Transcript
A. Arsitektur
a. Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura, arsitektur adalah penyeimbang dan
pengatur dari 3 unsur, yaitu keindahan/estetika (vesunitas), kekuatan (firmitas), dan
kegunaan/fungsi (utilitas). Arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi
antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam
definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis.
Namun dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik
unsur estetika maupun psikologis.
b. Arsitektur menurut kamus Oxford:art and science of building; design or style of buildings, adalah
seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Pengertian ini bisa lebih luas lagi, arsitektur
melingkupi semua proses analisa dan perencanaan semua kebutuhan fisik bangunan, namun
dalam bahasa situs ini, membatasi pada pengorganisasian perancangan bangunan, mulai dari
level makro yaitu perencanaan kota, perancangan kota, arsitektur lansekap, hingga ke level
mikro yaitu rancang interior/eksterior, rancang asesoris dan pernik-pernik produk pelengkap.
Untuk dapat dikategorikan sebagai arsitektur post modern tidak harus memenuhi
kesepuluh dari ciri-ciri diatas. Sebuah karya arsitektur yang memiliki enam atau tujuh dari ciri-
ciri diatas sudah dapat dikategorikan ke dalam arsitektur post modern.
Charles Jenks seorang tokoh pencetus lahirnya post modern menyebutkan tiga alasan
yang mendasari timbulnya era post modern, yaitu.
a. Kehidupan sudah berkembang dari dunia serba terbatas ke dunia tanpa batas, ini disebabkan oleh
cepatnya komunikasi dan tingginya daya tiru manusia.
b. Canggihnya teknologi menghasilkan produk-produk yang bersifat pribadi.
c. Adanya kecenderungan untuk kembali kepada nilai-nilai tradisional atau daerah, sebuah
kecenderungan manusia untuk menoleh ke belakang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arsitektur post modern dan aliran-alirannya
merupakan arsitektur yang menggabungkan antara tradisional dengan non tradisinal, modern
dengan setengah nonmodern, perpaduan yang lama dengan yang baru. Dalam timeline arsitektur
modern, vernakular berada pada posisi arsitektur modern awal dan berkembang menjadi Neo
Vernakular pada masa modern akhir setelah terjadi eklektisme dan kritikan-kritikan terhadap
arsitektur modern.
Kriteria-kriteria yang mempengaruhi arsitektur Neo Vernakular adalah sebagai berikut.
a. Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan
dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen)
b. Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen nonfisik
yaitu budaya pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos dan lainnya
menjadi konsep dan kriteria perancangan.
c. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular
melainkan karya baru (mengutamakan penampilan visualnya).
Latar belakang penerapan tema arsitektur neo vernakular pada pendopo bupati
berkeinginan melestarikan unsur-unsur atau ciri arsitektur lokal dengan mengikuti perkembangan
zaman yang semakin berkembang.
D. Arsitektur Neo-Vernakular
Arsitektur neo-vernakular, tidak hanya menerapkan elemen-elemen fisik yang diterapkan
dalam bentuk modern tapi juga elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata
letak, religi dan lain-lain.
Bangunan adalah sebuah kebudayaan seni yang terdiri dalam pengulangan dari jumlah
tipe-tipe yang terbatas dan dalam penyesuaiannya terhadap iklim lokal, material dan adat istiadat.
(Leon Krier, 1971).
Arsitektur Neo-Vernakular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern
yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan
fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo-Vernakular
merupakan arsitektur yang konsepnya pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah
normative, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan
antara bangunan, alam, dan lingkungan.
“pada intinya arsitektur Neo-Vernakular merupakan perpaduan antara bangunan modern
dengan bangunan bata pada abad 19”
Batu-bata dalam kutipan diatas ditujukan pada pengertian elemen-elemen arsitektur lokal,
baik budaya masyarakat maupun bahan-bahan material lokal. Aliran Arsitektur Neo Vernakular
sangat mudah dikenal dan memiliki kelengkapan berikut ini : hampir selalu beratap bubungan,
detrail terpotong, banyak keindahan dan menggunakan material bata-bata.
Mendapatkan unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara unsur setempat
dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan unsur setempat, dengan ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan
dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).
b. Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik
yaitu budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religi dan
lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.
c. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular
melainkan karya baru (mangutamakan penampilan visualnya).
c. lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling mengikat
Tiang dan Balok Kayu yang Saling Mengikat
h. Sebagian besar rumah vernakuler di Indonesia dihasilkan dari pengalaman, pemikiran, dan
kosmologi
Fakhri Aulia,
RAFT origin
Rate this:
Ade Sahroni
Puslitbang Arkenas
Abstrak
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang
lahir dari masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang
berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal serta
merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu
membuka untuk terjadinya transformasi. Arsitektur ini tetap bertahan dalam beragam bentuk
yang dikenal sebagai bangunan tradisional Indonesia yang umum dipakai dalam berbagai
kegunaan, baik sakral maupun non sakral. Bangunan yang termasuk dalam tradisi-tradisi
arsitektur vernakular Indonesia yang paling penting dan paling sering dibangun adalah rumah
yang digunakan sebagai tempat tinggal, lumbung, dan berbagai macam tempat penyimpanan dan
bangunan umum (balai, bale) yang digunakan sebagai tempat diselenggarakannya ritual, upacara
atau pertemuan warga. Di beberapa tempat di Indonesia, bangunan rumah tradisional hampir
punah, yang tersisa adalah sebuah rumah yang selamat karena alasan tertentu, atau beberapa
rumah yang sengaja dibangun sebagai model tipe rumah tradisional tertentu, atau beberapa
rumah yang dibangun berdasarkan arsitektur modern yang ditambah fitur dan karakter tradisi
arsitektur vernakular.
Abstract
Vernacular architecture is the architecture that grew and evolved from the folk architecture
born in ethnic communities and is derived from ethnic traditions, and built by worker based on
experience (trial and error), using local materials and techniques as well as a response to
environmental setting where the building is and always open for the transformation. This
architecture survives in various forms, mostly known as Indonesia’s traditional buildings, which
are commonly used for several purposes, both sacred and non sacred. Buildings included in the
vernacular architectural traditions of Indonesia such as residences, barns, and various other
storage areas and public buildings (balai, bale) used to hold rituals, ceremonies or community
gatherings. In some places in Indonesia, traditional buildings are almost extinct, except
buildings that survived for specific reasons, intentionally built as a model of traditional houses,
or built in modern architectural style added with features and characters of the tradition
vernacular architecture.
Pendahuluan
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang
lahir dari masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang
berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal serta
merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu
membuka untuk terjadinya transformasi [1]. Indonesia sebagai salah satu negara di Asia
Tenggara merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang terdiri dari berbagai suku, bahasa,
agama, serta berbagai macam budaya dan etnik yang merupakan jati diri dari tiap-tiap daerah.
Selain itu masing-masing daerah di Indonesia juga mempunyai satu atau beberapa tipe rumah
tradisional yang unik yang dibangun berdasarkan tradisi-tradisi arsitektur vernakular dengan
gaya bangunan tertentu yang menunjukkan keanekaragaman yang sangat menarik. Dan seiring
dengan perjalanan waktu, tradisi dan gaya bangunan yang baru dan berbeda-beda akan muncul,
akan tetapi dalam beberapa hal tradisi arsitektur vernakular masih dapat bertahan. Menurut
Sonny Susanto, salah seorang dosen arsitek pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia
mengatakan bahwa arsitektur vernakular merupakan bentuk perkembangan dari arsitektur
tradisional, yang mana arsitektur tradisional masih sangat lekat dengan tradisi yang masih hidup,
tatanan kehidupan masyarakat, wawasan masyarakat serta tata laku yang berlaku pada kehidupan
sehari-hari masyarakatnya secara umum [2].
Meskipun arsitektur tradisional berkembang, namun tetap mempertahankan karakter inti yang
diturunkan dari generasi ke generasi yang menjadikannya sebagai karakter kuat akan suatu
tempat tertentu dan akan tercermin pada tampilan arsitektur lingkungan masyarakat tersebut.
Dalam perkembangannya, arsitektur vernakular mengalami banyak tekanan, baik dari dalam
maupun dari luar, antara lain dari masyarakat industri barat yang menebarkan potensi dari
teknologi modern dan bahan bangunan modern. Pada masa sekarang ini dimana modernisasi dan
globalisasi demikian kuat mempengaruhi peri kehidupan dan kebudayaan setempat, suatu
kondisi yang alami apabila suatu kebudayaan pasti akan mengalami perubahan kebudayaan
setempat, namun perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang akan tetap memelihara
karakter inti dan akan menyesuaikan dengan kondisi pada saat ini, sehingga akan dapat terus
dipertahankan.
Di dalam konteks arsitektur, peran dan fungsi arsitektur vernakular menjadi penting bukan hanya
di Indonesia saja tetapi juga di Asia, karena Asia terdiri dari berbagai macam budaya dan adat
yang berlainan di berbagai wilayahnnya, dimana setiap wilayah memiliki ciri arsitektur yang
spesifik dan berasal dari tradisi. Antara tradisi dan arsitektur vernakular sangat erat
hubungannya. Tradisi memberikan suatu jaminan untuk melanjutkan kontinuitas akan tatanan
sebuah arsitektur melalui sistem persepsi ruang, bentuk, dan konstruksi yang dipahami sebagai
suatu warisan yang akan mengalami perubahan secara perlahan melalui suatu kebiasaan.
Misalnya bagaimana adaptasi masyarakat lokal terhadap alam, yang memunculkan berbagai cara
untuk menanggulangi, misalnya iklim dengan cara membuat suatu tempat bernaung untuk
menghadapi iklim dan menyesuaikannya dengan lingkungan sekitar dan dengan memperhatikan
potensi lokal seperti potensi udara, tanaman, material alam dan sebagainya, maka akan
terciptalah suatu bangunan arsitektur rakyat yang menggunakan teknologi sederhana dan tepat
guna. Kesederhanaan inilah yang merupakan nilai lebih sehingga tercipta bentuk khas dari
arsitektur vernakular dan tradisional serta menunjukkan bagaimana menggunakan material
secara wajar dan tidak berlebihan. Hasil karya ‘rakyat’ ini merefleksikan akan suatu masyarakat
yang akrab dengan alamnya, kepercayaannya, dan norma-normanya dengan bijaksana.
Di Indonesia, berbagai jenis rumah tradisional dianggap sebagai tradisi vernakular Indonesia dan
dipercaya memiliki kesamaan asal muasal dari tradisi pembangunan kuno. Hal ini terutama
dirujukkan pada tradisi arsitektur Austronesia yang dipandang sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari ekspansi budaya Austronesia. Asal muasal dari tradisi arsitektur ini dapat
dirunut kembali hingga budaya manusia kuno yang mendiami daerah pantai dan sungai-sungai
Cina Selatan dan Vietnam Utara kurang lebih 4000 tahun SM. Pada masa itu, kelompok-
kelompok masyarakat melakukan migrasi dan diperkirakan memiliki kesamaan tradisi arsitektur
yang dinamai dengan tradisi arsitektur Austronesia, dan sebagai konsekuensinya, maka hampir di
seluruh kepulauan Indonesia rumah tradisional yang merupakan warisan arsitektur vernakular
memiliki kesamaan bentuk, baik dari bentuk bangunan serta dari bentuk morfologis struktur
dasarnya.
Bentuk struktur dan fitur morfologis rumah-rumah tradisional Indonesia terdiri atas dua macam,
yaitu rumah tradisional yang dibangun berdasarkan prinsip tipikal tradisi arsitektural Austronesia
kuno yaitu: struktur kotak yang didirikan di atas tiang fondasi kayu, dapat ditanam kedalam
tanah atau diletakkan di atas permukaan tanah dengan fondasi batu, lantai panggung, atap miring
dengan jurai yang diperpanjang dan bagian depan atap yang condong mencuat keluar [3].
Sedangkan di bagian timur kepulauan Indonesia banyak tipe rumah tradisional digolongkan
sebagai bagian dari tradisi arsitektur vernakular, dimana pada bentuk bangunannya biasanya
memiliki: lantai berbentuk lingkaran dan berstruktur atap kerucut tinggi seperti bentuk sarang
tawon atau struktur atap berbentuk kubah elips [4].
Rumah tradisional di seluruh kepulauan nusantara, baik yang berbentuk kotak maupun yang
berstruktur atap kubah, biasanya dibangun dengan kayu dan material alami lainnya seperti
bambu, daun palem, rumput, dan serat yang semuanya diambil langsung dari lingkungan
alaminya. Selain itu, rumah dibangun oleh penghuninya sendiri atau masyarakat yang kadang
dibantu oleh pengrajin terlatih atau dibawah petunjuk pengawas bangunan yang berpengalaman
atau keduanya. Berbeda dengan konstruksi fisiknya, rumah tradisional di seluruh kepulauan
nusantara memiliki kesamaan ciri dalam terminologi makna simbolik yang dikandung oleh
rumah, dimana ukuran dan bentuk rumah mengindikasikan tingkat sosial dan status dari
pemiliknya didalam masyarakat. Rumah juga sering dipandang sebagai tempat bersemayam
nenek moyang dan digunakan sebagai tempat ritual dan upacara untuk menghormati mereka, dan
juga digunakan saebgai tempat penyimpanan benda-benda pusaka nenek moyang. Ciri penting
umum lainnya adalah penggunaan berbagai jenis oposisi polar dalam ruang, seperti depan dan
belakang, timur dan barat, kiri dan kanan, serta dalam dan luar yang disesuaikan dengan
pembedaan kelas diantara berbagai kelompok sosial masyarakat kesukuan secara umum.
Masyarakat yang mendiami daerah pedalaman, terutama di pegunungan mempunyai tradisi yang
bila dilihat dari perspektif sejarah kebudayaannya dianggap lebih tua dibandingkan dengan
masyarakat yang tinggal di dataran rendah atau area pantai. Bangunan tradisional yang dibangun
oleh masyarakat yang tinggal dipedalaman dianggap memperlihatkan kemiripan yang lebih besar
dengan tradisi arsitektural dan ragam bangunan Austronesia dan dengan tradisi yang tergambar
di Candi Borobudur di Jawa Tengah daripada masyarakat yang tinggal di daerah dataran rendah
dan di pantai. Rumah tradisional yang dibangun oleh masyarakat Toraja di Sulawesi selatan dan
masyarakat Batak yang tinggal di Sumatra Utara dipandang sebagai bentuk rumah tradisional
yang lekat dengan tradisi arsitektur vernakular dari nenek moyang mereka. Masyarakat Aceh di
Sumatra Utara, masyarakat Baduy dan Tengger di Pulau Jawa, masyarakat Bali Aga (Bali Mula)
di Bali, dan masyarakat Dayak di Pulau Kalimantan, serta beberapa masyarakat dikepulauan
Indonesia Timur juga dianggap sebagai ‘masyarakat kuno’, akan tetapi, rumah tradisional
mereka jika dari sudut pandang kebudayaan, sebenarnya termasuk dalam tradisi arsitektur asing
yang muncul di kepulauan Indonesia yang merupakan bagian dari ekspansi Hindu-Buddha,
Islam, dan Eropa.
Oleh karena itu, ada beberapa kategori tradisi vernakular arsitektur dan langggam bangunan
Indonesia, yaitu:
Bangunan tradisional yang dibangun berdasar tradisi kuno Austronesia
Rumah tradisional Indonesia saat ini yang merupakan contoh rumah yang mempunyai karakter
dasar dan fitur tradisi dari arsitektur vernakular yang masih kuat dapat ditemukan dibeberapa
daerah pedalaman di berbagai pelosok Nusantara, seperti dapat dilihat pada rumah Batak dan
rumah Tongkonan Toraja, keduanya memiliki beberapa perbedaan yang umumnya tampak
bahwa rumah-rumah ini dibangun dengan mengikuti tradisi arsitektur vernakuler kuno dan
langgam bangunan Austronesia sebelum adanya tradisi dan langgam bangunan Hindu-Budha,
Islam, dan kolonial Belanda.
• Rumah Batak
Rumah tradisional masyarakat Batak yang mendiami pedalaman pegunungan di sekitar Danau
Toba dan di Pulau Samosir di Provinsi Sumatra Utara merupakan bentuk umum dan fitur tradisi
arsitektur kuno di Indonesia. Masyarakat Batak terbagi atas enam keluarga besar, yang
membangun rumah tradisional dan pengaturan rumah mereka dengan cara yang berbeda-beda
tergantung pada pertanian yang mereka garap. Disamping itu, tradisi arsitektur vernakular Batak
juga terdapat pada bangunan komunal (bale), lumbung padi (soro), serta bangunan untuk
menggiling beras dan rumah untuk orang menyimpan jenazah (joro).
Rumah Batak
http://www.prof-marlon.blogspot.com
Karakter dan fitur rumah yang menampilkan perpaduan antara tradisi vernakular kuno dan tradisi
arsitektural asing sudah lebih sulit dkenali. Karakter umum rumah-rumah tersebut adalah
perpaduan antara bentuk dasar dan fitur tradisional dan langgam Austronesia berpadu kedalam
tradisi dan langgam bangunan yang datang sesudahnya yaitu, Hindu-Buddha, Islam, China, dan
kolonial Belanda yang mana menghasilkan berbagai bentuk percampuran dengan karakter yang
berbeda-beda dan sering disebut dengan nama yang khusus, seperti tipe “rumah tradisional
melayu”. Beberapa dari rumah tersebut sangat serupa dengan bangunan yang dibangun dengan
tradisi arsitektural dan langgam bangunan kuno Austronesia, tetapi beberapa diantaranya telah
sulit dipahami akarnya, salah satu contoh yaitu rumah Aceh dan Gayo.
• Rumah Aceh
Rumah tradisional masyarakat Aceh merupakan sebuah contoh percampuran tradisi arsitektural
dan langgam bangunan Austronesia dengan tradisi dan langgam bangunan masyarakat melayu.
Bentuk luar rumah merupakan bentuk rumah Austronesia yaitu struktur tegak berupa tiang kayu,
lantai yang ditinggikan sebagai ruang keluarga, dan bentuk atap pelana yang meruncing tinggi.
Pembagian ruang dalam sama dengan rumah Melayu, yaitu lantai bagian yang berbeda berada
diketinggian yang berbeda pula dan diatur secara berurutan. Ruang tidur yang terletak dibagian
tengah rumah dengan lantai yang paling tinggi merupakan bagian yang paling penting, biasanya
ditutupi dengan atap dan langit-langit dimana terdapat ruang yang digunakan untuk menyimpan
benda-benda keramat, alat makan, dan pusaka. Didepan dan belakang terdapat beranda yang
terletak diketinggian lantai yang lebih rendah, beranda depan digunakan untuk laki-laki dan
menerima tamu, sedangkan beranda belakang digunakan untuk perempuan. Rumah tradisional
Aceh biasanya disusun saling berhadapan sepanjang jalan yang membentang dari timur-barat.
Hasilnya adalah rumah yang menghadap ke utara atau ke selatan.
Rumah Aceh
http://www.christineyunita.blogspot.com
Dibeberapa daerah di Indonesia yaitu Jawa, Madura, Bali, dan Lombok Barat, bentuk dan fitur
yang umum dipakai pada tradisi arsitektur vernakular kuno telah dilebur dengan tradisi dan
langgam bangunan yang datang setelahnya. Dengan adanya peleburan ini, maka bentuk dan fitur
telah diubah hingga sulit untuk dikenali lagi dan ada juga yang telah diganti secara keseluruhan.
Hal ini dikarenakan adanya dampak dari pengglobalan dan pembudayaan Hindu-Buddha (antara
abad kedua hingga kelima), dan ekspansi kultural islam (sesudah abad kedua belas), ditambah
dengan adanya pertumbuhan politik berbasis Negara yang sangat tersentralisasi yang
mempengaruhi semua sektor kehidupan sosial dan mempengaruhi semua sisi kehidupan, Dengan
kata lain tipe rumah tradisional dibagian kepulauan Indonesia ini adalah hasil dari proses
transformasi dari prinsip arsitektural asing dengan bentuk dan fitur yang merupakan warisan dari
tradisi kultural domestik.
• Rumah Bali
Warisan aritektur tradisional masyarakat Bali merupakan contoh percampuran antara bentuk dan
fitur lama dan baru. Hal ini sebagian besar disebabkan dari sekelompok masyarakat elite migrasi
Hindu-Buddha dari Jawa Timur untuk menghindari dominasi raja-raja islam. Karena kehadiran
mereka yang lama dan dominasi politis serta pengaruh budaya maka tradisi arsitektural
masyarakat yang lebih tua didaerah dataran rendah ikut berubah. Namun tradisi vernakular dan
langgam bangunan kuno tetap dipraktikkan oleh masyarakat Aga yang mendiami daerah
pedalaman dan pegunungan Bali. Dengan demikian, ada dua tipe rumah tradisional Bali, tipe
rumah kelompok pemukiman masyarakat Bali yaitu percampuran bentuk tradisi antara fitur lama
dan baru, yang kedua yaitu tipe rumah tradisional Bali Aga yang masih berpegang pada tradisi
vernakular dan langggam bangunan kuno.
Rumah Bali
www. wacananusantara.org
Di bagian timur kepulauan Indonesia, didiami oleh masyarakat yang berbeda-beda namun tetap
mempunyai beberapa kesamaan karakter kultural yaitu menghormati arwah para nenek moyang,
ritual pemakaman yang sangat rumit, tradisi panjang peperangan antar suku dan antardesa yang
baru-baru ini saja ditinggalkan dibandingkan dengan bagian lain dari kepulauan Indonesia.
Apapun bentuk yang dibangunnya, rumah asli mereka masih memainkan peran yang sangat
penting, beberapa contoh rumah yang paling dikenal dari tradisi vernakular arsitektur yaitu
rumah tradisional masyarakat Sasak dibagian timur Pulau Lombok, masyarakat Manggarai dan
Ngada di pulau Flores, masyarakat Atoni di pulau Timor, dan masyarakat Dani di pedalaman
Papua, di bagian barat New Guinea. Di kepulauan ini, rumah tradisional terbagi dalam dua
bentuk arsitektural utama, yang pertama adalah rumah yang mewakili sejumlah fitur dasar dan
karakteristik tradisi arsitektur vernakular Austronesia dan terdapat dua variasi yaitu rumah yang
didirikan diatas struktur tiang, terletak di permukaan tanah dan bentuk rumah tradisional yang
berdenah lantai melingkar, dengan struktur atap kerucut melingkar seperti rumah tawon,
sehingga menciptakan rumah tradisioanl yang unik yang membedakannya dengan rumah
tradisional lain di kepulauan Indonesia.
• Rumah Sasak
Masyarakat Sasak mendiami pulau Lombok dibagian timur dan selatan. Lain halnya dengan
tradisi kultural Hindu-Buddha masyarakat Bali yang mendiami bagian barat pulau, kultur
masyarakat sasak adalah sinkretis antara keimanan Islam dan kepercayaan serta praktik
animistis. Merefleksikan hal ini, maka arsitektur rumah tradisional dan bangunan lain jelas
mewakili percampuran antara tradisional Bali dan gaya tipikal bangunan Indonesia Timur.
Adapun contoh bangunan yang dapat diklasifikasikan sebagai arsitektur vernakular yaitu rumah
tradisional Sasak dan gudang padi atau lumbung. Jika dipandang dari luar, struktur atap rumah
tradisional Sasak kelihatan sama dengan rumah tradisioanal tipe joglo yang dibangun masyarakat
Jawa. Gudang atau tempat penyimpanan padi sangat serupa dengan beberapa jenis rumah
tradisional yang ditemukan dibagian lain daerah Nusa Tenggara yang mengarah ke timur.
Rumah Sasak
www. ahgidaman.blogspot.com
Bagaimana Melestarikannya
Karya arsitektur peninggalan masa lalu yang tersebar di seluruh wilayah kepulauan Nusantara
contohnya bangunan purbakala yaitu arsitektur candi/kuil sebagian besar sudah tidak difungsikan
sebagaimana seharusnya, demikian halnya dengan bangunan peninggalan bangsa lain seperti
Portugis, Belanda, apabila kondisi bangunan cukup baik, akan dimanfaatkan dengan fungsi baru.
Sedangkan arsitektur etnik yang kebanyakan adalah rumah tinggal dan rumah adat sampai saat
ini sebagian besar masyarakat setempat masih tetap membangun bangunan baru dengan gaya
lama. Di beberapa tempat di Indonesia dalam empat puluh tahun terakhir ini, telah banyak usaha
yang dilakukan untuk menghentikan kepunahan lebih lanjut rumah tradisional dan hilangnya
tradisi arsitektur vernakular. Bangunan yang memiliki kepentingan sejarah dipelihara dan
dilestarikan sebagai monumen. Sebagai tambahan, di Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
disana terdapat berbagai jenis model rumah tradisional. Di samping itu di beberapa daerah,
bangunan pemerintah dirancang dengan menampilkan aspek yang paling mencolok atau paling
umum di daerah tersebut, semuanya itu dilakukan untuk melestarikan tradisi dan warisan budaya
serta kebanggaan akan identitas kedaerahan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Dawson Barry and Gillow John. 1994. The Traditional Architecture of Indonesia. Thames and
Hudson.
J.J.M. Wuisman, Jan. 2009. Masa Lalu dalam Masa Kini Posisi dan Peran Tradisi-Tradisi
Vernakular Indonesia dan Langgam Bangunan masa Lalu dalam Masa Kini. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Probo Hindarto. 2008. Arsitektur Vernakular Sebagai Bahasa Arsitektur Yang Tidak Terbatas
Pada Sistem Konstruksi (esai) dalam http://astudioarchitect.com/2008/11/arsitektur-vernakular-
sebagai-bahasa.html diunduh pada Rabu, 28 september 2011 jam 10.05.
Catatan: