Anda di halaman 1dari 11

SUKU TORAJA

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih
menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris
Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar
pada tahun 1970-an,

kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh
pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog.Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an
mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris,
menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata
yang terus meningkat.

BAHASA

Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja
sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa
resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua
sekolah dasar di Tana Toraja. Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang ,Mamasa,Tae'
,Talondo' ,Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia
dari bahasa Austronesia.

Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi
terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa
penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja. Ciri yang
menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian. Pentingnya upacara
kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita
dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak
istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental.
SISTEM PENGETAHUAN

Di Tana Toraja terdapat beberapa kesenian yang dapat memberikan suatu pengetahuan
secara tak langsung tentang adat dan istiadat serta pengetahuan tentang sejarah Tana Toraja.
Diantaranya kesenian upacara Rambu Tuka’. Upacara syukuran atau Rambu Tuka’ antara lain
adalah upacara perkawinan, maupun selamatan rumah (membangun rumah, merenovasi atau
memasuki rumah baru). Upacara selamata rumah disebut juga upacara pentahbihan rumah.
Upacara seperti ini harus dilaksanakan pagi hari dan diharapkan selesai sore hari. Pemotongan
hewan kurban juga dilakukan, namun jumlahnya tidak sebanyak saat upacara kematian. Itu
juga yang menyebabkan banyak anggapan bahwa upacara kematian di Tana Toraja memang
lebih meriah dibandingkan upacara lainnya.

ORGANISASI SOSIAL

Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan,
sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang sederhana (pondok bambu yang disebut banua).
Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat
jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam
keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang
mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan stastus
keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang,
pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan.

Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki. Budak dalam masyarakat
Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang budak menjadi budak karena
terjerat hutang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang,
dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-
anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak boleh memakai perunggu atau emas,
makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual denga perempuan
merdeka. Hukum bagi pelanggar tersebut yaitu hukuman mati.

Salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang dianut oleh orang bugis adalah
tundang sipulung (Tundang= Duduk, Sipulung= Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai
suatu musyawarah besar). Musyawarah ini biasanya dihadiri oleh para Pollontara (ahli
mengenai buku lontara) dan tokoh-tokoh masyarakat adat untuk membahas tentang kegiatan
bercocok tanam, mulai dari turun ke sawah, membajak, sampai waktunya tiba panen raya.
Ketika tanah dan padi masih menjadi sumber kehidupan yang mesti dihormati dan diagungkan.

PERALATAN HIDUP

Alat Dapur

1. La’ka sebagai alat belanga


2. Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
3. Karakayu yaitu alat pembagi nasi
4. Dulang yaitu cangkir dari tempurung
5. Sona yaitu piring anyaman

Alat Perang/ Senjata Kuno

1. Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu


2. Penai yaitu parang
3. Bolulong yaitu perisai
4. Sumpi atau sumpit

MATA PENCAHARIAN

Mata pencaharian Tana Toraja disebut Unduka Katuan, yang bergerak disektor
pertanian. Mata pencaharian hidup penduduk toraja pada umumnya sebagai petani. Teknik
bercocok tanam masih bersifat sederhana berdasarkan cara-cara intensif dengan tenaga
manusia. Selain sebagai petani masyarakata Toraja juga bermata pencaharian sebagai
pedagang, pengrajin, dan peternak. Dalam sektor peternakan jenis hewan seperti kerbau dan
babi yang sering dijadikan sebagai hewan yang di gunakan pada saat upacara adat. Sedangkan
kerajinan, menghasilkan kerajinan ukiran pada kayu dan bambu anyaman dari bambu dan daun
lontar, tenun, pandai besi, dan lain-lain.

SISTEM RELIGI

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik


yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja,
leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan
oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam
semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia
bawah.

Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan
kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat
berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat
manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja
lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi),
Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

KESENIAN

Tongkonan
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan
dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari
bahasa Toraja tongkon ("duduk").

Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan
dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu
semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan
mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di
surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut
dan menggelar upacara yang besar.

UKIRAN KAYU

Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan
konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura
(atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

1. Pa’Barre Allo
Berasal dari Bahasa Toraja, yaitu “Barre” (Bulatan atau
Bundaran) dan “Allo” (Matahari). Pa’Barre Allo berarti ukiran
yang menyerupai matahari yang bersinar terang, memberi
kehidupan kepada seluruh mahluk penghuni alam semesta.
Ukiran ini diletakkan pada bagian rumah adat yang berbentuk
segitiga dan mencuat condong keatas yang dalam bahasa Toraja
disebut Para Longa, dan di letakkan di bagian belakang dan
depan Rumah adat. Ukiran ini biasa diletakkan diatas ukiran
Pa’Manuk Londong.
2. Ne’ Limbongan

Ne’ Limbongan adalah nama seorang ahli bangunan pada zaman dahulu yang
menciptakan ukiran-ukiran tradisional Toraja. Sedangkan menurut arti katanya Limbong
berarti danau atau sumber air yang tidak pernah kering, memberi kehidupan dan kesegaran bagi
manusia, flora dan fauna di lingkungan sekitarnya. Ukiran ini bermakna bahwa orang Toraja
bertekad memperoleh rezeki dari empat penjuru mata angin (utara, timur, barat, dan selatan)
bagaikan mata air yang bersatu dalam satu danau dan memberi kebahagiaan kepada
keturunannya.

3. Pa’ Ulu Karua

Berasal dari dua kata (Toraja) yaitu “Ulu” (Kepala) dan “Karua” (Delapan). Makna
ukiran ini adalah orang Toraja mengharapkan dalam rumpun keluarga mereka, muncul orang
yang memiliki ilmu yang tinggi dan berguna untuk kepentingan masyarakat. Untuk mengukir
ukiran Toraja tersebut menggunakan warna yang terdiri warna alam yang mengandung arti dan
makna tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuai dengan falsafah hidup dan
perkembangan hidup manusia Toraja.
SENI MUSIK

1. Pa’pompang

Terdiri dari suling bambu dan bambu besar. Alat musik ini sering dibawakan anak kecil
pada upacara adat maupun perayaan hari nasional

2. Pa’pelle/Pabarrung

Terbuat dari batang padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun enau
yang besar. Biasanya dimainkan anak-anak di sawah saat menggembalakan ternak di sawah.
Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat (Tongkonan)
seperti Ma'bua', Merok, Mangara.
3. Pa’geso-geso'

Alat musik ini terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai yang
digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan suara
khas.

SENI SUARA

1. Lagu Daerah Sulawesi Selatan - Ammac Ciang


2. Lagu Daerah Sulawesi Selatan - Anak Kukang
3. Lagu Daerah Sulawesi Selatan - Anging Mamiri
4. Lagu Daerah Sulawesi Selatan - Ati Raja
5. Lagu Daerah Sulawesi Selatan - Batti'Batti
6. Lagu Daerah Sulawesi Selatan - Ganrang Pakarena

SENI TARI

Tari Ma'badong
Ma’badong merupakan salah satu tarian upacara asal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Tarian Ma'badong ini diadakan pada upacara kematian yang dilakukan secara berkelompok.
Para penari (pa'badong) membentuk lingkaran dan saling berpegangan tangan dan umumnya
mereka berpakaian hitam-hitam.

Tari Pa’gellu

Merupakan salah satu tarian tradisional dari Tana Toraja yang dipentaskan pada acara
pesta “Rambu Tuka”. Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau
pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.

BUSANA

Pakaian adat dan tarian - Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita dan seppa
tallung buku untuk laki-laki. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Sedangkan
seppa tallung buku berupa celana yang panjangnya sampai dilutut. Pakaian ini masih
dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya.
MAKANAN KHAS

1. Pantollo’ Bale (ikan)

Untuk pantollo bale (ikan) yaitu makanan Khas Toraja yang berbahan dasar ikan mas,
atau juga biasa menggunakan ikan lele ataupun ikan lainnya. berbeda dengan pantollo
lendong, pantollo ikan tidak memakai kuah, tapi hanya digoreng dan dipanggang lalu diberi
bumbu rempah-rempah yang khas dari tana Toraja.

2. Pa’ Piong Manuk (ayam) / Dangkot


Pa’ Piong Manuk. Manuk yang berarti ayam ini merupakan makanan dengan berbahan
dasar dari daging ayam. Cara pembuatannya sendiri yaitu daging ayam yang dicampur dengan
daun mayana dan bumbu, rempah-rempah. Lalu ditambahkan cabe rawit atau lombok
katokkon. Makanan ini sangat pedas tapi dengan rasa yang begitu lezat.

3. Deppa Tori

Deppa dalam bahasa Indonesia yaitu kue. Untuk makanan deppa ini adalah makanan
oleh-oleh khas Toraja. Makanan yang berbahan dasar tepung beras, banyak dijual di tempat-
tempat wisata dan terminal bus.

4. Tu’tuk utan
Tu’tuk dalam bahasa Indonesia yaitu tumbuk, sedangkan utan yaitu sayur. Cara
pembuatannya yaitu dengan cara daun singkong (utan) yang ditumbuk halus kemudian dimasak
dengan daging yang dipotong kecil-kecil dan ditambahkan parutan kelapa dan cabe rawit.

Anda mungkin juga menyukai