Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER

1. Uraikanlah daerah daerah asal (kampung kelahiran) dari segi budaya, tempat wisata dan
sertakan gambar rumah adat yang ada di daerah anda!
Jawab:
Sulsel) tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Rumah adat juga
mengekspresikan budaya dan tradisi masyarakat.
Di Sulawesi Selatan setidaknya ada 4 rumah adat yang menunjukkan ciri khas kesukuannya
sebagaimana adat istiadat yang berlaku. Adat inilah yang mengatur dan mengarahkan
perilaku serta cara membangun rumah, sesuai dengan kebutuhan penghuninya.
Ekspresi adat istiadat dan kepercayaan masyarakat juga dapat dilihat dari bentuk
fisik rumah tradisional. Setiap rumah memiliki bentuk, tata ruang, hingga ornamen yang
berbeda.

Rumah adat Sulawesi Selatan

a. Rumah Adat Bugis


Rumah adat Sulawesi Selatan masyarakat Suku Bugis merupakan rumah panggung yang
terbuat dari kayu. Bentuk atapnya berlereng dua dan dihubungkan dengan bubungan
memanjang ke belakang dengan menggunakan sirap, rumbia, atau seng. Kerangkanya
berbentuk "H", berupa tiang dan balok yang disambung tanpa menggunakan pasak atau
paku. Tiang inilah yang menopang dan menyangga lantai dan atap. Dinding rumah
hanya diikat pada tiang luar. Rumah Bugis terdiri dari 3 bagian seperti bentuk tubuh
manusia. Bagian bawah yang disebut awa bola atau awa sao diibaratkan sebagai kaki.
Bagian bawah rumah (kolong) ini difungsikan sebagai kandang ternak, untuk
menyimpan alat-alat pertanian atau alat penangkap ikan dan sebagainya. Selanjutnya
bagian tengah yang disebut ale kawa atau ale bola diibaratkan sebagai tubuh. Ruang di
bagian tengah ini terbagi menjadi ruang tidur,menerima tamu, makan, dan dapur.
Sementara bagian atas rumah disebut botting langi atau rakkeang diibaratkan sebagai
kepala. Bagian ini untuk menyimpan bahan pangan dan benda-benda pusaka serta ruang
untuk anak perempuan yang belum menikah. Status pemilik rumah dalam kehidupan
sosial masyarakat Bugis menentukan jenis rumah yang ditempati. Bila seseorang
memiliki status yang tinggi seperti raja dan keturunannya bangsawan, maka rumah yang
ditempati disebut sao raja. Sedangkan rumah yang ditempati masyarakat awam disebut
bola. Tidak ada perbedaan signifikan antara sao raja dan bola bila dilihat dari bentuk
bangunan rumah. Perbedaannya hanya pada ukuran, luas, serta jumlah tiang penyangga
yang disebut timba sila atau sambulayang. Semakin banyak jumlah timba sila
menunjukkan status sosial pemilik rumah juga semakin tinggi.

b. Rumah Adat Tongkonan


Tongkonan adalah rumah adat Sulawesi Selatan dari Suku Toraja. Rumah ini merupakan
tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang
Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara
komunal dan turun temurun oleh keluarga atau marga Suku Toraja. Tongkonan tidak
hanya sebagai tempat hunian semata, tapi juga mengandung fungsi dan makna yang
bersumber dari filosofi orang Toraja. Fungsi tongkonan bagi orang Toraja sebagai
tempat rumpun keluarga dalam melaksanakan upacara-upacara yang berkaitan dengan
sistem kepercayaan, kekerabatan, kemasyarakatan, dan lainnya. Berdasarkan pandangan
agama leluhur orang Toraja yaitu Aluk Todolo, struktur tongkonan terbagi atas tiga
bagian utama. Di antaranya bagian bawah atau sulluk banua merupakan kolong rumah
yang di kelilingi oleh tiang-tiang menopang badan rumah yang disebut kale banua.
Berfungsi sebagai kandang kerbau yang menunjuk pada status derajat sosial yang tinggi.
Badan rumah atau kale banua yang ditopang oleh tiang-tiang merupakan pusat kegiatan
menyangkut aspek mata pencarian hidup dan aktivitas sehari-hari. Kale banua terdiri
atas tangdo' yang merupakan ruang depan. Dulunya berfungsi sebagai tempat istirahat,
menyajikan kurban persembahan kepada leluhur. Ada juga yang disebut sali. Sali adalah
bagian bilik tengah yang lebih rendah dari tangdo' yang berfungsi sebagai tempat tidur
keluarga dan dapur. Bagian atas atau rattiang banua merupakan atap rumah yang
menutupi seluruh rumah (loteng) yang dulunya terbuat dari bambu dan mempunyai
bentuk khas seperti perahu memanjang. Kedua ujungnya membentuk lengkungan yang
mempunyai kesamaan dengan garis lengkung lunas perahu.Bagi orang Toraja rattiang
banua difungsikan sebagai tempat menyimpan kain. Selain tangdo' rattiang juga
difungsikan sebagai tempat menyimpan benda pusaka berupa pedang, keris, tombak, dan
lain sebagainya. Pada bagian depan rumah, masyarakat Toraja memasang berjejer
tanduk-tanduk kerbau di tiang utama (tulak somba). Tanduk kerbau tersebut dihasilkan
dari upacara kematian anggota keluarga sebagai simbol pengorbanan. Rumah tongkonan
biasanya terdiri dari dua bangunan. Yakni bangunan utama yang diukir disebut banua
sura' dan bangunan alang sura' berfungsi sebagai lumbung padi. Togkonan memiliki
makna yang menggambarkan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat Toraja melalui
ukiran yang mengitari rumah. Rumah tongkonan dianggap sebagai pusaka warisan dan
hak milik turun temurun. Rumah adat tongkonan yang sarat dengan ukiran mengandung
makna yaitu melambangkan status sosial pemilik tongkonan menempati lapisan atas,
seperti untuk mengenal latar belakang status sosial serta nama marga seseorang hanya
dengan menanyakan tongkonan asalnya.

c. Balla Lompoa adalah rumah adat Sulawesi Selatan yang secara harfiah berarti rumah
besar atau rumah kebesaran yang dihuni oleh raja. Dirancang sesuai dengan aturan
kebiasaan umum yang berlaku turun-temurun dalam wilayah Kerajaan Gowa, sebagai
syarat yang harus dipenuhi bagi sebuah rumah adat suku Makassar terutama untuk
kediaman raja. Arsitektur balla lompoa berbentuk rumah panggung yang merupakan
refleksi dari rumah adat pada masa Kerajaan Gowa. Karakteristik khas balla lompoa
berfungsi sekadar warisan budaya fisik dan jejak historis arkeologis dalam wujud
teknofak dan idiofak. Rumah adat balla lompoa terdiri atas tiga bagian. Pada bagian atas
yang disebut loteng atau pammakang berfungsi sebagai plafon. Kemudian bagian tengah
merupakan badan rumah disebut kale balla berfungsi sebagai ruang tamu dan kamar
tidur. Sedangkan bagian bawah atau kolong rumah disebut passiringang berfungsi
sebagai tempat kendaraan. Ketiga bagian tersebut melambangkan falsafah sulapa appa.
Sulapa appa sebagai falsafah rumah adat Makassar memiliki pandangan bahwa alam
semesta secara horizontal bersegi empat yang direfleksikan pada struktur bangunan
meliputi areal tanah, bangunan induk mulai dari lego-lego, kale balla, pammakkang,
benteng, tontongan, dan rinring rumah. Secara vertikal konsep arsitektur tradisional
Makassar memiliki pandangan bahwa alam terdiri dari tiga kosmos yaitu atas, tengah,
dan bawah. Falsafah ini direfleksikan dalam bentuk rumah tradisional yang terdiri atas
ulu balla, kale balla, dan passiringan. Makna filosofi ini terlihat pula pada bentuk ulu
balla yang berbentuk prisma segi tiga. Pemaknaan angka tiga melambangkan stratifikasi
sosial masyarakat Makassar yang terdiri dari bija karaeng (raja dan keturunannya), to
maradeka (rakyat biasa), serta ata (hamba sahaya).
d. Rumah adat Langkanae Luwu
Rumah adat Langkanae Luwu Sulawesi Selatan. Foto: (Rahma Amin/detikSulsel)
Bentuk rumah adat Sulawesi Selatan di Luwu pada umumnya adalah rumah panggung
yang merupakan simbol budaya masyarakat. Sebab dianggap bahwa rumah panggung
harus mempunyai tiang-tiang utama yang disebut pim posi' atau posi bola. Itu
merupakan kebudayaan Luwu dan setiap perbuatan yang kita lakukan harus mappisabbi'
(minta izin) pada pim posi'. Rumah adat langkanae berbentuk persegi empat yang
mempunyai empat unsur yaitu tanah, api, air, dan angin. Dari keempat unsur ini harus
seimbang tidak boleh saling terputus. Empat komponen ini juga diartikan sebagai
karakter pada diri manusia, yaitu tanah sebagai kesabaran, api sebagai amarah, air
sebagai kekuatan, dan angin sebagai keserakahan. Dari keempat unsur ini harus
disembahkan di dalam kehidupan. Tiga tingkatan yang berbentuk "segi empat", atau
disebut sulapa eppa' yang berbentuk belah ketupat. Pada tiga tingkatan ini, dihubungkan
dengan kehidupan dunia manusia yaitu dunia atas (botting langi'), dunia tengah (ale
bola) dan dunia bawah (awa bola). Rumah Langkanae terdiri atas tiga bagian, ada
kolong (sullu), ale bola, dan palandoang/rakkeang (loteng). Pada kolong bawah rumah
digunakan sebagai tempat beristirahat. Ale bola digunakan untuk tempat tinggal yang
terdiri dari beberapa petak. Ada ruang raja, permaisuri, ruangan tempat penyimpanan
benda pusaka dan ruangan pejabat. Kemudian pada rakkeang digunakan untuk
menyimpan padi, anak gadis, dan kucing.
2. Uraikanlah ciri-ciri Negara demokrasi dan jelaskanlah demokrasi langsung dan demokrasi
tidak langsung!
Jawab:
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan
rakyat dengan tanpa memandang partisipasi mereka dalam kehidupan politik, sementara
pengisian jabatan-jabatan publik dilakukan dengan dukungan suara rakyat dan mereka
memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Demokrasi sendiri dibagi atas berbagai jenis, salah
satunya berdasarkan penyaluran kehendak rakyat. Dalam demokrasi berdasarkan penyaluran
kehendak rakyat terdapat demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Apa bedanya?
berikut penjelasan demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung menurut buku Modul
PPKn Kelas XI oleh Kemendikbud.
Perbedaan Demokrasi Langsung dan Demokrasi Tidak Langsung
a. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah demokrasi yang mengikutsertakan rakyatnya secara
langsung dalam menentukan kebijakan negara. Hal ini sudah diterapkan di Yunani
Kuno, tepatnya di wilayah Sparta dan Athena dengan membentuk polis atau negara kota.
Demokrasi langsung bisa terjadi karena wilayah negara kota masih kecil, tidak seperti
negara yang ada saat ini. Saat itu, masalah yang ditangani masih bersifat sederhana atau
belum kompleks, dan jumlah anggota negara kota masih terbilang sedikit.

b. Demokrasi Tidak Langsung


Demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dilakukan melalui sistem perwakilan,
artinya rakyat untuk dapat ikut serta dalam menentukan kebijakan negara tidak
dilakukan secara langsung melainkan melalui wakil-wakil yang telah mereka pilih dalam
pemilu.
3. Menurut pendapat anda pendapat anda saat ini apa saja yang sudah dilakukan pemerintah
untuk mewujudkan hal tersebut
Jawab:
Jika ingin lingkungan aman maka harus dilakukan ronda malam untuk mencegah orang
berkeliaran pada malam hari.
Sumber:
Ilmu pendidikan, konsep sejarah, dan perkembangan dan pkn praktik pengajaran mikro,
penerapan politik hukum, bahasa Indonesia, lingkup hukum perdata.

Anda mungkin juga menyukai