Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN 1

Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri
atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan
terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur.berasal
dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau
peran dalam masyarakat (stara sosial Masyarakat Toraja). Di depan tongkonan terdapat lumbung
padi, yang disebut alang. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (banga)
saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain
bergambar ayam dan matahari (disebut pa'bare' allo), yang merupakan simbol untuk menyelesaikan
perkara.

Khususnya di Sillanan-Pemanukan (Tallu Lembangna) yang dikenal dengan istilah Ma'duangtondok


terdapat tongkonan yaitu Tongkonan Karua (delapan rumah tongkonan) dan Tongkonan A'pa' (empat
rumah tongkonan) yang memegang peranan dalam masyarakat sekitar.

Tongkonan karua terdiri dari:

1. Tongkonan Pangrapa'(Kabarasan)

2. Tongkonan Sangtanete Jioan

3. Tongkonan Nosu (To intoi masakka'na)

4. Tongkonan Sissarean

5. Tongkonan Karampa' Panglawa padang

6. Tongkonan Tomentaun

7. Tongkonan To'lo'le Jaoan

8. Tongkonan To Barana'

Tongkonan A'pa' terdiri dari:

1. Tongkonan Peanna Sangka'

2. Tongkonan To'induk
3. Tongkonan Karorrong

4. Tongkonan Tondok Bangla' (Pemanukan)

Banyak rumah adat yang konon dikatakan tongkonan di Sillanan, tetapi menurut masyarakat
setempat, bahwa yang dikatakan tongkonan hanya 12 seperti tercatat di atas. Rumah adat yang lain
disebut banua pa'rapuan. Yang dikatakan tongkonan di Sillanan adalah rumah adat di mana
turunannya memegang peranan dalam masyarakat adat setempat. Keturunan dari tongkonan
menggambarkan strata sosial masyarakat di Sillanan. Contoh Tongkonan Pangrapa' (Kabarasan)/
pemegang kekuasaan pemerintahan. Bila ada orang yang meninggal dan dipotongkan 2 ekor
kerbau, satu kepala kerbau dibawa ke Tongkonan Pangrapa' untuk dibagi-bagi turunannya.

Stara sosial di masayarakat Sillanan di bagi atas 3 tingkatan yaitu:

1. Ma'dika (darah biru/keturunan bangsawan);

2. To Makaka (orang merdeka/bebas);

3. Kaunan (budak), budak masih dibagi lagi dalam 3 tingkatan.

Sejarah Kabarasan:

Pada awalnya Kabarasan dipegang oleh Tintribuntu yang berkedudukan di Buntu Lalanan (rumah
adat Buntu sebelah barat). Kemudian Anaknya Tintribuntu yaitu Tome kawin dengan anak dari
Tongkonan Sangtanete Jioan (Tongkonan Sangtanete sebelah timur). Sampai dipertahankan oleh
Pong Paara' di Sangtanete Jioan. Setelah Pong Paara' meninggal (tidak ada anaknya), akhirnya
muncul pemberani dari Doa' (Rumah adat Doa') yaitu So'Padidi (alias Pong Arruan). Kabarasan
dipindahkan ke Doa'. Kekuasaan lemah di Doa' setelah So' Padidi meninggal, karena semua
anaknya adalah perempuan 3 orang, sehingga muncul tipu muslihat yang mengatakan bahwa bisa
dipotongkan kerbau 3 ekor saja. Karena minimal kerbau dikorbankan adalah 4, maka Doa' dianggap
tidak mampu memegang kekuasaan. Akhirnya dibawa Boroalla ke Tonngkonan Pangrapa', sampai
saat ini.
TONGKONAN BAG 2

Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja. Terdiri dari tumpukan kayu yang dihiasi
dengan ukiran berwarna merah, hitam, putih dan kuning. Kata tongkonan berasal dari bahasa
Toraja "tongkon" yang artinya duduk.

Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan
dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu
semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan hubungan mereka dengan
leluhur mereka.

Tongkonan bukanlah nama satu bentuk bangunan, tetapi Tongkonan merupakan rangkaian dari
sekelompok bangunan dimana didalamnya terdapat Banua Sura' (rumah yang diukir / rumah
utama),Alang Sura' (lumbung yang diukir), Lemba (juga berfungsi sebagai lumbung namun tidak
berukir) dan juga sering terdapat rumah panggung yang memiliki ruangan yang lebih luas, seperti
yang banyak kita saksikan sekarang ini.

Tongkonan kini mempunyai banyak versi modernisasi (seperti mulai menggunakan seng sebagai
atapnya) namun tidak terlepas dari tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun, dahulu
kala bangunan Tongkonan ada yang beratap rumbia / alang-alang / ijuk (serat pohon enau), ada juga
yang beratapkan bilah-bilah bambu, bahkan di salah satu Tongkonan tua ditemukan bangunan yang
beratapkan batu (banua dipapa batu).
Tongkonan di Papa Batu, desa Desa Banga - Bittuang. Menurut keterangan Tongkonan yang berumur lebih dari 700 tahun ini

sudah dihuni lebih dari sepuluh generasi. Foto: BongaToraja.com

Salah satu tradisi bangunan Tongkonan yang tetap bertahan adalah model atapnya yang
menyerupai bentuk perahu serta banguan yang kesemuanya menghadap arah utara, hal tersebut
tidak terlepas dari filosofi hidup dan asal-usul orang Toraja.

Tempat Tinggal dan Pusat Kehidupan Sosial

Tongkonan Kete Kesu merupakan salah satu Tongkonan tua yang menjadi objek wisata di Toraja yang ramai dikunjungi

wisatawan. Foto: Okezone

Rumah adat di Toraja, selain berfungsi sebagai tempat tinggal, juga mempunyai fungsi dan peranan
serta arti yang sangat penting dan bernilai tinggi dalam kehidupan masyarakat Toraja. Rumah yang
sering disebut Tongkonan dianggap sebagai pusaka warisan dan hak milik turun temurun dari orang
yang pertama kali membangun Tongkonan tersebut.

Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan
rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Kata Tongkonan berasal
dari kataTongkon (duduk_berkumpul) mengandung arti bahwa rumah Tongkonan itu ditempati
untuk duduk mendengarkan serta tempat untuk membicarakan dan menyelesaikan segala
permasalahan penting dari anggota masyarakat dan keturunannya.

Dahulu kala, seseorang yang memegang kekuasaan serta menjabat suatu tugas adat selalu menjadi
narasumber bagi masyarakat sekitar yang datang meminta petunjuk, keterangan, dan perintah
karena permasalahan di daerah penguasa tersebut tinggal, dimana orang yang datang itu akan
duduk dengan tertib mendengar dan menerima petunjuk atau perintah.

Inilah permulaan kata Tongkonan ini digunakan, karena duduk berkumpul disebut Ma
Tongkon dan tempat berkumpul adalah Tongkonan yang merupakan kediaman penguasa adat.
Lama kelamaan, rumah dari penguasa tersebut menjadi pusat kekuasaan dan pemerintahan adat.

Simbol Persatuan

Simbol ukiran pada dinding salah satu Tongkonan. Foto: Torajan Tongkonan House In Sulawesi, Indonesia. Print by Glen

Allison

Tongkonan merupakan lambang persekutuan orang Toraja, berdasarkan hubungan


kekerabatan/keturunan/darah daging. Pada dasarnya bentuk hubungan kekerabatan dalam
Tongkonan adalah bahwa setiap keluarga _sepasang suami istri_ membangun rumah atas usaha
sendiri atau secara bersama-sama dengan anak-anak dan cucu-cucu. Rumah itu adalah Tongkonan
dari setiap orang yang berada dalam garis keturunan dari suami-istri yang mendirikan rumah.

Orang Toraja cukup mudah menelusuri garis keturunannya melalui hubungan Tongkonan. Seorang
Toraja bisa saja berasal lebih dari satu Tongkonan, karena diantara orang Toraja tentunya ada
pertalian kekerabatan dalam bentuk perkawinan dari Tongkonan yang lain.

Dalam sejarah Toraja, Tongkonan yang pertama dikenal adalah Tongkonan Banua Puan di
Marinding yang di bangun oleh Tangdilino. Jadi orang Toraja adalah satu persekutuan, walaupun
dengan struktur masyarakat yang berbeda-beda. Ossoran Nene / silsilah orang Toraja pada akhirnya
bermuara pada persekutuan Sang Torayan yang berasal dari Tongkonan Banua Puan.

Tongkonan Banua Puan, Tongkonan Tertua di Tana


Toraja (**)

Salah satu upacara adat di kaki gunung Kandora. Foto: Youtube|Torajaland

Menurut cerita rakyat Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika
leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.

Dalam kisah lainnya, diceritakan ketika seorang Pemangku Adat bernama Londong di Rura (Ayam
jantan dari Rura) berupaya menyatukan kelompok dengan menyelenggarakan upacara besar.
Upacara itu dinamai Ma'Bua' tanpa melalui musyawarah dan aturan upacara adat. Kemudian Tuhan
menjatuhkan laknat dan kutukan sehingga tempat upacara terbakar dan menjadi danau yang dapat
disaksikan sekarang antara perjalanan dari Toraja ke Makassar (KM 75). Kemudian bercerai-berailah
komunitas tersebut ada yang ke selatan dan ke arah utara.

Sementara kelompok yang menuju ke utara sampai di sebuah tempat di kaki Gunung
Kandora yang dinamakan Tondok Puan. Mereka mendirikan rumah adat tempat pertemuan
dengan nama Banua Puan. Kemudian dinamakan Tongkonan yang artinya Balai Musyawarah.
Bangunan itu merupakan Tongkonan pertama di Toraja dan komunitas pertama yang terbentuk
bernama To Tangdilino'; artinya pemilik bumi yang diambil dari nama Pemangku Adat pertama
(Pimpinan Komunitas To Lembang).

Tongkonan Banua Puan yang terletak di Lembang Marinding Kecamatan Mengkendek Kab. Tana
Toraja, dan merupakan Tongkonan tertua dalam sejarah kehidupan suku Toraja. Kini tak ada lagi
bangunan Tongkonan di lokasi yang sekarang tinggal nama tersebut.

Aluk Sanda Pitunna yang disebarkan dari Banua Puan di Marinding itu didalamnya mencakup
aturan hidup dan kehidupan manusia serta aturan memuliakan Puang Matua menyembah kepada
Deata dan menyembah kepada Tomembali Puang/Todolo ( Puang Matua = Sang Pencipta, Deata
=Dewa Dewa, Tomembali Puang / Todolo = Arwah Leluhur).

Dalam sejarah Toraja disebut bahwa Tangdilino' menikah dengan anak dari Puang Ri Tabang yang
tidak lain adalah sepupunya sendiri bernama Buen Manik. Dari pernikahan mereka itu lahir 9
( Sembilan ) orang anak dan merekalah yang menyebarkan ajaran Aluk Sanda Pitunna serta
melebarkan kekuasaan dari Tangdilino dengan pusat kekuasaan dari Banua Puan Marinding.

Kesembilan anak dari Tangdilino antara lain yaitu :


1. Tele Bue yang Pergi ke daerah Duri Enrekang.
2. Kila yang pergi ke daerah Buakayu.
3. Bobong Langi yang pergi ke daerah Mamasa.
4. Parange yang pergi ke daerah Buntao
5. Pataba yang pergi ke daerah Pantilang
6. Lanna yang pergi ke daerah Sangalla
7. Sirrang yang pergi ke daerah Dangle
8. Patang tinggal di Banua Puan Marinding
9. Pabane pergi ke daerah Kesu.
Bentuk, Jenis dan Fungsi Tongkonan

Tongkonan salah satu masyarakat desa Bulu Langkan, menurut pemilik tongkonan bahwa bangunan ini sudah berumur 100

tahun pada tahun 2012. Foto: geppmatormksr.blogspot.com

Rumah adat ini merupakan rumah panggung dengan konstruksi rangka kayu. Bangunannya terdiri
atas 3 bagian, yaitu ulu banua (atap rumah), kalle banua (badan rumah), dan sulluk banua (kaki
rumah). Bentuknya persegi karena sebagai mikro kosmos rumah terikat pada 4 penjuru mata angin
dengan 4 nilai ritual tertentu. Tongkonan harus menghadap ke utara agar kepala rumah berhimpit
dengan kepala langit (ulunna langi) sebagai sumber kebahagiaan.

Secara teknis pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan, sehingga biasanya
dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Jadi Tongkonan bagi masyarakat Toraja lebih dari
sekedar rumah adat. Dan setiap Tongkonan terdiri dari; Banua (rumah) dan Alang (lumbung) yang
dianggap pasangan suami-istri. Deretan Banua dan Alang saling berhadapan. Halaman memanjang
antaraBanua dan Alang disebut Ulu baba.

Selain sebagai rumah adat, Suku Toraja mengenal 3 jenis Tongkonan menurut peran adatnya, walau
bentuknya sama persis, yaitu: Tongkonan Layuk (Pesiok Aluk): sebagai pusat kekuasaan adat dan
tempat untuk menyusun aturan-aturan sosial dan keagamaan. Tongkonan
Pekaindoran/Pekanberan (Kaparengesan): adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang
tertentu dalam adat dan tradisi lokal, tempat untuk mengurus dan mengatur serta melaksanakan
peraturan dan pemerintahan adat. Tongkonan Batu Ariri: berfungsi sebagai Tongkonan penunjang
yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina warisan. (* Jenis-jenis Tongkonan
ini akan diuraikan dalam artikel lain)

Eksklusivitas kaum bangsawan atas Tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa
yang dapat pekerjaan menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup
uang, orang biasa pun mampu membangun Tongkonan yang besar.
Foto Tongkonan di Kete Kesu Tana Toraja yg diambil dari udara. Alam & budaya yg memukau. Foto: IndonesiaTravel | Barry

Kusuma

Beberapa Pendapat dan Pemahaman Mengenai


Tongkonan

Bagi masyarakat umum (diluar Toraja) bahkan buku-buku pelajaran IPS di sekolah memiliki
pemahaman tersendiri tentang rumah adat Toraja yang disebut Tongkonan. Dalam gambaran
mereka Tongkonan adalah sebuah bentuk bangunan yang dindingnya diukir dan atap berbentuk
perahu.

Namun pemahaman umum tersebut berbeda halnya dalam kalangan masyarakat Toraja, ada
beberapa pemahaman yang berkembang tentang keberadaan Tongkonan. Pemahaman tersebut
berasal baik dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh gereja maupun dari anggota masyarakat,
antara lain:

1. Bahwa Tongkonan adalah tempat duduk atau kedudukan yang berarti rumah pusaka yang telah
turun-temurun lama (bnd. J. Tammu & van der Veen) . Pemahaman ini berarti pula bahwa
Tongkonan merupakan suatu tempat/kedudukan yang mempunyai fungsi, peran dan nilai sosial,
keagamaan dan hukum dalam masyarakat.

2. Bahwa Tongkonan itu adalah rumah adat Toraja. Dalam arti bahwa semua rumah yang berbentuk
perahu itu adalah Tongkonan.

3. Rumah Tongkonan adalah lebih berorientasi pada fungsi sosial dan bukan dalam bentuk/fisik.
4. Bahwa Tongkonan adalah pusat kebudayaan Toraja, sama seperti keraton di Jawa atau istana
kerajaan-kerajaan di mana saja. Hal ini menandakan bahwa Tongkonan merupakan lembaga yang
mengatur kehidupan masyarakat dalam wilayah Tongkonan tersebut.

5. Bahwa Tongkonan adalah tempat bermusyawarah/balai pertemuan keluarga dan masyarakat


yang lahir dan berketurunan dari Tongkonan tersebut.

Tata letak Tongkonan yang berjajar saling berhadapan erat kaitannya dengan filosofi dan asal-usul Orang Toraja. Foto: google

Berikut adalah beberapa pendapat dan pemahaman Orang Toraja di media sosial tentang
Tongkonan:

1. Elia Landa: Tongkon-madokko. tongkonan-kapa,dokkoan. semua juga tau klau tongkonan adalah
rumah adat suku toraja. tapi bagi kita orang toraja. tongkonan punya arti yg sangat mendalam. dari
semangat gotong royong saat membangun baik itu dr dana, tenaga, jg pikiran. begitu jg saat
peresmian. tongkonan jg dpt mempertemukan saudara wlupun tdk saling kenal tpi d tongkonan
tersimpan rapi silsilah keluarga walaupun secara lisan. banyak lg fungsi tongkonan bgi kehidupan
bermasyarakat d toraja. tabe lako siulu solanasang ke denni sala kata! salama, beraktifitas!

2. Yun Nait: Tongkonan merupakan rumah adat roraja dimana sebagai akar dari silsila kekeluargaan
sebagai alat pemersatu dan silaturami serta benteng untuk memperkuat tali kekeluargaan.
3. Albert: Tongkonan adalah rumah persatuan rumpun keluarga dari adat ke nenek moyang kita di
mana semua keturunan berkumpul dan mendirikan sebuah tanda rumah adat tana toraja. Toraya
tondok mala'bi.

4. Yuliana Daunallo: Tongkonan adlh rumah adat tana toraja sebagai tempat pertemuan keluarga
besar....

5. Ayoe Wahyoenii PiLo: Tongkonan itu tempat tongkon dulu digunakan sebagai tempat
musyawarah atau sekedar duduk bercerita

6. Endang Shruyo Banua: pa'rapuan tu dipamatua lan misa' keluarga

7. Suhartin Balalembang: Tongkonan merupakn nama rumah adat tana toraja yg berarti tempat
berkumpulx seluruh rumpun kluarga baik itu dlam keadan susah maupun senang.

8. Yati Tappang: Tongkonan adalah asal nenek moyang kita turun temurun sampai ke anak cucu tdk
bisa di lupkan yg kita asal dr mana di sanalah kita bangunkan sebuah rmh tongkonan dlm satu
keluarga besar.tabek lako siuluk salama sola......

BAGIAN 3
Home Adat Filosofi Rumah Adat Tongkonan Tana Toraja dari Sulawesi Selatan Filosofi
Rumah Adat Tongkonan Tana Toraja dari Sulawesi Selatan Administrator Add Comment Adat
Jumat, 18 Desember 2015 Rumah Adat Tongkonan / Indonesia memiliki beragam budaya yang
sangat menarik. Beberapa diantaranya menjadi destinasi wisata bagi para wisatawan domestik
maupun mancanegara. Salah satu objek wisata yang terkenal dari bumi pertiwi adalah wisata
budayanya, dimana tujuan wisata budaya bagi para wisatawan (mancanegara) yang terkadang
muncul kepermukaan media internasional sehingga menjadi yang paling terkenal yaitu budaya
adat Sulawesi Selatan, khususnya budaya Tana Toraja. Rumah Adat Tongkonan Tana Toraja
Tana Toraja memiliki banyak tujuan wisata yang sangat menarik bagi para pelancong. Bukan
hanya karena letak daerahnya yang jauh dari keramaian sehingga terasa tenang dan
menenangkan, Tana Toraja juga bisa menjadi ikon wisata Sulawesi Selatan karena wisata
budaya dan peninggalan arsitektur nenek moyang mereka yang berupa rumah adat Tongkonan.
Rumah adat Tongkonan adalah rumah adat Sulawesi Selatan yang mempunyai bentuk unik
menyerupai wujud perahu dari kerajaan Cina pada jaman dahulu. Rumah adat tongkonan juga
kerap kali disebut-sebut mirip dengan rumah gadang dari daerah Sumatera Barat. Rumah Adat
Betawi dan Penjelasannya Lengkap Filosofi 3 Pakaian Adat Betawi, Pernikahan Salah Satunya
Filosofi 5 Rumah Adat Sumatera Utara (Batak) + Gambarnya Tongkonan berasal dari kata
tongkon yang berarti duduk. Rumah tongkonan sendiri difungsikan sebagai pusat
pemerintahan (to ma parenta), kekuasaan, dan strata sosial pada elemen masyarakat toraja.
Rumah adat Tongkonan tidak bisa dimiliki secara pribadi/perorangan karena rumah ini adalah
warisan nenek moyang dari setiap anggota keluarga atau keturunan mereka. Fungsi Tongkonan
Rumah Tongkonan bukan hanya sekedar berfungsi sebagai rumah adat. Dalam budaya
mereka, masyarakat toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang sura
(lumbung padi) adalah bapaknya. Deretan tongkonan dan alang pun saling berhadapan karena
dianggap sebagai pasangan suami istri. Alang menghadap ke selatan, sedangkan tongkonan
menghadap ke utara. Ciri Khas Rumah Adat Tongkonan Perlu diketahui bahwa arsitektur rumah
adat Tongkonan selalu mengikuti model desa dimana rumah tongkonan tersebut dibangun.
Akan tetapi, arsitektur tersebut tidak akan pernah lepas dari filosofi dan pakem-pakem tertentu
yang diturunkan secara turun temurun. Filosofi dan pakem-pakem tersebut antara lain: 1.
Lapisan dan Bentuk Rumah tongkonan memiliki 3 lapisan berbentuk segi empat yang bermakna
empat peristiwa hidup pada manusia yaitu, kelahiran, kehidupan, pemujaan dan kematian. Segi
empat ini juga merupakan simbol dari empat penjuru mata angin. Setiap rumah tongkonan
harus menghadap ke utara untuk melambangkan awal kehidupan, sedangkan pada bagian
belakang yaitu selatan melambangkan akhir dari kehidupan. 2. Struktur Bangunan Rumah Adat
Tongkonan Struktur bangunan mengikuti struktur makro-kosmos yang memiliki tiga lapisan
banua(rumah) yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bawah (sulluk
banua). Bagian atas (rattiangbanua) digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda
pusaka yang mempunyai nilai sakral dan benda-benda yang dianggap berharga. Pada bagian
atap rumah terbuat dari susunan bambu-bambu pilihan yang telah dibentuk sedemikian rupa
kemudian disusun dan diikat oleh rotan dan ijuk. Atap bambu ini dapat bertahan hingga ratusan
tahun. Bagian tengah (kale banua) rumah tongkonan memiliki 3 bagian dengan fungsi yang
berbeda. Pertama, Tengalok di bagian utara difungsikan sebagai ruang untuk anak-anak tidur
dan ruang tamu. Namun terkadang, ruangan ini digunakan untuk menaruh sesaji. Kedua, Sali
dibagian tengah. Ruangan ini biasa difungsikan sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang
makan, dapur dan tempat disemayamkannya orang mati. Dan ruangan terakhir adalah ruang
sambung yang banyak digunakan oleh kepala keluarga . Bagian bawah (sulluk banua)
digunakan sebagai tempat hewan peliharaan dan tempat menaruh alat-alat pertanian.
Fondasinya terbuat dari batu pilihan yang dipahat berbentuk persegi. 3. Ukiran Dinding Ukiran
berwarna pada dinding rumah tongkonan terbuat dari tanah liat. Ukiran-ukiran tersebut selalu
menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Bagi masyarakat toraja, 4
warna itu memiliki arti dan makna tersendiri. Warna kuning melambangkan anugrah dan
kekuasaan Tuhan (Puang Matua), warna hitam melambangkan kematian/duka, warna putih
melambangkan tulang yang berarti kesucian dan warna merah melambangkan kehidupan
manusia. 4. Tanduk Kerbau Rumah adat Tongkonan umumnya dilengkapi dengan hiasan
tanduk kerbau. Hiasan ini tersusun menjulang pada tiang bagian depan. Hiasan tanduk kerbau
tersebut secara filosofi adalah perlambang kemewahan dan strata sosial. Semakin banyak
tanduk yang tersusun pada rumah ada tongkonan, maka semakin tinggi strata sosial kelompok
adat yang memilikinya. Nah, itulah sekilas pemaparan mengenai filosofi rumah adat Tongkonan
yang menjadi rumah adat khas dari Sulawesi Selatan. Adakah di antara Anda yang berniat
mengunjungi Tana Toraja? Sempatkanlah untuk menikmati keindahan arsitektur rumah adat di
Indonesia yang satu ini. Semoga bermanfaat.

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/12/rumah-adat-tongkonan-tana-toraja.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.

Anda mungkin juga menyukai