PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Istilah vernacular sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Rudofsky pada tahun
1964, melalui pameran yang bertema Architecture without Architects di Museum of
Modern Art (moma). Term vernacular ini sendiri berasal dari kata verna (dari bahasa
Latin) yang artinya domestic, indigenous, native slave, atau home-born slave, dan dipilih
oleh Rudofsky untuk mengklasifikasikan arsitektur lokal (umumnya berupa hunian)
yang ditemukannya di berbagai belahan dunia. Dari sinilah selanjutnya dalam berbagai
literatur kontemporer makna yang paling populer bagi arsitektur vernakular adalah
arsitektur tanpa arsitek. Istilah vernacular architecture (arsitektur vernakular) semakin
populer di kalangan akademisi dan praktisi arsitektur. Pengertian arsitektur vernakular
juga dapat ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Salura (2010) arsitektur vernakular
yang selalu ada di seluruh belahan dunia relatif memiliki tipe yang serupa dan tema-tema
lokal yang sangat spesifik.
Berdasarkan sumber-sumber referensi arsitektur vernakular yanga ada maka dapat
disimpulkan bahwa arsitektur vernakular memiliki 2 (dua) ranah dan unsur, yaitu: bentuk
dan makna. Unsur bentuk berada dalam ranah fisik, sedangkan unsur makna berada
dalam ranah abstrak. Baik unsur bentuk maupun unsur makna, masing-masing memiliki
3 (tiga) aspek vernakularitas, yaitu: teknis, budaya, dan lingkungan.
Berbicara mengenai arsitektur vernakuler,salah satu unsur yang ada di dalamnya
adalah rumah tradisional. Rumah tradisional adalah bentuk dari kebudayaan dan kearifan
lokal suatu daerah. Salah satu contohnya adalah rumah tradisional suku Afeanpah yang
berada di kelurahan Maubesi, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten TTU. .
Dengan demikian, perlu untuk mengetahui aspek teknis pada rumah tradisional
tersebut agar dapat mengetahui bagaimana cara membangun, teknik konstruksi yang
digunakan, pemilihan material, dan hal-hal teknis lainnya yang memiliki nilai fungsi
dan mengandung makna berdasarkan adat masyarakat setempat.
1.2.
Identifikasi Masalah
1
Rumah tradisional adalah hasil karya manusia yang merupakan salah satu unsure
kebudayaan. Setiap daerah di Nusantara pasti memiliki Rumah tradisional dengan
keunikannya sendiri. Salah Satu contoh rumah tradisional adalah sonaf Mnasi
Maubesi Afeanpah yang terletak di Kelurahan Maubesi, Kcamatan Insana Tengah,
Kabupaten TTU.
Keunikan dan kekhasan suatu rumah tradisional lahir dari beberapa faktor,
diantaranya keadaan alam dan kebudayaan didaerah tersebut. Seperti halnya Sonaf
Mnasi Maubesi Afeanpah yang memiliki keunikan tersendiri seperti bentuk rumah
yang bulat, bahan-bahan yang digunakan untuk membangun rumah tersebut, struktur
dan konstruksinya, proses pembangunannya serta filosofi yang terkandung dalam
rumah tersebut.
Yang menarik adalah bukan saja membangun rumah untuk tempat tinggal, namun
juga membangun lopo yang juga memiliki karakteristik dan keunikan.
Keberadaan lopo dianggap penting karena lopo berfungsi sebagai balai pertemuan
serta menyimpan hasil panen pada loteng lopo.
Sama halnya dengan Sonaf Mnasi Maubesi Afenpah, Karakteristik Lopo dapat
terlihat dari bentuk hingga nilai filosofi yang terkandung didalamnya.
1.3.
Rumusan Masalah
Bagaimana cara membangun lopo dan Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah?
Bagaimana teknik atatu pola konstruksi yang digunakan pada lopo dan Sonaf Mnasi
Maubesi Afeanpah?
Bagaimana pemilihan material pada lopo dan Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah?
Apa saja makna dan filosofi pada Lopo dan Sonaf Mnasi Maubesi Afenpah
1.4.
Batasan Masalah
Wilayah yang di pakai sebagai studi adalah Kelurahan Maubesi, khususnya suku
Afeanpah. Adapun bahan yang dijadikan fokus studi adalah rumah tradisionalnya
yakni Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah yang merupakan rumah terbesar dan juga
tempat kediaman raja dan Lopo yang digunakan sebagai tempat pertemuan.
1.5.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.
Aspek-aspek vernakuleritas
Dalam konsep arsitektur vernakular ini, aspek-aspek vernakularitas dapat dibagi
atas 3, yaitu: (1) teknis, (2) budaya, dan (3) lingkungan. Ketiga aspek vernakularitas
ini dapat berada pada ke-2 sisi ranah dan unsur sekaligus. Pada studi ini akan dibahas
khusus mengenai aspek teknis.
pada
khususnya.
Menurut
Papanek
(1995),
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
3.2.
tenagah rumah adat sonaf memiliki ketinggian yang berbeda dengan delapan tiang
lainya. Fungsi dari kedua tiang ini adalah sebagai penopang bubungan.kedua tiang
ini disebut dengan ni enaf (tiang ayah dan ibu) .sedangkan 8 kolom lainnya
berfungsi sebagai pengikat dinding dan peyangga gording.8 tiang ini biasa disebut
dengan Ni (kolom). Pada 8 tiang ini disaatukan dengan ikatan balok dengan
meenggunakan sambungan pen dan lubang.
10
b. Nikit (Dinding)
Dinding merupakan bagian dari rumah yang berfungsi sebagai pembatas
antara ruang luar dan ruang dalam. Selain itu juga, dinding berfungsi sebagai
pelindung dari ancaman bahaya dari luar. Material yang digunakan adalah papan
kayu jati.
12
menjadi bulat. Jumlah reng pada rumah sonaf afeanpah adalah 30 buah. Bahan yang
digunakan adalah petu atau bambu. Pada tanpani inilah alang-alang diikat.Alangalang tersebut berfungsi sebagai penutup atap.
14
Nete Bifo merupakan balok tambahan di atas balok bubungan yang berfungsi
sebagai pengait alang-alang yang diikat dan sebagai penutup jalan tikus serta
tumpuan daari tobes . Nete bifo memiliki panjang yang hampir sama dengan balok
bubungan. Bahan yang digunakan adalah kayu jati.
f. Ni (Tiang Teras)
Sonaf Mnasi Maubesi Afeanpah juga memiliki teras yang mengelilingi rumah.
Pada teras juga terdapat tiang-tiang untuk menyangga kayu yang digunakan
sebagai atap tambahan pada teras. Jumlah keseluruhan tiang adalah 12 buah.
Material yang digunakan terdiri dari bermacam-macam kayu. Yang unik adalah
tiang-tiang ini memiliki ukiran-ukiran berbagai macaam motif diantaranya
terdapat simol suku afeanpah.
3.3.2. Lopo
Gambar3.3.2 : Lopo
15
Potongan Lopo
1. Baki (Pondasi).
Pondasi merupakan bagian dasar dari sebuah bangunan.pondasi juga berfungsi
menyalurkan beban dari bagian atas bangunan ke tanah. Pada jaman dahulu pondasi
pada rumah adat lopo menggunakan pondasi yang ditutupi dgn pasir, tanah dan ijuk
sedangkan pada masa kini sudah bertransformasi ke penggunaan material yang lebih
modern.
Gambar ; kolom
Sumber : data pribadi
18
Jumlah : 4 buah
- Keliling : 90 cm
- Diameter tiang : 28.66 cm
- Jarak antar tiang : 3 m
- Bahan :HuEk (Kayu Putih)
- Fungsi :menyangga konstruksi loteng dan atap
21
22
Bahan :Mopuk
*Jarak antar gording : 50 cm
*Fungsi :Kerangka atap.
*Jumlah : 40 batang
* Ukuran kayu : diameter 7 cm
23
Bahan :Bambu/putu
* Fungsi :Pengikat Gording
* Jumlah : 30 batang
* Jarakantar Reng : 25 cm
24
PenutupAtap
25