Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KEBUDAYAAN SUKU TANA TORAJA

DISUSUN OLEH :
MEDIANA KOMBONG DATU

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SORONG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat dan
karunianya sehingga makalah tentang “Kebudayaan Suku toraja” ini dapat diselesaikan dengan
baik. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah dan memperluas
pengetahuan tentang Kebudayaan Suku toraja. Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan dari makalah yang kami susun baik dari materi maupun tehnik
penyusunan, mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang masih kurang, oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dan memperbaiki sangat kami harapkan . Sekian
dari kami dan tak lupa kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pangantar……………………………………………………………… 1

Daftar Isi…….……………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…….….………………………………………….…… 3
B. Rumusan Masalah……………….…………………………………… 3
C. Tujuan Penulisan………………………………………………….….. 3

BAB II ISI

A. Suku Toraja…………………………………………………………...
B. Adat Istiadat Toraja………………………………………………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehidupan adalah cirri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan proses
penopang diri ( organism hidup ) dengan ojek yang tidak memilikinya, baik karena fungsi-
fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki fungsi tersebut dan
diklarifikasikan sebagai benda mati. Ilmu yang berkaitan dengan studi tentang kehidupan
adalah biologi. Organism hidup mengalami metabolism , mempertahankan homeostasis,
memiliki kapasitas untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan melalui seleksi
alam beraaptasi dengan lingkungan mereka dalam generasi berturut-turut. Organism hidup
yang lebih kompleks dapat berkomunikasi melalui berbagai cara.sebuah susunan beragam dari
organism hidup ( bentuk kehidupan ) dapat ditemukan di biosfer di bumi, dan sifat-sifat umum
dari organisme ini tumbuhan, hewan, fungsi, protista, archaea, dan bakteri adalah bentuk sel
berbasis karbon dan air, dengan organisasi kompleks dan informasi genetik yang bisa
diwariskan. Dalam filsafat dan agama, konsepsi kehidupan dan sifatnya bervariasi.keduanya
menawarkan interprestasi mengenai bagaimana kehidupan berkaitan dengan keberadaan dan
kesadaaran, dan keduanya menyaentuh isu-isu terkait, termasuk sikap hidup, tujuan, konsep
tuhan atau dewa, jiwa atau kehidupan setah kematian.

B. RUMUSAN MASALAH

Dapat dirumuskan beberapa masalah tentang kebudayaan yang berada di tana toraja.

C.TUJUAN PENULISAN

a. Untuk Memenuhi Beberapa Syarat-Syarat Dalam Proses Belajar Mengajar Di


Perguruan Tinggi.
b. Menyampaikan asal usul kebudayaan suku tana toraja.
BAB II
ISI
A. Suku Toraja
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang
Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang mengandung
arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu
menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada
juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar),
artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi
Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal
kemudian dengan Tana Toraja

B. Adat Istiadat Toraja.


1. Rambu Solo
Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang bertujuan untuk
menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh,
yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat
peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian
karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah
seluruhprosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut
hanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukan seperti
halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan
minuman bahkan selalu diajak berbicara.
Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.
Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses pembungkusan
jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah,
penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan proses pengusungan jenazah
ke tempat peristirahatan terakhir.
Selain itu, dalam upacara adat ini terdapat berbagai atraksi budaya yang
dipertontonkan, diantaranya adu kerbau,kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di adu
terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada juga pementasan beberapa
musik dan beberapa tarian Toraja. Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leher
kerbau hanya dengan sekali tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja.
Kerbau yang akan disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapi kerbau bule
Tedong Bonga yang harganya berkisar antara 10 hingga 50 juta atau lebih per ekornya..

2. Tradisi Kubur Bayi di Dalam Pohon


Masyarakat Toraja mendunia karena tradisi pemakaman mereka yang unik. Suku
Toraja menghargai arwah leluhur dan kerabat yang sudah pergi mendahului mereka.
Karena itulah sebagian besar kematian disertai prosesi adat yang megah. Jasad warga
Toraja yang sudah meninggal ditempatkan di pusara khusus yang berlokasi di gua atau
tebing. Sementara jasad anak-anak ditempatkan dalam peti, kemudian digantung di sisi
tebing. Namun jenazah bayi di Toraja dimakamkan dengan cara yang berbeda. Jenazah
mereka disimpan pada batang pohon yang disebut tarra.
Bayi-bayi Toraja yang meninggal sebelum tumbuh gigi dimakamkan di passiliran
yang ada di desa Kambira dan Sarapung. Dilansir Tour Toraja, passiliran Kambira
terletak 9 km dari kota Makale. Sementara Sarapung letaknya sekitar 300 m dari
Kambira, Passiliran bayi di Kambira dan Sarapung berupa satu pohon besar dan tinggi
yang disebut tarra. Pohon ini memiliki diameter sekitar 80-120 cm. Pada batang pohon
terdapat lubang-lubang kecil yang tersegel ijuk pohon enau Di dalamnya terdapat
jenazah bayi yang disemayamkan tanpa sehelai benang pun.
Pemilihan pohon tarra sebagai pusara bukan tanpa alasan. batang pohon tarra
yang besar dianggap sebagai pengganti rahim ibu. Jadi dengan 'menanamkan' jenazah
di dalam batang pohon, bayi yang sudah meninggal seperti dikembalikan ke kandungan
ibunya. Melalui cara ini, warga Toraja percaya bayi-bayi lain yang lahir kemudian akan
terselamatkan dari takdir yang sama, yaitu kematian. Selain itu pohon tarra memiliki
getah yang sangat banyak. Getah ini dimaksudkan sebagai pengganti air susu ibu.
Lubang-lubang tempat penguburan bayi di Kambira dan Sarapung dibuat searah
dengan tempat tinggal keluarganya.
Uniknya, letak kuburan ditentukan oleh kasta keluarga mendiang. Semakin tinggi posisi
keluarganya dalam masyarakat adat, maka semakin tinggi pula letak kuburannya di
batang pohon.
Walaupun menjadi lokasi persemayaman jenazah selama bertahun-tahun,
kuburan pohon tarra tak pernah mengeluarkan aroma busuk. Padahal lubang-lubang
kuburan di pohon hanya ditutup dengan ijuk dan tali.
Selain itu, batang pohon tarra tak pernah kehabisan tempat untuk kuburan baru.
Penduduk setempat percaya setiap lubang kuburan akan menutup dengan sendirinya
daam jangka waktu 20 tahun. Jadi mereka tak perlu bingung mencari pohon baru untuk
memakamkan jenazah bayi.

3. Tradisi Ma’Nene
Inilah tradisi pemakaman yang sempat menggegerkan dunia dengan fenomena
zombie. Namanya Ma’nene, sebuah prosesi adat mengganti pakaian jasad orang yang
sudah meninggal yang sebelumnya sudah dimakamkan di dalam peti di pemakaman
Patane. Ritual ini umumnya dilakukan tiga tahun sekali sebagai bentuk penghormatan
masyarakat Tana Toraja kepada leluhurnya. Prosesi ini diawali dengan membongkar
kembali kuburan nenek moyang dan membawanya pulang ke rumah keluarganya. Di
sana keluarga leluhur tersebut akan membersihkan mayat tersebut dengan
menggunakan kuas. Setelah itu keluarga leluhur tersebut akan mengganti pakaian
lama yang dipakai jasad itu dengan pakaian baru. Untuk jasad pria, pakaian yang
dikenakan berupa setelan jas lengkap dengan dasi dan kaca mata hitam.
Masyarakat Tana Toraja menganut animisme yang menganggap hewan, tumbuhan
dan benda-benda lain yang hidup dan mati memiliki esensi spiritual masing-masing
sehingga tak heran jika terdapat ritual penguburan yang rumit di sana.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang
Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang mengandung
arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu
menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada
juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar),
artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi
Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal
kemudian dengan Tana Toraja. Kebudayaan suku toraja masih sangat jauh dari sifat modern
dan masih mempertahankan kebudayaan turun temurun yang sang erat.

B. Saran
Semoga materi pembelajaran dari makalah ini dapat menambah ilmu kita tentang
kebudayaan dari suku tana toraja, saya menyadari masih banyak kekurangan dari
penyusunan maupun isi dalam makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun sangat saya harapkan, terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://tirto.id/makna-kematian-di-balik-ritus-ma039nene-cy8h
https://www.merdeka.com/gaya/pohon-tarra-buaian-terakhir-jenazah-bayi-bayi-toraja.html
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/11/10/tradisi-keunikan-dan-kepercayaan-di-
tana-toraja
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/manene-sebuah-prosesi-adat-bentuk-
penghormatan-terhadap-para-leluhur
https://www.boombastis.com/tradisi-pemakaman-tana-toraja/15712
https://travel.kompas.com/read/2015/03/31/193800427/Rambu.Solo.Tradisi.Pemakaman.Uni
k.di.Tana.Toraja

Anda mungkin juga menyukai