Anda di halaman 1dari 7

Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja.

Terdiri dari tumpukan kayu yang dihiasi


dengan ukiran berwarna merah, hitam, putih dan kuning. Kata tongkonan berasal dari bahasa
Toraja "tongkon" yang artinya duduk.

Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan
dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu
semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan hubungan mereka dengan
leluhur mereka.

Tongkonan bukanlah nama satu bentuk bangunan, tetapi Tongkonan merupakan rangkaian dari
sekelompok bangunan dimana didalamnya terdapat Banua Sura' (rumah yang diukir / rumah
utama),Alang Sura' (lumbung yang diukir), Lemba (juga berfungsi sebagai lumbung namun tidak
berukir) dan juga sering terdapat rumah panggung yang memiliki ruangan yang lebih luas, seperti
yang banyak kita saksikan sekarang ini.

Tongkonan kini mempunyai banyak versi modernisasi (seperti mulai menggunakan seng sebagai
atapnya) namun tidak terlepas dari tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun, dahulu
kala bangunan Tongkonan ada yang beratap rumbia / alang-alang / ijuk (serat pohon enau), ada juga
yang beratapkan bilah-bilah bambu, bahkan di salah satu Tongkonan tua ditemukan bangunan yang
beratapkan batu (banua dipapa batu).
Salah satu tradisi bangunan Tongkonan yang tetap bertahan adalah model atapnya yang
menyerupai bentuk perahu serta banguan yang kesemuanya menghadap arah utara, hal tersebut
tidak terlepas dari filosofi hidup dan asal-usul orang Toraja.

Tempat Tinggal dan Pusat Kehidupan Sosial

Tongkonan Kete Kesu merupakan salah satu Tongkonan tua yang menjadi objek wisata di Toraja yang ramai dikunjungi

wisatawan. Foto: Okezone

Rumah adat di Toraja, selain berfungsi sebagai tempat tinggal, juga mempunyai fungsi dan peranan
serta arti yang sangat penting dan bernilai tinggi dalam kehidupan masyarakat Toraja. Rumah yang
sering disebut Tongkonan dianggap sebagai pusaka warisan dan hak milik turun temurun dari orang
yang pertama kali membangun Tongkonan tersebut.

Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan
rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Kata Tongkonan berasal
dari kataTongkon (duduk_berkumpul) mengandung arti bahwa rumah Tongkonan itu ditempati
untuk duduk mendengarkan serta tempat untuk membicarakan dan menyelesaikan segala
permasalahan penting dari anggota masyarakat dan keturunannya.

Dahulu kala, seseorang yang memegang kekuasaan serta menjabat suatu tugas adat selalu menjadi
narasumber bagi masyarakat sekitar yang datang meminta petunjuk, keterangan, dan perintah
karena permasalahan di daerah penguasa tersebut tinggal, dimana orang yang datang itu akan
duduk dengan tertib mendengar dan menerima petunjuk atau perintah.
Inilah permulaan kata Tongkonan ini digunakan, karena duduk berkumpul disebut Ma
Tongkon dan tempat berkumpul adalah Tongkonan yang merupakan kediaman penguasa adat.
Lama kelamaan, rumah dari penguasa tersebut menjadi pusat kekuasaan dan pemerintahan adat.

Simbol Persatuan

Simbol ukiran pada dinding salah satu Tongkonan. Foto: Torajan Tongkonan House In Sulawesi, Indonesia. Print by Glen

Allison

Tongkonan merupakan lambang persekutuan orang Toraja, berdasarkan hubungan


kekerabatan/keturunan/darah daging. Pada dasarnya bentuk hubungan kekerabatan dalam
Tongkonan adalah bahwa setiap keluarga _sepasang suami istri_ membangun rumah atas usaha
sendiri atau secara bersama-sama dengan anak-anak dan cucu-cucu. Rumah itu adalah Tongkonan
dari setiap orang yang berada dalam garis keturunan dari suami-istri yang mendirikan rumah.

Orang Toraja cukup mudah menelusuri garis keturunannya melalui hubungan Tongkonan. Seorang
Toraja bisa saja berasal lebih dari satu Tongkonan, karena diantara orang Toraja tentunya ada
pertalian kekerabatan dalam bentuk perkawinan dari Tongkonan yang lain.

Dalam sejarah Toraja, Tongkonan yang pertama dikenal adalah Tongkonan Banua Puan di
Marinding yang di bangun oleh Tangdilino. Jadi orang Toraja adalah satu persekutuan, walaupun
dengan struktur masyarakat yang berbeda-beda. Ossoran Nene / silsilah orang Toraja pada akhirnya
bermuara pada persekutuan Sang Torayan yang berasal dari Tongkonan Banua Puan.
Tongkonan Banua Puan, Tongkonan Tertua di Tana
Toraja (**)

Salah satu upacara adat di kaki gunung Kandora. Foto: Youtube|Torajaland

Menurut cerita rakyat Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika
leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.

Dalam kisah lainnya, diceritakan ketika seorang Pemangku Adat bernama Londong di Rura (Ayam
jantan dari Rura) berupaya menyatukan kelompok dengan menyelenggarakan upacara besar.
Upacara itu dinamai Ma'Bua' tanpa melalui musyawarah dan aturan upacara adat. Kemudian Tuhan
menjatuhkan laknat dan kutukan sehingga tempat upacara terbakar dan menjadi danau yang dapat
disaksikan sekarang antara perjalanan dari Toraja ke Makassar (KM 75). Kemudian bercerai-berailah
komunitas tersebut ada yang ke selatan dan ke arah utara.

Sementara kelompok yang menuju ke utara sampai di sebuah tempat di kaki Gunung
Kandora yang dinamakan Tondok Puan. Mereka mendirikan rumah adat tempat pertemuan
dengan nama Banua Puan. Kemudian dinamakan Tongkonan yang artinya Balai Musyawarah.
Bangunan itu merupakan Tongkonan pertama di Toraja dan komunitas pertama yang terbentuk
bernama To Tangdilino'; artinya pemilik bumi yang diambil dari nama Pemangku Adat pertama
(Pimpinan Komunitas To Lembang).

Tongkonan Banua Puan yang terletak di Lembang Marinding Kecamatan Mengkendek Kab. Tana
Toraja, dan merupakan Tongkonan tertua dalam sejarah kehidupan suku Toraja. Kini tak ada lagi
bangunan Tongkonan di lokasi yang sekarang tinggal nama tersebut.

Aluk Sanda Pitunna yang disebarkan dari Banua Puan di Marinding itu didalamnya mencakup
aturan hidup dan kehidupan manusia serta aturan memuliakan Puang Matua menyembah kepada
Deata dan menyembah kepada Tomembali Puang/Todolo ( Puang Matua = Sang Pencipta, Deata
=Dewa Dewa, Tomembali Puang / Todolo = Arwah Leluhur).

Dalam sejarah Toraja disebut bahwa Tangdilino' menikah dengan anak dari Puang Ri Tabang yang
tidak lain adalah sepupunya sendiri bernama Buen Manik. Dari pernikahan mereka itu lahir 9
( Sembilan ) orang anak dan merekalah yang menyebarkan ajaran Aluk Sanda Pitunna serta
melebarkan kekuasaan dari Tangdilino dengan pusat kekuasaan dari Banua Puan Marinding.

Kesembilan anak dari Tangdilino antara lain yaitu :


1. Tele Bue yang Pergi ke daerah Duri Enrekang.
2. Kila yang pergi ke daerah Buakayu.
3. Bobong Langi yang pergi ke daerah Mamasa.
4. Parange yang pergi ke daerah Buntao
5. Pataba yang pergi ke daerah Pantilang
6. Lanna yang pergi ke daerah Sangalla
7. Sirrang yang pergi ke daerah Dangle
8. Patang tinggal di Banua Puan Marinding
9. Pabane pergi ke daerah Kesu.

Bentuk, Jenis dan Fungsi Tongkonan

Tongkonan salah satu masyarakat desa Bulu Langkan, menurut pemilik tongkonan bahwa bangunan ini sudah berumur 100

tahun pada tahun 2012. Foto: geppmatormksr.blogspot.com


Rumah adat ini merupakan rumah panggung dengan konstruksi rangka kayu. Bangunannya terdiri
atas 3 bagian, yaitu ulu banua (atap rumah), kalle banua (badan rumah), dan sulluk banua (kaki
rumah). Bentuknya persegi karena sebagai mikro kosmos rumah terikat pada 4 penjuru mata angin
dengan 4 nilai ritual tertentu. Tongkonan harus menghadap ke utara agar kepala rumah berhimpit
dengan kepala langit (ulunna langi) sebagai sumber kebahagiaan.

Secara teknis pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan, sehingga biasanya
dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Jadi Tongkonan bagi masyarakat Toraja lebih dari
sekedar rumah adat. Dan setiap Tongkonan terdiri dari; Banua (rumah) dan Alang (lumbung) yang
dianggap pasangan suami-istri. Deretan Banua dan Alang saling berhadapan. Halaman memanjang
antaraBanua dan Alang disebut Ulu baba.

Selain sebagai rumah adat, Suku Toraja mengenal 3 jenis Tongkonan menurut peran adatnya, walau
bentuknya sama persis, yaitu: Tongkonan Layuk (Pesiok Aluk): sebagai pusat kekuasaan adat dan
tempat untuk menyusun aturan-aturan sosial dan keagamaan. Tongkonan
Pekaindoran/Pekanberan (Kaparengesan): adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang
tertentu dalam adat dan tradisi lokal, tempat untuk mengurus dan mengatur serta melaksanakan
peraturan dan pemerintahan adat. Tongkonan Batu Ariri: berfungsi sebagai Tongkonan penunjang
yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina warisan.)

Eksklusivitas kaum bangsawan atas Tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa
yang dapat pekerjaan menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup
uang, orang biasa pun mampu membangun Tongkonan yang besar.

Foto Tongkonan di Kete Kesu Tana Toraja yg diambil dari udara. Alam & budaya yg memukau. Foto: IndonesiaTravel | Barry

Kusuma
Tata letak Tongkonan yang berjajar saling berhadapan erat kaitannya dengan filosofi dan asal-usul Orang Toraja. Foto: google

Anda mungkin juga menyukai