Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Istilah vernacular sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Rudofsky pada tahun
1964, melalui pameran yang bertema Architecture without Architects di Museum of
Modern Art (moma). Term vernacular ini sendiri berasal dari kata verna (dari bahasa
Latin) yang artinya domestic, indigenous, native slave, atau home-born slave, dan dipilih
oleh Rudofsky untuk mengklasifikasikan arsitektur lokal (umumnya berupa hunian)
yang ditemukannya di berbagai belahan dunia. Dari sinilah selanjutnya dalam berbagai
literatur kontemporer makna yang paling populer bagi arsitektur vernakular adalah
arsitektur tanpa arsitek. Istilah vernacular architecture (arsitektur vernakular) semakin
populer di kalangan akademisi dan praktisi arsitektur. Pengertian arsitektur vernakular
juga dapat ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Salura (2010) arsitektur vernakular
yang selalu ada di seluruh belahan dunia relatif memiliki tipe yang serupa dan tema-tema
lokal yang sangat spesifik.
Berdasarkan sumber-sumber referensi arsitektur vernakular yanga ada maka dapat
disimpulkan bahwa arsitektur vernakular memiliki 2 (dua) ranah dan unsur, yaitu: bentuk
dan makna. Unsur bentuk berada dalam ranah fisik, sedangkan unsur makna berada
dalam ranah abstrak. Baik unsur bentuk maupun unsur makna, masing-masing memiliki
3 (tiga) aspek vernakularitas, yaitu: teknis, budaya, dan lingkungan.
Berbicara mengenai arsitektur vernakuler,salah satu unsur yang ada di dalamnya
adalah rumah tradisional. Rumah tradisional adalah bentuk dari kebudayaan dan kearifan
lokal suatu daerah. Salah satu contohnya adalah rumah tradisional suku Afeanpah yang
berada di kelurahan Maubesi, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten TTU. .
Dengan demikian, perlu untuk mengetahui aspek teknis pada rumah tradisional
tersebut agar dapat mengetahui bagaimana cara membangun, teknik konstruksi yang
digunakan, pemilihan material, dan hal-hal teknis lainnya yang memiliki nilai fungsi
dan mengandung makna berdasarkan adat masyarakat setempat.

1.2.

Identifikasi Masalah
1

Rumah tradisional adalah hasil karya manusia yang merupakan salah satu unsure
kebudayaan. Setiap daerah di Nusantara pasti memiliki Rumah tradisional dengan
keunikannya sendiri. Salah Satu contoh rumah tradisional adalah sonaf Mnasi
Maubesi Afeanpah yang terletak di Kelurahan Maubesi, Kcamatan Insana Tengah,
Kabupaten TTU.
Keunikan dan kekhasan suatu rumah tradisional lahir dari beberapa faktor,
diantaranya keadaan alam dan kebudayaan didaerah tersebut. Seperti halnya Sonaf
Mnasi Maubesi Afeanpah yang memiliki keunikan tersendiri seperti bentuk rumah
yang bulat, bahan-bahan yang digunakan untuk membangun rumah tersebut, struktur
dan konstruksinya, proses pembangunannya serta filosofi yang terkandung dalam
rumah tersebut.
Yang menarik adalah bukan saja membangun rumah untuk tempat tinggal, namun
juga membangun lopo yang juga memiliki karakteristik dan keunikan.
Keberadaan lopo dianggap penting karena lopo berfungsi sebagai balai pertemuan
serta menyimpan hasil panen pada loteng lopo.
Sama halnya dengan Sonaf Mnasi Maubesi Afenpah, Karakteristik Lopo dapat
terlihat dari bentuk hingga nilai filosofi yang terkandung didalamnya.
1.3.

Rumusan Masalah
Bagaimana cara membangun lopo dan Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah?
Bagaimana teknik atatu pola konstruksi yang digunakan pada lopo dan Sonaf Mnasi
Maubesi Afeanpah?
Bagaimana pemilihan material pada lopo dan Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah?
Apa saja makna dan filosofi pada Lopo dan Sonaf Mnasi Maubesi Afenpah

1.4.

Batasan Masalah
Wilayah yang di pakai sebagai studi adalah Kelurahan Maubesi, khususnya suku
Afeanpah. Adapun bahan yang dijadikan fokus studi adalah rumah tradisionalnya
yakni Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah yang merupakan rumah terbesar dan juga
tempat kediaman raja dan Lopo yang digunakan sebagai tempat pertemuan.

1.5.

Tujuan Dan Manfaat


1.5.1. Adapun tujuan dari studi ini yakni :
Mengetahui teknik cara pengerjaan lopo dan sonaf mnasi maubesi afeanpah
yang disesuaikan dengan kebudayaan daerah tersebut.

Mengetahui konstruksi yang digunakan pada lopo dan sonaf mnasi


maubesi afeanpah
Mengetahui bagaimana pemilihan material yang digunakan pada lopo maupun
sonaf mnasi maubesi afeanpah
Mengetahui makna dan filosofi pada lopo dan sonaf maubesi afeanpah.
1.5.2. Adapun manfaat yang diperoleh dari studi ini, yakni :
Dapat berpartisipasi dalam melestarikan kebuduyaan, terutama dalam
perwujudannya yakni rumah tradisional dalam hal ini lopo dan sonaf mnasi
maubesi afeanpah agar kebudayaan daerah tersebut tetap terjaga
Dapat memperoleh ilmu pengetahuan baru mulai dari cara pembangunannya,
teknik konstruksi yang digunakan, pemilihan material dan juga makna serta
filosofi yang terkandung didalamnya.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.

Aspek-aspek vernakuleritas
Dalam konsep arsitektur vernakular ini, aspek-aspek vernakularitas dapat dibagi
atas 3, yaitu: (1) teknis, (2) budaya, dan (3) lingkungan. Ketiga aspek vernakularitas
ini dapat berada pada ke-2 sisi ranah dan unsur sekaligus. Pada studi ini akan dibahas
khusus mengenai aspek teknis.

Gambar 2.1. Aspek vernakuleritas


2.1.1

Aspek Teknis Pada Kedua Ranah dan Unsur


Komponen teknik merupakan komponen yang menyebabkan arsitektur
dapat berdiri dan terwujud dengan kekuatan, keawetan, dan fasilitas yang
semestinya. Komponen ini merupakan sebuah sentuhan akhir dalam proses
perancangandan pembangunan, namun merupakan komponen yang penting
karena tanpa adanya teknik dan teknologi, arsitektur tidak dapat terwujud dan
berfungsi (karena tidak pernah \berdiri).Unsur keteknikan dalam bidang ilmu
arsitektur biasa disebut dengan ilmu tektonika.Istilah tektonik berasal dari kata
Yunani yang merujuk pelaksana pembangunan atau tukang kayu (Peschken,
1999). Dari pemikiran Karl Freidrich Schinkel (1781-1841), tektonik
merupakan ekspresi arsitektural yang muncul sebagai konsekuensi prinsip
mekanika yang teraplikasi dalam bangunan (Peschken, 1999:1). Menurut
Sekler (1973), tektonik merupakan sifat ekspresi yang terungkap akibat
resistansi statistika wujud konstruksi yang ada, sehingga ekspresi yang
dihasilkan tidak hanya sekadar dipahami dalam lingkup struktur dan
konstruksinya saja.Dari pernyataan- pernyataan di atas, tektonika dapat
dipahami sebagai wujud keterkaitan antara material, konstruksi, bentuk, dan
ekspresi pada obyek arsitektur. Dengan kata lain, dipahami sebagai piranti

dasar untuk menghasilkan ekspresi arsitektural (dampak rangkaian elemen


konstruksi yang timbul) dan meletakkan dasar pemahaman tersebut sebagai
upaya untuk mengeksplorasi bentuk arsitektur pada umumnya dan arsitektur
vernakular

pada

khususnya.

Menurut

Papanek

(1995),

keteknikan/teknis/metoda adalah menyangkut perpaduan antara alat, proses dan


bahan. Pengertian metoda/teknis meliputi teknologi dan hasilteknologinya.
Teknologi berupa ilmu gaya dan ilmu bangunan, khususnya pengetahuan
mengenai bahan bangunan dan cara penggunaannya. Sedangkan hasil
teknologiberupa bahan-bahan kayu bangunan, alat-alat untukmengolah dan
menggunakan bahan-bahan tersebut. Teknologi ini digunakan untuk lebih
mempermudahmanusia memenuhi kebutuhannya dan mewujudkankebutuhan
tadi dari bentuk abstrak menjadi bentuk nyata, yaitu arsitektur. Masner (1993)
memberikan definisi bahwa bangunan yang betul-betul vernakular ialah
bangunan yang didirikan dari material setempat yang tersedia di lokasi itu.
Sedangkan pengaruh gaya (style) atau penggunaan, apakah bangunan itu
kandang kuda (stable), cottage, atau bangunan tempat menggiling gandum
menjadi tepung yang mesin gilingnya digerakkan dengan air (watermill), tidak
bisa dijadikan penentu apakah suatu bangunan vernakular atau bukan. Masner
juga mengatakan bahwa ciri bangunan vernakular ialah kebutuhan manusia
(human demand) yang menginspirasi tipe bangunan yang berpengaruh terhadap
bentuk dan strukturnya. Sedangkan ketersediaan material bangunan setempat
merupakan ciri selanjutnya. Masner juga mengatakan bahwa makna vernakular
pada bangunan harus diasumsikan untuk mendeskripsikan bangunan lokal atau
setempat (indigenous, native, dan vernacular adalah sinonimnya) pada area
geografis tertentu. Menurut Turan (1990) dalam buku Vernacular Architecture,
arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari
arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berjangkar.
Pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan pengalaman
(trial and error), menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan
jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu
membuka diri untuk terjadinya transformasi.Jika dirincikan secara mendetail
maka unsur teknis pada arsitektur vernakular adalah Unsur-unsur yang dapat
dilihat secara fisik seperti struktur, konstruksi, material dan bahan serta proses

pengerjaannya. Unsur teknis mempengaruhi dalam pembentukan sebuah


bentuk bangunan.

Gambar 2.1.1.Penggunaan bahan alami pada Rumah Tradisional


Sumber : data pribadi.
Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan yang
alami dan teknik konstruksi yangsederhana dengan cara menyusun tiang dan
balok. Penyatuan semua bagian bangunan dilakukan dengancara membentuk
dan menyambung bagian kayu dengan beberapa alat khusus sederhana seperti
kampak,gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan,
seringkali tiang dan balok disambung ditanah sebelum diletakkan di atas batu
pondasi.Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakan paku,
tapi menggunakan sambunganlubang dengan pasak, sambungan paku dan
sambungan takik. Susunan tiang-tiang tersebut bersandardi atas batu pondasi
dengan stabilitas didapat dari rel-rel melintang yang masuk ke lubang yang
dibuat didalam tiang.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.

Gambaran Umum Suku Afeanpah.


Suku Afenpah terletak di kelurahan Maubesi Kecamatan Insana tengah
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Suku ini merupakan salah satu suku yang ada
di kelurahan Maubesi dan memiliki kedudukan yang tinggi dalam sistem kasta
mereka. Pembagian kasta ini telah berlangsung turun temurun dari zaman raja I. Pada
suku Afeanpah, terdapat suku Kaoni yang merupakan suku penjaga raja. Suku ini
termasuk dalam suku Afeanpah namun kedudukannya yang berbeda.

3.2.

Jenis-Jenis Rumah Dalam Suku Afeanpah.


Jenis rumah pada suku Afeanpah terdiri dari 3 jenis, yakni rumah tinggal,
tempat penyimpanan alat perang dan lopo. Jenis rumah dibagi berdasarkan status
kepemilikan dan juga fungsinya.
7

Adapun jenis-jenis rumah yang terdapat pada suku Afeanpah :


Milik Suku Afeanpah :
Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah.
Rumah ini merupakan rumah kediaman raja dan merupakan rumah

terbesar yang berada di Suku Afeanpah.


Si Belu Si Papa
Fungsi Rumah ini adalah sebagai tempat tinggal panglima perang.
Sonaf sonbesi
Fungsi Rumah ini adalah sebagai tempat penyimpanan senjata seperti
parang, tombak,dan senapan tumbuk.
Lopo.
Lopo adalah tempat yang digunakan sebagai balai pertemuan ke-lima suku
yang ada di Maubesi. Lopo ini terletak di depan soaf. Selain sebagai
tempat pertemuan, lopo juga digunakan sebagai tempat penyimpanan
sepeti alat tenun, hasil tenun dan juga hasil panen.

Milik Suku Kaoni :


Bikek Neno
Faut Koti
Nuk None
Lopo
3.3.1. Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah
Rumah ini merupakan kediaman raja dan merupakan rumah yang terbesar dari
rumah-rumah yang ada di suku tersebut. Fungsi rumah ini adalah sebagai tempat tinggal raja.

Gambar 3.3.1. Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah


Sumber : data pribadi.
I.

struktur bawah sonaf


a. Baki (Pondasi)
8

Pondasi rumah tradisional suku afeanpah sudah bertransformasi ke


penggunaaan bahan material yang lebih modern yakni penggunaan semen dan
batuan. jenis batuan yang dipakai untuk pemasangan pondasi adalah batu kali yang
berda di sekitar kampung tersebut. Pada proses pengerjaan batu kali tersebut
dieperkuat dengan campuran pasir dan semen.sedangkan untuk tiang rumah di
tanam dalam pondasi rumah adat. Pada zaman dahulu proses pengerjaan rumah adat
menggunakan bahan material alami yang didapat dari alam yakni ijuk, pasir, dan
tanah dimana ijuk tersebut dialas menutupi tiang hal ini dilakukan agar tiang tidak
cepat lapuk.

Gambar ( a) penggunaan pondasi modern


Sumber : data pribadi.
b. Lantai
Ketinggian lantai dari permukaan tanah mencapai + 20 cm. susunan lantai
terdiri dari papan kayu dan balok yang cukup tebal. Kostruksi lantai pada rumah
adat berupa papa kayu di letakan diatas balok kayu tanpa meggunakan sambungan
sedagkan untuk balok penahan papan berjumlah 6 batang dengan 3 balok
II.

penghubung antar tiang.


Struktur rumah adat bagia tengah..
a. Tiang
Ketinggian tiang mencapai dasar atap sekaligus juga menopang balok
bubungan dan juga gording pada rumah adat. Susunan tiang mengikuti bentuk dari
rumah adat yakni segi delapan. Dahulunya rumah adat sonaf berbentuk lingkaran
dengan penggunaan material alami dari bambu yang mudah melentur. Jumlah tiang
pada rumah adat tersebut mencapai 10 batang kayu jati. 2 batang kayu pada bagian
9

tenagah rumah adat sonaf memiliki ketinggian yang berbeda dengan delapan tiang
lainya. Fungsi dari kedua tiang ini adalah sebagai penopang bubungan.kedua tiang
ini disebut dengan ni enaf (tiang ayah dan ibu) .sedangkan 8 kolom lainnya
berfungsi sebagai pengikat dinding dan peyangga gording.8 tiang ini biasa disebut
dengan Ni (kolom). Pada 8 tiang ini disaatukan dengan ikatan balok dengan
meenggunakan sambungan pen dan lubang.

Gambar 3.3.3. sambungan pada rumah sonaf


Sumber : data pribadi

10

Gambar (1) : Ni Enaf

(tiang ayah dan ibu) (1) Gambar (2) : Ni (kolom)


Sumber : data pribadi

b. Nikit (Dinding)
Dinding merupakan bagian dari rumah yang berfungsi sebagai pembatas
antara ruang luar dan ruang dalam. Selain itu juga, dinding berfungsi sebagai
pelindung dari ancaman bahaya dari luar. Material yang digunakan adalah papan
kayu jati.

Gambar( a. ) : Niki (dinding) pada Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah


11

Sumber : data pribadi


c. Nabit (Regel)
regel adalah konstruksi dinding yang berfungsi sebagai pengikat dinding.Pada
jaman dahulu dinding menggunakan material bambu sehingga nabit ini berfungsi
untuk mengikat dinding yang menggunakan tali gewang sebagai bahan pengikatnya.
Di masa sekarang, tali gewang sudah diganti dengan paku untuk memaku dinding.
Nabit terdiri dari dua bagian, yakni nabit yang terletak di atas dan yang terletak
ditengah. Bahan yang digunakan adalah kayu jati.

Gambar ( e ): Nabit (regel) pada Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah


Sumber : data pribadi
III.

Struktur dan konsttruksi bagian atas


a. Anit (jarum)
Anit merupakan potongan bambu yang berbentuk sepeti jarum. Anit ini sendiri
digunakan untuk menyatukan alang-alang guna membentuk sebuah rangkaian yang
akan diikatkan pada nitnuni atau tampani.

12

Gambar (f)Anit terbuat dari potongan bambu


Sumber : data pribadi
b. Suaf (Gording)
Gording atau biasa disebut suaf merupakan salah satu konstruksi atap.
Fungsinya sebagai pembentuk rangka atap dan pemikul tampani (usuk) Jumlah
gording pada Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah adalah 36 buah. Jumlahini tergantung
dari kesepakatan bersama dengan ketentuan jumlahnya harus genap. Bahan yang
digunakan adalah kayu jati.

Gambar (g) : Suaf (Gording) Pada Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah


Sumber : data pribadi
c. Nitnuni (Usuk/Reng)
Reng atau ninuni atau lata digunakan pada rumah sonaf. reng merupakan
konstruksi pembentuk atap. reng inilah yang menyebabkan bentuk atap rumah
13

menjadi bulat. Jumlah reng pada rumah sonaf afeanpah adalah 30 buah. Bahan yang
digunakan adalah petu atau bambu. Pada tanpani inilah alang-alang diikat.Alangalang tersebut berfungsi sebagai penutup atap.

Gambar (h): Tanpani Pada Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah


Sumber : data pribadi
d. Lael (Balok ayam/balok bubungan)
Balok bubungan merupakan bagian dari konstruksi atap yang yang membantu
menyangga konstruksi atap. Panjang balok bubungan adalah 2 meter. Bahan yang
digunakan adalah kayu jati.

Gambar(I ): Balok Bubungan Yang di sangga oleh Ni enaf


Sumber : data pribadi
e. Nete Bifo

14

Nete Bifo merupakan balok tambahan di atas balok bubungan yang berfungsi
sebagai pengait alang-alang yang diikat dan sebagai penutup jalan tikus serta
tumpuan daari tobes . Nete bifo memiliki panjang yang hampir sama dengan balok
bubungan. Bahan yang digunakan adalah kayu jati.

Gambar (j ): Nete Bifo Pada bubungan Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah

f. Ni (Tiang Teras)
Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah juga memiliki teras yang mengelilingi rumah.
Pada teras juga terdapat tiang-tiang untuk menyangga kayu yang digunakan
sebagai atap tambahan pada teras. Jumlah keseluruhan tiang adalah 12 buah.
Material yang digunakan terdiri dari bermacam-macam kayu. Yang unik adalah
tiang-tiang ini memiliki ukiran-ukiran berbagai macaam motif diantaranya
terdapat simol suku afeanpah.
3.3.2. Lopo

Gambar3.3.2 : Lopo
15

Sumber : data pribadi


Lopo adalah bangunan yang keberadaannya cukup penting bagi masyarakat
perrkampungan. Bisanya, lopo di bangun di depan rumah adat. Lopo digunakan sebagai
tempat pertemuan, tempat dimana akan diaksanakannya upacara adat atau membicarakan
peristiwa penting yang terjadi dan melibatkan masyarakat kelima suku tersebut. Selain itu,
sebagai penyimpanan hul hasil dan barang berharga yang diletakkan pada loteng lopo. Fungsi
ini tetap dipertahankan sampai sekarang.
I.
DenahLopo

Gambar (a) lopo lantai I


Sumber : data pribadi

Gambar (b) lopo lantai II


Sumber : data pribadi
Gambar 3.3.2.1. (a,b) gambar denah lopo
16

Kapasitas Pada Hala Mnanu dan Hala Pala adalah 6 Orang.

Gambar (a)Hala mnanu


Gambar( b) Hala Pala
Gambar 3.3.2(a,b) hala mnanu dan hala pala
Sumber : data pribadi
Luas dari loteng adalah 19.62 m. Fungsi dari loteng adalah sebagai tempat
Penyimpanan, seperti hasil panen, kaintenun, dan alat-alat tenun.
II.

Potongan Lopo

Gambar : potongan lopo


Sumber : data pribadi
III.

Struktur dan konsttruksi bgian bawah.


17

1. Baki (Pondasi).
Pondasi merupakan bagian dasar dari sebuah bangunan.pondasi juga berfungsi
menyalurkan beban dari bagian atas bangunan ke tanah. Pada jaman dahulu pondasi
pada rumah adat lopo menggunakan pondasi yang ditutupi dgn pasir, tanah dan ijuk
sedangkan pada masa kini sudah bertransformasi ke penggunaan material yang lebih
modern.

Gambar 1. transformasi ponadasi ke penggunaan material modern


Sumber : data pribadi
Material :BatuPecah, semen, pasir, air (beton)
Mempunyai tinggi 80 cm dan memiliki diameter 56 cm.
Fungsi :Meneruskan gaya dari kolom ketanah
2. Ni Lopo(Kolom/Tiang)
Kolom merupakan bagian struktur yang meneruskan gaya dari beban
diatasnya, yakni balok dan atap.
Perbandingan Ni lopoduludansekarang:

Gambar ; kolom
Sumber : data pribadi
18

Jumlah : 4 buah
- Keliling : 90 cm
- Diameter tiang : 28.66 cm
- Jarak antar tiang : 3 m
- Bahan :HuEk (Kayu Putih)
- Fungsi :menyangga konstruksi loteng dan atap

Gambar ;papna dari kayu


Sumber : data pribadi
Papna (Piringan)
Jumlah : 4 buah
Bahan :kayu nitas dan kayuh ue
Fungsi :
- sebagai pencegah hama tikus masuk kedalam loteng
- untuk menaruh makanan saat upacara

Gambar ;papna dari beeton


Sumber : data pribadi
Jumlah : 4 buah
Bahan :beton bertulang
Fungsi :
- mencegah tikus naik ke loteng
- menaruh makanan ketika berlangsun upacara adat
19

Nifo Suif (BalokUtama)


Panjang : 4,30 m
Bahan :Kayu Mopuk
Fungsi :
Menyangga Konstruksi Atap

Gambar ; nifo suif


Sumber : data pribadi
Panjang : 4.30 m
Diameter :
Bahan :Kayu Jati
Fungsi :
Menyangga Konstruksi Atap
Holof (Balok Anak)

Gambar ; holof sebelum perbaikan


Sumber : data pribadi
Balok anak disusun dua tumpuk dengan formasi ganjil dan genap
Bahan :Kayu Gewang
Fungsi :Menyangga Konstruksi Atap
20

Gambar ; holof setelah perbaikan


Sumber : data pribadi
Balok anak disusun dua tumpuk dengan formasi ganjil dan genap
Bahan :Kayu Jati
Fungsi :Menyangga Konstruksi Atap
Ni Enaf (Tiang Penyangga)

Gambar ; ni enaf sebelum perbaikan


Sumber : data pribadi
*Bahan :kayu mopuk / lontar
* Tinggi : 3.20 m
* Ukuran kayu : 6/10
* Jumlah : 2 buah
* Fungsi :Sebagai kuda-kuda atap

21

Gambar ; ni enaf sebelum perbaikan


Sumber : data pribadi
* Bahan :kayu jati
* Tinggi : 3.20 m
* Ukuran kayu : 6/10
* Jumlah : 2 buah
* Fungsi :Sebagai kuda-kuda atap
Lael (balok ayam)

*Bahan :kayu mopuk/lontar


* panjang : 132 cm
* Ukuran kayu : 6/10
* Jumlah : 1 buah
* Fungsi : balok bubungan
Suaf (Gording)

22

Bahan :Mopuk
*Jarak antar gording : 50 cm
*Fungsi :Kerangka atap.
*Jumlah : 40 batang
* Ukuran kayu : diameter 7 cm

* Bahan :Kayu jati


*Jarak antar gording : 50 cm
*Fungsi :Kerangka atap.
*Jumlah : 40 batang
* Ukuran kayu :
Tampani (Reng)

23

Bahan :Bambu/putu
* Fungsi :Pengikat Gording
* Jumlah : 30 batang
* Jarakantar Reng : 25 cm

* Bahan :Kayu Pinang


* Fungsi :Pengikat Gording
* Jumlah : 30 batang
* Jarak antar Reng : 25 cm
Nono
Bahan :kayu Koknaba
Fungsi :
- Sebagai tumpuan dari suaf atau gording

24

- Sebagai tempat penyimpanan bibit jagung Diameter : 3 cm

PenutupAtap

Bahan :Alang - alang


Fungsi :Sebagai Penutup atap lopo

25

Anda mungkin juga menyukai