PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota merupakan sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kehidupan
sosial, ataupun status hukum. Kota juga merupakan pusat pemukiman, suatu hasil dari proses kehidupan masyarakat, serta wadah yang di
dalamnya terkait manusia yang menjalankan kehidupannya. Sebuah kota harus ditata dengan sebaiknya mengikuti keadaan masyarakat yang
sudah ada untuk mempertahankan suatu tradisi, dan dibutuhkan perancangan kota untuk membangun masing masing daerah berdasarkan
faktor faktor daerah tersebut.
Perkembangan dan pertumbuhan kota didasari oleh perkembangan penduduk, kemajuan IPTEK, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial dan
budaya, dan sebagainya. Beberapa faktor tersebut dapat menjadi pengaruh besar akan kemajuan kota tersebut yang jika tidak ditanggapi
dengan baik akan memperburuk keadaan dari suatu kota. Dan dari pengaruh pengaruh yang ada, pemanfaatan sebuah kawasan sangat
diperlukan dan perlu dirancang dengan baik agar tidak menjadi suatu kawasan yang terbuang dan tidak dimanfaatkan.
Salah satu unsur penting dalam suatu kota adalah dengan adanya ruang terbuka atau open space. Ruang terbuka merupakan suatu kawasan
yang dimanfaatkan sebagai unsur keseimbangan ekosistem perkotaan. Sebuah ruang terbuka harus mencakup fungsi interaksi sosial bagi
masyarakat, bisa berupa taman - taman kota, lapangan olahraga, tempat bermain anak, atau pun sebagai tempat upacara, dan kegiatan sosial
lainnya.
Setiap kota memiliki ciri khas dan kebudayaan daerahnya masing masing, tidak bisa semua kota di suatu negara di tata sama rata karena
masing masing daerahnya memiliki budaya yang berbeda. Terutama perbedaan yang jelas dapat dilihat dari pembangunan kota di negara
1
maju dan negara berkembang. Konsep yang dilakukan di negara maju belum tentu bisa diterapkan begitu saja di Indonesia karena bermacam
faktor. Perbedaan fisik alam, budaya, arsitektural, dan persoalan yang dihadapi masing masing wilayah merupakan beberapa sebab ketidak
sesuaian konsep dari negara maju untuk Indonesia.
Dilihat dari beberapa faktor perbedaan, maka Indonesia butuh pendekatan dan penelitian dalam mengembangkan konsep perancangan
kota yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia berdasarkan dari aspek sosial, ekonomi, budaya, arsitektural, dan sebagainya. Maka
dari itu diperlukan review teori tentang perancangan kota dari berbagai sumber untuk dapat dipahami dengan baik dan dapat di terapkan untuk
merancang kota kota di Indonesia yang lebih baik kedepannya.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Kota
2.1.1 Pengertian Kota
Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, dimana di dalamnya terdapat berbagai kegiatan dan aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat, baik secara sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, politik, dan lain - lainnya. Adapun definisi kota
menurut beberapa ahli antara lain:
A.
Arnos Rapoport
Kota suatu permukiman yang relative besar, padat, permanen, terdiri dari kelompok individu individu yang
heterogen dari segi sosial. Secara modern dapat di definisikan suatu permukiman dirumuskan bukan dari ciri
morfologi kota tetapi dari suatu fungsi yang menciptakan ruang ruang efektif melalui pengorganisasian ruang
dan hirarki tententu.
B.
Hamid Shirvani
Kota adalah adanya unsur unsur fisik pembentuk suatu kota, meliputi peruntukan lahan, tata bangunan,
sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalur pedestrian, aktivitas pendukung, signage dan preservasi.
C.
Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di
pasar lokal.
3
Dapat disimpulkan menurut pengertian para ahli dan ditambah dengan kenyataan yang tampak pada saat ini dalam sudut
pandang geografi, kota merupakan suatu daerah yang memiliki wilayah batas administrasi dan bentang lahan luas, penduduk
relative banyak, adanya heterogenis penduduk, sector agraris sedikit atau bahkan tidak ada, dan adanya suatu sistem
pemerintahan.
2.1.2 Sejarah Pembentukan Kota
Menurut Azmar (2012), terbentuknya sebuah kota yang berada di suatu negara biasanya bervariasi, tetapi memiliki inti
yang sama. Terbentuknya kota juga bisa dikatakan dengan diawali sebuah pertemuan antara penduduk sebuah desa dengan
penduduk disekitarnya baik untuk transaksi keperluan hidup, tempat pengumpulan barang atau tukar menukar barang.
Selanjutnya akan ada yang bermukim di sekitar tempat iitu dan pemukiman itu menjadi semakin besar. Datang pula penduduk
dari daerah sekitar ke tempat itu yang kemudian membentuk sebuah kota atau bahkan menjadi kota besar.
Kota dapat terbentuk sejak terjadinya kerumunan tempat tiggal manusia yang relative padat pada suatu kawasan tertentu
dibanding dengan kawasan disekitarya. Kawasan yang disebut kota penduduknya bukan bermata pencaharian yang berkaitan
dengan alam, melainkan di bidang pemerintah, industri dan jasa. Tahapan kota itu sendiri dimulai dari kota kuno, kota
praindustri, kota industri, kota modern, kota global, dan kota kosmopolitan.
Kota juga sebagai puat perdagangan pada zaman sebelum revolusi industry. Kemudian pada zaman modern, kota menjadi
pusat industri, produksi dan jasa. Karakteristik perkembangan dan pertumbuhan kota dapat disoroti dari berbagai macam segi.
Pengamat perkotaan dapat mengenali pertumbuhan suatu kota atas dasar keadaan fiskalnya, keadaan sosio-kultural atau
keadaan tekniko-kultural. Pada dasarnya bahwa apa yang dikemukakan para ahli mengenai pertumbuhan suatu kota hanyalah
bersifat hipotetikal. Namun demikian, makin majunya sistem informasi mengenai keadaan pertumbuhan suatu kota, seiring
dengan kemajuan teknologi di bidang inventarisasi data, suatu pertumbuhan kota dapat dimonitor dengan cepat dan tepat,
terutama keadaan fiskalnya.
2.1.3
2.
berubah ditambah dengan pembangunan alur sirkulasi umum kota yang berkesan metropolitan.
Sirkulasi Kota
Pembangunan sistem lalu lintas yang tidak banyak berkembang menyebabkan transportasi
masal sangat jarang adanya dan penyusunan angkutan umum yang tidak terkoordinasi dengan
baik. Menurut Hestin Mulyandari (2011), masalah lalu lintas, daya beli masyarakat terhadap
mobil, sepeda motor dan kendaraan jenis lainnya meningkat sehingga beberapa ruas jalan cukup
5
padat. Masalah kepadatan lalu lintas juga menyebabkan terjadinya pelebaran jalan secara terus
menerus, mengakibatkan penggusuran bangunan yang berada di tepi jalan, yang tentunya akan
menimbulkan masalah sosial antara pemilik bangunan dengan pemerintah karena uang ganti rugi
3.
4.
5.
ruginya.
Banyaknya masalah SARA yang menjurus pada tindak anarkis.
Masalah pengangguran
6
6.
Masalah Lingkungan
Pembangunan kota yang tidak terencana dan tidak tertata dengan baik akan menimbulkan
banyak permasalahan, baik fisik, sosial maupun ekonoi yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Demikian pula dengan desakan penduduk yang semakin tinggi terhadap lahan
yang terbatas akan menyebabkan tumbuhnya pemanfaatan ruang diluar batas toleransi, seperti
penebangan vegetasi dan mengubah lahan yang semula menjadi hunian penduduk dengan segala
kegiatan penunjang lainnya.
B.
5.
landasan pemikiran pemecahan masalah secara ad hoc yang berjangka pendek, kurang kawasan luas.
Perencanaan tata ruang terlalu ditekankan pada aspek fisik dan visual (tata guna lahan, sistem
6.
7.
8.
9.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kota adalah bentuk dan pola kota. Pola suatu kota
tersebut dapat menggambarkan arah perkembangan dan bentuk fisik kota. Ekspresi keruangan morfologi kota secara
umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Bentuk kompak
a. Bujur sangkar ( the square cities )
Perluasan kota ke segala arah yang relatif seimbang dan kendala fisik tidak begitu berarti. Adanya
jalur transportasi pada sisi sisi memungkinkan terjadinya percepatan pertumbuhan areal kota pada jalur
yang bersangkutan.
kesempatan berkembang yang relatif seimbang. Pada bagian bagian lainnya terdapat beberapa hambatan
perkembang areal kekotaannya yang dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu hambatan alami ( perairan
dan pegunungan ), hambatan artificial ( saluran buatan, zoning dan ring road ).
10
11
12
13
Perkembangan Kota
Griffith Taylor (1958) mengemukakan tahapan perkembangan kota sebagai berikut :
1) Stadium Infentile
Tidak adanya batas batas pemukiman dan perdagangan
2) Stadium Juvenile
Sudah ada batas batas antara daerah perdagangan dan pemukiman. Kelompok pemukiman lama sudah mulai
terdesak dengan pemukiman - pemukiman baru
3) Stadium Mature
Daerah yang berkembang industri dan sarana dan prasarana
14
4) Stadium Senile
Kemunduran kota dikarenakan kurangnya pemeliharaan yang dapat disebabkan faktor ekonomi dan politik.
15
2) Secara terencana
Perkembangan kota yang disusun secara terstruktur oleh perencana/perancang kota. Serta memperhatikan
aspek kegiatan manusia secara rasional untuk menghindari konflik di masa depan.
1) Secara horizontal
Cara perkembangannya mengarah ke luar. Artinya, pertumbuhan dan perkembangan meluas ke segala arah
yang memungkinkan mengenai kota masa depan. Salah satu keuntungannya ialah lahan lahan yang tersisa
dapat dijadikan sebagai ruang terbuka.
2) Secara Vertikal
Cara perkembangannya mengarah ke atas. Artinya, bangunan bangunan kota yang dikembangkan secara
bertingkat. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota (dimana harga lahan mahal) dan di pusat
pusat perdagangan yang memiliki potensi ekonomi.
17
3) Secara Interstisial
Cara perkembangannya mengarah ke dalam. Artinya, daerah dan ketinggian bangunan bangunan tetap sama,
sedangkan kuantitas lahan terbangun bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di ppusat kota
dan antara pusat dan pinggir kota yang kawasannya sudah dibatasi dan hanya dapat dipadatkan.
18
2.1.8
atau tahap-tahap tersebut. untuk memulai proses penataan kota dibutuhkan pedoman yang berupa Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR).
Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kota, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam rencana distribusi
pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan kota. Dengan kata lain Rencana Detail Tata
Ruang Kota mempunyai fungsi untuk mengatur dan menata kegiatan fungsional yang direncanakan oleh perencanaan
ruang diatasnya, dalam mewujudkan ruang yang serasi, seimbang, aman, nyaman dan produktif.
20
21
1.
2.
3.
4.
5.
a. Peran kelembagaan,
b. Peran serta masyarakat
2. Landasan Hukum
Semua kegiatan yang berlangsung di suatu negara selalu terikat oleh hukum yang berlaku di negara tersebut, seperti
halnya dalam menata tata ruang kota. peraturan-peraturan tingkat nasional dalam tata ruang kota tercantum di :
1. Peraturan Menteri PU No.01/PRT/M/2013
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang
2008
Daerah
19. Peraturan Menteri Kehutanan No.50 Tahun
2009
20. Peraturan Menteri Kehutanan No.28 Tahun
2009
Perencanaan Hutan
29. Peraturan Menteri PU No. 49/PRT Tahun 1990 Tata cara dan persyaratan ijin penggunaan air dan atau sumber air
30. Peraturan Menteri PU No. 48/PRT Tahun 1990 Pengelolaan atas air dan atau sumber air pada wilayah sungai
31. Peraturan Menteri PU No. 39/PRT Tahun 1989 Pembagian wilayah sungai
32. Peraturan Menteri PU No. 21/PRT/M Tahun
2007
38. Peraturan Menteri PU No. 45/PRT Tahun 1990 Pengendalian mutu air pada sumber-sumber air
39. Peraturan Menteri PU No. 11/PRT/M Tahun
2009
Bangunan Gedung
Penanggulangan Bencana
Jalan
Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
Pencabutan Hak Hak Tanah dan Benda Benda Yang Ada Diatasnya
Penatagunaan Tanah
Kehutanan
Penataan Ruang
Tata ruang kota di setiap kawasan/kota memiliki peraturan/RDTR yang berbeda. adapun Rencana Detail Tata Ruang
di kota Malang secara umum sebagai berikut :
26
Pasal 65 Ayat(1), "Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan
peran msyarakat";
Pasal 65 Ayat(2), "Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dilakukan, antara lain melalui :
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang;
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang
Pasal 20, "Prosedur penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1)
meliputi :
a. Proses penyusunan rencana tata ruang;
b. Pelibatan peran masyarakat dalam perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan
c. Pembahasan rancangan rencana tata ruang oleh pemangku kepentingan"
27
Pasal 61 Ayat (1), "Prosedur penyusunan rancana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 20
untuk Rencana Detail Tata Ruang meliputi :
a. Proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang;
b. Pelibatan peran masyarakat pada tingkat kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang; dan
c. Pembahasan rancangan Rencana Detail Tata Ruang oleh pemangku kepentingan di tingkat
kabupaten/kota" sebagaimana ditambahkan pada penjelasan Pasal 61 Ayat (1) Huruf b, "Pelibatan
peran masyarakat dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang antara lain dilakukan melalui
penjaringan opini publik, forum diskusi, dan konsultasi publik pada tingkat kabupaten/kota"
3) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang :
28
b. kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
Pasal 7 Ayat (1), "Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah dalam perencanaan tata ruang dapat secara
aktif melibatkan masyarakat;
Pasal 7 Ayat (2), "Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang terkena dampak
langsung dari kegiatan penataan ruang, yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, dan atau
yang kegiatan penataan ruang, yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, dan atau yang
kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang.
kebijakan berbentuk tiga dimensi sebagai bagian dari perencanaan yang komprehensif. Disiplin ini fokus pada perancangan
public realm , yang diciptakan oleh ruang publik dan bangunan-bangunan yang membentuk ruang tersebut.
2.2.2
2.2.3
30
Tipe urban solid terdiri dari massa bangunan, persil lahan blok hunian yang ditonjolkan, dan edges yang berupa
bangunan.
Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara public dan privat
Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi privat sampai privat
Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat public karena mewadahi aktivitas publik berskala kota
Area parkir public bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi preservasi kawasan hijau
Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini berupa daerah aliran sungai, danau dan
semua yang alami dan basah.
Secara prinsip, ruang terbuka yang terbuka dibutuhkan serta digunakan dalam setiap kota.
Pola-pola tekstur perkotaan dapat sangat berbeda karena perbedaan tekstur pola-pola tersebut mengungkapkan
perbedaan rupa kehidupan dan kegiatan masyarakat perkotaan secara arsitektural. Di dalam pola-pola kawasan kota
secara tekstural mengekspresikan rupa kehidupan dan kegiatan perkotaan secara arsitektural dapat diklasifikasikan
dalam tiga kelompok, yaitu
32
a. Susunan kawasan bersifat homogen yang jelas, dimana ada satu pola penataan.
b. Susunan kawasan yang bersifat heterogen, dimana dua atau lebih pola berbenturan.
Gambar 2.22
33
Gambar 2.23
Dalam teori figure ground, maka skala kota terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Skala makro besar
Dalam skala makro besar, figure/ground memperhatikan kota keseluruhannya. Artinya, sebuah kota yang
kecil dalam skala ini menjadi tidak terlalu penting, karena gambar figure/ground secara makro besar berfokus
pada ciri khas tekstur dan masalah tekstur sebuah kota secara keseluruhannya.
Dalam skala makro kecil, biasanya yang diperhatikan adalah sebuah figure/ground kota dengan fokus pada
satu kawasan saja. Artinya, pada skala ini kota secara keseluruhan tidak terlalu penting, karena gambar
digure/ground secara makro kecil berfokus pada ciri khas tekstur dan maslah tekstur sebuah kawasan secara
mendalam.
2. Teori Linkage
Teori ini di dasarkan pada hubungan antar unsure atau elemen pembentuk ruang digambarkan oleh jalan, parkir, rute
pejalan kaki, ruang terbuka atau rangkaian secara fisik menghubungkan bagian kota. Penekannya pada perhatian
pengolahan sistem pergerakan dan infrastruktur diatas pola ruang terbuka (void). Dalam konteks arsitektur kota, lingkage
menunjukan hubungan aktivitas/pergerakan dari beberapa zona makro/mikro dengan atau tanpa keragaman fungsi, yang
bertalian aspek fisik, historis, ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda. Linkage perkotaan akan dikemukakan
dalam 3 pendekatan, yaitu:
a. Linkage Visual
Istilah linkage visual memiliki arti bahwa dua atau lebih banyak fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan secara
visual. Dalam linkage visual terdapat lima elemen yang menghasilkan hubungan secara visual yaitu:
1) Garis
35
Mengubungkan langsung dua tempat dengan satu deretan/linier massa (bangunan, pohon dll) yang cenderung masif.
2) Koridor
Di bentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon ) membentuk sebuah ruang.
3) Sisi
Sama dengan elemen garis namun bedanya hanya pada penepatan masif berada di belakang.
4) Sumbu
Elemen bersifat spasial, serta hubungan daerah satu dengan yang lain dengan mengutamakan salah satu wilayah/daerah.
5) Irama
Menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.
b. Linkage Struktural
Linkage struktual adalah sebuah jaringan kolase/tekstur figure ground/solid void yang menjadi satu kesatuan dalam
tatanan. Fungsi linkage struktural pada ruang kota yaitu berfungsinya pola ruang perkotaan dan bangunanya dengan
baik sebagai stabilisator dan koordinator di adalam lingkungan, jika hal ini tidak sebagaimana mestinya maka yang
terjadi kekacauan pemahaman terhadap bentuk, wujud, serta fungsi teradap prioritas penataan kawasan.
Berikut adalah elemen-elemen pembentuk linkage struktrual:
1) Tambahan
Secara struktural melanjutkan pola eksisting yang ada, namun di tambahkan bentuk ruang maupun massa
yang relative cenderung sama sehingga tidak mengurangi pemahaman lokasi/konteks, serta penambahan itu
juga masih dapat di pahami sebagai unsur tambahan.
2) Sambungan
36
Adalah elemen linkage struktural sambungan yaitu mengenakan pola massa/ruang kota yang relative
baru/berbeda, dikarenakan biasanya memiliki fungsi istimewa.
3) Tembusan
Tembusan ini merangkum pola yang telah di eksisting, sehingga relatif rumit, karena fungsinya menyatukan
dengan hanya mengadopsi bentuk di lingkungannya, tanpa memaknai kehadirannya sendiri.
c. Linkage Bentuk
Di dalam realitas perkotaan dan perancangannya, sering dilupakan bahwa sebuah kota memiliki arti lebih luas
daripada jumlah gedung dan prasarananya saja. Sebuah kota hanya akan berarti sebagai sejumlah unit-unit. Sebuah
kota bukan sekedar rangkaian sejumlah unit-unit secara visual maupun struktural, namun ada juga bentuk-bentuk
rupa kolektif. Karena sebuah kota banyak memiliki kolektif ciri khas, organisasi dan bentuk yg bersifat kolektif.
Elemen elemen linkage bentuk diantaranya :
1) Compositional form
Bentuk komposisi merancang objek-objek komposisi dua demensi dan individual yang terhubung abstrak
satu dengan yang lain Linkage cenderung diasumsikan pengamat, dan tidak memperhatikan fungsi ruang
terbuka.
2) Megaform
37
Megaform/bentuk mega menghubungkan struktur-struktur seperti bingkai yang linear atau sebagai grid.
Linkage di capai melalaui hierarki yang bersifat open ended.
3) Groupform
Groupform muncul dari penambahan akumulasi bentuk dan struktur yang biasaberdiri disamping ruang
terbuka publik, dalam ini linkage di kembangkan secara organis.
3. Teori Place
Teori Place berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian terhadap budaya dan karakteristik manusia
terhadap ruang fisik. Space adalah void yang hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place
apabila diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan lokalnya. Sebuah place dibentuk sebagai
sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya. Suasana itu tampak dari benda
konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda yang abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh
manusia di tempatnya. Sebuah tempat (place) akan terbentuk bila dibatasi dengan sebuah void, serta memiliki ciri khas
tersendiri yang mempengaruhi lingkungan sekitarnya (Zahnd, 1999).
38
b) Statis
Karaker ruang terbuka yang bersifat statis di dalam kota hanya dianggap sebagai tempat estetika perkotaan. Oleh
sebab itu, karakter tempat tersebut hanya digolongkan pada geometrinya saja tanpa memperhatikan fungsi kota.
39
Gambar 2.30
2) Citra Kota
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk citra kota, yaitu :
a) Paths
Suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah . Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki,
kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.
40
b) Edges
Elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan.
Edges berupa dinding, pantai, hutan kota, dan lain-lain.
c) Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan
visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
41
d) Nodes
Berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi dimana
transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.
42
e) Landmark
Titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung,
sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau
kawasan.
43
kualitas fisik ini, perencana dan perancang kota tidak akan dapat merancang seluruh unsur bentuk fisik kota, kecuali bila yang
dihadapi kota baru atau kawasan kosong yang akan direncanakan (Shirvani, 1985:6).
Domain perancangan kota terbentang dari tampilan muka bangunan (eksterior) ke luar (ke ruang publik diantara bangunanbangunan). Berkaitan dengan ini Barnett (1974, dalam Shirvani, 1985: 6) mengatakan bahwa domain perancangan kota sebagai
"merancang kota tanpa merancang bangunan-bangunan". Dengan kata lain, domain tersebut mencakup ruang-ruang di antara
bangunan-bangunan. Dalam hal ruang-ruang luar tersebut, berdasar pengalaman "Urban Design Plan of San Fransisco, 1970"
(Wilson et. al, 1979 dalam Shirvani, 1985: 6), ruang-ruang dikelompokan menjadi empat bagian, yaitu
1) pola dan citra internal, menjelaskan maksud ruang-ruang di antara bangunan- bangunan dalam lingkup kawasan
kota, terutama dalam hal focal points, viewpoints, landmarks, dan pola gerak;
2) bentuk dan citra eksternal, berfokus pada skyline (garis langit) kota, serta citra dan identitas kota secara
keseluruhan;
3) sirkulasi dan perparkiran, mengkaji karakteristik jalan (dalam hal: kualitas
tatanan, kemonotonan, kejelasan rute, orientasi ke tujuan, keselamatan, dan kemudahan gerakan), serta
persyaratan dan lokasi perparkiran, serta
4) kualitas lingkungan, berkaitan dengan sembilan faktor, yaitu kecocokan penggunaan, kehadiran unsur alam, jarak
ke ruang terbuka, kepentingan visual dari fasad jalan, kualitas pandangan, kualitas pemeliharaan, kebisingan, dan
iklim setempat.
2.2.5 Elemen-elemen dalam perancangan kota
Pengelompokan di atas belum menunjukkan unsur-unsur bentuk fisik kota dalam perancangan kota. Unsur-unsur
tersebut, dijelaskan oleh Shirvani (1985: 7-8), meliputi delapan butir, yaitu
Tata guna lahan merupakan unsur pokok dalam desain urban yang menentukan dasar perencanaan dalam dua
dimensi, bagi terlaksananya ruang tiga dimensi. Tata guna lahan merupakan pengaturan suatu lahan dan keputusan
untuk menggunakan lahan untuk maksud tertentu sesuai dengan peruntukanya.
Dalam peruntukan lahan terdapat pembagian penggunaan lahan menjadi kelompok-kelompoksesuai dengan
interaksi antara unsur manusia, aktivitas, dan lokasipertama menghasilkan land use plan dengan pengelompokan
aktivitas, funsi, dan karakter tertentu, kedua menghasilkan land use plan sebagai pembagian penggunaan lahan
yang terbatas. Untuk masa yang akan datang, kebijakan mix use digunakan untukmeningkatkan kehidupan 24
jam, dengan jalan memperbaiki sirkulasi melalui fasilitas pejalan kaki, dan pengguna yang lebih baik dari systemsistem infrastruktur, analisa-analisa dasar lingkungan alam dan perbaikan atau meningkatkan system infra
strukturdengan rencana serta operasi pemeliharaan.
Dalam intensitas pembangunan developerakan mendapatkan ijin membangunhingga FAR maksimum, sebagai
bonus dari kompensasi dari kesediaan membangun fasilitas tambahan bagi kepentingan umum. Aturan zoning
memperhatikan aspek fisik bangunan yang memperhatikan ketinggian, pemunduran, dan lantai dasar yang
diperlukan untuk menunjang public space.
Kesalahan masa lalu dalam penggunaan tata guna lahan, antara lain kurangnya keanekaragamanpengguna
lahan dalam suatu area dan kesalahan dalam memperhatikan faktor lingkungan dan fisik alamiah. Oleh karena itu,
yang di perhatikan untuk tata guna lahan di masa mendatan adalah mixing use dalam suatu urban area, untuk
meningkatkan kehidupan 24 jam dengan memperbaiki sirkulasimelalui fasilitas pedestriandan pengguna
infrastrukturyang lebih baik, analisis yang berdasarkan lingkungan alamidan perbaikan system infrastrukturserta
rencana perawatan yang diperlukan.
45
Sebagai contoh adalah kasus di Jakarta, tepatnya di daerah Kuningan, pada awalnya wilayah ini dalam Jakarta
Struktur Plan 2005 diarahkan untuk pengembangan kawasan campuran, dengan sebagian besar untuk pemukiman
kelas atas yang disediakan untuk para diplomat serta perkantoran. Tetapi sekarang kawasan ini tumbuh menjadi
kawasan perkantoran kelas satu termasuk kantor-kantor komersial. Hal ini terjadi karena lokasi tersebut yang
sangat strategis dibandingkan lokasi lain.
Dari aspek aksesibilitas, kawasan ini mudah dicapai dari segala arah, tetapi pelayanan transportasi tidak cukup
baik. Jalur lalu lintas sangat padat terutama pada jam sibuk. Dengan kondisi ini maka kebijaksanaan tata guna
lahan di kawasan ini dirumuskan kembali dengan konsep superblock system dan high rise building. Sebagai
dampaknya kebutuhan transportasi meningkat pesat sedangkan sarananya sangat terbatas, akibatnya kemacetan
dan kepadatan lalu lintas tidak dapat dihindarkan.
Dengan luas area 325ha dan lebih dari setengah juta pekerja, maka kawasan ini sangat memerlukan alat dan
sarana transportasi baru. Namun dalam realitanya, walau terjadi perubahan fungsi kegiatan (tata guna lahan),
kebijaksanaan transportasi masih mengacu pada Jakarta Struktur Plan 2005, yang jelas-jelas sudah tidak sesuai
lagi dengan kondisi perkembangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan penggunaan lahan belum
didukung dengan kebijaksanaan pengembangan transportasi.
46
Pada dasarnya, ada tiga prinsip perancangan kota yang berfungsi untuk menyatukan masalah-masalah bentuk
bangunan bangunan dan massa bangunan, yaitu
a. Skala, merupakan pandangan atau penglihatan manusia (human vision), sirkulasi, bangunan
berdampingan, dan ukuran lingkungan,
b. Ruang kota, merupakan artikulasi ruang yang dibentuk oleh bentuk kota, pembatas, tipetipe ruang kota,
serta
c. Massa kota, merupakan wujud bangunan-bangunan, permukaan-permukaan tanah, dan obyekobyek pada
ruang yang dapat tersusun untuk pembentuk ruang kota dan polapola akitivitas dalam skala besar dan
skala kecil.
47
Bentuk
bangunan
dan
massa
membahas
48
bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota, serta bagaimana hubungan
antar-massa dari banyak bangunan yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk, dan hubungan antar-massa seperti
ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan
sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit horizon (skyline) yang dinamis, serta
menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).
49
Pola parkir yang ada dibadan jalan adalah pola parkir paralel dan menyudut. Akan tetapi pola parkir tersebut tidak
selalu diizinkan, karena kondisi arus lalu lintas yang tidak memungkinkan. Dengan demikian untuk mendesain
suatu area parkir di badan jalan ada 2 (dua) pilihan yakni, pola parkir paralel dan menyudut.
a. Fasilitas Parkir untuk Umum
Fasilitas parkir untuk umum di luar badan jalan seperti pusat perbelanjaan, bisnis maupun perkantoran
dapat berupa taman parkir atau gedung parkir.
b. Penetapan Lokasi Fasilitas Parkir
Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas parkir untuk umum, dilakukan dengan memperhatikan:
1)
2)
3)
4)
Keberadaan fasilitas parkir untuk umum berupa gedung parkir atau taman parkir harus menunjang
keselamatan dan kelancaran lalu lintas, sehingga penepatan lokasinya terutama menyangkut akses keluar
masuk fasilitas parkir harus dirancang agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.
c. Kebutuhan Parkir
Kebutuhan luas area kegiatan parkir berbeda antara yang satu dengan yang lain, tergantung kepada beberapa
hal antara lain pelayanan tarip yang diberlakukan, ketersediaan ruang parkir, tingkat pemiikan kendaraan
bermotor, tingkat pendapatan masyarakat. Pada umumnya ada 2 (dua) jenis peruntukan kebutuhan parkir,
50
yaitu kegiatan parkir tetap yang meliputi gedung pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, pusat perdagangan,
pasar, sekolah, tempat rekreasi, hotel dan rumah sakit, dan kegiatan parkir yang bersifat sementara seperti
bioskop, tempat pertunjukan, tempat pertandingan olahraga dan rumah ibadah.
d. Desain Parkir di Badan Jalan
Bermacam-macam hal yang perlu diperhatikan pada suatu badan jalan, dimana hal-hal tersebut menjadi
pertimbangan dalam menentukan sudut parkir. Bahan-bahan yang menjadi pertimbangan yang secara umum
digunakan adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
Lebar jalan
Volume lalu lintas pada jalan yang bersangkutan
Karakteristik kecepatan
Dimensi kendaraan
Sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.
Dalam penentuan sudut parkir pada suatu badan jalan berbeda antara satu dengan lainnya. Dimana
perbedaan tersebut dikarenakan oleh fungsi jalan dan arah gerak lalu lintas pada jalan yang bersangkutan.
1) Pola Parkir
Pola parkir dibagi 2 (dua) yaitu pola parkir parallel dan pola parkir menyudut.
a) Pola parkir paralel
51
52
54
55
a)
b)
c)
d)
e)
f)
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih besar jika
dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 90.
Membentuk sudut 90
Pada pola parkir ini, arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu
arah atau dua arah.
58
Membentuk sudut 45
Bentuk tulang ikan tipe A
59
60
Pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak terletak pada satu ruang
Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan
62
Pintu masuk dan keluar yang menjadi satu terletak pada satu ruas
berbeda
63
64
Konstruksi landasan
Tenaga penggerak
Teknik keluar/masuk parkir
Konstruksi bangunan
Kemudahan untuk mencapai gedung
Cara kerja sistem
Sistem keselamatan kendaraan
Sistem pemeliharaan tenaga penggerak
Sistem pengendalian
65
66
Gambar 2.64 Pola sirkulasi di gedung parkir lantai stager tiga susun
67
D. Ruang Terbuka
Ruang terbuka (Open Space) , mencakup semua unsur landscape (jalan, trotoar dan sejenisnya), taman, dan
ruang rekreasi didaerah perkotaan. Dimana ruang terbuka hendaknya menjadi bagian integral dari perancangan
kota, bukan hanya merupakan akibat dari penyelesaian arsitekturnya. (Hamid Shirvani)
Setiap ruang publik memiliki makna sebagai berikut: sebuah lokasi yang didesain seminimal apapun,
memiliki akses yang besar terhadap lingkungan sekitar, tempat bertemunya manusia/pengguna ruang publik
dan perilaku masyarakat pengguna ruang publik satu sama lain yang mengikuti norma-norma yang berlaku
di tempat. (Roger Scurton 1984)
68
Ruang umum pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari
masyarakatnya, baik secara individu maupun secara kelompok, dimana bentuk ruang publik ini sangat
tergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Menurut sifatnya, ruang publik terbagi menjadi 2
jenis, yaitu :
1. Ruang publik tertutup : adalah ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan.
2. Ruang publik terbuka : yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut
ruang terbuka (open space). (Rustam Hakim 1987)
Dari beberapa para ahli yang mengungkapkan pengertian tentang ruang terbuka ada garis besar yang
didapat, yaitu keharusan untuk mencakup semua unsur lingkungan sekitar yang akan berpengaruh besar
terhadap warga yang akan melakukan aktivitas di dalamnya. Mulai dari jalanan, taman, dan sebagainya
yang harus ditata dengan baik dan benar untuk memfasilitasi para masyarakat untuk bertemu atau
melakukan bermacam kegiatan sosial di ruang terbuka tersebut. Maka pengaruh pengaruh lingkungan
tersebut harus diperhatikan dengan baik demi keberlangsungan aktivitas para masyarakat karena objek
utama dari di bangun nya sebuah ruang terbuka adalah masyarakat, dan tujuan utama nya itu untuk
memberi ruang kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan kegiatan sosial.
Penyediaan ruang terbuka ini diharapkan dapat mencakup beberapa ruang yang cukup untuk:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
1)
2)
3)
71
75
Ruang terbuka selain menjadi area publik masyarakat yang berupa taman, ada juga yang
menjadikan ruang terbuka tersebut sebagai ikon kota dengan memberikan sculpture di ruang
terbuka tersebut. Seperti Cloud Gate di Chicago, yang memiliki sculpture berbentuk bean sebagai
ikon taman tersebut yang juga menjadi ikon dari kota Chicago. Taman ini berfungsi menjadi ruang
terbuka untuk para masyarakat berkumpul, bermain dan bersantai di tengah kota Chicago. Atau
banyak pula turis yang sengaja berkunjung ke taman tersebut hanya untuk menikmati dan
mengabadikan momen yang menjadikan Cloud Gate tersebut sebagai ikon kota.
78
79
80
Jenis
Lampu
Efisiensi
Rata Rata
(watt)
Pengaruh
Daya (watt)
Terhadap
Keterangan
Objek
Lampu gas
merkuri
tekanan
50 - 55
16.000 24.000
tinggi
125
250
400
700
Sedang
(MBF/U)
dapat digunakan
secara terbatas
Untuk jalan kolektor
local
Tabel 2.2 Pencahayaan pada streetdanfurniture
- Efisiensi cukup tinggi
Sumber : Departemen Perhubungan,
1993
tetapi berumur
Lampu
tabung
flucrescent
persimpangan
Efisiensi rendah,
60 70
8.000 10.000
18 20
36 - 40
Sedang
pendek
Janis lampu ini masih
tekanan
dapat digunakan
rendah
local, persimpangan,
penyebrangan,
terowongan, tempat
peristirahatan
Efisiensi sangat
Lampu gas
sodium
bertekanan
panjang, ukuran
100 - 200
8.000 10.000
90 - 180
Sangat buruk
rendah
(SOX)
dianjurkan digunakan
karena faktor
efisiensinya sangat
tinggi
Untuk jalan tol,
arteri, kolektor,
persimpangan
81
b. Penempatan lampu
Penempatan lampu jalan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memberikan :
1) Keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan
2) Kemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan
3) Pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan disbanding pada
bagian jalan yang lurus
4) Arah dan petunjuk yang jelas bagi pengguna jalan dan pejalan kaki
Jenis Jalan/Jembatan
Sistem Penempatan Lampu yang Digunakan
Jalan Arteri
Sistem menurus dan parsial
Jalan Kolektor
Sistem menerus dan parsial
Jalan Lokal
Sistem menerus dan parsial
Persimpangan
Sistem menerus
Jembatan
Sistem menerus
Tabel 2.3 Jenis jalan /jembatan
Terowongan
Sistem menerus bergradasi pada ujung ujung
Sumber : Departemen Perhubungan,
1993
terowongan
82
Tempat
Penataan/Pengaturan Letak
Jalan satu arah
Persimpangan
jalan
Dapat dilakukan dengan menggunakan lampu
menara, umumnya ditempatkan dipulau pulai, di
median jalan, diluar daerah persimpangan.
Tabel 2.4 Penataan letak lampu
Sumber : Departemen Perhubungan, 1993
83
Besaran
10 15 m
13 m
Lampu Menara
Tinggi tiang rata rata yang digunakan
20 50 m
30 m
3.0 H 3.5 H
3.5 H 4.0 H
5.0 H 6.0 H
30 m
Minimum 0.7 m
Minimum 1.2 m
terjauh
Sudut inklinasi
20 30o
84
Lampu
70o
75o
80o
H 0.36 D
H 0.26 D
H 0.17 D
85
86
F. Penandaan (signage)
Penandaan disini yang dimaksud adalah berupa penunjuk jalan, media iklan, rambu-rambu, dan berbagai jenis
penandaan lainnya. Keberadaan penandaan ini sangat berbengaruh terhadap visualisasi suatu kota, baik secara
makro maupun mikro. Pengaturan pemunculan dan lokasi pemasangan papan-papan penunjuk sebaiknya tidak
memunculkan sisi negatif dan tidak mengganggu rambu-rambu lalu lintas.
Adapun jenis-jenis signage dapat dibedakan menjadi:
a. identitas
b.
c.
d.
e.
1) Papan Iklan
Keberadaan papan iklan haruslah tetap menjaga visual dari suatu kawasan perkotaan. Dan dalam
pemasangannya harus mematuhi pedoman sebagai berikut:
a) Penggunaan papan iklan haruslah merefleksikan karakter kawasan tersebut.
b) Jarak dan ukuran harus diatur sedemikian rupa sehingga menjamin jarak visual dan menghindari
kesemrawutan.
c) Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan arsitektur disekitarnya.
d) Pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaan dalam theater dan tempat pertunjukan.
e) Pembatasaan papan iklan yang berukuran besar yang mendominasi visual kota.
87
2) Rambu
Rambu-rambu,
pemasangannya juga
dari pemerintah. Rambu
mengatur, memberi
petunjuk lalu lintas. Dalam
diperhatikan beberapa hal
didalam
mempunyai ketentuan
merupakan alat untuk
peringatan, dan
mengatur rambu harus
berikut:
a) Memenuhi kebutuhan
88
b) Rambu
disebelah kanan
89
90
dapat berupa:
91
Apabila dipasang horisontal, urutan dari kiri ke kanan yaitu merah, kuning, dan hijau
Dalam hubungannya dengan perancangan kota, pendukung kegiatan berarti suatu elemen kota yang
mendukung dua atau lebih pusat kegiatan umum yang berada dikawasan pusat kota yang mempunyai
konsentrasi pelayanan yang cukup besar ( Hamid Shirvani, 1985:37) Antara pusat kegiatan umum yang
satu dengan pusat kegiatan yang lain mempunyai keterkaitan penting, sehingga timbul elemen kota yang
disebut : Pendukung Kegiatan atau Activity Support .
b) Tinjauan historis
Kota selain memiliki kenyamanan, juga harus indah dipandang. Elemen-elemen yang ada tidak
hanya harus berfungsi tetapi juga harus menampakkan keindahannya. Apabila elemen-elemen digabung
semuanya harus menghasilkan suatu komposisi yang memuaskan. Kota adalah arsitektur, yaitu obyek
hasil karya fisik dan hasil karya manusia. Sebagai produk manusia kota adalah hasil cipta kultural dan
hasil cipta sosial. Sebagai hasil cipta kultural kota merupakan realitas hasil transformasi alam dan
cerminan cara manusia menghadapi realitas itu. Sebagai hasil cipta sosial, kota adalah tempat segala
dimensi kehidupan manusia.
Kota selain memiliki kenyamanan, juga harus indah dipandang. Elemen-elemen yang ada tidak
hanya harus berfungsi tetapi juga harus menampakkan keindahannya. Apabila elemen elemen digabung
semuanya harus menghasilkan suatu komposisi yang memuaskan. Kota adalah arsitektur, yaitu obyek
hasil karya fisik dan hasil karya manusia. Sebagai produk manusia kota adalah hasil cipta kultural dan
hasil cipta sosial. Sebagai hasil cipta kultural kota merupakan realitas hasil transformasi alam dan
cerminan cara manusia menghadapi realitas itu. Sebagai hasil cipta sosial, kota adalah tempat segala
dimensi kehidupan manusia.
93
Dengan demikian berkembangnya suatu kota juga bersamaan dengan berkembangnya tuntutan
masyarakat sebagai pelaku kegiatan. Dan ini berarti secara fisik dan fungsional, intensitas dan kualitas
kegiatan selalu berubah. Dengan melihat kenyataan diatas bahwa kota selalu tumbuh dan berkembang,
gejala yang ditimbulkannya bersifat menyeluruh dan alamiah dan mulai berkembang dari pusat kota
kedaerah pinggiran kota, dimana faktor yang mempengaruhinya adalah perkembangan penduduk dan
pola sosial ekonomi (jasa dan perdagangan). Fenomena diatas menunjukkan bahwa intensitas kegiatan
dipusat kota dengan keragaman yang tinggi tidak ditata dengan baik akan menimbulkan masalah dan
konflik kepentingan, apakah kepentingan pribadi atau kepentingan umum.
Dengan demikian diperlukan alat pengendali yang memadai hingga mampu mereduksi konflik
kepentigan para pengguna ruang fisik kota. Apabila tidak dilengkapi alat pengendali maka ada
kemungkinan terjadi penurunan kualitas fisik dan fungsional. Pada dasarnya perangkat kendali ini untuk
menyatukan dan mengkoordinasikan setiap fungsi-fungsi kegiatan yang beragam, sehingga setiap fisik
ruang kota dapat terkoordinasikan dan terintegrasika dalam satu kesatuan yang menerus.
Didalam kegiatan perancangan kota, perangkat kendali tersebut merupakan salah satu elemen kota
yang disebut Pendukung Kegiatan (Activity Support) yang diharapkan dapat sebagai elemen
penyatu yang mampu mendukung dan menghidupkan setiap fungsi kegiatan yang ada ( Hamid
Shirvani, 1985).
c) Definisi pendukung kegiatan
Pendukung kegiatan (activity support) adalah meliputi seluruh pengguanaan dan aktifitas yang
membantu memperkuat ruang-ruang umum kota, karena aktifitas dan fisik ruang selalu saling
94
melengkapi satu sama lain. Bentuk, lokasi, dan karakteristik suatu areal tertentu akan menarik fungsi,
penggunaan dan aktifitas spesifik (Hamid Shirvani, 1985) Pendukung kegiatan tidak hanya meliputi
penyediaan plasa dan jalan pejalan kaki saja, namun huga mempertimbangkan elemen penggunaan ruang
dan fungsional dari kota yang membangkitakan aktifitas. Hal ini meliputi mall 3 yang menghubungkan
minimal 2 simpul aktifitas yang berbeda. Sasaranya adalah aktifitas utama ditempat yang fungsional
mencampurkan dengan penggunaan yang saling melengkapi, menghubungkan satu sama lain dengan
sistim perubahan/pergerakan pejalan kaki yang aman, dibuat yang menarik untuk kebutuhan pejalan kaki.
Pola-pola aktifitas pada kota-kota yang lebih luas terjadi sebagai serangkaian poros sumbu,
dengan memperhatikan tingkat kemampuan berjalan dari duatu tempat ketempat lain. Satu patokan untuk
fungsi yang efektif adalah poros-poros tersebut merupakan hubungan dari areal yang berbeda baik lama
maupun baru., dengan memberikan tingkat pencampuran yang bervariasi dengan fasilitas-fasilitas yang
saling melengkapi. Type penggunaan bermacam-macam
95
Sedangkan, bentuk bangunan/ruang tertutup adalah seperti kelompok pertokoan eceran(grosir), pusat
pemerintahan, pusat jasa dan kantor department store, dan lainnya. Dari uraian diatas, terlihat bahwa
pendukung kegiatan dapat merupakan ruang bebas untuk manusia, sebagaimana jalan sebagai ruang yang
bebas untuk mobil, hanya disini diperlukan untuk istirahat, misalnya tempat duduk, fasilitas untuk
berteduh dan lainnya. Hal ini akan memberikan kesan visual tersendiri sebagai identitas kawasan
tersebut.
e) Fungsi pendukung kegiatan
Fungsi utama dari pendukung kegiatan dalah menghubungkan dua atau lebih pusat-pusat kegiatan
umum dan menggerakkan fungsi kegiatan utama kota menjadi lebih hidup, menerus,dan damai.
Disamping itu untuk memperkuat ruang-ruang umum kota saling melengkapi satu sama lainnya (Hamid
Shirvani, 1985).
96
f.
g.
97
Keberadaan pendukung kegiatan adalah membuat suatu tempat mempunyai kegiatan yang beragam
yang berkesinambungan antara tempat yang satu dengan yang lainnya sebagai serangkaian poros sumbu
pergerakan. Pergerakan kegiatan yang terjadi disini timbul kare karena adanya interaksi manusia dengan
lingkungan.
Sebagai contoh penerapan pendukung aktifitas yang berhasil adalah di Malioboro, Yogyakarta.
Perangcangan ruang arcade yang ada di jalan Malioboro dengan bentuk menerus, dengan di dalamnya
terdapat kegiatan pedagang kaki lima yang menjual barang-barang cinderamata, makanan dan minuman,
kerajinan kulit dan pakaian jadi.
Di samping itu, sebagian tempat untuk pejalan kaki baik dengan tujuan jalan kaki maupun belanja
dan rekreasi serta di ruang terbuka sepanjang kawasan pedestrian untuk kegiatan pedagang kaki lima
dengan memakai kereta dorong menjual makanan dan minuman.
H. Preservasi (Preservation)
Preservasi harus diarahkan pada perlindungan permukiman yang ada dan urban place, Preservasi harus
diarahkan untuk mempertahankan kegiatan yang berlangsung di tempat itu. Preservasi dalam perancangan kota
adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area
perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah
(Shirvani, 1985). Manfaat dari adanya preservasi antara lain:
a.Peningkatan nilai lahan.
b.
Peningkatan nilai lingkungan.
98
99
Di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus, yang membedakannya
dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap
lingkungan fisik kota: penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial.
Perancangan kota merupakan bagian dari proses perencanaan yang berkaitan dengan kualitas fisik lingkungan. Keberadaan
perancangan kota sama lamanya dengan keberadaan manusia di muka bumi.Apa yang selalu berubah setiap waktu merupakan
konteks dan tujuan dari urban design. Seperti apa yang dimaksud oleh Gallion dan Eisner adalah suatu laboratorium tempat
pencarian kebebasan dilaksanakan dan percobaanpercobaan diuji mengenai bentukanbentukan fisik. Bentukan-bentukan fisik
kota adalah perwujudan kehidupan manusia : polanya dijalin dengan pikiran dan tangan yang dibimbing oleh suatu tujuan.
Bentukan fisik kota terjalin dalam aturan yang juga mengemukakan lambang-lambang pola-pola ekonomi, sosial, politis dan
spiritual serta peradaban masyarakatnya. Kota adalah tempat mengaduk kekuatan-kekuatan budaya dan rancangan kota
merupakan ekspresinya.
2.2.4.2
Keterlibatan Masyarakat.
Menurut Johara (1999) dalam perancangan kota, masyarakat disebut sebgai konsumen pasif. Hal ini dikarenakan
masyarakat dianggap kurang berperan dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaan. Di Indonesia sendiri,
keterlibaan masyarakat masih sering diabaikan, pdahal ini penting untuk menumbuhkan jati diri. Beberapa kelemahan
dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan pembangunan dan lingkungan hidup di Indonesia, yaitu
1.
2.
3.
4.
Perencanaan selalu berorientasi pada pencapaian tujuan ideal yang berjangka panjang.
Produk akhir berupa rencana tata ruang yang baik tidak selalu menghasilkan penataan ruang yang baik
Perencanaan tata ruang terlalu ditekankan pada aspek fisik dan visual.
Keterpaduan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan selama ini terkesan sebagai slogan ,
5.
6.
7.
Proses penyusunan rencana tata ruang biasanya tidak mengikuti aturan atau stuktur yang ada.
Para penentu kebijakan kurang peka terhadap warisan peninggalan kuno yang hakekatnya tidak bisa dipisahkan
8.
101
3. Comprehensive Planning lebih tepat dari pada sectoral planning. Comprehensive Planning sebagai
perencanaan makro untuk jangka panjang bagi masyarakat di negara sedang berkembang (dengan
dinamika masyarakat yang begitu besar) dirasa kurang sesuai. Akibatnya perencanaan tersebut
tidak/kurang efektif, dengan begitu banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik
disengaja maupun tidak. Perencanaan sektoral merupakan perencanaan terhadap sektor-sektor yang
benar-benar dibutuhkan masyarakat dalam waktu mendesak.
4. Peran serta secara aktif para pakar secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sangat diperlukan di dalam
proses penyusunan tata ruang kota. Komisi Perencanaan Kota (sebagaimana diterapkan di Amerika
Serikat) kiranya perlu diterapkan pula di Indonesia. Hal ini didasari bahwa permasalahan perkotaan
merupakan permasalahan yang sangat komplek, tidak hanya permasalahan ruang saja, tetapi
menyangkut pula aspek-aspek: ekonomi, sosial, budaya, hukum dan lain sebagainya.
5. Merubah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tanah, lahan, dan ruang khususnya di perkotaan
menjadi lebih berorientasi pada kepentingan dan perlindungan rakyat kecil. Lembaga magersari dan
bagi hasil yang oleh UUPA dihapus perlu dihidupkan kembali (sebagaimana disarankan Eko
Budihardjo). Penataan lahan melalui Land Consolidation, Land Sharing, dan Land Readjustment perlu
ditingkatkan.
6. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan men-jadi Peraturan
Daerah, perlu ditindak-lanjuti dengan implementasinya, menjadi acuan dalam penyusunan programprogram kegiatan pembangunan, dan tidak sekedar menjadi penghuni perpustakaan Bappeda.
Tlogomas
Kecamatan
Lowokwaru
103
Kawasan yang kami amati berada di sepanjang koridor Jalan Tlogomas, Malang. Hasil pengamatan ini akan masuk ke dalam
tugas selanjutnya (tugas 2).
Berdasarkan data dari fakta analisa mahasiswa mata kuliah Studio Perancangan Kota (SPK) PWK FT-UB tahun 2009,
penggunaan lahan di sekitar didominasi oleh sarana-sarana permukiman. Sarana-sarana permukiman yang ada di jalan utama
berupa sarana perdagangan, jasa, pendidikan, dan perkantoran. Sarana perdagangan yang ada berkembang dengan pesat, hal ini
secara tidak langsung menyebabkan adanya pola pergerakan untuk melakukan kegiatan berbelanja. Sehingga, di koridor Jalan
Tlogomas ini didominasi oleh aktivitas dan sarana perdagangan.
2.3.2 Prinsip Kawasan Perdagangan
Aktivitas perdagangan adalah bagian yang tak lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Dalam keterkaitannya dengan
wajah perkotaan, aktivitas tersebut melahirkan suatu wadah fisik yang terus menyebar membentuk karakter tersendiri
sekaligus memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi dan sosial masyarakatnya, yaitu kawasan perdagangan.
104
BAB III
PENUTUP
Kota merupakan sebuah area urban yang merupakan pusat pemukiman. Kota menciptakan suatu hasil dari proses kehidupan masyarakat,
serta wadah yang di dalamnya terkait manusia yang menjalankan kehidupannya. Sebuah kota harus ditata dengan sebaiknya karena
perkembangan dan pertumbuhan kota didasari oleh perkembangan penduduk, mulai dari sejarah, tujuan, fungsi, dan sebgainya. Semakin besar
sebuah kota, maka semakin besar juga masalah yang dihadapi oleh kota tersebut. Mulai dari permasalahan individual, kependudukan,
lingkungan, sampai masalah iklim.
Dengan adanya teori-teori dan undang-undang tentang perancangan kota (desain urban), diharapkan dapat mewujudkan sebuah kota yang
nyaman dan sesuai dengan kriteria penduduknya itu sendiri. Akan tetapi, fenomena yang terjadi di berbagai kota sendiri pun belum bisa
terselesaikan dengan adanya teori dan perundang-undangan yang dicetuskan. Tidak semua kota dapat mengaplikasikan teori dan perundangundangan tersebut karena setiap penduduk kota tersebut pasti mempunyai kriteria masing-masing, tergantung dari keadaan geografis, sosial,
dan budaya.
Oleh karena itu, pemerintah juga harus turut serta memfasilitasi perkembangan pada suatu kota tergantung dari keadaan geografis, sosial,
dan budaya dari penduduknya itu sendiri.
105
DAFTAR PUSTAKA
Adiasmita, R. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkotan Kota. 1998. Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir. Jakarta: Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat.
Mirsa, Rinaldi. 2011. Elemen Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Graha Ilmu
Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process. New York: Van Nostrand, Reinhold.
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Klasifikasi Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
https://syahriartato.wordpress.com/2009/12/28/tata-guna-lahan-sistem-transportasi-sebagai-subsistem-dalam-perencanaan-pembangunanyang-berkelanjutan/ (diakses tanggal 4 April 2016)
furuhitho.staff.gunadarma.ac.id/
veronika.staff.gunadarma.ac.id/
106