Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEGITIGA EPIDEMIOLOGI BESERTA STRATEGI DAN KEBIJAKAN


PEMERINTAH DALAM MEMUTUS MATA RANTAI PENYAKIT DIARE

OLEH :

DWIANA ROHMAWATI, AMK

NIM :202006020024

JURUSAN SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KADIRI

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dewasa ini limbah merupakan masalah yang cukup serius, terutama dikota-kota besar.
Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya
oleh masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun
memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang dihasilkan oleh
rumah tangga saja. Lain halnya dengan limbah yang di hasilkan dari upaya medis seperti
Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Karena jenis limbah yang dihasilkan termasuk dalam
kategori biohazard  yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana
banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya, sehingga
harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 derajat celcius.
Ada beberapa hasil survei yang menunjukkan jenis limbah kesehatan yang biasa di
hasilkan. Dari beberapa survei tersebut dirangkum dan menunjukkan bahwa limbah layanan
kesehatan yang dihasilkan berbeda bukan saja antar negara tetapi juga dalam satu negara.
Limbah yang dihasilkan bergantung pada banyak faktor. Misalnya metode manajemen limbah
yang berlaku, jenis institusi layanan kesehatan,  spesialisasi rumah sakit, jumlah item yang dapat
digunakan kembali yang dipakai rumah sakit, dan jumlah pasien rawat jalan. Akan tetapi, akan
lebih baik jika ada data tersebut hanya dipandang sebagai contoh dan tidak digunakan sebagai
landasan untuk mengelola limbah di dalam sebuah institusi layanan kesehatan. Data mengenai
limbah setempat yang didapat dari sebuah survei mungkin akan lebih reliabel dibandingkan
perkiraan yang didasarkan pada data negara lain atau jenis insitusi yang berbeda.
Di negara yang berpendapatan rendah atau menengah, limbah layanan kesehatan yang
dihasilkan biasanya lebih sedikit dari pada di negara berpendapatan tinggi. Namun, rentang
perbedaan antara negara berpendapatan menengah mungkin sama besarnya dengan rentang
perbedan di antara negara – negara berpendapatan tinggi, juga di antara negara berpendapatan
rendah.

B.     TUJUAN
I.        Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang konsep pengendalian bahaya di tempat kerja
II.       Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui pengertian biohazard
2.      Untuk mengetahui landasan hukum penanganan biohazard
3.      Untuk mengetahui kebijakan dan langkah-langkah institusi dalam penanganan biohazard
4.      Untuk mengetahui manajemen biohazard di keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Biohazard
Biohazard(Biological hazards), mengacu pada bahan biologis yang menimbulkan ancaman
bagi kesehatan organisme hidup, terutama yang dari manusia. Hal ini dapat mencakup limbah
medis atau sampel virus, mikroorganisme atau racun (dari sumber biologis) yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini juga dapat mencakup zat berbahaya bagi hewan.
Istilah dan simbol yang terkait umumnya digunakan sebagai peringatan, sehingga mereka yang
berpotensi terkena zat-zat akan tahu untuk mengambil tindakan pencegahan. Simbol Biohazard
dikembangkan oleh Dow Chemical Company pada tahun 1966 untuk produk penahanan mereka.
Hal ini digunakan dalam pelabelan bahan biologis yang membawa resiko kesehatan yang
signifikan, termasuk sampel virus dan jarum suntik yang digunakan.
1.      Klasifikasi 
a.       Kategori A, PBB 2814 
zat Infeksi yang mempengaruhi manusia dan hewan: Sebuah substansi menular dalam bentuk
yang mampu menyebabkan cacat permanen atau penyakit yang mengancam jiwa atau fatal pada
manusia yang sehat atau hewan ketika paparan itu terjadi.
b.      Kategori B, PBB 2900 
zat Infeksi satunya hewan yang mempengaruhi: Suatu substansi menular yang tidak dalam
bentuk umumnya mampu menyebabkan cacat permanen dari penyakit yang mengancam
kehidupan atau fatal pada manusia yang sehat dan hewan saat paparan sendiri terjadi.
c.       Kategori B, UN 3373
Biologi substansi diangkut untuk tujuan diagnostik atau investigasi.
d.      Diatur Limbah Medis, PBB 3291
Limbah atau bahan dapat digunakan kembali yang berasal dari pengobatan medis dari hewan
atau manusia, atau dari penelitian biomedis, yang meliputi produksi dan pengujian produk-
produk biologi.
2.      Tingkat Biohazard
Pusat Amerika Serikat 'untuk Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengkategorikan
berbagai penyakit dalam tingkat Biohazard, Lantai 1 adalah risiko minimal dan 4 Tingkat resiko
yang ekstrim. Laboratorium dan fasilitas lainnya yang dikategorikan sebagai BSL (Biosafety
Level) 1-4 atau sebagai P1 melalui P4 untuk pendek (patogen atau Tingkat Perlindungan).
a.       Tingkat Biohazard 1:
Bakteri dan virus termasuk Bacillus subtilis, hepatitis anjing, Escherichia coli, varisela (cacar
air), serta beberapa kultur sel dan non-menular bakteri. Pada tingkat ini tindakan pencegahan
terhadap bahan biohazardous dalam pertanyaan yang minimal, sarung tangan yang melibatkan
paling mungkin dan semacam perlindungan wajah. Biasanya, bahan yang terkontaminasi yang
tersisa di terbuka (tetapi secara terpisah menunjukkan) wadah limbah. Dekontaminasi prosedur
untuk tingkat ini adalah serupa dalam banyak hal untuk pencegahan modern melawan virus
sehari-hari (yaitu: mencuci tangan dengan sabun anti-bakteri, mencuci semua permukaan yang
terbuka dari laboratorium dengan desinfektan, dll). Dalam sebuah lingkungan laboratorium,
semua bahan yang digunakan untuk kultur sel dan / atau bakteri yang didekontaminasi melalui
autoklaf.
b.      Tingkat Biohazard 2:
Bakteri dan virus yang menyebabkan penyakit ringan hanya untuk manusia, atau sulit untuk
kontrak melalui aerosol di lingkungan laboratorium, seperti hepatitis A, B, dan C, influenza A,
penyakit Lyme, salmonella, gondok, campak, scrapie, demam berdarah, dan HIV. "Kerja
diagnostik rutin dengan spesimen klinis dapat dilakukan dengan aman di Level Biosafety 2,
menggunakan Biosafety Level 2 praktik dan prosedur. Penelitian kerja (termasuk co-budidaya,
penelitian virus replikasi, atau manipulasi yang melibatkan virus yang terkonsentrasi) dapat
dilakukan dalam BSL-2 (P2) fasilitas, menggunakan BSL-3 praktek dan prosedur kegiatan
produksi. Virus, termasuk konsentrasi virus, membutuhkan BSL-3 (P3) dan penggunaan fasilitas
BSL-3 praktek dan prosedur", lihat Direkomendasikan Tingkat Keamanan Hayati untuk Agen
Infeksi.
c.       Tingkat Biohazard 3:
Bakteri dan virus yang dapat menyebabkan penyakit fatal yang parah pada manusia, tapi untuk
yang vaksin atau pengobatan lain ada, seperti anthrax, virus West Nile, ensefalitis kuda
Venezuela, virus SARS, TBC, tifus, demam Rift Valley, Rocky Mountain melihat demam,
demam kuning, dan malaria. Di antara parasit Plasmodium falciparum, yang menyebabkan
Malaria, dan Trypanosoma cruzi, yang menyebabkan trypanosomiasis, juga datang di bawah
level ini.
d.      Tingkat Biohazard 4: Virus dan bakteri yang menyebabkan penyakit fatal parah pada manusia,
dan yang vaksin atau pengobatan lain tidak tersedia, seperti Bolivia dan Argentina demam
berdarah, demam berdarah dengue, virus Marburg, virus Ebola, hantaviruses, demam Lassa ,
Krimea-Kongo dengue, dan penyakit hemoragik lainnya. Virus variola (cacar) adalah agen yang
bekerja dengan di BSL-4 meskipun keberadaan vaksin. Ketika berhadapan dengan bahaya
biologis pada tingkat ini menggunakan setelan HAZMAT dan suplai oksigen mandiri adalah
wajib. Pintu masuk dan keluar dari Tingkat Empat biolab akan berisi beberapa kamar mandi,
ruang vakum, ruang sinar ultraviolet, sistem deteksi otonom, dan tindakan pencegahan
keselamatan lainnya yang dirancang untuk menghancurkan semua jejak Biohazard. Beberapa
airlocks bekerja dan elektronik diamankan untuk mencegah kedua pintu membuka pada waktu
yang sama. Semua layanan udara dan air akan ke dan datang dari Biosafety Level 4 (P4)
laboratorium akan menjalani prosedur dekontaminasi yang sama untuk menghilangkan
kemungkinan rilis disengaja.
3.      Simbol
Simbol Biohazard dikembangkan oleh Dow Chemical Company pada tahun 1966 untuk produk
penahanan mereka. Menurut Charles Baldwin,  seorang insinyur lingkungan-kesehatan yang
memberikan kontribusi terhadap pembangunan:. "Kami menginginkan sesuatu yang mudah
diingat tapi berarti, sehingga kita bisa mendidik orang seperti apa artinya. " Dalam sebuah artikel
di Science pada 1967, simbol ini disajikan sebagai standar baru untuk semua bahaya biologis
("biohazards"). Artikel ini menjelaskan bahwa lebih dari 40 simbol yang dibuat oleh seniman
Dow, dan semua simbol diselidiki harus memenuhi sejumlah kriteria: "dalam bentuk mencolok
untuk menarik perhatian segera,  yang unik dan tidak ambigu dalam Agar tidak bingung dengan
simbol yang digunakan untuk keperluan lain, dengan cepat dikenali dan mudah diingat, mudah
diterima; mudah dicap, dan simetris,

B.     Landasan Hukum Penanganan Biohazard


Landasan hukum penanaganan biohazard mengacu pada PP no.85/1999 ttg perubahan atas PP
no.18/1999 ttg pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
Kemudian juga, Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 tentang penetapan warna kantong
dalam pengelolaan sampah medis, dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan
kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”.
Pemilahan adalah proses pemisahan Limbah dari sumbernya, dalam PERMENKES
1204/MENKES/SK/X/2004 menjelaskan bahwa pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah
dengan kandungan logam berat

C.    Kebijakan dan Langkah-langkah Institusi Dalam Penanganan Biohazard


Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat
lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu
secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi
pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah
dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun
harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin,
1995).
Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah. Rumah sakit adalah sarana upaya
kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat
jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam
melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam
menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang
sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan
Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan
atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa
pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran
tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar
terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan
pencegahan dan pemberantasan penyakit pencegahan dan penanggulangan pencemaran,
pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya
(Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara
terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha
pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan.
Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara
lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
a.       Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
b.      Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar
fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
1.      Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan ) 
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah,
pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun
seperti baterai bekas, bekas toner, dan sebagainya), dan non B3 serta menghindari penggunaan
bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk
efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2.      Penampungan sampah
Ini merupakan wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari
sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan
sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan
menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.
986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk
sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik,
kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong
berwarna hitam dengan tulisan “domestik”.
3.      Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
a.       Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana
dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
b.      Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-
site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
Beberapa diantara sampah medis sangat mahal biaya penanganannya karena berupa
bahan kimia berbahaya, seperti obat-obatan yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan.
Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah
sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik
atau sampah kota pada umumnya. Sementara sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu
banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah
yang berbahaya secara kimia.
Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku
dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis
(medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
a.       Incinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada suatu tungku
pembakaran.Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi materi padat menjadi
materi gas (gas buang), serta materi padatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu
(fly ash).
b.      Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh °C) bersuhu 121°
c.       Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
d.      Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)
e.       Inaktivasi suhu tinggi
f.       Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
g.      Microwave treatment
h.      Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
i.        Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung
bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar rumah sakit tersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit,
limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan
itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan
sebelum ”dilempar” menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan
tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan.
limbahnya dibuang.
Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan
pemerintah tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini hanya sedikit
rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya. Berikut adalah beberapa
cara untuk menanggulangi sampah medis maupun sampah benda tajam antara lain :
1.      Penanganan Sampah Medis Cair yang Terkontaminasi ( darah, feses, urin dan cairan tubuh
lainnya.
a.       Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
b.      Hati-hati pada waktu menuangkan sampah tersebut pada bak yang mengalir atau dalam toilet
bilas. Sampah cair dapat pula dibuang kedalam kakus. Hindari percikannya.
c.       Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk membersihkan sisa-sisa sampah.
Hindari percikannya.
d.      Dekontaminasi wadah specimen dengan larutan klorn 0,5 % atau disenfeksi local lainnya yang
adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci.
e.       Cuci tangan sesudah menangani sampah cair dan lakukan dekontaminasi, kemudian cuci sarung
tangan.
2.      Penanganan Sampah Medis Padat (Misalnya pembalut yang sudah digunakan dan benda-benda
lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau materi organic lainnya.
a.       Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.
b.      Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan tidak korosif (plastic atau
metal yang berlapis seng) dengan tutup yang rapat.
c.       Kumpulkan tempat sampah tersebut ditempat yang sama dan bawa sampah-sampah yang dapat
dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat pembakaran tidak tersedia maka bisa dilakukan
penguburan saja.
d.      Melakukan pembakaran atau penguburan harus segera dilakukan sebelum tersebar ke lingkungan
sekitar. Pembakaran adalah metode terbaik untuk membunuh mikroorganisme.
e.       Cuci tangan setelah menangani sampah tersebut dan dekontaminasi serta cuci sarung tangan
yang tadi dipakai saat membersihkan sampah tersebut.
3.      Penanganan Sampah Medis berupa Benda Tajam (Jarum, silet, mata pisau dan lain-lain)
a.       Gunakan sarung tangan tebal.
b.      Buang seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan pecah. Tempat sampah
yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah dibuat menggunakan karton tebal, ember
tertutup, atau botol plastic yang tebal. Botol bekas cairan infus juga dapat digunakan untuk
sampah-sampah yang tajam, tapi dengan resiko pecah.
c.       Letakkan tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan sehingga sampah-
sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh sebelum dibuang.
d.      Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk atau mematahkan jarum
sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup, tetapi jika dibutuhkan, dapat diusahakan
dengan metode satu tangan.
Letakkan tutup pada permukaan yang datar dank eras, kemudian pindahkan ke tangan. Kemudian
dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan jarumnya untuk menyendok tutup tersebut.
Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain untuk merapatkan tutup
tersebut.
e.       Jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat dengan kuat.
f.       Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya. Jarum dan benda-benda
tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan dengan membakarnya dan kemudian hari dapat
menyebabkan luka dan mengakibatkan infeksi yang serius. Pembakaran atau membakarnya
dalam suatu wadah, dapat mengurangi kemungkinan, sampah tersebut dikorek-korek dalam
tempat sampah.
g.      Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut kemudian dekontaminasi
dan cuci tangan.
4.      Membuang Wadah Kimia yang Telah Digunakan
a.       Cuci wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas dengan benar-benar
bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.
b.      Untuk wadah-wadah plastic yang berisi zat-zat toksik, misalnya glutaraldehid, bilas tiga kali
dengan air kemudian buang dengan cara menguburnya. Jangan pernah menggunakan wadah
tersebut untuk dipakai kembali setelah dibersihkan.

Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding


dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan
dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain
disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
       Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
       Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
       Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen
(khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi
: kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya
dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
       Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.insinerator berukuran
kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin
dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit.
Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi
limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja
memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun
bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan
Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :
         Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
         Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
         Tambahkan lapisan kapur.
         Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5
meter dibawah permukaan tanah.
         Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.

D.    Manajemen Biohazard di Keperawatan


Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit, puskkesmas, dan tempat praktik kedokteran lainnya
termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana
disana banyak terdapat buangan virus, bakteri, maupun zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus
dikelola dengan baik.
Perawat dan yang lainnya yang terlibat harus waspada terhadap bahaya potensial dari bencana
yang dihadapi. Jika dalam bencana tersebut perawat sebagai tenaga kesehatan menjadi terluka,
maka perawatan kepada korban tidak dapat lagi diberikan. Untuk itu sebagai prioritas pertama
untuk perlindungan yaitu pra tenaga kesehatan. Karena dalam upaya keselamatan banyak sekali
potensial bahaya yang dapat terjadi yaitu, bahan-bahan kimia seperti gas beracun, radioaktif, alat
peledak sehingga tenaga kesehatan diharuskan memakai peralatan pelindung yang sesuai. Ada
namanya BIOHAZARD itu adalah peralatan perlindungan yang dikenakan per orang, itu dapat
digunakan dalam berbagai jenis bahan-bahan yang di hadapi seperti tadi dijelaskan gas beracun,
radio aktif, alat peledak, dll.
Tahap Perlindungan dari Pakaian Biohazard
1.      Level A : tahan terhadap semua jenis bahan kimia dan zat radio aktif, biologis dan dapat
digunakan dalam situasi manapun.
2.      Level B : memiliki tutup kepala seperti penutup saji namun tidak melindungi orang sepenuhnya.
Namun tahan terhadap bahan kimia. Terdapat tempat undara tersendiri.
3.      Level C : memiliki tudung tapi tidak dapat melindungi orang sepenuhnya. Tingkat ini lebih
kurang dari tingkat B karena kurang tahan terhadap tembusan bahan kimia. Dilengkapi dengan
alat pernapasan yang dapat menyaring bahan kimia, radioaktif dan biologis.
4.      Level D : digunakan ketika tidak ada bahan kimia atau agen yang dapat mempengaruhi system
pernapasan atau menembus kulit.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Biohazard(Biological hazards), mengacu pada bahan biologis yang menimbulkan ancaman
bagi kesehatan organisme hidup, terutama yang dari manusia. Hal ini dapat mencakup limbah
medis atau sampel virus, mikroorganisme atau racun (dari sumber biologis) yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini juga dapat mencakup zat berbahaya bagi hewan.
Istilah dan simbol yang terkait umumnya digunakan sebagai peringatan, sehingga mereka yang
berpotensi terkena zat-zat akan tahu untuk mengambil tindakan pencegahan.
Landasan hukum penanganan biohazard adalah terdapat dalam PP no.85/1999 ttg perubahan
atas PP no.18/1999 ttg pengelolaan limbah berbahaya dan beracun. Kemudian juga, Permenkes
RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 tentang penetapan warna kantong dalam pengelolaan sampah
medis, dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius,
kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna
merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan
tulisan “domestik”.
Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar
fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Kalimantan Barat
Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit X
Jakarta Februari 2006, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Depok
 Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008,  Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit,
Jakarta
http://susanblogs18.blogspot.com/2012/11/pengelolaan-dan-penanggulangan-sampah.html
http://anggraheniheksaningtyas.blogspot.com/2011/06/pengolahan-dan-penanganan-limbah.html
http://leeasfar06.blogspot.com/2010/11/sistem-pengelolaan-sampah-medis-dirumah.html
http://pujihpoltekkes.wordpress.com/2011/10/24/sampah/

Anda mungkin juga menyukai