Anda di halaman 1dari 21

PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL

(pangestu)

MAKALAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Tugas Kelompok


Oleh
MOCH MUGNI LABIB 1161020039
MUHAMMAD RIFQI FAWZI MUSLIM 1161020042
MUHAMMAD LUTHFI NUR SHIHAB 1161020043
RIZQI MUHAMMAD YUSUF 1161020060
ROBBI ALAMSYAH 1161020061
SYIHABUDDIN SAFIQ ALMUFID 1161020068
MUHAMMAD RIFQI PAMUNGKAS 1161020078

BANDUNG
2018 M/1439 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belaakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Biografi Tokoh Pendiri Pangestu ........................................................................ 3
2.2 Sejarah Lahirnya Organisasi Pangestu ................................................................ 5
2.3 Lambang dan Pedoman Pangestu ....................................................................... 7
2.4 Aajran Sang Guru Sejati ..................................................................................... 8
2.5 Pokok-pokok Ajaran Sang Guru Sejati ............................................................. 10
BAB III ....................................................................................................................... 16
PENUTUP ................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 16
3.2 Saran .................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 18

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Allah SWT telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayahnya kepada
kita semua. Alhamdulillah pula makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Di dalam
makalah ini penyusun akan membahas tentang “PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL
(PANGESTU)”.
Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada (Drs. Tatang Zakaria M.Ag)
yang telah memberikan kesempatan dan kepada penyusun untuk membuat makalah ini.
Penyusun memohon kritik dan sarannya dalam penyempurnaan makalah ini, karena kami
masih dalam tahap belajar. Akhirul kalam jazakumullahu khairon ,wassalam.

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belaakang

Secara geografis Indonesia merupakan negara yang berada pada di antara dua
samudra dan dua benua da berada pada posisi lintang 6 derajat LU- 11 derajat LS
dan 95 derajat BT-141 derajat BT menempatkan Indonesia pada wilayah beriklim
Tropis yang memiliki dua musim, yaitu panas dan penghujan. Selain itu Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memeliki masyakata heterogen beragam suku,
etnis, adat, budaya, agama dan kepercayaan.

Di pulau jawa, masyakat pemeluk agama Islam sangatlah besar. Namun


ternyata pulau jawa ini merupakan sarangnya pemeluk kepercayaan, jumlah di
Jawa Tengah saja ada 7.895 pemeluk kepercayaan. Diikuti kemudian dengan
Banten sebagai wilayah yang memiliki penganut kepercayaan terbesar, yakni
5.892 jiwa kemudian di Jabar ada 4.864 pemeluk kepercayaan serta di Jatim ada
2.853 jiwa.

Kebathinan telah muncul di Jawa sejak tahun 1945. Kemunculannya sangat


yang didukung dengan kondisi lingkungan keagamaan masyarakat di Jawa.
Hingga pertengahan abad ke-20, kebathinan tersusun dan tumbuh subur menjadi
berbagai macam aliran. Perkembangannya pernah dilarang oleh pemerintah
Belanda karena dianggap dapat menimbulkan akibat-akibat buruk bagi
kelanggengan kekuasaan mereka. Akan tetapi, kebebasan tumbuh dan
bergeraknya aliran kebathinan menjadi lebih besar setelah pemerintah kolonial
ditumbangkan. Aliran-aliran tersebut berkembang dengan versi mutakhir dengan
jumlah kecil dan dengan organisasi yang lebih baik. Di mana coraknya
menampilkan aspirasi para pemimpinnya. Aliran-aliran tersebut sedikit

1
banyaknya mempunyai hubungan dengan Pangestu yang lahir pada zaman
kemerdekaan di Surakarta, salah satu pusat kebudayaan di Jawa Tengah.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ‘Agama dan Globalisasi’ antara lain:

1) Siapa Pendiri Pangestu?


2) Bagaimana sejarah lahirnya pangestu ?
3) Bagaimana ajaran pangestu ?

1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1) menjelaskan sejarah lahirnya paguyuban ngesti tunggal


2) menjelaskan ajaran pangestu
3) memaparkan peran agama dalam menghadapi arus globalisasi

1.4 Manfaat

1) Memberikan pemahaman terhadap sejarah paguyuban ngesti tunggal


2) Menambah pengetahuan kita mengenai ajaran paguyuban ngesti tunggal

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Biografi Tokoh Pendiri Pangestu

R. Soenarto adalah salah satu umat yang terpilih yang menjadi warono
turunnya Sabda Ilahi dengan perantaraan Utusan-Nya yang Abadi, yakni Suksma
Sejati. Sabda Ilahi yang diterima beliau bukanlah sesuatu yang serta-merta turun
begitu saja, melainkan diperoleh setelah R. Soenarto berupaya keras melalui masa
pencarian panjang disertai berbagai pengalaman spiritual yang diawali sejak beliau
berusia 7 tahun.

R. Soenarto Mertowardojo, yang di kalangan warga Pangestu lebih dikenal


dengan Pakde Narto, lahir pada tanggal 21 April 1899 di desa Simo, Kabupaten
Boyolali, Surakarta, sebagai putra keenam dari delapan bersaudara dari keluarga
Bapak R. Soemowardojo. Hidup pada masa itu, di jaman pendudukan Belanda,
dengan delapan putra merupakan cobaan yang berat bagi keluarga Bapak R.
Soemowardojo yang sehari-hari bekerja sebagai mantri penjual.
Walaupun dihimpit oleh keadaan yang serba kekurangan dan tidak
menguntungkan, beliau berkeinginan kuat untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya.
Oleh karena itu, Bapak R. Soemowardojo berniat untuk menitipkan R. Soenarto
kepada keluarga atau kerabat, bahkan pada orang lain yang tidak ada hubungan
kekeluargaan, dengan harapan, orang yang dititipi dapat membantu Pakde
mendapatkan pendidikan formal yang lebih baik.
Itu pulalah yang menjadi titik awal dari masa pencarian yang panjang. Masa
ngenger kepada orang lain dengan berpindah-pindah yang dialami Pakde Narto
selama 15 tahun merupakan ajang tempaan watak narimo, berkorban perasaan dan
sabar yang harus dijalani Pakde dalam usia yang masih sangat muda. Menghadapi
keadaan itu, beliau tidak pernah mengeluh kepada ayah-bunda atau kepada orang lain.

3
Pakde juga menunjukkan sikap jiwa yang teguh berdasarkan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Waktu terus berjalan dan akhirnya masa ngenger pun berlalu.
Namun, pengalaman ngenger yang berat inilah yang menjadi tonggak penting dalam
hidup Pakde Narto.
Ketika beliau beranjak dewasa, keinginan untuk terus mencari dan memahami
keesaan Tuhan berikut semesta alam seisinya makin mengental. Melalui perenungan
yang dalam, muncul pertanyaan-pertanyaan besar, seperti di mana Tuhan bertakhta?
Bagaimana manusia dapat bertemu dengan Tuhannya? Apa sebenarnya yang
dimaksud dengan surga dan neraka dan jika ada? Dimana letaknya? Pertanyaan-
pertanyaan itu semua mendorong Pakde untuk belajar kepada beberapa guru. Akan
tetapi jawaban yang diperoleh beliau tidak ada yang memuaskan bahkan
mengecewakan. Beliau kemudian berjanji dalam hati untuk tidak berguru lagi dan
akan memohon langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pakde menyadari bahwa laku yang benar hanyalah memohon sih pepadang
Allah yang senyatanya Mahamurah, Mahaasih, Mahaadil. Beliau yakin akan diberi
pepadang asal memohon dengan sungguh-sungguh. Pada suatu hari, tepatnya hari
Ahad Pon, 14 Februari 1932, kira-kira pukul setengah enam sore, ketika beliau
sedang duduk-duduk seorang diri di serambi Pondok Widuran, Sala, pertanyaan-
pertanyaan yang selalu menjadi pemikiran beliau, timbul kembali. Pakde kemudian
berniat memohon kepada Tuhan agar diberi sih pepadang-Nya. Setelah memohon
dengan khusyuk lalu dilanjutkan dengan sholat daim, dengan tidak terduga-duga,
Pakde menerima Sabda Ilahi dalam hati sanubari yang suci seakan-akan menjawab
pertanyaan beliau, sebagai berikut “

“Ketahuilah, yang dinamakan Ilmu Sejati ialah petunjuk yang nyata, yaitu petunjuk
yang menunjukkan jalan benar, jalan yang sampai pada asal mula hidup”.

Ketika Bapak Soenarto menerima Sabda tersebut, beliau merasa bagaikan


disiram air dingin dan badan terasa gumriming merinding lalu disusul oleh perasaan

4
takut. Dengan termangu-mangu Bapak Soenarto bertanya dalam hati “Siapakah
gerangan yang bersabda itu tadi?”. Kemudian terdengar Sabda berikutnya yang
merupakan jawaban atas pertanyaan Pakde Narto sebagai berikut:

“Aku Suksma Sejati, yang menghidupi alam semesta, bertakhta di semua sifat hidup.
Aku Utusan Tuhan yang abadi, yang menjadi Pemimpin, Penuntun, Gurumu yang
sejati ialah Guru Dunia. Aku datang untuk melimpahkan Sih Anugerah Tuhan
kepadamu berupa Pepadang dan Tuntunan. Terimalah dengan menengadah ke atas,
menengadah yang berarti tunduk, sujud di hadapan-Ku. Ketahuilah siswa-Ku, bahwa
semua sifat hidup itu berasal dari Suksma Kawekas, Tuhan semesta alam, letak
sesembahan yang sejati ialah Sumber Hidup, yang akan kembali kepada-Nya.
Sejatinya hidup itu Satu, yang abadi keadaannya dan meliputi semua alam seisinya.”
Demikian sabda demi sabda diterima berturut-turut dalam beberapa bulan dan
semua Sabda ini dicatat oleh dua orang priagung yang membantu Pakde Narto saat
itu, yaitu Bp. R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Bp. R. Trihardono Soemodihardjo.
Himpunan Sabda Ilahi inilah yang kemudian menjadi Pustaka Suci Sasangka Jati.
Turunnya ajaran Sang Guru Sejati merupakan fenomena wahyu melalui perantara R.
Soenarto yang tidak dapat dijangkau oleh daya angen-angen atau pikiran manusia.
Kita tidak dapat hanya menggunakan alam pikiran untuk menerima ajaran
Sang Guru Sejati, yang lebih diperlukan adalah hati nurani dan kesadaran yang paling
dalam. Ajaran ini dipastikan dapat membantu umat manusia untuk dapat lebih
menghayati dan menjalankan ajaran agamanya dengan lebih baik. Dengan dasar
tujuan itulah atas prakarsa Pakde Narto organisasi Pangestu didirikan pada tanggal 20
Mei 1949. Pakde Narto wafat pada tanggal 16 Agustus 1965 dan dimakamkan di
Bonoloyo, Sala.

2.2 Sejarah Lahirnya Organisasi Pangestu

Pangestu merupakan sebuah organisasi yang lahir di Surakarta sekitar tahun


1932. Kelahirannya diawali dengan pepadhang yang diterima oleh Raden Soenarto

5
Mertowardoyo atau yang lebih dikenal dengan pakde Narto. Pepadhang tersebut
dijadikan semacam kitab suci yang diberi nama Sasangka Jati. Tafsirannya ditulis
oleh pakde Narto dalam buku Olah Rasa di Dalam Rasa dan Serat Sabda Khusus atau
yang ditulis oleh Raden Soemantri Hardjoprakosa yang berjudul Sarjana Budi
Santosa. Kemudian Organisasi Pangestu terbentuk pada tanggal 20 Mei 1949 ketika
kota Sala diduduki tentara Belanda pada clash kedua. Pada masa itu kota Sala diliputi
keadaan yang mencekam karena tentara Belanda melarang segala bentuk kegiatan
yang dilakukan secara berkelompok atau berkumpul lebih dari lima orang. (Ngesti &
Pangestu, n.d.)
Pada suatu hari, tepatnya hari Jumat Pon, 20 Mei 1949, pukul 16.30 Pakde
Narto kedatangan tujuh orang siswa yang datang secara diam-diam. Para siswa
tersebut adalah: Bapak Soeratman, Bapak Goenawan, Bapak Prawirosoeparto, Bapak
Soeharto, Bapak Soedjono, Bapak Ngalimin dan Bapak Soetardi. Sore itu Pakde
Narto mengajak para siswa tersebut untuk manembah bersama memohon agar
perjuangan bangsa Indonesia lekas selesai dan berada di pihak yang jaya. Sang Guru
Sejati bersabda dengan perantaraan lisan Pakde Narto, yang salah satu intinya adalah
perintah Sang Guru Sejati kepada siswa-Nya untuk menyebarluaskan pepadang-Nya
atau ajaran-Nya kepada seluruh umat.
Setelah menerima sabda dari Sang Guru Sejati, para siswa mengadakan
perundingan dan menghasilkan terbentuknya pengurus Pangestu yang pertama.
Susunan tersebut adalah sebagai berikut: Ketua adalah Bapak Goenawan, Penulis
adalah Bapak Soetardi, Bendahara dipercayakan kepada Bapak Soeratman sedangkan
pembantu-pembantu adalah Bapak Soedjono, Bapak Soeharto, Bapak Ngalimin dan
Bapak Prawirosoeparto. Pakde Narto sendiri bertindak sebagai Paranpara sesuai
dengan Sabda Sang Guru Sejati. Inilah susunan pengurus sementara yang pertama
sebagai tanda berdirinya organisasi yang semata-mata berorientasi pada kejiwaan dan
dikenal sebagai Paguyuban Ngesti Tunggal.

6
2.3 Lambang dan Pedoman Pangestu

Pangestu berlambang sepasang bunga, yang terdiri dari setangkai bunga


Mawar berwarna merah jambu berduri satu dan setangkai bunga Kamboja berwarna
putih dengan garis kuning emas pada tepi kelopaknya. Lambang sepasang bunga
tersebut dengan latar belakang berwarna ungu.

Bunga Mawar, melambangkan tugas keluar yaitu melaksanakan tugas hidup


bermasyarakat, duri tangkai bunga mawar tersebut melambangkan bahwa
bagaimanapun sukses/berhasilnya tugas hidup keluar tersebut dilaksanakan selalu ada
cela atau kekurangannya. Bunga Kamboja, melambangkan tugas kedalam, yaitu
berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus dengan bekal kesucian lahir dan batin.
Latar belakang berwarna ungu, melambangkan bangunnya jiwa dari kondisi
tertidur/pasif menjadi sadar dan aktif.
Pangestu memiliki Pedoman Dasar yang disebut Dasa Sila sebagai sikap
hidup ke dalam dan keluar (lahir/batin) bagi anggotanya, yaitu: berbakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kepada Utusan Tuhan, kepada tanah air, kepada orang tua
(ayah-ibu), kepada saudara tua, kepada guru, kepada pelajaran keutamaan, setia
kepada Khalifatullah (Pembesar Negara) dan Undang-Undang Negara, mengasihani
kepada sesama hidup dan menghormati semua agama.

7
2.4 Ajaran Sang Guru Sejati

Ajaran Sang Guru Sejati adalah wahyu Ilahi yang diturunkan secara berturut-
turut mulai tanggal 14 Februari 1932 sampai Januari 1933 di Sala melalui Bapak
Soenarto Mertowardojo. Rangkaian wahyu Ilahi tersebut dicatat dan kemudian
dihimpun dalam buku Sasangka Jati. Wahyu tersebut diturunkan dan dicatat dalam
bahasa Jawa yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain bahasa
Indonesia, bahasa Sunda dan bahasa Inggris.

Wahyu Ilahi tersebut merupakan Sabda Tuhan Yang Maha Esa yang ditujukan
kepada seluruh umat manusia. Dalam Sabda tersebut, Tuhan menyebut diri-Nya
sebagai Panutan, Penuntun dan Guru yang Sejati bagi seluruh umat manusia. Oleh
sebab itu, maka seluruh Sabda tersebut disebut Ajaran Sang Guru Sejati.

Maksud dan tujuan kehadiran Sang Guru Sejati adalah hanya untuk
memperbaiki rusaknya kepercayaan (baca: keimanan) yang benar, namun tidak untuk
mengganti tatanan dan aturan Tuhan yang telah ada yang umumnya disebut agama
serta juga tidak untuk mendirikan agama baru.
Sang Guru Sejati hanya hendak menunjukkan jalan benar dan jalan simpangan
serta mengingatkan kepada mereka yang lupa akan kewajiban suci, juga memberikan
petunjuk tentang pengolahan hati dan cipta bagi mereka yang percaya. Pada intinya
ajaran Sang Guru Sejati memberikan pelajaran dan petunjuk untuk:

1. Mengingatkan semua umat yang lupa akan kewajiban suci, yaitu mereka yang
ingkar (murtad) terhadap perintah Allah.

2. Menunjukkan jalan benar, yaitu jalan utama yang berakhir pada kesejahteraan,
ketentraman, dan kemuliaan abadi.

3. Menunjukkan adanya jalan simpangan yang berakhir pada kegelapan,


kerusakan, dan kesengsaraan.

8
4. Menunjukkan larangan Tuhan yang harus dijauhi dan dihindari, jangan
sampai dilanggar.

5. Menunjukkan adanya Hukum Abadi yang menguasai Alam Semesta dan


kehidupan umat manusia, baik di dunia ini maupun di alam baka nantinya.

6. Menerangkan tentang dunia besar, yaitu alam semesta di luar diri manusia,
dan dunia kecil, yaitu badan jasmani dan rohani di dalam diri masing-masing
manusia, dalam satu kesatuan alam semesta seisinya.

Ajaran Sang Guru Sejati, ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan, mengandung
pelajaran-pelajaran tentang:

1. Ilmu ke-Tuhan-an (Tauhid dan Tasawuf) yang mengajarkan dan menerangkan


sifat, kebijaksanaan, keadilan dan kekuasaan serta ‘keberadaan’ Tuhan Yang
Maha Tunggal.

2. Filsafat Hidup yang menerangkan dan menjelaskan akar permasalahan dan


kejadian dalam kehidupan setiap diri manusia serta bagaimana harus bersikap
agar mampu mengatasi dan menanggulangi segala perkara dengan sempurna.

3. Ilmu Jiwa (Psikologi) yang menerangkan dan menjelaskan tentang susunan


(struktur) jiwa dan komponen/bagian-bagian jiwa serta fungsi, mekanisme
kerja dan saling hubungannya satu dengan lainnya.

4. Ilmu Kesehatan, utamanya kesehatan jiwa yang sangat berpengaruh terhadap


kesehatan jasmani.

5. Metafisika yang menerangkan dan menjelaskan tentang keberadaan hal-hal


non fisik yang halus dan tidak dapat tertangkap dengan pancaindera dan/atau
alat-alat di dalam kehidupan di dunia ini, di samping hal-hal yang fisik
(materi) kasar.

6. Ilmu Seni Hidup yang memberikan petunjuk praktis tentang cara pengelolaan
pikiran, perasaan dan kecenderungan nafsu-nafsu dalam menyikapi terhadap

9
situasi yang dihadapi dan kondisi yang dialami, agar tetap tegar dalam pasang
surutnya keadaan serta tidak terombang-ambing oleh segala perubahan situasi
dan kondisi kehidupan. Karena yang bersangkutan telah mampu menciptakan
ketentraman dan kedamaian serta kemandirian (dari ketergantungan pada
perubahan situasi dan kondisi kehidupan) dalam jiwanya sendiri.

2.5 Pokok-pokok Ajaran Sang Guru Sejati

2.5.1 Kewajiban dalam Perkara Harta


Tri Sila yaitu ibadah hati dan cipta tiga perkara kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
merupakan Kewajiban Besar yang sangat perlu ditunaikan setiap saat, yaitu :
1. Sadar, dalam pengertian selalu ingat, yang berarti Berbakti kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Adapun keadaan Tuhan Yang Maha Esa disebut Tripurusa,
artinya satu keadaan yang bersifat tiga, yaitu :
1) Suksma Kawekas (Tuhan Sejati), dalam bahasa Arabnya Allah Ta’ala
2) Suksma Sejati (Pemimpin Sejati = Penuntun Sejati = Guru Sejati),
Utusan Tuhan Yang Abadi
3) Roh Suci Manusia Sejati, yaitu jiwa manusia yang sejati

Kesadaran setiap saat kepada Tuhan Yang Maha Esa tersebut hendaknya
diupayakan menjadi suatu kebiasaan. Saat dalam perjalanan, bersantai, bekerja, tidur,
dan pada kesempatan apapun hendaknya tetap sadar dan ingat kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan menyadari dan selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka
kita akan dituntun ke dalam watak bijak, yaitu mampu membeda-bedakan hal yang
benar dan yang salah, hal yang nyata dan yang tidak nyata.
2. Percaya, dan beriman merupakan ikatan batin yang kuat yang
menggandengkan yang percaya dengan yang dipercayai, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa.
Iman itulah yang mengalirkan Tuntunan, Perlindungan, Pertolongan dan
Kasih dari Tuhan Yang Maha Esa kepada diri kita. Tanpa Percaya atau Iman, ibarat

10
manusia memutus ikatan batin yang menggandengkan dirinya dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Maka hendaknya diupayakan dengan kepercayaan penuh kepada Penuntun
Sejati kita di dalam hati sanubari, agar kita mendapatkan perlindungan selama-
lamanya dan memperoleh tuntunan untuk berjalan di jalan benar sampai tiba pada
tujuan hidup yang hakiki.
3. Taat adalah mematuhi seluruh perintah serta tidak melanggar larangan Tuhan
Yang Maha Esa, sebagaimana telah disampaikan oleh Utusan Tuhan Yang
Sejati kepada seluruh umat manusia.
Jika kita benar-benar taat kepada Tuntunan Tuhan Yang Maha Esa, maka
tidak akan ada hal yang bisa menyimpangkan diri kita dari jalan benar yang kita
jalani. Panca Watak Utama yaitu Watak Utama lima perkara. Agar supaya sempurna
dalam menunaikan kewajiban tiga perkara dalam Tri Sila, setiap orang wajib
mengupayakan dengan penuh kesungguhan untuk memiliki watak dan perilaku baik
lima perkara.
4. Rela, sesungguhnya yang disebut rela itu hati yang lapang untuk
menyerahkan seluruh milik, hak, dan hasil karyanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan tulus ikhlas. Karena menyadari bahwa semuanya itu berada
dalam Kekuasaan Tuhan, maka tidak ada satu hal pun yang lekat di hatinya.
Orang yang telah memiliki watak Rela, tidak pantas jika masih mengharapkan
hasil buah karya dan perbuatannya, apalagi sampai merasa susah dan berkeluh
kesah saat mengalami semua penderitaan, penghinaan, fitnah, kehilangan
harta benda, jabatan, kematian dan sebagainya. Orang yang rela itu sama
sekali tidak menghendaki sanjungan dan popularitas. Orang yang rela itu
memiliki watak : tidak lekat pada segala hal yang bisa rusak, akan tetapi
bukan orang yang mengabaikan kewajiban. Intinya, barangsiapa yang
bermaksud memiliki watak rela, belajar dan biasakanlah ringan tangan
menolong orang lain untuk kebaikan dengan ikhlas dan sesuai kemampuan
yang dimiliki. Dengan cara demikian, secara bertahap akan mencapai
tingkatan : tidak dikuasai dan tidak menguasai pesona maya keadaan dunia.

11
5. Narimo itu cenderung kepada ketentraman jiwa, jadi bukan orang yang malas
dan enggan bekerja, akan tetapi yang bisa menerima apa yang menjadi
haknya. Narimo itu bukan menginginkan milik orang lain serta tidak iri hati
terhadap keberuntungan orang lain. Oleh karena itu, orang yang narima itu
dapat dikatakan sebagai orang yang bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Watak Narimo itu adalah suatu kekayaan yang tidak bisa habis, maka
barangsiapa mencari kekayaan usahakan dalam watak narimo. Hanya watak
Narimo yang menuntun kita menuju pencerahan jiwa, karena watak Narimo
mengandung ketenangan dan ketentraman jiwa sehingga kita tidak
terpengaruh oleh pasang surutnya gelombang kehidupan yang melanda.
6. Jujur, artinya menepati janji atau menepati kesanggupan, baik yang telah
diucapkan atau pun masih dalam bentuk niat (dalam batin). Karena orang
yang tidak melaksanakan niatnya, berarti mendustai batinnya sendiri. Apabila
niat tersebut telah diucapkan, maka dustanya tersebut disaksikan oleh orang
lain. Jujur itu mendatangkan rasa keadilan, sedang rasa keadilan menuntun ke
arah kemuliaan abadi. Jujur itu memberikan keberanian dan ketentraman
kepada jiwa serta mensucikan jiwa dan menjadikan tulusnya budi pekerti.
Sesungguhnya orang yang tidak dapat dipercaya ucapannya, atau tidak
menepati janji dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik (pura-
pura). Orang yang demikian itu tidak akan mendapatkan Kasih Tuhan.
7. Sabar adalah budi pekerti yang terbaik yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Sabar itu artinya mampu menampung segala perkara, kuat menghadapi segala
percobaan, tidak berputus asa, serta sentosa jiwanya, luas wawasannya, tidak
picik, pantas jika dikatakan sebagai lautan pengetahuan. Ibarat lautan yang
mampu menampung diisi apa saja dan tidak meluap karena dituangi air sungai
dari mana saja. Usahakan menghindari watak picik serta temperamental.
Orang yang picik itu disebabkan oleh karena pikirannya dibatasi oleh
pemahamannya, sehingga menganggap keliru pemahaman orang lain yang
tidak sama dengan pemahamannya sendiri.

12
8. Berbudi Luhur adalah sikap manusia yang mirip dengan Watak dan Sifat
Tuhan Yang Maha Luhur, yaitu belas kasih kepada sesama umat, suci, adil,
tidak membeda-bedakan tinggi rendahnya derajad seseorang, kaya atau
miskin, diperlakukan seperti saudara sendiri tanpa mengabaikan etika dan
kesusilaan. Uraian tentang budiluhur baru dapat dipahami, setelah terlebih
dahulu memahami uraian tentang : rela, narima, jujur dan sabar.
2.5.2 Panca Dharma Bakti (Jalan Rahayu)
1. Memahami dan menghayati intisari makna dan rumusan hukum perjanjian
Tuhan Yang Maha Esa kepada hamba-Nya yang merupakan landasan
kepercayaan dan kebulatan tekad yang diperjuangkan.

2. Berbakti kepada Tuhan dan Utusan-Nya yang diteguhkan melalui Panembah


yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa secara teratur sebagai
kewajiban umat manusia.

3. Budi darma, yaitu mewujudkan belas kasih kepada sesama umat, dengan
memberikan kebaikan, untuk menolong kesulitan atau penderitaan orang lain
sesuai dengan kebutuhan yang ditolong dan sesuai dengan kemampuan yang
menolong untuk menuntun ke arah kesucian jiwanya.

4. Mengendalikan nafsu-nafsu yang cenderung kepada kejahatan dan lain


sebagainya, agar tidak mengganggu pelaksanaan kewajiban yang dijalankan.

5. Berbudiluhur, sebagai bekal untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki.

2.5.3 Panca Pantangan

Pantangan Tuhan dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok besar, sebagai berikut :


1. Jangan Menyembah selain kepada Allah
Para hamba Allah jangan menyembah kepada yang bukan seharusnya
disembah. Yang bukan seharusnya disembah adalah para Dewa (ciptaan Tuhan yang
berasal dari anasir api), Setan, Jin dan lain sebagainya atau orang-orang yang
termasuk golongan itu yang telah bersifat halus dan tidak berwujud tapi juga

13
berwujud serta ada kalanya menampakkan dirinya berwujud kasar karena kekuasaan
nya. Sesungguhnya menyembah kepada yang nampak itu keliru dan menyembah
yang berwujud meskipun bersifat halus yang hanya bias tampak oleh mata batin atau
terlihat melalui bayangan pikiran itu juga keliru. Selagi pintu surga belum tertutup
bagi kita, perteguh kesadaran dan sembahyang kita kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan Utusan Tuhan Sejati supaya kita dapat melaksanakan Perintah Tuhan, yang
disampaikan melalui Utusan Tuhan Sejati agar kita memperoleh perlindungan-Nya
sehingga tidak didekati oleh iblis. Tuhan Sejati itu tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu, tak berbentuk dan tidak tergambarkan.
2. Berhati-hatilah dengan nafsu Sahwat (jangan memanjakan nafsu sahwat)
Larangan yang kedua, diperintahkan oleh Tuhan agar jangan menganggap
remeh atau melakukan hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan, yaitu mengumbar
nafsu hanya demi kesenangan menuruti sahwat. Kewajiban sejak awal bagi manusia
yang diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan, atas Kehendak Tuhan Yang Maha
Esa, adalah untuk menjadi perantara turunnya Roh Suci yang bakal menjadi
terpencarnya keturunan kita.
Mengumbar sahwat itu tidak termasuk golongan budiluhur, tetapi merupakan
perbuatan makhluk yang rendah. Oleh karena itu jika merasa sebagai manusia,
laksanakan kewajiban tersebut sesuai dengan tatanan yang susila.
3. Jangan makan atau menggunakan makanan/minuman yang memudahkan
rusaknya badan jasmani
Jangan menggunakan sumberdaya dunia besar (alam) yang dapat merusakkan
dunia kecil (badan manusia). Yang disebut sumberdaya dunia besar tersebut antara
lain tumbuh-tumbuhan atau hasil bumi yang beracun, yang bisa membuat rusaknya
badan jasmani dan juga jiwa. Termasuk dalam larangan ini, juga berbagai kesenangan
penyalah-gunaan narkoba, berjudi dan lain sebagainya yang menyebabkan lupa
kepada kewajiban delapan perkara sebagaimana dimaksud dalam Hasta Sila harus
juga dihindari. Intinya, segala hal yang memudahkan rusaknya badan jasmani dan

14
bertentangan dengan ajaran Sang Guru Sejati seperti tersebut dalam Hasta Sila jangan
dilakukan.
4. Taatilah Undang-undang Negara dan Peraturannya
Kalifatullah, yaitu para Pimpinan Negara adalah wakil Tuhan di bumi yang
diperintahkan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta ketertiban dalam
kehidupan bersama di dalam masyarakat. Para Kalifatullah tersebut meminjam
kekuasaan Tuhan untuk mengadili dan mengatur ketertiban hidup bersama para
anggota masyarakat berdasarkan hukum dan peraturan untuk melindungi keselamatan
anggota masyarakat. Sehingga oleh karenanya, para anggota masyarakat wajib
menaati dan mematuhi pemerintahan Kalifatullah tersebut atas apa yang telah
ditetapkan dalam peraturan yang berlaku agar menguatkan kedaulatan Negara untuk
mencapai masyarakat adil-makmur, tenteram dan sejahtera.
5. Jangan Bertengkar
Para manusia sesungguhnya tercipta dari Cahaya Tuhan, yaitu Roh Suci yang
berasal dari satu sumber. Jadi sejatinya, seluruh umat manusia itu hanya satu
(manunggal). Maka hendaknya rukun dalam kehidupan bersama di dunia, jangan
berselisih, saling membenci, bertengkar, bermusuhan dan berperang. Semua sikap
dan perbuatan yang mengarah kepada perselisihan atau pecahnya kerukunan
(Persaudaraan) hendaknya dihindarkan, a.l. iri hati, usil, adu domba, membicarakan
kejelekan orang lain, gemar memfitnah, menutup jalan rejeki orang lain dan lain-lain
perbuatan yang membunuh, semua itu adalah bukan watak manusia yang sejati akan
tetapi wataknya setan yang akan mendorong ke arah kesengsaraan hidup.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aliran kebatinan pangestu lahir dari seorang R. Soenarto Mertowardojo, yang


di kalangan warga Pangestu lebih dikenal dengan Pakde Narto, ia lahir pada tanggal
21 April 1899 di desa Simo, Kabupaten Boyolali, Surakarta, sebagai putra keenam
dari delapan bersaudara dari keluarga Bapak R. Soemowardojo. Saat itu ia Pada suatu
hari, tepatnya hari Ahad Pon, 14 Februari 1932, kira-kira pukul setengah enam sore,
ketika beliau sedang duduk-duduk seorang diri di serambi Pondok Widuran, Sala,
pertanyaan-pertanyaan yang selalu menjadi pemikiran beliau, timbul kembali. Pakde
kemudian berniat memohon kepada Tuhan agar diberi sih pepadang-Nya. Setelah
memohon dengan khusyuk lalu dilanjutkan dengan sholat daim, dengan tidak
terduga-duga, Pakde menerima Sabda Ilahi dalam hati sanubari yang suci.

Organisasi pangestu lahir di Surakarta sekitar tahun 1932. Kelahirannya


diawali dengan pepadhang yang diterima oleh Raden Soenarto Mertowardoyo atau
yang lebih dikenal dengan pakde Narto. Pepadhang tersebut dijadikan semacam kitab
suci yang diberi nama Sasangka Jati. Ajaran Sang Guru Sejati adalah wahyu Ilahi
yang diturunkan secara berturut-turut mulai tanggal 14 Februari 1932 sampai Januari
1933 di Sala melalui Bapak Soenarto Mertowardojo. Pokok-pokok ajaran sang guru
sejati yaitu Kewajiban dalam Perkara Harta, Panca Dharma Bakti (Jalan Rahayu) dan
Panca Pantangan

3.2 Saran

Semoga makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan dalam pembelajaran.


Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu

16
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, demi tersusunnya
makalah yang lebih sempurna.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ngesti, P., & Pangestu, T. (n.d.). Religion.

Ngesti, P., & Pangestu, T. (n.d.). Religion.

A.R.Radcliffe-Brown, Struktur dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif., 1980

Abu Burhan, Tripurusa Penjelasan Menurut Ajaran Tasawuf(Makrifat)., 1970


Abu Su'ud, Ritus-ritus Kebathinan, 2001
As'ad El. Hafidy, Aliran-aliran Kepercayaan dan Kebathinan di Indonesia, 1982
Biro Pusat Statistik., Statistik Sosial Budaya Yogyakarta 1993, 1993
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Sistem Kesatuan Hidup Setempat, 1981
M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa., 2000
Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, 1983
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, 1999
Mark R. Woodward, Islam Jawa; Kesalehan Normatif versusu Kebathinan, 0000
Muhammad R., Dwi Windu Pangestu, 1967
Niels Mulder, Ruang Bathin Masyarakat Indonesia, 2001
Pangestu, Serat Sasangka Jati, 1969
Paul Stange, Politik Pernatian; Rasadalam Kebudayaan Java, 1998
Peter L. Berger, Langit Suci., 1991
Victor W. Turner, The Forest of Symbols, 1966
Zamakhsyarie Dhofier, Tradisi Pesantren, 1984
Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti, 2000

18

Anda mungkin juga menyukai