan kualitas estetika, bentuk dan struktur serta tipologi
bangunannnya dipengaruhi oleh kondisi geografi (Masner,1993). e. Bangunan
vernakular bersifat abadi yaitu memiliki keberlakuan yang panjang, konstan/terus
menerus yang diperoleh dari reaksi naluriah/spontan/tidak sadar diri terhadap
kondisi lingkungan alam setempat (Jackson,1984). f. Arsitektur vernakular adalah
produk budaya pertukangan secara manual dalam membangun yang didasarkan
pada logika sederhana, diulang dalam jumlah terbatas sebagai adaptasi terhadap
iklim, bahan, dan adat istiadat setempat. g. Pola transfer pengetahuan dilakukan
secara verbal (tidak tertulis) dari generasi ke generasi berikutnya individu-individu
dibimbing oleh suatu rangkaian konvensi (aturan tidak tertulis), yang dibangun
dalam lokalitasnya (Oliver,1993) Pengertian Vernakular sering juga disamakan
dengan arsitektur tradisional, namun ada sedikit perbedaan, tidak terlalu mencolok
sehingga dua pengertian tersebut serupa namun tidak sama. Pada prinsipnya
terminologi tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara turun
temurun dari generasi ke generasi. Namun, arsitektur tradisional dapat juga
mencakup bangunan yang mencakup rancang bangun kelompok elit dalam suatu
masyarakat misalnya kuil dan istana, candi, piramid, pagoda. Arsitektur vernakular
merujuk pada konteks setempat (lokal) sedangkan bangunan tradisional selain unsur
lokal namun juga terdapat unsur arsitektur elit, dicirikan oleh unsur-unsur langgam
(gaya) yang sengaja dimasukkkan oleh seorang arsitek professional untuk tujuan
estetik yang melampaui kebutuhan fungsional sebuah bangunan. Arsitektur yang
dirancang oleh arsitek profesional biasanya tidak dianggap vernakular. Proses yang
secara sadar dalam merancang bangunan membuatnya tidak vernakular
(Oliver,1993). Ketidaksadaran, proses tidak sadar diri dalam kreasi bentuk bangunan
adalah karakter kunci dari vernakular. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
berbagai paradigmanya maka dalam beberapa referensi yang ada, term vernacular
lebih dipahami untuk menyebutkan adanya hubungan dengan “lokalitas”. Pengertian
arsitektur vernakular juga dapat ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Salura (2010)
arsitektur vernakular yang selalu ada di seluruh belahan dunia relatif memiliki tipe
yang serupa dan tema-tema lokal yang sangat spesifik. Pendapat ini mendukung
pendapat Oliver (1997) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kunci yang
menunjukkan indikasi sebuah Arsitektur Vernakular adalah:
e. many aspects of social structure, belief systems and behavioral patterns strongly
influence building types, their functions and meanings.
i. architecture vernacular are built to meet specific needs, accomodating the values,
economies and way of living of the culture.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka saat ini, arsitektur vernakular dapat
disimpulkan sebagai arsitektur yang memiliki sifat ke-lokal-an. Arsitektur vernakular
adalah desain arsitektur yang menyesuaikan iklim lokal, menggunakan teknik dan
material lokal, dipengaruhi aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat.
Pandangannya ini berasal dari rangkuman pandangan ahli-ahli lain yang pernah
membahasnya secara terpisah. Faktor iklim lokal (climatic factor) terinspirasi oleh
Koenigsberger dalam bukunya yang terbit tahun 1974. Faktor teknik dan material
lokal mendapat inspirasi dari Spence dan Cook dalam bukunya (terbit tahun 1983)
yang membahas pengaruh material dan teknik lokal pada karya arsitektur
vernakular. Pengaruh faktor sosial dan budaya mendapat inspirasi dari Rapoport
(terbit tahun 1969) yang membahas secara khusus tentang faktor sosial dan budaya
dalam arsitektur vernakular. Berdasarkan seluruh uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa secara umum arsitektur vernakular memiliki karakteristik sebagai
berikut :
b. Diyakini mampu beradaptasi terhadap kondisi fisik, sosial, budaya dan lingkungan
setempat.
Menurut Gillin dan Gillin : Perubahan Sosial adalah suatu variasi dari cara
hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk dan ideolgi maupun
karena adanya difusi ataupun penenmuan-penemuan baru di dalam
masyarakat.
Dari faktor internal yaitu adanya penyebaran agama katolik dan kristen yang
sudah mulai meluas dan menyebar di kalangan masyarakat dawan, khususnya di
kampung Kaenbaun. Dan yang kedua bertambahnya jumlah penduduk yang
ditujukan melalui perkawinan dengan suku lain ataupun dengan orang-orang dari
berbeda pulau. Sedangkan dari faktor eksternal ditunjukan melalui lingkungan alam
fisik dan kemajuan teknologi, dimana masyarakat di kampung weetabar sudah
memiliki pengetahuan yang maju untuk berpikir kedepan dalam membangun
kampung mereka sendiri, khususnya dengan melihat sektor pertanian, yang dulunya
masih menggunakan tenaga fisik dalam mengelola sawah, tetapi dengan kemajuan
zaman alat-lat tersebut sudah digantikan buatan pabrik. Arsitektur sendiri sudah
mengalami dinamika perkembangan, yang dapat kita tinjau secara bersama melalui
lahirnya tokoh-tokoh besar arsitek hebat dunia yang jaya pada masanya. Dimana
selalu ada inovasi baru yang sudah mewarnai perkembangan zaman, dengan
perkembangan arsitektur yang mumpuni.
Lokasi studi kali ini bertempat di Pulau Timor yang lebih tepat lagi berada di
desa kaenbaun kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara
(Kefamenanu), Provinsi Nusa Tenggara Timur.
IKLIM
5
Di Pulau Timor sendiri terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan
musim hujan. Pada bulan juni sampai September arus angin berasal
dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga
mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan desember
sampai maret arus angin mengandung uap air yang bersal dari asia
dan samudra pasifik sehingga terjadinya musim hujan. Keadaaan
seperti ini berganti setiap setengan tahun setelah melewati masa
peralihan pada bulan april sampe mei dan oktober sampai November
walaupun demikian mengingat Nusa Tenggara Timur dekat dengan
Austaralia, arus angin yang banyak mengandung uap air dari asia
sampai samudra pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya
4
https://www.researchgate.net/publication. Ir. Y. Djarot Purbadi, MT; Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D
Ir. Haryadi, M.Arch., Ph.D; Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP., Ph.D,cetakan I 2009,hal 2 diakses pada
tanggal 18 november 2019
5
https://id.m.wikipedia.org,kefamenanu, diakses pada tanggal 18 november 2019
sudah berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini
berkurang. Hal ini yang menjadikan desa ini sebagai wilayah yang
tergolong kering dimana hanya 4 bulan (januari sampai maret dan
desember) yang keadaanya relative basah dan 8 bulan sisanya relative
kering. Suhu udara rata-rata sekitar pada maksimum 30 derajat
Celsius dan shu minimum 21 derajat Celsius sampai 25,5 derajat
Celsius dengan curah hujan rata-rata adalah 1164 mm/tahun. Salah
satu unsur penting pembentuk iklim diatas adalah curah hujan. Curah
hujan sangat bervariasi. Keadaan di wilayah ini pada umumnya sulit
diramalkan, kadang-kadang terlambat.
TOPOGRAFI
Desa Kaenbaun merupakan salah satu desa yang berada di bawah
permukaan tinggi dengan ketinggian antara 93 kaki dari permukaaan
laut dan kondisi alam yang terdiri dari lembah dan perbukitan dengan
curah hujan rata-rata 1.164 Mm/tahun dan jumlah hujan 4 bulan, suhu
harian sekitar 24,300C. Topografi desa Kaenbaun berbukit-bukit
dengan debgab dataran tersebar secara sporadis pada gugusa yang
sempit diapit dataran tinggi atau perbukitan. Kondisi geomorfologis
yang demikian menyebabkan pertanian pada dataran sangat terbatas
pada pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering banyak dilakukan
pada daerah-daerah dengan kemiringan yang curam sehingga
produkvitas menjadi6.
7
https://www.researchgate.net/publication. Ir. Y. Djarot Purbadi, MT; Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D
Ir. Haryadi, M.Arch., Ph.D; Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP., Ph.D,cetakan I 2009,hal 2-6 diakses
pada tanggal 18 november 2019
GAMBAR 2. PETA DARATAN PULAU TIMOR
Dalam studi arsitektur terkait dengan kajian vernakular dan sejarah studi tipologi
sangat penting untuk dipahami sebagai salah satu pendekatan studi dalam
mengidentifikasi suatu objek vernakukar di maupun sejarah arsitektur. Secara
garis besar tipologi berarti ilmu yang mempelajari mengenai tipe. Tipe sendiri
merupakan akar kata dari bahasa Yunani “typos” yang dapat diartikan dalam
bahasa inggris adalah the root of, sehingga dapat diartikan bahwa tipologi
mencoba mencari akar dari sebuah objek atau asal mula suatu objek. Menurut
Jon Lang (2005)Tipologi adalah ilmu atau kegiatan studi atau teori untuk mencari
jenis dan mengklasifikasi sebuah objek dan harus didasarkan pada variabel-
variabel terkait yang mampu menjelaskan fenomena sebuah objek dalam konteks
ini adalah objek arsitektural. Hal tersebut diperkuat dengan Wijanarka (2001)
tipologi adalah kegiatan untuk mempelajari tipe dari objek arsitektural dan
kemudian mengelompokkannya ke dalam suatu klasifikasi tipe berdasarkan
kesamaan identitas yang dimiliki oleh obyek arsitektural tersebut. Hampir sama
dengan pengertian tipologi di atas, menurut Mirza Ramandhika (2012) tipologi
menekankan klasifikasi dengan kesamaan ciri-ciri atau totalitas kekhususan yang
diciptakan oleh masyarakat dalam suatu periode atau masa yang terikat pada
suatu lingkungan binaan yang merupakan interaksi masyarakat dan aktivitas
menimbulkan suatu ruang interaksi. 23 Dalam jurnalnya Gun Faisal (2014),
mengidentifikasikan bahwa tipologi adalah ilmu dan pengetahuan yang
memfokuskan ke aspek identifikasi tipe serta karakteristik dan pengklasifikasian
atau pengelompokan sebuah objek atau dapat pula disebut sebagai taksonomi.
Sedangkan menurut Sukada dalam Budiharjo (1997, ed.) tipologi adalah ilmu
yang mempelajari mengenai berbagai macam tipe. Sehingga tipologi di dalam
arsitektur dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk menemukan atau
menelusuri awal mula dan asal-usul terbentuknya sebuah desain arsitektural.
Dari pengertian-pengertian tipologi di atas maka dapat disimpulkan tipologi
adalah usaha untuk kemudian mengelompokan serta mengklasifikasikan sebuah
objek bedasarkan identifikasi tipe yang memiliki kesamaan identitas. Tipe sebuah
objek tersebut merupakan hasil karya manusia dalam suatu periode waktu,
sehingga patut kemudian untuk ditelusuri periodisasi pembentukan serta
perkembangan sebuah objek tersebut terbentuk. Dalam memahami tipologi
sebuah objek arsitektur, periodisasi pembentukan objek arsitektural penting
untuk kemudian dicermati. Sebuah objek arsitektural dalam hal ini berupa artefak
adalah sebuah hasil karya manusia dalam periode waktu tertentu yang kemudian
menciptakan nilai karakter tersendiri yang mungkin berbeda dengan sebuah
objek arsitektur pada masa-masa periode waktu lainnya. Sehingga menelusuri
awal pembetukan sebuah objek arsitektural jadi sebuah hal penting dalam
mempelajari tipologi, karena mensiratkan ide atau tujuan awal atau sebenarnya
dari sebuah objek arsitektur itu dibangun. Menurut 24 Wijanarka (2001), dalam
kerangka penelitian untuk perkembangan bentuk arsitektural pada dasarnya
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kajian tentang bentuk arsitektur awal mula,
kajian tentang bentuk arsitektur setelah mengalami perkembangan, dan yang
ketiga adalah membandingkan antara bentuk awal mula dengan bentuk
arsitektural setelah mengalami perkembangan. Lebih rinci lagi di dalam
tulisannya Sukada dalam Eko Budiharjo (1997, Ed.) menjelaskanlangkahlangkah
dalam melakukan studi tipologi, yaitu : 1. Menentukan “bentuk-bentuk dasar”
(formal structures) yang ada di dalam tiap objek arsitektural. Yang dimaksud
dengan analisa bentuk dasar adalah memahami berbagai bentuk geometris
dasar, seperti segi tiga, segi empat dan lingkaran. Unsur geometris ini sering
tidak tersirat secara langsung dalam bentukan objek arsitektural, sehingga perlu
dilakukan studi analisa yang mengindikasikan bentukan tersebut, sehingga juga
sering disebut geometri abstrak atau deeper geometri. 2. Menentukan “sifat-sifat
dasar” (properties) yang dimiliki oleh setiap objek arsitektural, berdasarkan
bentuk dasar yang ada padanya. Yang dimaksud dengan sifat-sifat dasar adalah
sifat-sifat yang diimpresikan oleh sebuah bentukan objek. Sifat-sifat dasar dalam
sebuah objek dapat dijelaskan seperti memusat, memencar, simetris, statis, dan
sebaginya. Seperti contohnya sebuah bentuk lingkaran memiliki sifat memusat
akibat impresi dari bentuk objek lingkaran tersebut, sedangkan bentuk persegi
cenderung memiliki sifat yang statis. Namun bentuk-bentuk tersebut belum 25
tentu memliki sifat-sifat dasar tersebut apabila mengalami perubahanperubahan
seperti pengkombinasian dengan bentuk lainnya. 3. Mempelajari proses
perkembangan bentuk dasar tersebut sampai kepada perwujudannya. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perubahan bentuk-bentuk dasar dapat
mempengaruhi sifat-sifat dasar dari objek. Perubahan-perubahan bentukan dasar
tersebut belum tentu membawa sifat-sifat asli dari bentukan dasar suatu objek
arsitektural. Sehingga dianggap perlu untuk kemudian mengetahui bagaimana
bentukan suatu objek tersebut berkembang sampai kepada perwujudannya
sehingga diketahui sifat-sifat dasar dari objek tersebut8.
Ume khubu di desa kaenbaun berbentuk bundar berbentuk bulat dan atapnya
biasanya ditutup dengan alang-alang selain itu di desa kaenbaun sendiri dinding
yang dipakai adalah kayu bambu dan beton. Dan fondasi dasar yang dipakai
adalah batu yang disusun secara melingkar.sedangkan pada jaman sekarang
lebih penerapanya mengarah material pabrik
Di desa kaenbaun sendiri, penerapan material pada bangunan rumah adat sudah
mengalami banyak perubahan yang pada awalnya masih menerapkan material
dari alam, sudah banyak mengalami banyak mengalami perubahan kearah yang
lebih modern dimana matrial tersebut sudah mulai tergantikan dengan barang-
barang pabrik. Selain itu untuk ragam hias sendiri sudah mulai ditelan zaman
apalgi dengan kemajuan zaman yang pesat yang menjadikan ornament-
ornament tersebut hanya dibuat oleh segelintir orang saja.
3.6