Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEUNIKAN RUMAH ADA TONGKONAN TANA TORAJA

Dosen Pengampu:

Ririn Sabriadi, S.Pd, M.Pd

Oleh :

1. Ainun Jarya (202202004)


2. Taufiqur Rahman ( 202201022)

JURUSAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN TRI TUNAS NASIONAL

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang atas Rahmat-Nya dan
karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas akhir pada
mata kuliah Bahasa Indonesia yang berjudul “Keunikan Rumah Adat Tongkonan Tana
Toraja”
Pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen
Pengampu Mata Kuliah Bahasa Indonesia yaitu Ririn Sabriadi, S.Pd, M.PdAtas bimbingannya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk yang sangat
sederhana.
Dalam penulisan makalah ini saya sadar masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu saya sebagai penyusun makalah mengharapkan segala bentuk saran, masukan dan kritik
yang membangun. Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan
tambahan wawasan bagi para pembacanya.

Makassar, 16 Desember 2022

Ainun Jarya, Taufiqurrahman

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
A. Sejarah Rumah Adat Tongkonan....................................................................................5
B. Faktor Keunikan Rumah Adat Tongkonan.....................................................................9
C. Jenis-jenis Rumah Adat Toraja.....................................................................................13
BAB III PENUTUP................................................................................................................
A. Kesimpulan...................................................................................................................17
B. Saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

ii

i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan dasar bagi manusia dalam keberlanjutan hidupnya biasa
diungkapkan dengan kata, sandang, pangan, dan papan. Kata sandang dapat
dipahami dalam pengertian yang mengarah pada penutup tubuh atau pakaian dan
pangan yaitu menyangkut makanan sedang kata papan menunjuk pada tempat
berlindung atau rumah. Semenjak manusia tidak lagi mengembara dari satu tempat
ketempat lain, dengan kata lain mereka sudah hidup menetap dibangunlah tempat
untuk berlindung yaitu rumah yang terbuat dari kayu.
Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja, yang merupakan tempat
tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang
Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki
secara komunal dan turun temurun oleh keluarga atau marga Suku Tana Toraja.
Bagi orang Toraja Tongkonan dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruang depan,
ruang tengah dan ruang belakang dan untuk melakukan aktifitas me- masak
digunakan ruang tengah sekaligus ruang untuk makan, ruang belakang sebagai
tempat tidur keluarga, dan ruang depan digunakan sebagai tempat me- nyimpan
benda pusaka yang dimiliki secara turun temurun biasanya terbuat dari emas,
perak dan juga perunggu, selain benda pusaka dapat juga dipakai untuk
menyimpan harta keluarga yang mendiami rumah Tongkonan.
Dengan sifatnya yang demikian, Tongkonan dapat dilihat dari beberapa
fungsi, antara lain pusat budaya, sebagai tempat tinggal, pembinaan peraturan
keluarga, sehingga fungsi Tongkonan tidaklah sekedar sebagai tempat duduk
bersama. Lebih luas lagi fungsi Tongkonan meliputi segala aspek kehidupan
masyarakat Toraja. Apabila dikaitkan dengan upacara- upacara yang menyangkut
dengan sistem kepercayaan mereka dahulu yang disebut Aluk Todolo. Aluk
Todolo merupakan sistem kepercayaan pada orang Toraja yang sudah dimiliki
secara turun temurun sejak dari nenek moyang mereka, yang dipahami sebagai
aturan-aturan yang sarat dengan keagamaan, yang berfungsi mengatur perjalanan
kehidupan seseorang maupun kelompok masyarakat. Upacara yang menyangkut

1
Aluk Todolo dibagi dalam dua bagian yaitu aluk rambu tuka’ menyangkut hal
yang menggembirakan atau suka cita, dan aluk rambu solo’ meliputi hal-hal yang
berduka cita antara lain upacara kematian dilaksanakan di rumah Tongkonan
(Tangdilintin:1975).
Rumah adat tongkonan sangat sarat dengan ukiran mengandung makna yaitu
melambangkan status sosial pemilik tongkonan menempati lapisan atas, seperti
untuk mengenal latar belakang atau status sosial pemilik tongkonan menempati
lapisan atas, seperti mengenal latar belakang atau status sosial serta nama marga
seseorang hanya dengan menanyakan tongkonan asalnya. Selanjutnya,
dikemukakan bahwa seseorang dalam pola hidup, yang artinya pola pikir
diwujudkan dalam perilaku harus ditempatkan di dalam kerangka dan struktur
yang sudah melembaga didalam adat, sebab orang adalah bagian dalam
persekutuan komunitas yang berakar dalam tongkonan (Kobong 2008:86) .
Pada mulanya tongkonan dibangun waktu datangnya penguasa adat yang
pertama ke Tana Toraja, yang menguasai daerah serta memerintah penduduknya.
Rumah tongkonan menjadi tempat di mana penguasa adat tinggal dijadikan
sebagai tempat untuk memberi perintah dan keterangan- keterangan kepada
penduduk di sekitar tongkonan datang dan duduk mendengar serta menyelesaikan
segala masalah di antara mereka (Tangdilintin dkk.1977:24). Dirumah tongkonan
inilah segala urusan pemerintahan diatur dan dibuat. Penduduk yang berada di
sekitar tongkonan juga biasa datang dan duduk mendengar serta menyelesaikan
segala masalah di antara mereka. Karena kata tongkon dari tongkonan, secara
harafiah berarti duduk yang memiliki makna duduk berkumpul, bermusyawarah,
berdiskusi, merundingkan segala bentuk masalah bersama-sama untuk mencapai
suatu kesepakatan, duduk untuk menetapkan aturan-aturan adat yang akan
diberlakukan dalam masyarakat (Tangdilintin, 2014b:39).
Rumah tongkonan juga sebagai pusat tempat orang berkumpul bagi
kelompok keluarga yang berasal dari nenek moyang dan keturunannya yang masih
hidup. Dengan kata lain, anggota Tongkonan dianggap sebagai tipe kelompok
utama dari masyarakat (Said 2004:52; Sandarupa 2004:360). Untuk mendengar
peraturan atau perintah serta tempat menyelesaikan berbagai macam persoalan

2
yang timbul dari keluarga keturunan tongkonan. Sedangkan banyak masyarakat
umum menganggap bahwa tongkonan hanya sebagai tempat menyelesaikan
persoalan di lingkungan keluarga (Tangdilintin dkk. 1997:23). Selain itu, Rumah
tongkonan juga dapat berupa rumah tradisional (banua) dan lumbung padi (alang
atau korang). Rumah tongkonan serta lumbung selalu berpasangan, dan sebuah
rumah dapat memiliki satu sampai tiga alang yang letaknya berjejer dan
berhadapan dengan banua (Kis-Jovac dkk. 1988:44).
Setelah itu terjadi perkembangan pada kebudayaan masyarakat Toraja,
dimana mereka mulai untuk membuat pemukiman sendiri yang dibangun
berdasarkan hubungan tali kekerabatan yang berarti satu perkampungan hanya
dihuni oleh orang-orang yang berasal dari satu nenek moyang. Di pemukiman
itulah mereka membangun tongkonan sebagai pusat dan dikelilingi oleh
rumahrumah dan bangunan sosial lainnya. Sehingga setiap tongkonan hanya untuk
satu keturunan atau leluhur yang sama.
Dalam mengurus rumah adat Tongkonan, menurut Tato’ De’na dalam Idrus
(2016:15) menjelaskan bahwa yang disebut sebagai To ma’Kampai merupakan
orang yang memiliki kemampuan untuk mengelola keluarga, upacara, serta
memelihara tongkonan dan propertinya. To’ ma’ Kampai bisa seorang laki-laki
atau perempuan tetapi harus berasal dari anggota keluarga Tongkonan. Rumah
tongkonan (banua) ini melambangkan sebuah simbol martabat (siri’) keluarga.
Oleh karena itu tidak dapat disertifikatkan sebagai kepemilikan pribadi karena
harta tersebut merupakan harta komunal.
Rumah tongkonan ini tidak dapat disertifikatkan sebagai kepemilikan
pribadi karena harta tersebut merupakan harta komunal. Rumah tongkonan ini
hanya dapat dipelihara, dikelola, sementara harta tongkonan lainnya dapat
dimanfaatkan atau digunakan (hak pakai atau hak guna) oleh anggota tongkonan
dengan jumlah batasan yang ditentukan oleh to ma’kampai tongkonan. Harta
tongkonan (mana’ tongkonan) dapat di tambah oleh anggota Tongkonan, tapi
tidak dikurangi. Menggadaikan rumah tongkonan dianggap sebagai penghianat
atau penggadai/penjual nenek moyang (ma’baluk nene’k na) dan diekspresikan
bahwa lebih baik memotong kepala kita daripada menggadaikan atau menjual

3
tongkonan kita’, yang mengindikasikan signifikannya kesakralan dan penghargaan
terhadap tongkonan. Menggadaikan atau menjual harta tongkonan, khususnya
Rumah tongkonan dan lahan dimana ia didirikan, dipercaya akan membawa
bencana (Idrus 2016:17-18).
Tetapi setelah terjadi perkembangan kebudayaan dari masa ke masa, rumah
adat ini telah menyebar ke masyarakat, sehingga hampir seluruh masyarakat
Toraja telah memilikinya serta berfungsi sebagai rumah tempat tinggal bagi
mereka. Oleh karena itu, rumah Tongkonan diduga sudah mengalami berbagai
perubahan. DI perkirakan akan berdampak langsung bagi kehidupan masyarakat
Toraja, terutama kebudayaan-kebudayaan masa lampau masyarakat Toraja yang
tidak dapat bertahan seutuhnya.
Jika benar terjadi perubahan pada fungsi dan maknanya maka identitas
masyarakat toraja juga diperkirakan akan berubah. Oleh sebab itu, masyarakat
Toraja seharusnya dapat menyadari arti penting rumah adat tongkonan yang
bersifat sakral dan merupakan peninggalan leluhur yang harus dijaga dan
dipertahankan nilainya karena rumah adat Tongkonan merupakan identitas budaya
Toraja yang begitu berharga. Apalagi hal ini sangat penting bagi generasi-generasi
selanjutnya (generasi muda) yang sudah tidak mengetahui lagi peranan atau fungsi
dari Tongkonan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan bagaimana sejarah rumah adat toraja?
2. Jelaskan faktor apa saja yang membuat rumah adat tongkonan unik?
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis dari rumah adat tongkonan toraja?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah rumah adat toraja
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang membuat rumah
adat tongkonan unik dan dijadikan rumah adat
3. Untuk mengetahui dan menganalisis jenis-jenis dari rumah adat tongkonan.

4
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Rumah Adat Tongkonan
Kata Tongkonan terdiri dari kata “tongkon” yang berarti duduk, mendapat
akhiran “an” menjadi Tongkonan artinya tempat duduk yang mengandung
pengertian tempat duduk bersama-sama anggota yang terhimpun untuk menjadi
suatu kelompok individu yang berasal dari satu keturunan. Kelompok yang
dimaksudkan adalah suatu rumpun keluarga yang di ikat oleh suatu ikatan satu
keturunan atau merasa berasal dari satu keluarga sehingga rumpun keluarga ini
merasa perlu membangun rumah yang meru- pakan simbol kesatuan rumpun
tersebut dan rumah itu disebut “Tongkonan”.
Menurut St. Hadidjah Sultan, Karina Masya Sari tahun 2014, sebuah
Tongkonan tidak hanya sebagai tempat hunian semata tapi juga mengandung
fungsi dan makna yang bersumber dari filosofi orang Toraja, fungsi Tongkonan
bagi orang Toraja sebagai tempat rumpun keluarga dalam melak- sanakan
upacara-upacara yang berkaitan dengan sistem keper- cayaan, sistem kekerabatan,
sistem kemasyarakatan dan lainnya selain itu Tongkonan juga berfungsi sebagai
tempat membicarakan dan memutuskan aturan-aturan dalam masyarakat yang
mengatur hubu- ngan interaksi sosial, juga pusat pembinaan tentang gotong
royong, tolong menolong dan lainnya.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud
dapat berupa perubahan nilai-nilai sosial, pola- pola perilaku, organisasi, susunan
lembaga kemasyarakatan, lapisan- lapisan dalam masyarakat, kekua- saan dan
wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Begitu luasnya bidang perubahan itu
sehingga lebih dahulu harus dipahami tentang perubahan yang dimaksud yaitu
perubahan kebu- dayaan. Banyak penyebab peru- bahan dalam masyarakat ilmu
pengetahuan (mental manusia) penyebaran unsur-unsur kebuda- yaan (difusi)
melalui kemajuan teknologi serta penggunaannya oleh masyarakat, komunikasi
dan transportasi, urbanisasi, atau peningkatan harapan dan tuntutan manusia.

5
Semua ini mempengaruhi dan mempunyai akibat dalam masyarakat, yaitu
perubahan masyarakat melalui kejutan karenanya terjadilah perubahan masyarakat
yang biasa disebut rapid social change (Astrid S. Susanto, 1983:157).
Orang Toraja menyadari bahwa adat istiadat yang dimilikinya merupakan
perwujudan diri dari masyarakat, sekaligus menghadapi perubahan yang sedang
terjadi. Koentjaraningrat (2000:2) menge- mukakan bahwa perubahan yang
dialami oleh suatu masyarakat dipengaruhi oleh sistem nilai budaya, karena nilai
budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem nilai
budaya terdiri dari konsep-konsep yang dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap berguna dalam hidupnya.
Selanjutnya Suparlan dalam Manorek, dkk (1999) menyebut bahwa
perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang
dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat, misalnya aturan- aturan,
adatistiadat, rasa, keinda- han, bahasa termasuk juga upacara tradisional,
sedangkan perubahan dalam sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan
pola-pola hubungan sosial. Misalnya sistem kekerabatan, sistem politik, ke-
kuatan dan lainlain. Perubahan tersebut terjadi karena akibat adanya pembangunan
dalam berbagai bidang. Adapun konsep perubahan kebudayaan menurut Sjafri
Sairin (2002:6-7), bahwa kebudayaan selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Lambat atau cepatnya perubahan itu tergantung dari dinamika masyarakat
itu sendiri. Oleh karena itu, berubah adalah sifat utama dari kebudayaan.
Kebudayaan selalu berubah menyesuaikan diri dengan munculnya gagasan baru
pada masyarakat pendukung kebuda- yaan itu. Munculnya perubahan dapat terjadi
akibat pengaruh faktor internal yang muncul dari dinamika yang tumbuh dalam
kehidupan masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri, atau akibat pengaruh
yang berasal dari luar masyarakat.
Selanjutnya menurut Sairin (2002), umumnya para ahli sepakat untuk
mengkategorikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang sedang berada
dalam keadaan transisional. Masyarakat Indonesia sekarang bergerak dari
masyarakat agraris tradisional yang penuh dengan nuansa spiritualistik menuju
masyarakat industrial modern yang materialistik. Oleh karenanya, konsep

6
kebudayaan yang pas untuk digunakan dalam penelitian ini adalah mendefinisikan
kebu- dayaan sebagai sistem penge- tahuan, gagasan, ide yang dimiliki oleh suatu
kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi
masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial
di tempat mereka berada.
Secara filosofis Tongkonan selalu bertolak pada falsafah kehidupan yang
diambil dari ajaran Aluk Todolo, dimana bangunan rumah adat mempunyai makna
dan arti dalam semua proses kehidupan masyarakat Toraja. Perpaduan teknologi
dan kons- truksi atap berbentuk perahu dengan susunan bambu menjadi ciri khas
rumah tradisional orang Toraja.
Bagi masyarakat umum (di luar Toraja), dan yang ditulis di buku pelajaran
IPS di sekolah memiliki pemahaman sendiri tentang Rumah Adat Toraja yang
disebut Tongkonan. Dalam gambaran mereka Tongkonan sebuah bentuk
bangunan rumah yang dindingnya diukir dan atapnya berbentuk perahu. Namun
pemahaman umum tersebut berbeda halnya dikalangan orang Toraja. Ada
beberapa pemahaman berasal dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh gereja
maupun dari anggota masyarakat antara lain:
a) Bahwa Tongkonan adalah tempat duduk bersama atau kedudukan rumah
pusaka dimiliki secara turun-temurun.
b) Bahwa Tongkonan adalah tempat bermusyawarah atau balai pertemuan
keluarga yang lahir dan berketurunan dari Tongkonan tersebut sekalipun
keturunan mereka berada di luar Toraja (diperantauan).
c) Bahwa rumah Tongkonan itu rumah adat yang atapnya berbentuk perahu
terbalik, dinding yang terbuat dari kayu yang diukir. Setiap ukiran itu
berorientasi pada simbol- simbol bentuk alam sekitar dan simbol-simbol
tersebut mengandung makna yang merupakan doa dan harapan menjalani
hidup berdasarkan sistem kepercayaan mereka.
d) Bahwa Tongkonan merupakan pusat kebudayaan orang Toraja yang ada
kemiripan seperti keraton di Jawa atau istana kerajaan.
e) Bahwa Tongkonan yang merupakan lembaga yang mengatur kehidupan
masya- rakat yang di dalamnya ada yang mereka sebut Aluk dan pemali

7
yang artinya aturan dan pantangan, atau larangan. Aluk adalah segala tata
tertib kebiasaan-kebiasaan, tradisi dan ketentuan adat yang berdasarkan
ketentuan dari langit aluk sanda pitunna beserta sanksinya (Kobong T.
2008), juga selanjutnya Aluk adalah pandangan hidup yang holistik bagi
orang Toraja yang memanifestasikan diri didalam adat sebagai cara hidup.

Rumah Adat Tongkonan sebagai Rumah Adat yang berasal dari Toraja,
Sulawesi Selatan dengan filosofi Aluk Todolo. Rumah Tongkonan juga menjadi
simbol martabat keluarga dari masyarakat Toraja sehingga pembangunannya tidak
sembarangan. Dengan bentuk desain, hingga posisi rumah dan tiang-tiangnya
rumah adat ini memiliki nilai serta arti yang berbeda-beda.
Pertama, posisi rumah menghadap ke utara yang mengartikan di mana lokasi
dari Puang Matua Yang Mahakuasa, yaitu di arah utara. Kini rumah adat sudah tak
banyak digunakan sebagai hunian karena telah membangun rumah biasa. Rumah
adat ini kemudian dialih fungsikan menjadi pusat budaya masyarakat Toraja.
Rumah adat ini juga difungsikan sebagai pusat berbagai kegiatan sosial
hingga tempat upacara religi bagi keluarga yang memiliki rumah tersebut. Selain
itu rumah adat tradisional, rumah ini juga dapat digunakan sebagai menyimpan
padi.
Menurut buku karya Kasdar berjudul Arsitektur Benteng dan Rumah Adat di
Sulawesi (2018), pembuatan Rumah Adat Tongkonan bermula dari perkenalan
tempat tinggal yang beratap daun dan berdindingkan tebing, serta tiangnya yang
berbentuk segitiga. Rumah Adat Tongkonan juga sebagai peralihan ke masa
pengenalan empat tiang.
Berikutnya, pada masa penyempurnaannya masyarakat juga mengenal
ornamen berupa simbol penanda status sosial seseorang pada pemilik rumah. Kian
banyak tanduk kerbau yang dipasang pada bagian atas rumah adat tongkonan
maka kian tinggi juga di strata sosial yang ia miliki penghuni rumah tersebut.
Rumah Adat Tongkonan sebagai Rumah Adat yang berasal dari Toraja,
Sulawesi Selatan dengan filosofi Aluk Todolo. Rumah Tongkonan juga menjadi
simbol martabat keluarga dari masyarakat Toraja sehingga pembangunannya tidak

8
sembarangan. Dengan bentuk desain, hingga posisi rumah dan tiang-tiangnya
rumah adat ini memiliki nilai serta arti yang berbeda-beda.
Pertama, posisi rumah menghadap ke utara yang mengartikan di mana lokasi
dari Puang Matua Yang Mahakuasa, yaitu di arah utara. Kini rumah adat sudah tak
banyak digunakan sebagai hunian karena telah membangun rumah biasa. Rumah
adat ini kemudian dialih fungsikan menjadi pusat budaya masyarakat Toraja.
Rumah adat ini juga difungsikan sebagai pusat berbagai kegiatan sosial
hingga tempat upacara religi bagi keluarga yang memiliki rumah tersebut. Selain
itu rumah adat tradisional, rumah ini juga dapat digunakan sebagai menyimpan
padi.
Menurut buku karya Kasdar berjudul Arsitektur Benteng dan Rumah Adat di
Sulawesi (2018), pembuatan Rumah Adat Tongkonan bermula dari perkenalan
tempat tinggal yang beratap daun dan berdindingkan tebing, serta tiangnya yang
berbentuk segitiga. Rumah Adat Tongkonan juga sebagai peralihan ke masa
pengenalan empat tiang.
B. Faktor Keunikan Rumah Adat Tongkonan
Rumah adat merupakan salah satu kekayaan warisan budaya nenek moyang
yang perlu selalu dijaga kelestariannya. Salah satunya adalah rumah adat
Tongkonan dari Sulawesi Utara. Keunikan rumah Tongkonan pun menarik
perhatian masyarakat.
Rumah adat Tongkonan memiliki konsep rumah panggung dengan bentuk
menyerupai perahu kerajaan China. Salah satu keunikan dari rumah adat suku
Toraja ini adalah hiasan tanduk kerbau di bagian depan rumah.
Sebagaimana rumah adat daerah lain, tongkonan juga memiliki keunikan. Berikut
ini beberapa ciri khas tongkonan dalam Weni Rahayu (2017:14)
1. Rumah Panggung
Tongkonan merupakan rumah panggung yang berbentuk persegi panjang.
Bahan utamanya terbuat dari lembaran papan dan batang kayu. Jenis kayu yang
digunakan adalah kayu uru yang merupakan tanaman lokal dari Sulawesi. Kayu
uru memiliki kualitas yang sangat baik. Meskipun tidak di pernis atau di plitur,

9
kayu uru dapat bertahan hingga ratusan tahun. Bagian bawah rumah panggung
dimanfaatkan sebagai kandang kerbau.
2. Atap Seperti Perahu
Atap rumah tongkonan berbentuk melengkung seperti perahu dengan kedua
ujung atap menjulang. Sekilas bentuknya mirip dengan rumah adat bolon dari
Sumatera Utara. Bahan atapnya adalah tumpukan bilah bambu yang bagian
atasnya dilapisi rumbia, alang-alang, ijuk, atau seng. Bahkan ada juga tongkonan
tua yang atapnya terbuat dari batu (banuadipapabatu).
Konon,halinimerupakansebuahpengingatterhadap leluhur masyarakat Toraja yang
merupakan pelaut ulung. Tongkonan selalu dibuat menghadap ke utara. Bentuk
kapal itu untuk mengenang nenek moyang mereka yang datang dari utara dengan
menggunakan kapal. Ketika nanti meninggal mereka akan berkumpul bersama
arwah leluhurnya di utara.
3. Tanduk Kerbau
Pada tiang utama (tulak somba) di bagian depan terdapat rangkaian tanduk
kerbau. Tanduk-tanduk kepala kerbau disusun berjajar dari atas ke bawah.Tanduk
kerbau ini jumlahnya tidak sama pada setiap tongkonan.
Kerbau di Tana Toraja dianggap sebagai lambang kelimpahan dan
kemakmuran. Makin banyak tanduk kerbau di depan tongkonan, berarti keluarga
itu berkedudukan tinggi atau makmur. Tanduk kerbau tersebut berasal dari
pengorbanan saat upacara penguburan anggota keluarga. Jumlah tanduk kerbau
melambangkan kemampuan ekonomi sang pemilik rumah. Hal itu juga
menunjukkan tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut. Semakin
banyak tanduk yang terpasang, semakin tinggi pula status sosial keluarga pemilik
rumah tongkonan. 4. Patung Kepala Kerbau
Di bagian depan atas rumah terdapat patung kepala kerbau (kabongo’). Ada
tiga jenis patung kepala kerbau, yaitu warna hitam, putih, dan belang. Untuk
pemilik rumah yang dituakan, ada tambahan patung kepala ayam atau naga.
5. Rahang Kerbau dan Babi

10
Pada bagian kiri rumah yang menghadap ke arah barat dipasang rahang
kerbau yang pernah disembelih. Sementara itu, pada bagian kanan yang
menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.
6. Berpasangan dengan Alang Sura’
Tongkonan merupakan rangkaian bangunan yang terdiri atas banua sura’
(rumah yang diukir/rumah utama) dan alang sura’ (lumbung yang diukir).
Keduanya dianggap sebagai pasangan suami-istri. Kadang-kadang dilengkapi
dengan lumbung yang tidak berukir (lemba) dan rumah panggung dengan ruangan
yang lebih luas. Banua dan alang berperan sebagai pengganti orang tua. Banua
melambangkan seorang ibu yang melindungi anak-anaknya. Sementara itu, alang
melambangkan peran ayah yang menjadi tulang punggung keluarga. Letak deretan
banua dan alang saling berhadapan.
Alang berfungsi untuk menyimpan padi yang masih ada tangkainya.
Tiangtiangnya terbuat dari kayu palem (bangah) yang licin. Dengan demikian,
tikus tidak dapat masuk ke dalamnya. Pada bagian depan atas bangunan terdapat
ukiran ayam dan matahari (pa’bare’ allo) yang merupakan simbol untuk
menyelesaikan perkara. Di antara banua dan alang terdapat halaman memanjang
yang disebut ulu ba’ba. Halaman ini biasanya dimanfaatkan untuk tempat bekerja,
menjemur padi, tempat bermain anak anak, serta menjadi “ruang pengikat” dan
penyatu dalam kompleks. Selain itu, halaman tersebut juga menjadi tempat
melangsungkan kegiatan ritual dalam upacara kematian atau pemakaman jenazah.
7. Menghadap ke Utara
Rumah tongkonan selalu dibangun menghadap utara yang dihubungkan
dengan arah sang pencipta, yaitu Puang Matua. Arah selatan dihubungkan dengan
nenek moyang dan dunia kemudian atau puya. Arah timur dihubungkan dengan
kedewaan (deata). Sementara itu, arah barat dikenal sebagai nenek moyang yang
didewakan. Banua tongkonan dan alang biasanya dibangun secara bertahap.
Pembangunannya memiliki selisih waktu yang cukup lama. Jumlahnya
menunjukkan tingkat sosial- ekonomi dari keluarga pemiliknya. Letak banua
tongkonan tertua berada di ujung barat atau arah matahari tenggelam. Diikuti

11
banua tongkonan berikutnya secara berturut-turut ke arah timur atau arah matahari
terbit.
8. Ornamen Ukiran Dinding
Tongkonan yang terbuat dari kayu dipenuhi dengan hiasan ukiran. Banyak
sekali motif ukiran yang dibuat oleh suku Toraja. Setiap ukiran memiliki nama
khusus. Motif ukiran ada bermacam-macam, seperti hewan, tumbuhan, bentuk
geometri, benda di langit, cerita rakyat, dan lain-lain. J.S. Sande menemukan
setidaknya ada 67 motif ukiran Toraja. Ukiran Ukiran tersebut mengandung
makna dan nilai-nilai kehidupan yang berhubungan erat dengan falsafah hidup
orang Toraja. Di antaranya nasihat agar menjalani hidup dengan baik dan benar,
selalu bekerja keras, saling menghargai, selalu menjaga persatuan dan
kekeluargaan serta ketakwaan kepada Tuhan. Berikut ini beberapa jenis ukiran
Toraja beserta maknanya.
1) Pa’tedong
2) Pa’ Barre Allo
Pa’tedong berasal dari kata tedong yang berarti kerbau. Bentuknya seperti
bagian muka seekor kerbau. Ukiran ini melambangkan kesejahteraan bagi
masyarakat Toraja.
Pa’ barre allo berasal dari kata barre (terbit/bulat) dan allo (matahari).
Bentuknya seperti bulatan matahari. Ukiran ini melambangkan kepercayaan
bahwa sumber kehidupan dan segala sesuatu yang ada di dunia berasal dari Puang
Matua (Tuhan Yang Maha Esa) dan pemilik Tongkonan berkedudukan paling
tinggi dan mulia.
3) Pa’ManukLondong
Pa’Manuk Londong berasal dari kata manuk (ayam) dan londong (jantan).
Ukiran yang berupa ayam jantan ini melam bangkan kepemimpinan yang arif dan
bijaksana, dapat dipercaya, pemahaman dan intuisinya tepat, dan selalu berkata
benar.
4) Pa’kapu’ Baka
Pa’kapu Baka berbentuk seperti simpulan-simpulan penutup bakul yang
sering digunakan orang Toraja sebagai tempat menyimpan harta benda. Ukiran ini

12
melambangkan kekayaan dan kebangsawanan, pemilik rumah mempunyai
kepemimpinan yang sulit ditiru orang lain dan pandai menjaga rahasia keluarga.
5) Pa’ Ulu Karua
Pa’ ulu karua berasal dari kata ulu (kepala) dan karua (delapan). Ukiran ini
melambangkan harapan agar di dalam tongkonan muncul anggota keluarga yang
berilmu tinggi sehingga berguna bagi keluarga dan masyarakat.
6) Pa’ Ulu Gayang
7) Pa’ Bombo Uai
Pa’ ulu gayang berasal dari kata ulu (kepala) dan gayang (keris emas).
Bentuk ukirannya menyerupai kepala keris emas. Ukiran ini melambangkan
lakilaki bangsawan yang mulia, kaya, dan bijaksana.
Bentuk ukiran seperti anggang-anggang yang dapat meniti air dengan
sangat cepat. Ukiran ini bermakna bahwa manusia harus memiliki cukup
kemampuan dan keterampilan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
8) Ne’ Limbongan
Limbongan adalah sumber mata air yang tidak pernah kering sehingga
dianggap sebagai sumber kehidupan. Bentuk ukiran seperti aliran air yang
memutar dengan panah di keempat arah mata angin. Ukiran ini melambangkan
rezeki yang datang dari empat penjuru mata angin yang bersatu di dalam danau
dan memberi kebahagiaan.
9) Pa’ara’ Dena’ I
10) Pa’kangkung
Bentuk ukiran seperti bulu pada burung pipit yang dianggap sebagai hewan
perusak tanaman padi. Ukiran ini bermakna agar manusia menempuh kehidupan
dengan sikap dan pendirian yang jujur.
Bentuknya seperti pucuk pada daun kangkung. Ukiran ini bermakna agar
manusia dapat berguna bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Dalam semua
ukiran yang terdapat di tongkonan, terdapat empat warna dasar yang dominan,
yaitu hitam, merah, kuning, dan putih.). Warna hitam merupakan simbol kematian
dan kegelapan. Warna kuning melambangkan anugerah dan kekuasaan Ilahi.

13
Warna merah adalah simbol kehidupan manusia. Sementara warna putih berarti
suci. Warna-warna yang digunakan berasal dari alam.
C. Jenis – jenis Rumah Adat Toraja
Budayawan Toraja, Marselinus Dua Lembang menjelaskan, Rumah adat
Tongkonan Toraja untuk bangsawan memiliki corak ukiran khusus yang disebut
Pa'Barana'. Corak ini tidak terdapat pada Tongkonan masyarakat strata bawah.
"Kalau untuk bangsawan biasanya ada ukiran namanya Pa'barana', kalau di
Tongkonan untuk masyarakat umum biasanya tidak ada. Itu filosofinya
tokohtokoh Toraja itu orang yang mengayomi," jelasnya.
Rumah Tongkonan selalu menghadap ke Utara. Menurut kepercayaan, utara
dianggap sebagai arah suci dan tempat bersemayam Puang Matua (sang pencipta
alam semesta). Bagian atap dibuatkan lubang untuk jalan masuk dan berkah dari
Puang Matua. Berdasarkan konstruksi bangunan, Tongkonan memiliki nilai
filosofis mencerminkan dunia. Ada tiga bagian yaitu dunia atas, dunia tengah, dan
dunia bawah.
Menurut suku Toraja, tiga tingkatan itu tersusun dari rumah Tongkonan.
Pertama adalah bagian atap yang melambangkan dunia atas. Bagian atap ini
digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka.
Dunia tengah adalah bagian rumah yang digunakan untuk aktivitas
seharihari. Sedangkan bagian kolong atau bawah rumah, melambangkan dunia
bawah. Bagian kolong ini digunakan untuk kandang ternak
Berdasarkan buku berjudul "Tongkonan Mahakarya Arsitektur Tradisional
Suku Toraja", ada beberapa jenis Tongkonan. Jenis rumah berdasarkan kedudukan
penguasa dan jumlah ruangan.
Ada tiga jenis rumah Tongkonan antara lain Tongkonan Layuk, Tongkonan
Pekaindoran, dan Tongkonan Batu A’riri. Ketiga rumah ini memiliki perbedaan
pada tiang dan hiasan.
1. Tongkonan Layuk atau Pesio Aluk
Tongkonan Layuk dipakai sebagai pusat pemerintahan dan kekuasaan suku
Toraja dahulu. Tempat ini dipakai untuk menyusun aturan-aturan sosial dan
keagamaan.

14
Tongkonan ini ditempati ketua adat atau kepala desa. Setiap hari, Pesio Aluk
dipakai untuk musyawarah dan rapat penting pemuka adat. Selain itu, jenazah
suku Toraja yang meninggal dunia bisa diletakkan sementara dalam rumah ini.
Tongkonan Layuk memiliki banyak ornamen dari kepala kerbau (kabongo)
dan simbol kepala ayam (katik). Tongkonan juga memakai a’riri posi’ (tiang
pusat).
2. Tongkonan Pekamberan atau Pekaindoran
Rumah adat ini punya beberapa nama lain seperti Tongkonan
Keparengngesan, Kabarasan, dan Anak Patalo. Tongkonan Pekamberan fungsinya
sama seperti Tongkonan Layuk.
Rumah ini digunakan untuk bangsawan dan keluarga terpandang. Keluarga
kaya ini sering melakukan acara adat dan rapat keluarga. Jenazah suku Toraja bisa
disemayamkan dalam rumah ini. Hiasan yang dibolehkan dalam tumah
Tongkonan Pekamberan hanya kepala kerbau dan kepala ayam.
3. Tongkonan Batu A’riri
Tongkonan Batu A'riri digunakan untuk tempat tinggal golongan tomakaka
(bangsawan) dan golongan kaunan (orang biasa). Namun, ada perbedaan dari
ukiran dan tempat upacara adat.
Tongkonan golongan Tomakaka diperbolehkan memakai ukiran, tergantung
kemampuan ekonomi pemilik rumah. Sementara rumah golongan kaunan tidak
boleh memakai ukiran rumah.
Adapun nama-nama ruangan ruangan rumah toraja yaitu sebagai berikut:
1. Banua Sang Lanta
Rumah Toraja ini hanya memiliki satu ruangan. Satu ruangan dipakai untuk
kegiatan sehari-hari seperti memasak, tempat kerja, hingga tempat tidur. Banua
Sang Lanta biasanya digunakan untuk para pengabdi kepala adat.
2. Banua Duang Lanta
Rumah Tongkonan ini tidak digunakan untuk upacara adat seperti rumah
Tongkonan Batu A'riri. Banua Duang Lanta memiliki dua ruang yaitu ruang
sumbung dan ruang sali. Ruang sumbung dipakai untuk istirahat dan tempat tidur.

15
Sementara ruang sali dipakai untuk bekerja, memasak, dan tempat meletakkan
jenazah sementara.
3. Banua Tallung Lanta
Ruangan ini terdapat pada Tongkonan Pekamberan. Ada tiga ruangan yaitu
sumbung, sali, dan tangdo. Ruangan berfungsi sama seperti ruang Banua Duang
Lanta. Pembedanya adalah ruang Tangdo yang dipakai untuk tempat upacara
pengucapan syukur dan tempat istirahat para tamu.
4. Banua Patang Lanta
Ada empat ruangan rumah Tongkonan yaitu sumbung, Sali Iring, Sali
Tangga, dan Tangdo. Sumbung dalam rumah Tongkonan dipakai untuk ruang
tidur pemangku adat. Sementara ruang Sali Iring dipakai untuk ruang kerja, dapur,
tempat menerima tamu, dan tempat tidur abdi adat.
Bagian Saling Tangga digunakan untuk ruang tidur keluarga, ruang kerja,
dan tempat jenazah untuk prosesi upcara adat. Ruangan Tangdo dipakai pemuka
adat untuk tempat upacara penyembahan. Banua Patang Lanta ini adalah ruangan
untuk rumah Tongkonan Layuk.

16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata Tongkonan terdiri dari kata “tongkon” yang berarti duduk, mendapat
akhiran “an” menjadi Tongkonan artinya tempat duduk yang mengandung
pengertian tempat duduk bersama-sama anggota yang terhimpun untuk menjadi
suatu kelompok individu yang berasal dari satu keturunan. Kelompok yang
dimaksudkan adalah suatu rumpun keluarga yang di ikat oleh suatu ikatan satu
keturunan atau merasa berasal dari satu keluarga sehingga rumpun keluarga ini
merasa perlu membangun rumah yang meru- pakan simbol kesatuan rumpun
tersebut dan rumah itu disebut “Tongkonan”.
Rumah adat Tongkonan memiliki konsep rumah panggung dengan bentuk
menyerupai perahu kerajaan China. Salah satu keunikan dari rumah adat suku
Toraja ini adalah hiasan tanduk kerbau di bagian depan rumah. Sebagaimana
rumah adat daerah lain, tongkonan juga memiliki keunikan.
Menurut suku Toraja, tiga tingkatan itu tersusun dari rumah Tongkonan.
Pertama adalah bagian atap yang melambangkan dunia atas. Bagian atap ini
digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka.
Dunia tengah adalah bagian rumah yang digunakan untuk aktivitas
seharihari. Sedangkan bagian kolong atau bawah rumah, melambangkan dunia
bawah.
Bagian kolong ini digunakan untuk kandang ternak
B. Saran
Pemeliharaan kayu pada rumah tongkonan lebih diperhatikan karena bahan
utama pada pembuatan rumah adat ini. Purnishin pada kayu, pengelapan dan
pembersihan rutin juga harus dilakukan secara berkala.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.uki.ac.id/2123/1/LAPORANAKHIRTONGKONAN.pdf

https://id.scribd.com/doc/117853981/makalah-rumah-toraja

http://scholar.unand.ac.id/38909/2/2.%20BAB%20I%20%28PENDAHULUAN%

29.pdf

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/holistik/article/download/21043/20754

http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/4528/2/E071171501_skripsi%201-2.pdf

https://www.researchgate.net/profile/YudhaAlmerio/publication/327811397_Anal

isismiotika_Simbol_Kekuasaan_pada_Rumah_Adat_Toraja_Tongkon

an_Layuk/links/5bd1bada299bf14eac844bc1/Analisis-Semiotika-

Simbol-Kekuasaan-pada-Rumah-Adat-Toraja-Tongkonan-

Layuk.pdf?origin=publication_detail

http://repository.maranatha.edu/12476/3/0730230_Chapter1.pdf

https://www.celebrities.id/read/keunikan-rumah-adat-tongkonan-vT937R

https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6100497/mengenal-rumah-adat-

tongkonan-toraja-punya-4-motif-warna-penuh-makna/amp

https://katadata.co.id/amp/safrezi/berita/61540ea5bd801/mengenal-nama-makna-

filosofis-dan-jenis-rumah-adat-toraja

18
19

Anda mungkin juga menyukai