Anda di halaman 1dari 32

Mengenal Desain Arsitektur Rumah Adat

Toraja
Desain Arsitektur, Desain Rumah

Anda bisa mengatakan keunikan yang berasal dari suatu daerah simbol khas dareah itu
sendiri. Misalnya, rumah adat. Seperti kita ketahui masing-masing daerah atau lebih khusus,
untuk masing-masing provinsi di Indonesia, ada sebuah rumah tradisional dengan
karakteristik yang berbeda dan memiliki karakteristik yang unik untuk kemudian mewakili
simbol budaya daerah tersebut. Salah satunya adalah rumah adat Toraja disebut Tongkonan,
yaitu rumah adat khas Tana Toraja di Sulawesi Selatan memiliki nilai-nilai budaya yang
sangat kuat berkaitan dengan adat istiadat masyarakat setempat.

Kondisi Tana Toraja bahwa udara dingin adalah alasan untuk desain arsitektur rumah yang
umumnya didasarkan pada ukuran pintu dan jendela relatif kecil dan dinding dan lantai dari
bahan kayu yang dirancang lebih tebal. Demikian juga, atap, atap desain rumah adat Toraja
yang terbuat dari struktur bambu yang sangat kental. Tujuan dari ini tentu saja desain
konstruksi yang suhu interior udara lebih hangat.

Kearifan Budaya lokal Kosmologi


Orang Tana Toraja umumnya menggunakan konsep budaya kearifan-Kosmologi dalam
membangun sebuah rumah, yaitu konsep ‘pusat rumah’ yang merupakan perpaduan dari
kosmologi dan simbolisme. Dalam perspektif kosmologi, menurut masyarakat tradisional
Toraja rumah adalah mikrokosmos dari makrokosmos yang merupakan komponen
lingkungan. Pusat rumah dapat didefinisikan menjadi dua bagian khusus ‘meraga’. Dalam hal
ini meraga pertama perapian terletak di tengah ruangan dan atap yang naik di atas ruang tamu
di mana atap menjadi satu dengan asap (langit ayah). Sementara meraga kedua adalah meraga
sebagai tiang utama atau pilar, misalnya a’riri possi di Toraja, balla pocci di Makassar, dan
bola possi di Bugis, dimana pilar menyatu dengan ibu bumi.

Membangun Rumah Dipandu Filosofi Kehidupan


Dalam membangun rumah, masyarakat Toraja tradisional juga dipandu oleh filososfi
kehidupan yang mana disebut “Aluk A’pa Oto’na”. Filosofi ini memiliki empat makna
pandangan hidup yaitu: Kemuliaan Tuhan, kehidupan manusia, dan Budaya Adat, dan Sifat
Kehidupan Leluhur. Keempat filosofi ini kemudian menjadi dasar penciptaan tradisional
denah rumah persegi panjang Toraja dibatasi oleh dinding. Tembok pemisah juga memiliki
makna yang melambangkan “tubuh” atau “kekuasaan”.

Advertisment

Ruang Tertutup Dalam Desain Arsitektur Rumah


Tradisional Toraja
Dalam masyarakat tradisional Toraja lebih percaya pada kekuatan diri sendiri atau
“Egocentrum”. Keyakinan ini tercermin dalam konsep desain arsitektur rumah yang
mendominasi ruang pribadi yang tertutup. Jika ada ruang terbuka, dan bahkan kemudian
cukup sempit. Konsep desain arsitektur rumah tradisional Toraja menerima pengaruh yang
signifikan dari etos budaya yang disebut “tallang simuane” atau sering disebut filosofi
“harmoni”. Yaitu dua potong bambu perpecahan dan dirancang masing-masing tertutup,
seperti pemasangan belahan bambu dalam membangun lumbung atau rumah adat.
Tata Letak Rumah Tradisional Toraja
Tata letak kustom rumah Tongkonan selalu berorientasi Utara dan Selatan, hal ini
diperhitungkan dalam membuat desain arsitektur. Secara rinci, bagian depan rumah harus
berorientasi Utara atau kebiasaan Toraja disebut arah Puang Matua “Ulunna langi”.
Sementara rumah harus berorientasi ke arah belakang Selatan, atau diyakini arah roh Pollo’na
Langi “. Sementara dua arah mata angin lainnya Timur dan Barat melambangkan kehidupan
dan pemeliharaan. Arah ke Timur diyakini arah DEA atau “Dewa” yang memberikan hidup
dan melestarikan dunia dan segala isinya. Sementara Barat diyakini arah mana nenek moyang
atau Todolo.

Semua orientasi arah mata angin tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam keseimbangan.
Jika diterjemahkan arsitektur, keseimbangan dapat diterapkan dalam bentuk bangunan
simetris. Dari diskusi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada tiga prinsip dasar desain
arsitektur rumah adat Toraja yang lampiran, orientasi, dan simetris.

Koleksi Gambar Desain Arsitektur Rumah Adat Toraja


Filosofi Tongkonan (Rumah adat Toraja)

Tongkonan di Tanah Toraja mempunyai fungsi sosial, budaya, dan adat yang berbeda-beda.
Salah satu fungsinya yaitu sebagai tempat untuk menyimpan jenazah. Suasana masih pagi. Ketika
kabut perlahan menghilang di sebuah bukit kecil samar-samar mulai nampak atap dari bangunan
kecil. Ujung atapnya tampak seperti tanduk kerbau namun tak seruncing aslinya.
Atap tersebut bukan lagi terbuat dari alang-alang seperti bangunan aslinya tetapi sudah tergantikan
dengan seng. Bangunan dengan atap meruncing itu bernama Baruang Tongkonan atau biasa disebut
Tongkonan, rumah adat orang Toraja.

Pengertian tongkonan
"Tongkon artinya duduk.

Kata "an" sebuah akhiran yg bisa menyatakan tempat,".

Tongkonan berasal dari kata tongkon yang berarti duduk, kemudian dibubuhi akhiran an, maka
artinya menjadi tempat duduk bersama. Dahulu tongkonan adalah ini merupakan pusat
pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana
Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun
oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.

Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya,
pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat
dinamisator, motivator dan stabilisator sosial. Dengan demikian fungsi Tongkonan tidaklah sekedar
sebagi tempat untuk duduk bersama, lebih luas lagi meliputi segala aspek kehidupan. Apabila
mempelajari letak dan upacara-upacara yang dilaksanakan, melalui simbol-simbolnya akan diketahui
bahwa Tongkonan adalah simbol sosial dan simbol alam raya. Oleh karena itu orang Toraja sangat
men"sakral"kan Tongkonan. Memelihara Tongkonan, secara pribadi berarti memelihara diri, secara
bersama-sama pula masyarakat berupaya melestarikannya.

Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga bertingkat-tingkat
dimasyarakat, maka dikenal beberapa jenis tongkonan,antara lain yaitu :
• Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan
menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
• Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan yaitu Tongkonan
yang satu ini berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan
aturan dari Tongkonan Pesio' Aluk.
• Tongkonan Batu A'riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini yang
mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.

Bentuk Tongkonan
Bentuk Tongkonan yaitu berlapis tiga, berbentuk segi empat yang melambangkan empat azas
kehidupan manusia yang disebut Ada 'A 'pa eto 'na, terdiri dari kelahiran, kehidupan, pemujaan dan
kematian. Segi tempat ini juga dianggap sebagai simbol dari empat penjuru angin. Tongkonan harus
selalu menghadap arah utara yang melambangkan awal kehidupan, dengan bagian belakang rumah
menghadap arah selatan yang melambangkan akhir kehidupan.

Bagian-bagian Rumah
Model Tongkonan senantiasa mengikuti model desa, secara konsepsional harus bersegi empat.
Struktur ruangan mengikut struktur makro-kosmos yang terdiri dari tiga lapisan benua, yakni bagian
atas (Rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bagian bawah (Sulluk banua).
Bagian atas digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang dianggap mempunyai
nilai sakral. Atap Tongkonan terbuat dari bambu-bambu pilihan yang disusun tumpang tindih, dikait
oleh beberapa reng bambu dan diikat oleh tali bambu/rotan. Fungsi dan susunan demikian untuk
mencegah masuknya air hujan melalui celah-celah, dan sebagai lubang ventilasi. Susunan bambu
ditaruh di atas kaso yang terdapat pada rangka atap. Susunan tarampak minimal 3 lapis, maksimal 7
lapis, setelah itu disusun hingga membentuk seperti perahu.
Bagian tengah digunakan untuk tempat tinggal dan melakukan aktivitas di dalam rumah. Bagian
tengah yang merupakan badan rumah ini berlantaikan papan kayu uru yang disusun di atas
pembalokan lantai, memanjang sejajar balok utama. Dindingnya disusun dengan sambungan pada
sisi-sisi papan. Dinding yang berfungsi sebagai rangka dinding yang memikul beban, terbuat dari
bahan kayu uru atau kayu kecapi.
Bagian tengah sebagai ruang tempat tinggal, dibagi pula atas tiga bilik yaitu bilik bagian depan
disebut Tando', berfungsi sebagai tempat beristirahat, tempat tidur nenek, kakak dan anak laki-laki
serta tempat mengadakan sesajen. Jendela pada ruang Tangdo berjumlah 2 buah, menghadap ke
utara. Bagian tengah disebut Sali dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni bagian timur tempat kegiatan
sehari-hari dan sebagai dapur, ruang menerima tamu, ruang keluarga, dan kamar mandi. Di bagian
barat digunakan tempat persemayaman jenazah pada waktu diadakan upacara kematian.
Bagian belakang disebut Sumbung yang digunakan sebagai tempat pengabdian dan tempat tidur
kepala keluarga bersama anak-anak, khususnya anak gadis, serta untuk menyimpan benda-benda
pusaka. Lantainya ditinggikan pertanda bahwa penghuni Tongkonan mempunyai kekuasaan dan
derajat yang tinggi. Sumbung ini berada di bagian selatan, maksudnya anak-anak gadis dan anak
kecil memerlukan pengawasan ketat, dengan perlindungan dari anak-anak laki-laki yang bertempat
di ruang Tando.
Bagian bawah yang merupakan kolong rumah merupakan tempat hewan peliharaan. Fondasinya
menggunakan batuan gunung, diletakkan bebas di bawah Tongkonan, tanpa pengikat antara tanah,
kolong dan fondasi itu sendiri.

Ragam Hias
Tongkonan dapat dilihat sebagai produk yang menampilkan nilai-nilai estetik, dengan bentuknya
yang anggun disertai kekayaan ragam hias yang mengandung makna yang terkait dengan sistem
budaya mereka. Pada mulanya, orang Toraja hanya mengenal empat macam ukiran yang disebut
Garonto Passura artinya dasar ukiran, antara lain pa'barre allo yaitu ukiran yang menyerupai
matahari atau bulan, benda yang mulia di atas bumi berasal dari Sang Pencipta yang memberi hidup
dan kehidupan bagi umatNya: pa' tedong ukiran yang menyerupai kepala kerbau, ukiran ini sebagai
lambang kerja keras dan kemakmuran, oleh karenanya diletakkan pada tiang-tiang yang berdiri
tegak sebagai tulang punggung bangunan, yang berarti bekerja adalah tulang punggung kehidupan;
pa' manuk londong ukiran yang menyerupai ayam jantan, sebagai lambang dari norma, aturan yang
berasal dari langit yang menata kehidupan manusia. Bersama-sama Pa'barre allo diletakkan di atas
bagian depan Tongkonan, dan pa' sussuk yaitu ukiran yang menyerupai garis-garis lurus, sebagai
lambang kebersamaan dan kesatuan dalam lingkup kerabat yang tergabung dalam kelompok
Tongkonan. Ukiran ini diletakkan pada dinding bagian atas yang menghiasi ruangan. Dari keempat
dasar ukiran tersebut dikembangkan terus, hingga sekarang sudah dikenal lebih dari 150 macam
ukiran.
Selain motif-motif utama tersebut, ada pula motif lain yang juga memiliki makna. Motif pa'daun balu
adalah daun sirih yang merupakan lambang penghormatan kepada dewa-dewa. Motif pa' bua tina
adalah lambang pohon waru yang merupakan hiasan dinding rumah sebagai lambang persatuan
dalam keluarga. Pa'sala'bi' dibungai berarti 'pagar' yang biasanya terdapat pada dinding dan pagar
rumah bangsawan. Motif ini mengandung arti sebagai penangkal masuknya orang jahat dan
mencegah penyakit sampar. Motif Pa' bunga menyerupai bunga yang melambangkan pentingnya
pengetahuan bagi manusia. Pa' kangkung adalah ukiran yang menyerupai pucuk kangkung menghiasi
rumah bangsawan, motif yang mengandung harapan agar senantiasa memperoleh rejeki
sebagaimana kangkung yang selalu tumbuh subur di tempat berair. Pa' erong berarti peti mayat
yang hanya digunakan untuk peti mayat keluarga bangsawan, yang menaruh harapan agar yang
meninggal senantiasa memberi berkah kepada keluarga yang ditinggalkan. Pa 'bunga kaliki simbol
bunga pepaya yang bermakna agar nasehat yang menyakitkan pun dapat membawa kebaikan dalam
hidup. Pa' sisik bale lambang sisik ikan agar cita-cita yang tinggi dapat tercapai. Pa'kollong buku
melambangkan leher merpati yang bermakna agar manusia dapat hidup bebas menentukan
pilihannya. Motif Koyo adalah burung bangau lambang manusia yang penyabar. Pa'dara dena berarti
dada burung pipit lambang keteguhan hati dan pendirian yang tetap.

Tongkonan adalah rumah adat adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai Perahu,
terdiri atas susunan bambu (sampai saat ini sebagian tongkonan meggunakan atap seng). Di bagian
depan terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur.
Bahkan tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan Mayat. Tongkonan dibagi
berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial Masyarakat Toraja). Di depan
tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari
batang pohon palem (bangah) saat ini sebagian sudah di cor, Di bagian depan lumbung terdapat
berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk
menyelesaikan perkara.
Khususnya di Sillanan-Pemanukan (Tallu Lembangna) yang dikenal dengan istilah Ma'duangtondok
terdapat tongkonan yaitu Tongkonan Karua (delapan rumah tongkonan)dan Tongkonan A'pa'(empat
rumah tongkonan)yang memegang peranan dalam masyarakat sekitar.

Tongkonan karua terdiri dari:


1. Tongkonan Pangrapa'(Kabarasan)
2. Tongkonan Sangtanete Jioan
3. Tongkonan Nosu (To intoi masakka'na)
4. Tongkonan Sissarean
5. Tongkonan Tomentaun
6. Tongkonan Tomanta'da
7. Tongkonan To'lo'le Jaoan
8. Tongkonan Tomassere'

Tongkonan A'pa' terdiri dari:


1. Tongkonan Peanna Sangka'
2. Tongkonan To'induk
3. Tongkonan Karorrong
4. Tongkonan Tondok Bangla' (Pemanukan)

Banyak rumah adat yang konon di katakan tongkonan di Sillanan, tetapi menurut masyarakat
setempat, bahwa yang dikatakan tongkonan hanya 12 seperti tercatat di atas. Rumah adat yang lain
disebut banua pa'rapuan. Yang dikatakan tongkonan di Sillanan adalah rumah adat dimana
turunannya memegang peranan dalam masyarakat adat setempat. Keturunan dari tongkonan
menggambarkan strata sosial masyarakat di Sillanan. Contoh Tongkonan Pangrapa' (Kabarasan)/
pemegang kekuasaan pemerintahan. Bila ada orang yang meninggal dan dipotongkan 2 ekor kerbau,
satu kepala kerbau dibawa ke Tongkonan Pangrapa' untuk dibagi-bagi turunannya.

Stara sosial di masayarakat Sillanan di bagi atas 3 tingkatan yaitu:


1. Ma'dika (darah biru/keturunan bangsawan);

2. To Makaka (orang merdeka/bebas);

3. Kaunan (budak), budak masih dibagi lagi dalam 3 tingkatan.

Mengenal lebih dekat Rumah Adat Tana Toraja yakni Tongkonan. Tana Toraja merupakan salah satu
kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi Selatan. Untuk menuju Tana Toraja dari Jakarta, anda
dapat menggunakan pesawat terbang menuju Makassar terlebih dahulu, lebih kurang 2 jam
penerbangan. Sesampainya di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, anda dapat melanjutkan
perjalanan menuju Tana Toraja. Jika anda mengunakan pesawat udara dari Makassar menuju
Bandara Pongtiku di Toraja, anda hanya membutuhkan waktu 40 menit penerbangan. Namun,
penerbangan menuju Toraja biasanya hanya dijadwalkan 2 kali dalam seminggu. Jika anda
menggunakan jalur darat, anda dapat menggunakan bus umum dari kota Makassar menuju Makale,
pusat kota Tana Toraja. Perjalanan dari kota Makassar menuju Makale ini membutuhkan waktu lebih
kurang 8 jam perjalanan melintasi jalan berbukit. Tongkonan merupakan sebutan bagi rumah adat
Tana Toraja.
Nah, untuk melihat Tongkonan atau rumah adat Toraja, anda dapat menuju dusun Kadundung, desa
Nonongan, kecamatan Sanggalangi, kabupaten Tana Toraja menggunakan angkutan umum ataupun
kendaraan pribadi. Jarak menuju desa Nonongan dari pusat kota Makale sekitar 14 kilometer.
Namun untuk lebih mempermudah perjalanan menuju desa Nonongan, anda dapat menggunakan
jasa dari biro perjalanan yang tersedia di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Konon, kata
Tongkonan berasal dari bahasa Toraja, Tongkon yang berarti duduk. Rumah adat di Toraja disebut
Tongkon, karena pada awalnya rumah ini merupakan pusat pemerintahan dan kekuasaan adat.
Tongkonan bukanlah rumah pribadi perseorangan melainkan diwariskan secara turun temurun oleh
keluarga atau marga suku Toraja. Di rumah adat inilah, keluarga Toraja biasanya berkumpul untuk
berdiskusi ataupun bertukar pendapat. Namun seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat
Toraja kini juga membuat beberapa Tongkonan yang khusus diperuntukkan bagi obyek wisata.
Ketika anda berada di Tana Toraja, tidak semua Tongkonan dapat anda kunjungi. Anda hanya boleh
berkunjung ke Tongkonan yang secara khusus dijadikan obyek wisata. Sementara Tongkonan milik
keluarga Tana Toraja hanya boleh dikunjungi oleh anggota keluarga Toraja yang memiliki Tongkonan
itu. Untuk memperoleh informasi lebih lengkap tentang Tongkonan mana yang dapat dikunjungi
oleh wisatawan, anda dapat bertanya kepada tetua adat atau penduduk ketika berada di Tana
Toraja. Apapun fungsi Tongkonan itu, bentuk Tongkonan di Tana Toraja tetaplah sama. Arsitektur
bangunan rumah terbuat dari kayu pohon. Tongkonan memiliki atap yang terbuat dari daun nipa
atau kelapa. Jika dilihat dari bagian samping rumah, bentuk atap Tongkonan seperti kepala dan
sepasang tanduk kerbau. Di kehidupan masyarakat Toraja, kerbau dijadikan simbol status sosial.
Ketika keluarga Toraja menyelenggarakan upacara adat khususnya ritual pemakaman, mereka tak
pernah lupa untuk menyembelih kerbau. Jumlah kerbau yang disembelih itu tergantung dari
kemampuan ekonomi keluarga yang menyelanggarakan acara adat. Setelah disembelih, tanduk
kerbau itu dipasang di dalam Tongkonan milik keluarga Toraja. Semakin banyak jumlah tanduk
kerbau dalam sebuah Tongkonan, semakin tinggi pula status sosial pemilik Tongkonan itu di
kalangan masyarakat Toraja. Jika memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam Tongkonan, anda
dapat melihat beberapa ornamen ukiran khas Toraja yang terbuat dari tanah liat. Untuk ornament di
dalam Tongkonan, masyarakat Toraja biasanya menggunakan empat warna dasar yakni hitam,
merah, kuning, serta putih.
Bagi suku Toraja, keempat warna itu memiliki warna tersendiri. Di Toraja, warna hitam
melambangkan kematian, kuning menjadi simbol anugerah dan kekuasaan Illahi, putih lambang
warna daging dan tulang yang berarti suci, sementara merah menjadi simbol warna darah yang
melambangkan kehidupan manusia. Sama halnya dengan jumlah tanduk kerbau, ornament di dalam
Tongkonan juga melambangkan kemewahan. Semakin banyak anda menjumpai ornament ukiran di
dalam sebuah Tongkonan, Tongkonan itu dinilai semakin memiliki kemewahan tersendiri di kalangan
masyarakat Toraja.

Desain Arsitektur Rumah Adat Toraja


BERBAGI

Facebook

Twitter
Salah satu rumah adat Indonesia yang memiliki desain yang unik adalah desain arsitektur
rumah adat Toraja. Rumah Toraja memiliki aturan-aturan tertentu yang berbeda dengan
rumah adat lainnya. Mari kita mengenal arsitektur unik khas rumah Toraja lebih dekat.

Rumah Toraja

Rumah adat Toraja bernama Baruang Tongkonan. Tongkonan berasal dari kata “tongkon”
dan “an” yang berarti tempat duduk. Rumah Tongkonan dinamakan seperti ini karena
dulunya dipakai bangsawan Toraja untuk berkumpul dan bermusyawarah. Rumah ini
memiliki ciri khas ukuran pintu dan jendela yang termasuk kecil. Lantai rumah yang terbuat
dari kayu juga lebih tebal dan desain atap rumah melengkung menyerupai perahu yang
terbuat dari bambudan diikat dengan tali bambu atau rotan dan dilapisi dengan ijuk hitam.
Hal tersebut karena kondisi dingin Tana Toraja. Namun beberapa atap Tongkonan sekarang
ini menggunakan seng.

Desain arsitektur rumah adat Toraja adalah rumah panggung dengan yang dibuat dari
batang kayu dan lembaran papan. Kayu yang dipakai bernama kayu uru, kayu asli yang
berasal dari Sulawesi. Rumah Toraja mempunyai tiga bagian yaitu Sulluk Banua atau kolong,
ruangan rumah atau Kale Banua, dan Ratiang Banua yaitu atap. Rumah Toraja memiliki
aturan yang harus dipatuhi seperti rumah menghadap arah utara dan pintu yang terletak di
bagian depan rumah.
toraja house

Pada gambar denah Tongkonan, Tulak Somba adalah tiang yang menopang ujung atap yang
melebar, eran adalah tangga, dapo adalah dapur, katenéan adalah baskom batu,longa adalah
ujung-ujung atap Tongkonan, tangdo adalah ruang bagian depan, sumbung berarti ruangan
untuk kepala keluarga,dansali adalah ruang makan. Bagian dalam Tongkonan digunakan
sebagai kamar tidur dan dapur. Selain itu Tongkonan juga bisa berfungsi sebagai tempat
untuk menyimpan mayat.

Keunikan desain arsitektur rumah adat Toraja ada pada ornamen hiasan yang terbuat dari
tanduk kerbau yang melambangkan kemampuan ekonomi dari sang pemilik rumah dalam
upacara pemakaman. Jadi semakin banyak hiasan tanduk kerbaunya, maka juga semakin
tinggi derajat keluarga di rumah tersebut. Ornamen hiasan tersebut memiliki empat warna
yaitu hitam, merah, kuning, dan putih yang mewakili Toraja Adat Keyakinan (Aluk To
Dolo). Selain tanduk kerbau, lumbung padi berukir yang berderet di depan Tongkonan juga
merupakan ukuran status ekonomi pemilik rumah.
toraja traditional house

Pusat rumah Toraja ada dua bagian khusus yang dinamakan meraga. Meraga pertama adalah
perapian yang terletak di tengah ruangan. Sementara meraga kedua adalah tiang utama atau
pilar. Bagian depan rumah Tongkonan berorientasi Utara, sementara rumah ke arah belakang
berorientasi pada arah Selatan. Barat dan Timur melambangkan kehidupan dan pemeliharaan.

Nah, demikianlah desain arsitektur rumah adat Toraja dengan segala keunikan dan
kekhasannya. Rumah khas Toraja ini juga dapat disaksikan di Taman Mini Indonesia Indah
(TMII) lho.

Rumah Adat Toraja: Tongkonan

Anda tentu mengenal Suku Toraja, setidaknya melalui media berita. Toraja acap kali digadang-
gadang sebagai destinasi paling menarik selain Pulau Dewata. Meskipun memang harus diakui, daya
tariknya masih belum dipoles semenarik Bali. Tapi hal tersebut bukan alasan yang tepat bagi Anda
mengecualikan Toraja dalam daftar destinasi liburan. Mengapa? Alasannya tentu karena ada banyak
hal menarik dari suku yang mendiami pegunungan sebelah utara Pulau Sulawesi bagian selatan
tersebut. Salah satunya adalah rumah adat Toraja yang lazim dikenal dengan nama Tongkonan.

To Riaja

Jika menilik artian harfiahnya, Toraja sebenarnya berasal dari bahasa Suku Bugis: To Riaja yang
kurang lebih berarti ‘orang yang mendiami negeri bagian atas’. Memang, Suku Toraja faktanya
mendiami pegunungan yang berbatasan dengan Kabupaten Enrekang Sulsel. Selain upacara
pemakamannya yang epik, Toraja juga termasyur oleh karena rumah adatnya yang cantik. Rumah
tersebut dikenal dengan nama Tongkonan atau rumah leluhur. Namun berbicara mengenai rumah
adat Toraja, tentu kita perlu juga menyebutkan Banua. Rumah yang disebut Banua ini hanya dihuni
masyarakat biasa. Sedangkan Tongkonan sendiri merupakan rumah yang khusus dihuni kaum
bangsawan Suku Toraja. Oleh karena arsitekturnya yang menarik, Tongkonan kemudian dinobatkan
sebagai rumah adat Toraja.

Apa yang menarik dari Tongkonan? Banyak. Rumah adat yang satu ini memiliki bentuk yang unik,
tata letak yang apik, serta ukiran di sekujur bagian rumah yang menarik. Secara umum, Tongkonan
ini dikategorikan sebagai rumah panggung yang terbuat dari kayu. Bukan kayu sembarangan
tentunya. Jenis kayu yang digunakan untuk membuat Tongkonan kabarnya memiliki kualitas juara
dan hanya ditemukan di wilayah Sulawesi Selatan saja. Maka itu, jangan heran jika tanpa pernis dan
plitur, kayu rumah Tongkonan tetap awet hingga ratusan tahun.

Sama seperti rumah adat lainnya, Tongkonan juga dibagi ke dalam beberapa bagian, antara lain:

1. Sulluk banua atau bagian kolong rumah.


2. Kale Banua atau bagian badan rumah mencakup seluruh ruangan yang ada di dalamnya.
3. Ratiang Banua, yakni bagian atap rumah.
Jika diamati, Tongkonan hampir serupa dengan rumah adat Sumatera Utara. Ia juga memiliki atap
yang tinggi menjulang ke langit. Suku Toraja juga menghias atap tersebut dengan tanduk kerbau.
Kerbau memang perlambang kebangsawanan Suku Toraja dan Suku Batak.

Adapun sisi barat juga timur dari Tongkonan dilengkapi dengan jendela kecil. Ia merupakan celah
tempat cahaya matahari bertamu. Jika Anda jeli memperhatika, ukiran kayu pada rumah Tongkonan
Suku Toraja juga hampir serupa dengan rumah adat suku Batak. Elemen warna juga kurang lebih
sama. Karena corak budaya yang mirip inilah sehingga banyak tafsir sejarah yang berpendapat
bahwa Suku Toraja dan Suku Batak berkerabat dekat.

Hal lain yang juga sama adalah tata letak rumah adat, baik Toraja maupun Batak memiliki rambu-
rambu tersendiri dalam menentukan letak rumah adat mereka. Untuk Tongkonan, hal yang mengikat
dan tak boleh dilanggar adalah rumah dibangun haruslah menghadap ke utara. Adapun letak pintu
ada pada bagian depan rumah.

Bagi Suku Toraja, arah mata angin memang sakral. Mereka percaya bahwa bagian utara merupaka
kepala atau yang dikenal dengan istilah Ulunna Langi, yakni kepala langit dimana Puang Matua atau
tuhan berada. Adapun bagian Timur yang disebut MataAllo merupakan titik energi dimana matahari
muncul. Timur ini dikenal juga sebagai sumber kebahagiaan pun kehidupan. Sementara itu bagian
Barat atau yang dikenal dengan nama Matampu adalah tempat matahari terbenam. Bagi Suku
Toraja, arah ini merupakan lawan dari kehidupan. Ia dianggap titik kematian juga kesusahan.
Terakhir adalah arah selatan yang dikenal juga dengan nama Pollo’na Langi atau pantat langit. Ia
merupaka lawan arah dari tempat Puang Matoa berdiam. Oleh sebab itu selatan bagi Suku Toraja
merupakan sumber hal-hal yang tak baik atau juga angkara murka.
Jenis-jenis Tongkonan

Rumah adat Toraja, Tongkonan dibagi ke dalam 4 jenis. Pembagian ini didasarkan pada fungsi
Tongkonan itu sendiri, yakni:

1. Tongkonan Layuk, merupakan rumah dimana peraturan serta penyebarannya disusun.


2. Tongkonan Pakamberan/Pakaindoran, merupakan rumah adat Toraja tempat dimana atura-
aturan yang telah dibuat dilaksanakan. Umumnya, dalam suatu region, ada banyak
Tongkonan Pakamberan yang keberadaannya di bawah Tongkonan Layuk.
3. Tongkonan Batu A’riri, merupakan rumah dimana pertalian keluarga dijalin. Jadi di rumah ini
tak ada aktifitas adat.
4. Barung-barung, yakni tongkonan yang didiami oleh keluarga bangsawan atau semacam
rumah pribadi. Jenis tongkonan ini diwariskan dari keluarga yang satu hingga generasi
pelanjut berikutnya.

Rumah Adat Toraja ini memang dahulu dihuni oleh bangsawan saja. Namun saat ini, bukan hal yang
mustahil menjumpai rumah Tongkonan ini dimiliki dan dihuni masyarakat biasa. Mereka yang jatuh
cinta pada keunikan Toraja.

Orang Toraja dan Makna Tongkonan


Gidion Yuris Triawan
Orang Toraja dan Makna Tongkonan. Foto: Tongkonan | IndonesiaTravel
Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja. Terdiri dari tumpukan kayu yang
dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, putih dan kuning. Kata “tongkonan” berasal
dari bahasa Toraja "tongkon" yang artinya duduk.

Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja.
Oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan
hubungan mereka dengan leluhur mereka.

Tongkonan bukanlah nama satu bentuk bangunan, tetapi Tongkonan merupakan rangkaian
dari sekelompok bangunan dimana didalamnya terdapat Banua Sura' (rumah yang diukir /
rumah utama), Alang Sura' (lumbung yang diukir), Lemba (juga berfungsi sebagai lumbung
namun tidak berukir) dan juga sering terdapat rumah panggung yang memiliki ruangan yang
lebih luas, seperti yang banyak kita saksikan sekarang ini.

Tongkonan kini mempunyai banyak versi modernisasi (seperti mulai menggunakan seng
sebagai atapnya) namun tidak terlepas dari tradisi yang sudah diwariskan secara turun
temurun, dahulu kala bangunan Tongkonan ada yang beratap rumbia / alang-alang / ijuk
(serat pohon enau), ada juga yang beratapkan bilah-bilah bambu, bahkan di salah satu
Tongkonan tua ditemukan bangunan yang beratapkan batu (banua dipapa batu).
Tongkonan di Papa Batu, desa Desa Banga - Bittuang. Menurut keterangan Tongkonan yang
berumur lebih dari 700 tahun ini sudah dihuni lebih dari sepuluh generasi. Foto:
BongaToraja.com
Salah satu tradisi bangunan Tongkonan yang tetap bertahan adalah model atapnya yang
menyerupai bentuk perahu serta banguan yang kesemuanya menghadap arah utara, hal
tersebut tidak terlepas dari filosofi hidup dan asal-usul orang Toraja.

Tempat Tinggal dan Pusat Kehidupan Sosial

Tongkonan Kete Kesu merupakan salah satu Tongkonan tua yang menjadi objek wisata di
Toraja yang ramai dikunjungi wisatawan. Foto: Okezone
Rumah adat di Toraja, selain berfungsi sebagai tempat tinggal, juga mempunyai fungsi dan
peranan serta arti yang sangat penting dan bernilai tinggi dalam kehidupan masyarakat
Toraja. Rumah yang sering disebut Tongkonan dianggap sebagai pusaka warisan dan hak
milik turun temurun dari orang yang pertama kali membangun Tongkonan tersebut.

Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan
rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Kata Tongkonan
berasal dari kata “Tongkon” (duduk_berkumpul) mengandung arti bahwa rumah Tongkonan
itu ditempati untuk duduk mendengarkan serta tempat untuk membicarakan dan
menyelesaikan segala permasalahan penting dari anggota masyarakat dan keturunannya.

Dahulu kala, seseorang yang memegang kekuasaan serta menjabat suatu tugas adat selalu
menjadi narasumber bagi masyarakat sekitar yang datang meminta petunjuk, keterangan, dan
perintah karena permasalahan di daerah penguasa tersebut tinggal, dimana orang yang datang
itu akan duduk dengan tertib mendengar dan menerima petunjuk atau perintah.

Inilah permulaan kata Tongkonan ini digunakan, karena duduk berkumpul disebut “Ma’
Tongkon” dan tempat berkumpul adalah Tongkonan yang merupakan kediaman penguasa
adat. Lama kelamaan, rumah dari penguasa tersebut menjadi pusat kekuasaan dan
pemerintahan adat.

Simbol Persatuan

Simbol ukiran pada dinding salah satu Tongkonan. Foto: Torajan Tongkonan House In
Sulawesi, Indonesia. Print by Glen Allison
Tongkonan merupakan lambang persekutuan orang Toraja, berdasarkan hubungan
kekerabatan/keturunan/darah daging. Pada dasarnya bentuk hubungan kekerabatan dalam
Tongkonan adalah bahwa setiap keluarga _sepasang suami istri_ membangun rumah atas
usaha sendiri atau secara bersama-sama dengan anak-anak dan cucu-cucu. Rumah itu adalah
Tongkonan dari setiap orang yang berada dalam garis keturunan dari suami-istri yang
mendirikan rumah.

Orang Toraja cukup mudah menelusuri garis keturunannya melalui hubungan Tongkonan.
Seorang Toraja bisa saja berasal lebih dari satu Tongkonan, karena diantara orang Toraja
tentunya ada pertalian kekerabatan dalam bentuk perkawinan dari Tongkonan yang lain.

Dalam sejarah Toraja, Tongkonan yang pertama dikenal adalah Tongkonan Banua Puan di
Marinding yang di bangun oleh Tangdilino’. Jadi orang Toraja adalah satu persekutuan,
walaupun dengan struktur masyarakat yang berbeda-beda. Ossoran Nene’ / silsilah orang
Toraja pada akhirnya bermuara pada persekutuan Sang Torayan yang berasal dari Tongkonan
Banua Puan.
Tongkonan Banua Puan, Tongkonan Tertua di Tana
Toraja (**)

Salah satu upacara adat di kaki gunung Kandora. Foto: Youtube|Torajaland


Menurut cerita rakyat Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang.
Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara
yang besar.

Dalam kisah lainnya, diceritakan ketika seorang Pemangku Adat bernama Londong di Rura
(Ayam jantan dari Rura) berupaya menyatukan kelompok dengan menyelenggarakan upacara
besar. Upacara itu dinamai Ma'Bua' tanpa melalui musyawarah dan aturan upacara adat.
Kemudian Tuhan menjatuhkan laknat dan kutukan sehingga tempat upacara terbakar dan
menjadi danau yang dapat disaksikan sekarang antara perjalanan dari Toraja ke Makassar
(KM 75). Kemudian bercerai-berailah komunitas tersebut ada yang ke selatan dan ke arah
utara.

Sementara kelompok yang menuju ke utara sampai di sebuah tempat di kaki Gunung
Kandora yang dinamakan Tondok Puan. Mereka mendirikan rumah adat tempat pertemuan
dengan nama Banua Puan. Kemudian dinamakan Tongkonan yang artinya Balai
Musyawarah. Bangunan itu merupakan Tongkonan pertama di Toraja dan komunitas pertama
yang terbentuk bernama To Tangdilino'; artinya pemilik bumi yang diambil dari nama
Pemangku Adat pertama (Pimpinan Komunitas To Lembang).

Tongkonan Banua Puan yang terletak di Lembang Marinding Kecamatan Mengkendek


Kab. Tana Toraja, dan merupakan Tongkonan tertua dalam sejarah kehidupan suku Toraja.
Kini tak ada lagi bangunan Tongkonan di lokasi yang sekarang tinggal nama tersebut.

Aluk Sanda Pitunna yang disebarkan dari Banua Puan di Marinding itu didalamnya
mencakup aturan hidup dan kehidupan manusia serta aturan memuliakan Puang Matua
menyembah kepada Deata dan menyembah kepada Tomembali Puang/Todolo ( Puang Matua
= Sang Pencipta, Deata =Dewa – Dewa, Tomembali Puang / Todolo = Arwah Leluhur).
Dalam sejarah Toraja disebut bahwa Tangdilino' menikah dengan anak dari Puang Ri Tabang
yang tidak lain adalah sepupunya sendiri bernama Buen Manik. Dari pernikahan mereka itu
lahir 9 ( Sembilan ) orang anak dan merekalah yang menyebarkan ajaran Aluk Sanda Pitunna
serta melebarkan kekuasaan dari Tangdilino’ dengan pusat kekuasaan dari Banua Puan
Marinding.

Kesembilan anak dari Tangdilino antara lain yaitu :


1. Tele Bue yang Pergi ke daerah Duri Enrekang.
2. Kila’ yang pergi ke daerah Buakayu.
3. Bobong Langi’ yang pergi ke daerah Mamasa.
4. Parange yang pergi ke daerah Buntao’
5. Pata’ba’ yang pergi ke daerah Pantilang
6. Lanna’ yang pergi ke daerah Sangalla’
7. Sirrang yang pergi ke daerah Dangle’
8. Patang tinggal di Banua Puan Marinding
9. Pabane’ pergi ke daerah Kesu’.

Bentuk, Jenis dan Fungsi Tongkonan


Tongkonan salah satu masyarakat desa Bulu Langkan, menurut pemilik tongkonan bahwa
bangunan ini sudah berumur 100 tahun pada tahun 2012. Foto: geppmatormksr.blogspot.com
Rumah adat ini merupakan rumah panggung dengan konstruksi rangka kayu. Bangunannya
terdiri atas 3 bagian, yaitu ulu banua (atap rumah), kalle banua (badan rumah), dan sulluk
banua (kaki rumah). Bentuknya persegi karena sebagai mikro kosmos rumah terikat pada 4
penjuru mata angin dengan 4 nilai ritual tertentu. Tongkonan harus menghadap ke utara agar
kepala rumah berhimpit dengan kepala langit (ulunna langi’) sebagai sumber kebahagiaan.

Secara teknis pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan, sehingga biasanya
dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Jadi Tongkonan bagi masyarakat Toraja lebih dari
sekedar rumah adat. Dan setiap Tongkonan terdiri dari; Banua (rumah) dan Alang (lumbung)
yang dianggap pasangan suami-istri. Deretan Banua dan Alang saling berhadapan. Halaman
memanjang antara Banua dan Alang disebut Ulu ba’ba.

Selain sebagai rumah adat, Suku Toraja mengenal 3 jenis Tongkonan menurut peran adatnya,
walau bentuknya sama persis, yaitu: Tongkonan Layuk (Pesiok Aluk): sebagai pusat
kekuasaan adat dan tempat untuk menyusun aturan-aturan sosial dan keagamaan. Tongkonan
Pekaindoran/Pekanberan (Kaparengesan): adalah milik anggota keluarga yang memiliki
wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal, tempat untuk mengurus dan mengatur serta
melaksanakan peraturan dan pemerintahan adat. Tongkonan Batu A’riri: berfungsi sebagai
Tongkonan penunjang yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina
warisan. (* Jenis-jenis Tongkonan ini akan diuraikan dalam artikel lain)

Eksklusivitas kaum bangsawan atas Tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat
biasa yang dapat pekerjaan menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh
cukup uang, orang biasa pun mampu membangun Tongkonan yang besar.
Foto Tongkonan di Kete Kesu Tana Toraja yg diambil dari udara. Alam & budaya yg
memukau. Foto: IndonesiaTravel | Barry Kusuma
Beberapa Pendapat dan Pemahaman Mengenai
Tongkonan
Bagi masyarakat umum (diluar Toraja) bahkan buku-buku pelajaran IPS di sekolah memiliki
pemahaman tersendiri tentang rumah adat Toraja yang disebut Tongkonan. Dalam gambaran
mereka Tongkonan adalah sebuah bentuk bangunan yang dindingnya diukir dan atap
berbentuk perahu.

Namun pemahaman umum tersebut berbeda halnya dalam kalangan masyarakat Toraja, ada
beberapa pemahaman yang berkembang tentang keberadaan Tongkonan. Pemahaman
tersebut berasal baik dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh gereja maupun dari anggota
masyarakat, antara lain:

1. Bahwa Tongkonan adalah tempat duduk atau kedudukan yang berarti rumah pusaka yang
telah turun-temurun lama (bnd. J. Tammu & van der Veen) . Pemahaman ini berarti pula
bahwa Tongkonan merupakan suatu “tempat/kedudukan” yang mempunyai fungsi, peran dan
nilai sosial, keagamaan dan hukum dalam masyarakat.

2. Bahwa Tongkonan itu adalah rumah adat Toraja. Dalam arti bahwa semua rumah yang
berbentuk perahu itu adalah Tongkonan.

3. Rumah Tongkonan adalah lebih berorientasi pada fungsi sosial dan bukan dalam
bentuk/fisik.

4. Bahwa Tongkonan adalah pusat kebudayaan Toraja, sama seperti keraton di Jawa atau
istana kerajaan-kerajaan di mana saja. Hal ini menandakan bahwa Tongkonan merupakan
lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat dalam wilayah Tongkonan tersebut.

5. Bahwa Tongkonan adalah tempat bermusyawarah/balai pertemuan keluarga dan


masyarakat yang lahir dan berketurunan dari Tongkonan tersebut.
Tata letak Tongkonan yang berjajar saling berhadapan erat kaitannya dengan filosofi dan
asal-usul Orang Toraja. Foto: google
Berikut adalah beberapa pendapat dan pemahaman Orang Toraja di media sosial
tentang Tongkonan:

1. Elia Landa: Tongkon-madokko. tongkonan-kapa,dokkoan. semua juga tau klau tongkonan


adalah rumah adat suku toraja. tapi bagi kita orang toraja. tongkonan punya arti yg sangat
mendalam. dari semangat gotong royong saat membangun baik itu dr dana, tenaga, jg pikiran.
begitu jg saat peresmian. tongkonan jg dpt mempertemukan saudara wlupun tdk saling kenal
tpi d tongkonan tersimpan rapi silsilah keluarga walaupun secara lisan. banyak lg fungsi
tongkonan bgi kehidupan bermasyarakat d toraja. tabe lako siulu solanasang ke denni sala
kata! salama, beraktifitas!

2. Yun Nait: Tongkonan merupakan rumah adat roraja dimana sebagai akar dari silsila
kekeluargaan sebagai alat pemersatu dan silaturami serta benteng untuk memperkuat tali
kekeluargaan.

3. Albert: Tongkonan adalah rumah persatuan rumpun keluarga dari adat ke nenek moyang
kita di mana semua keturunan berkumpul dan mendirikan sebuah tanda rumah adat tana
toraja. Toraya tondok mala'bi.

4. Yuliana Daunallo: Tongkonan adlh rumah adat tana toraja sebagai tempat pertemuan
keluarga besar....

5. Ayoe Wahyoenii PiLo: Tongkonan itu tempat tongkon dulu digunakan sebagai tempat
musyawarah atau sekedar duduk bercerita

6. Endang Shruyo Banua: pa'rapuan tu dipamatua lan misa' keluarga

7. Suhartin Balalembang: Tongkonan merupakn nama rumah adat tana toraja yg berarti
tempat berkumpulx seluruh rumpun kluarga baik itu dlam keadan susah maupun senang.
8. Yati Tappang: Tongkonan adalah asal nenek moyang kita turun temurun sampai ke anak
cucu tdk bisa di lupkan yg kita asal dr mana di sanalah kita bangunkan sebuah rmh tongkonan
dlm satu keluarga besar.tabek lako siuluk salama sola......

Anda mungkin juga menyukai