Anda di halaman 1dari 8

Rumah Adat Tongkonan / Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat menarik.

Beberapa
diantaranya menjadi destinasi wisata bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah
satu objek wisata yang terkenal dari bumi pertiwi adalah wisata budayanya, dimana tujuan wisata
budaya bagi para wisatawan (mancanegara) yang terkadang muncul kepermukaan media
internasional sehingga menjadi yang paling terkenal yaitu budaya adat Sulawesi Selatan, khususnya
budaya Tana Toraja.

Rumah adat Tongkonan adalah rumah adat Sulawesi Selatan yang mempunyai bentuk unik
menyerupai wujud perahu dari kerajaan Cina pada jaman dahulu. Rumah adat tongkonan juga kerap
kali disebut-sebut mirip dengan rumah gadang dari daerah Sumatera Barat.

Tongkonan berasal dari kata “tongkon” yang berarti duduk. Rumah tongkonan sendiri difungsikan
sebagai pusat pemerintahan (to ma’ parenta), kekuasaan, dan strata sosial pada elemen masyarakat
toraja. Rumah adat Tongkonan tidak bisa dimiliki secara pribadi/perorangan karena rumah ini adalah
warisan nenek moyang dari setiap anggota keluarga atau keturunan mereka.

Ciri Khas Rumah Adat Tongkonan Perlu diketahui bahwa arsitektur rumah adat Tongkonan
selalu mengikuti model desa dimana rumah tongkonan tersebut dibangun. Akan tetapi,
arsitektur tersebut tidak akan pernah lepas dari filosofi dan pakem-pakem tertentu yang
diturunkan secara turun temurun. Filosofi dan pakem-pakem tersebut antara lain: Rumah
Adat Tongkonan

1. Lapisan dan Bentuk Rumah tongkonan memiliki 3 lapisan berbentuk segi empat yang
bermakna empat peristiwa hidup pada manusia yaitu, kelahiran, kehidupan, pemujaan dan
kematian. Segi empat ini juga merupakan simbol dari empat penjuru mata angin. Setiap
rumah tongkonan harus menghadap ke utara untuk melambangkan awal kehidupan,
sedangkan pada bagian belakang yaitu selatan melambangkan akhir dari kehidupan.

2. Struktur Bangunan Rumah Adat Tongkonan Struktur bangunan mengikuti struktur makro-
kosmos yang memiliki tiga lapisan banua(rumah) yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian
tengah (kale banua) dan bawah (sulluk banua). Bagian atas (rattiangbanua) digunakan sebagai
tempat menyimpan benda-benda pusaka yang mempunyai nilai sakral dan benda-benda yang
dianggap berharga. Pada bagian atap rumah terbuat dari susunan bambu-bambu pilihan yang
telah dibentuk sedemikian rupa kemudian disusun dan diikat oleh rotan dan ijuk. Atap bambu
ini dapat bertahan hingga ratusan tahun. Bagian tengah (kale banua) rumah tongkonan
memiliki 3 bagian dengan fungsi yang berbeda. Pertama, Tengalok di bagian utara
difungsikan sebagai ruang untuk anak-anak tidur dan ruang tamu. Namun terkadang, ruangan
ini digunakan untuk menaruh sesaji. Kedua, Sali dibagian tengah. Ruangan ini biasa
difungsikan sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang makan, dapur dan tempat
disemayamkannya orang mati. Dan ruangan terakhir adalah ruang sambung yang banyak
digunakan oleh kepala keluarga . Bagian bawah (sulluk banua) digunakan sebagai tempat
hewan peliharaan dan tempat menaruh alat-alat pertanian. Fondasinya terbuat dari batu
pilihan yang dipahat berbentuk persegi.

3. Ukiran Dinding Ukiran berwarna pada dinding rumah tongkonan terbuat dari tanah liat.
Ukiran-ukiran tersebut selalu menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan
putih. Bagi masyarakat toraja, 4 warna itu memiliki arti dan makna tersendiri. Warna kuning
melambangkan anugrah dan kekuasaan Tuhan (Puang Matua), warna hitam melambangkan
kematian/duka, warna putih melambangkan tulang yang berarti kesucian dan warna merah
melambangkan kehidupan manusia.

4. Tanduk Kerbau Rumah adat Tongkonan umumnya dilengkapi dengan hiasan tanduk
kerbau. Hiasan ini tersusun menjulang pada tiang bagian depan. Hiasan tanduk kerbau
tersebut secara filosofi adalah perlambang kemewahan dan strata sosial. Semakin banyak
tanduk yang tersusun pada rumah ada tongkonan, maka semakin tinggi strata sosial kelompok
adat yang memilikinya.

Bentuk dan konsturksi

Unit untuk tidur, istirahat, memasak dan makan atau tongkonan, berbentuk segi
empat panjang dengan sisi panjang berada pada arah matahari terbit dan tenggelam. Dalam
lingkungan tiga desa adat dibahas di sini sisi terpendek yang berada di depan dan belakang,
berukuran bervariasi antara 3-4 M. Lebar dibanding panjang bervariasi antara 1 : 2 hingga
satu dibanding 2, 5, jadi panjang sekitar 8 M hingga 10 M. Tongkonan selalu berbentuk
kolong, hanya bervariasi pada tinggi rendah. Konstruksi kolom dan balok dari kayu mem-
bentuk elemen horizontal dan vertikal, merupakan ciri umum dari arsitektur tradisional
lambang dari ikatan

Dari segi konstruksi, jumlah dan besaran kolom dapat disebut over design, artinya
terlalu kuat untuk menyangga bagian di atasnya. Seperti terdapat dalam banyak hal rumah
tradisional, secara jelas tongkonan terbagi tiga di mana terlihat sebagai menifestasi dari
kosmologi adanya dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Selain itu terlihat jelas adanya
personifikasi rumah terdiri dari kepala, badan dan kaki. Bagian-bagian dari konstruksi hingga
detail dan kecil mempunyai sebutan baku, juga sebagai ungkapan adanya personifikasi di
mana rumah seperti manusia juga mempunyai bagianbagian dengan sebut-an dan fungsi
masingmasing. Di antara tiang kolong, yaitu di tengah agak ke belakang ada yang disebut
a’riri (tonggak) posi (pusat) dihias dan diukir berbeda dengan lainnya. A’riri posi yang
artinya adalah tonggakpusat, dalam adat Toraja lambang dari menyatunya manusia dengan
bumi. Biasanya berukuran 22×22 Cm, dibagian atas sedikit mengecil sekitar 20×20 Cm.
Legenda:

1.Lentong Garopang. 4.Roroan baba. 7.Tangdan Lambe’


2.Lentong bamban. 5.Roroan lambe’ 8.Pata’

3.A’riri posi. 6.Tangdan 9.Pangngosokan

10.Sali. 16.Kadang pamiring 21. Pangngoton.

11.Sangkinan Rinding. 17. Pata’sere 22. Takek longa

12.Rinding. 18. Tulak sumba 24. Katarok.

13.Pangngosokan Rinding. 19. Katorok. 25. Rampan longa

14.Sambo Rinding. 20. Parampak. 26. Bantuli

15.Sangka’

Dari segi konstruksi bentuk me-lengkung hiperbolik lebih menguntungkan karena


konstruksi atap pada bagian punggung semuanya menerima gaya tarik yang sesuai dengan
kekuatan bahan bangunan yaitu dari kayu dan bambu. Kenyataan ini memperlihat-kan bahwa
kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis me-nurut
perhitungan modern dan dapat me-nampilkan keindahan tersendiri. Longa yaitu ujung-
ujung atap dari tongkonan dan alang menjorok ke muka dan ke belakang sedikit mengecil di
ujung-ujung membuatnya menjadi unik dan indah. Keberadaannya tidak dapat dianalisis
hingga mendapat kesimpulan yang pasti. Perbanding-an antara panjang longa dan badan
tongkonan lebih kurang 1 : 1,4 yaitu misalnya panjang tongkonan 10 M, maka panjang longa
sekitar 7 M dan panjang atap manjadi 24 M. Longa di-sangga oleh tiang tinggi disebut tulak
somba.

Pada tulak somba, biasanya dipasang tanduk kerbau yang dikorbankan pada saat
upacara kematian. Selain menjadi hiasan juga secara adat jumlah dari tanduk kerbau dipasang
pada tulak somba menunjukkan status sosial-ekonomi pemiliknya. Dari segi konstruksi atap
tongkonan yang hiperbolik punggung atau noknya, sebetulnya tidak memerlukan penyangga
atau tulak somba
Teori tentang evolusi bentuk rumah adat Toraja.

Legenda:

1.Banua lentong a’pa’, (bentuk awal).

2.Banua tamben (perkembangan II).

3.Banua di sanda a’riri (perkembangan III).

4.Tongkonan berpunggung atap melengkung dalam

Denah

Tongkonan atau rumah adat Toraja, selalu berbentuk segi empat, ukuran panjang dan
lebar telah disebut di atas. Pada kolong bagian depan terdapat teras disebut tangdo, fungsinya
untuk duduk-duduk, bagian yang biasa ter-dapat pada arsitektur adat tropis sebagi ruang
peralihan luardalam. Lantai utama di atas kolong dibagi menjadi tiga bagian : depan disebut
paluang, tengah disebut Sali, belakang disebut sambung. Tata letak atau denah rumah adat
Toraja sangat ditentukan oleh kosmologi Aluk Todolo dengan faktor utama arah matahari
terbit (tempat para Deata) dan matahari tenggelam (tempat bersemayam arwah leluhur). Arah
matahari terbit dipandang se-bagai bagian dari kelahiran dan kehidupan.

Oleh karena itu tangga, dapur di dalam di-letakkan pada arah (timur) ini. Upacara-
upacara berkaitan dengan kelahiran dilaksanakan pada bagian di arah matahari terbit,
termasuk tangga. Sali atau lantai tengah, meskipun tidak ada sama sekali pembatas, menurut
adat Toraja berdasarkan pandangan kosmologi dan secara abstrak dibagi menjadi dua.

Kedua bagian dalam satu ruang tanpa pembatas ini masing-masing dipandang
berfungsi bertolak belakang. Bagian kanan (kalau seorang menghadap ke depan) yaitu sisi di
mana arah matahari terbit, sebagai bagian dari kehidupan, di mana ter-dapat dapo atau dapur
untuk masak dan makan. Sisi kiri atau arah matahari tenggelam dipandang sebagai bagian
terkait dengan ke-matian, sehingga pada bagian ini pada rumah masyarakat tradisional Toraja
disemayamkan mayat dari anggota keluarga. Nantinya mayat disemayamkan secara tetap di
lobang-lobang goa setelah melalui upacara rambu solo’ atau upacara kematian yang sangat
kompleks memakan waktu berhari-hari (tergantung kemampuan dan kategori sosialekonomi).
Pada bagian sebelah matahari tenggelam terdapat pintu khusus untuk membawa jenasah ke
luar.

DENAH TONGKONAN

Legenda:
A.Tangdo. 1.Ariri posi 5.Eran (tangga).

B.Paluang. 2.Kundai 6.Dapo’ (dapur).

C.Sali. 3.Tulak somba 7.Ba’ba sade (pintu khusus mengeluarkan mayat.

D.Sambung. 4.Lentong Garopang. 8.Jenasah disemayamkan

9.Tempat tidur

Survey Arsitektur Rumah Adat Toraja

1. Bentuk

Tongkonan merupakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung dari kayu.
Kolong di bagian bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Bentuk atap rumah
tongkonan melengkung dan dilapisi ijuk hitam. Ada yang mengatakan bentuknya seperti
perahu telungkup atau tanduk kerbau

Anda mungkin juga menyukai