Anda di halaman 1dari 17

PEMBAHASAN PRESENTASI

1. LETAK LOKASI

Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu dari 23 kabupaten yang ada di provinsi
Sulawesi Selatan yang terletak diantara 2º20´sampai 3º30´ Lintang Selatan dan 119º30´ sampai
120º10´ Bujur Timur. Dan merupakan salah satu dari warisan Arsitektur Nusantara. Batas-batas
wilayah Tana Toraja :

Sebelah Utara : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Mamuju

Sebelah Timur : Kabupaten Luwu

Sebelah Selatan : Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang

Sebelah Barat : Kabupaten Polma

Di kabupaten Tana Toraja terdapat hulu sungai yang merupakan salah satu sungai terpanjang
di Sulawesi Selatan yaitu sungai Sa’dan membelah kota Rantepao dan kabupaten Tana Toraja.
Jarak ibukota kabupaten Tana Toraja dengan ibukota propinsi Sulawesi Selatan sekitar 331
km, yang dapat ditempuh lewat darat dan udara. Lewat darat melewati kabupaten Enrekang,
kabupaten Sidrap, kotamadya Pare-pare, kabupaten Barru, kabupaten Pangkep serta kabupaten
Maros. Dan lewat udara melalui Bandar udara Pongtiku yang berada di kecamatan Rantetayo.
Luas wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 3.205,77 km-2 atau sekitar 5% dari luas
propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi 15 (lima belas) kecamatan. Jumlah penduduk pada tahun
2001 berjumlah 404.689 jiwa yang terdiri dari 209.900 jiwa laki-laki dan 199.789 jiwa perempuan
dengan kepadatan rata-rata penduduk 126 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata
berkisar 2,68% pertahun.
Wilayah Tana Toraja banyak di dominasi oleh penggunungan. Selebihnya dataran tinggi dan
juga rendah. Dan sekitar kurang lebih 2 persen rawa dan sungai. Dikarenakan berada pada daerah
yang penggunungan, maka kabupaten Tana Toraja tersebut berada pada ketinggian 300 – 2.880 m di
atas permukaan laut.

2. SISTEM KEPERCAYAAN

Masyarakat Toraja menganut kepercayaan Aluk Todolo. Dalam kehidupan sehari-hari adat
tersebut antara lain terungkap dalam berbagai upacara seperti misalnya Rambu Tuka berarti suka cita
atau dalam hal ini perkawinan, upacara memasuki rumah baru.

Menurut adat Toraja, yang paling penting adalah upacara Rambu Solo yaitu upacara
pemakaman. Kepercayaan Aluk Todolo yang dianut oleh masyarakat Toraja artinya adalah
agama/Aturan dari leluhur (aluk = agama/aturan, todolo = nenek moyang). Aluk Todolo menurut
penganutnya diturunkan oleh Puang Matua atau Sang Pencipta kepada le-luhur pertama Datu La
Ukku' yang kemudian menurunkan ajarannya kepada anak cucunya.

Oleh karena itu menurut kepercayaan ini, manusia harus menyembah, memuja dan memuliakan
Puang Matua atau Sang Pencipta diwujudkan dalam berbagai bentuk sikap hidup dan ungkapan ritual
antara lain berupa sajian, persembahan maupun upacara-upacara. Setelah Puang Matua menurunkan
Aluk kepada Datu La Ukku sebagai manusia pertama, kemudian memberikan kekuasaan kepada para
Deata atau Dewa untuk menjaga dan memelihara manusia.
Oleh karena itu, Deata disebut pula sebagai Pemelihara yang dibagi menjadi tiga golongan
yaitu: Deata Langi' (Sang Pemelihara Langit menguasai seluruh isi langit dan cakrawala), Deata
Kapadanganna (Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang ada di bumi) dan Deata Tangngana
Padang (Sang Pemelihara Tanah, menguasai isi bumi). Masing-masing golongan terdiri dari beberapa
Deata yang menguasai bagian-bagian tertentu misalnya gunung, sungai, hutan dan lain-lain.
Selain kepada Deata dengan kekuasaan masing-masing Puang Matua atau Sang Penguasa juga
memberikan kepercayaan kepada To Membali Puang atau Todolo (Leluhur) yang juga diwajibkan
dipuja dan disembah karena merekalah yang memberi berkah kepada para keturunannya Pemujaan
kepada ketiga unsur yang masing-masing berupa kelompok Deata tersebut, oleh masyarakat penganut
Aluk Todolo diungkapkan dalam bentuk upacara-upacara ritual dengan berbagai sajian, persembahan
atau korban.
Persembahan mereka bermacam-macam bentuk, tempat dan arahnya disesuaikan dengan
ketiga unsur tersebut di atas. Kepada Para Deata atau Pemelihara, dipersembahkan babi atau ayam
dengan mengambil tempat di sebelah timur rumah/ Tongkonan dan untuk Puang/ Todolo atau
Leluhur sebagai pengawas manusia dipersembahkan babi atau ayam di sebelah barat Tongkonan atau
di tempat kuburan.

Adanya kepercayaan terhadap para Dewa tersebut terkait dengan pandangan masyarakat
Toraja terhadap tata ruang jagad raya atau makrokosmos yang dipandang terdiri dari tiga unsur, Dunia
atas tempat puang matua ( tuhan yang maha tinggi) bersemayam, Dunia tengah yaitu permukaan
bumi dan Dunia bawah yaitu neraka.

3. SISTEM MATA PENCAHARIAN


Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya
terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung.
Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang
dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri
pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.
Dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka
diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka
usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk
bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk
menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara
tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi
pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi
Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan
pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dikenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia.
Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
Sebelum tahun 1970-an, Toraja hampir tidak dikenal oleh wisatawan barat. Pada tahun 1971,
sekitar 50 orang Eropa mengunjungi Tana Toraja. Pada 1972, sedikitnya 400 orang turis menghadiri
upacara pemakaman Puang dari Sangalla, bangsawan tertinggi di Tana Toraja dan bangsawan Toraja
terakhir yang berdarah murni. Peristiwa tersebut didokumentasikan oleh National Geographic dan
disiarkan di beberapa negara Eropa. Pada 1976, sekitar 12,000 wisatawan mengunjungi Toraja dan
pada 1981, seni patung Toraja dipamerkan di banyak museum di Amerika Utara. "Tanah raja-raja
surgawi di Toraja", seperti yang tertulis di brosur pameran, telah menarik minat dunia luar.
Pada tahun 1984, Kementerian Pariwisata Indonesia menyatakan Kabupaten Toraja sebagai
primadona Sulawesi Selatan. Tana Toraja dipromosikan sebagai "perhentian kedua setelah Bali".
Para pengembang pariwisata menjadikan Toraja sebagai daerah petualangan yang eksotis,
memiliki kekayaan budaya dan terpencil. Wisatawan Barat dianjurkan untuk mengunjungi desa
zaman batu dan pemakaman purbakala. Toraja adalah tempat bagi wisatawan yang telah
mengunjungi Bali dan ingin melihat pulau-pulau lain yang liar dan "belum tersentuh".
Pariwisata juga turut mengubah kondisi sosial masyarakat Toraja. Dahulu terdapat sebuah
ritual yang memungkinkan rakyat biasa untuk menikahi bangsawan (Puang), dan dengan demikian
anak mereka akan mendapatkan gelar bangsawan. Namun, citra masyarakat Toraja yang diciptakan
untuk para wisatawan telah mengikis hirarki tradisionalnya yang ketat, sehingga status kehormatan
tidak lagi dipandang seperti sebelumnya. Banyak laki-laki biasa dapat saja menyatakan diri dan anak-
anak mereka sebagai bangsawan, dengan cara memperoleh kekayaan yang cukup lalu menikahi
perempuan bangsawan.

4. SISTEM SOSIAL
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Toraja terbagi atas empat tingkat pelapisan sosial (Said,
2004:24).

1. Tana’ Bulaan, yaitu bangsawan tinggi, yang dipercayai mengatur aturan hidup dan
memimpin agama
2. Tana’ Basii, yaitu lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang bertugas mengatur
kepemimpinan dan mengajar kecerdasan
3. Tana’ karurung, yaitu rakyat biasa yang merdeka, tidak pernah diperintah langsung, dan
rata-rata memiliki karunia sebagai tukang dan orang terampil
4. Tana’ Kua-kua, yaitu hamba yang me-warisi untuk menerima tanggung jawab sebagai
pengabdi
5. KEBUDAYAAN
Masyarakat Toraja sangat menjaga kebudayaan mereka, supaya tidak hilang dan dapat
diwariskan kepada anak cucu mereka. Oleh sebab itu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja
melaksanakan berbagai upacara adat seperti misalnya Rambu Tuka yang berarti suka cita, dalam hal
ini berupa acara perkawinan, upacara memasuki rumah baru, dll. Menurut adat Toraja hal yang paling
penting dalam kebudayaan mereka adalah upacara Rambu Solo yaitu upacara pemakaman jenazah.
Uniknya jenazah sebelum dimakamkan terlebih dahulu disimpan di rumah tongkonan atau alang. Dan
supaya mayat tersebut tidak berbau, tubuh mayat dibalsem menggunakan ramuan tradisional yang
terbuat dari getah pisang dan daun sirih. Pada upacara rambu solo diadakan pesta besar-besaran
sebelum dilakukan penguburan. Bahkan konon katanya para bangsawan bisa menghabiskan uang
miliaran rupiah dalam pelaksanaan upacara Rambu Solo tersebut. Puncak pelaksanaan upacara
Rambu Solo biasanya terjadi dalam rentang bulan juli – agustus. Biasanya banyak para pendatang
yang ingin menyaksikan pelaksanaan upacara tersebut.

Setelah dilakukannya upacara, Kemudian mayat di dalam peti mati dibawa ke gunung batu
atau tebing cadas untuk dimasukkan ke dalam liang yang di pahat menyerupai lubang gua pada tebing
tersebut. Di depan kuburan lalu di deretkan patung-patung orang mati yang disebut tau-tau.

ARSITEKTUR TORAJA
1. ARSITEKTUR TORAJA
Tipe rumah adat Toraja terbagi menjadi beberapa tipe urut yang mempunyai ukuran, bentuk,dan
elemen arsitektural berbeda. Untuk fungsinya terdapat 2 jenis bangunan yaitu Tongkonan Dan Alang.
kata Tongkonan menurut Said (2004:49), berasal dari kata Tongkon yang berarti 'tempat
duduk', mendapat akhiran 'an' maka menjadi Tongkonan yang artinya tempat du-duk. Dahulu
Tongkonan adalah pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya
masyarakat Tana Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara
turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Alang adalah semacam lumbung
berbentuk mirip dengan tongkonan tetapi lebih kecil dan hanya terdiri dari satu ruang diatas untuk
menyimpan padi.

2. POLA PERKAMPUNGAN
Tata unit Tiga desa adat yaitu Palawa salah satu kompleks desa adat terbesar, Ketekesu'
dianggap terindah dari desa-desa adat di Toraja dan Siguntu kompleks desa adat berukuran
sedang (dari segi luas, jumlah alang dan lumbung) mempunyai pola, tata-letak dan orientasi
kosmis sama. Ketiganya terdiri dari sejumlah tongkonan, berderet dalam arah matahari terbit dan
matahari tenggelam. Deretan tongkonan menghadap ke sebuah halaman luas memanjang
terbentuk oleh deretan tongkonan tersebut dengan deretan lumbung atau alang. Halaman ini
berupa ruang terbuka (+) positif, istilah dipakai untuk menyebut ruang luar terbentuk oleh dua
dinding berhadapan, bila tongkonan dan lumbung dipandang sebagai dinding.
Bila dereten tongkonan dipandang sebagai unsur pertama dalam kompleks rumah adat Toraja,
deretan lumbung atau alang sebagai unsur ke dua, halaman di antara kedua deretan sebagai unsur
ke tiga, maka unsur ke empat adalah kuburan telah disebut di atas tempat pemakaman di lobang-
lobang dipahat di tebing biasanya batu karang. Kuburan berada di belakang dari deretan
tongkonan, berupa tebing. Bila dalam tata-letak ketiga kampung adat ditarik garis melebar sejajar
dengan deretan tongkonan, lumbung dan halaman di antaranya, maka akan terbentuk garis sumbu
arah matahari terbit-tenggelam atau arah timur barat. Bila ditarik garis tegak lurus dari sumbu
timur-barat tersebut maka akan terbentuk sumbu lainnya melintang utara-selatan. Halaman
tengah di antara deretan alang dan tongkonan, mempunyai funsgi majemuk, antara lain tempat
bekerja, menjemur padi, bermain anak-anak selain pula menjadi "ruang pengikat" dan penyatu
dalam kompleks. Yang terpenting dalam kaitan dengan Aluk Todolo, halaman ini menjadi tempat
melangsungkan berbagai kegiatan ritual terutama dalam upacara kematian atau pe-makaman
jenasah. Kenyataan ini membuktikan adanya fungsi mejemuk dari unsur-unsur ada di dalam
arsitektur tradisional termasuk fungsi sosial.
Dalam kosmologi dari Aluk Todolo arah matahari tenggelam (barat) dipandang tempat
bersemayam arwah leluhur, sebagai arah kematian dan masa lampau. Ke-mungkinan besar
pandangan ini terbentuk karena selama puluhan tahun, ratusan bahkan beberapa ribu tahun
masyarakat Toraja tradisional selalu "menyaksikan" tenggelamnya matahari yang berarti
perubahan dari terang ke gelap malam.
Sebaliknya arah matahari tenggelam dipandang sebagai arah kelahiran, masa datang karena
terjadi perubahan dari gelap menjadi terang. Arah matahari terbit dalam Aluk Todolo dipandang
sebagai tempat bersemayam tiga Dewa (Deata) yang ketiganya berkaitan dengan kehidupan dan
pemelihara bumi.

Rumah-rumah atau tongkonan dan lumbung atau alang


dalam sebuah desa adat Toraja, tidak dibangun dalam
sekali waktu, namun bertahap dan satu dengan lain
berbeda waktu pembangunan cukup lama. Jumlah
masing-masing menunjukkan kategori sosial-ekonomi
dari keluarga pemiliknya. Rumah tertua berada di ujung
arah matahari tenggelam atau barat, dan berturut-turut ke
arah mata hari terbit yang lebih baru dari sebelumnya24.
Di sini terlihat kembali proses pembangunan tongkonan
dan lumbung dalam kaitannya dengan kosmologi adat
Toraja,

Tata-letak desa adat Toraja berjejer berhadapan membentuk halaman pemersatu di tengah. Pola
ini identik dengan cukup banyak arsitektur tradisional dan bahkan yang primitif, di banyak tempat
di dunia ini. Halaman semacam ini terbentuk oleh naluri kelompok masyarakat untuk menjadi tempat
berkumpul, melangsungkan upacara, bekerja, bermain dan aktifitas sosial lainnya. Dari segi tata-letak
tersebut maka teori menyatunya manusia dengan manusia, manusia dengan dalam arsitektur alam
juga jagad raya, pada tata-letak kompleks kampung atau desa adat Toraja adalah nyata.

3. DENAH
Tongkonan atau rumah adat Toraja, selalu berbentuk segi empat,
ukuran panjang dan lebar. Pada penataan ruang pada bagian badan
Tongkonan juga terbagi atas tiga bagian, yaitu: 1. Ruang bagian
depan (Tangdo‟) disebut kale banua menghadap bagian utara.
Tempat penyajian kurban pada upacara persembahan dan
pemujaan kepada Puang Matua.
2. Ruang tengah (Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi atas bagian kiri (barat)
tempat sajian kurban hewan dalam upacara Aluk Rambu Solo’ dan bagian kanan (timur) tempat
sajian kurban persembahan dalam upacara Aluk Rambu Tuka’

3. Ruang belakang (Sumbung) disebut pollo banua (ekor rumah) berada dibagian selatan, tempat
masuknya penyakit. Selain itu, pola penataan ruangnya berdasarkan pada pembagian keempat titik
mata-angin seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Bahkan penataan ruang disusun sedemikian rupa untuk mempermudah pelaksanaan ritual di
dalam tongkonan yang terletak pada tata letak penyajian hidangan yang mengikuti arah Timur-Barat
menurut kepercayaan Aluk Todolo.
Bagian Utara Tongkonan disebut Ulunna lino (kepala dunia) atau lindo puang (wajah raja-
raja). Bagian ini dikonotasikan sebagai kepala, bagian depan, atasan, bagian yang dihormati, dan
dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayamnya Puang Matua sekaligus sebagai tempat dewa
memasuki rumah. Areal ini terletak pada bagian depan Tongkonan dan dalam pelaksanaan ritual
berfungsi untuk upacara persembahan dan pemujaan kepada Puang Matua. Bagian Selatan disebut
pollo ‘na lino (ekor dunia) dikonotasikan sebagai kaki, bawahan, ekor, pengikut dan tempat kotor.
Di selatan bagi masyarakat Toraja, terdapat alam Puya tempat roh-roh orang yang telah meninggal
dan dijaga oleh Pong Lalondong. Bagian ini digunakan sebagai tempat ruang tidur bagi anggota
keluarga yang mana posisi kepala menurut kepercayaan mereka harus menghadap ke utara untuk
memperoleh berkah dari Puang Matua agar terhindar dari segala jenis penyakit.
Bagian Timur tempat terbitnya matahari, rampe mata allo (rampe=sisi; allo=matahari)
dikonotasikan sebagai “kehidupan”, mewakili kebahagiaan, terang, kesukaan, dan kegiatan yang
menunjang kehidupan-tempat perapian diletakkan. Fungsi religiusnya sebagai areal pelaksanaan
ritual Aluk Rambu Tuka’, tempat pemujaan Deata-deata.
4. TAMPAK

Aluk Todolo merupakan kepercayaan leluhur yang menjadi dasar dari setiap sendi-sendi
kehidupan dan adat-istiadat masyarakat Toraja. Menurut ajaran Aluk Todolo, alam raya (cos-mos)
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pertama, “Dunia Atas” berada pada tingkat tertinggi, Ulunna langi’
(kepala langit) tempat bersemayamnya Puang Matua (Tuhan yang maha tinggi), yang menjaga
keseimbangan siang dan malam di dunia dan diasosiasikan dengan ‟matahari‟. Kedua, ‟Dunia
Tengah‟ berada di permukaan bumi tempat manusia menjalani kehidupan (padang), dan wajib
melaksanakan upacara-upacara persembahan dan pemujaan dalam tiap fase kehidupannya. Selain itu,
dunia ini merupakan tempat pertemuan antara Dunia Atas dan Dunia Bawah karena itu dikonotasikan
sebagai kerukunan, kegotong-royongan. Dan ketiga, ‟Dunia Bawah‟ berada di bawah air,
diidentifikasi sebagai bawahan dan buruk (neraka). Pembagian alam raya berdasarkan kepercayaan
Aluk Todolo kemudian menjadi konsep dasar terwujudnya bentukan rumah Tongkonan. Seperti yang
terlihat pada gambar

Keterangan gambar:
a. Atap dan bagian muka, terutama bagian ber-bentuk segitiga dari dinding muka dinamakan sondong
para atau lido puang (wajah dari dewa-dewa), melambangkan Dunia Atas
b. Dunia Tengah, dunia dari manusia; bagian muka sebelah utara paling berhubungan dengan „bagian
dari matahari terbit‟ (untuk upacara di bagian timur)
c. Dunia bawah: Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi rumah disangga
dengan jiwa yang tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang Toraja, Tulak Padang sendiri
yang menyangga rumah)
d. Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari sebelah timur.

5. POTONGAN  Tiang kolom utama berjumlah 7 buah, tiang kolom


pada alang 6 buah dan 4 kolom ke arah
belakang/bagian panjang bangunan.
 Untuk pondasi digunakan batu yang dipahat atau
beton.
 Kolom /tiang (ariri) berjumlah ganjil, dengan jarak
50-60cm.

Atap. Susunan bambu di taruh di atas kaso yang terdapat pada rangka atap. Susunan tampak
(overstek) minimal 3 lapis, maximal 7 lapis, setelah itu disusun atap dengan banyak lapis yang
tidak ditentukan banyak mengikuti bentuk rangka atap sehingga membentuk seperti perahu.

6. BENTUK DAN KONSTRUKSI

7. INTERIOR

- Tata Ruang Dalam


Pada badan rumah (kale banua) tongkonan biasanya terdapat tiga ruang utama. Ketiga ruang
tersebut adalah Tangdo, Sali, dan sumbung.
a.Tangdo (Lantai Depan)
Tangdo dikenal juga dengan nama paluang. Fungsinya sebagai ruang pemuka adat dan tempat
upacara penyembahan. ruangan ini terletak di sebelah utara sehingga pengawasan terhadap anggota
keluarga lebih terjaga. Ketinggian lantai pada ruang tangdo sama dengan ruang sumbung. Ruangan
ini memiliki dua buah jendela yang menghadap ke arah utara. Namun, di dalam ruangan ini tidak
ada ornamen.
b.Sali (Lantai Tengah)
Ruang sali terletak di tengah bangunan. Pada umumnya ruangan ini berfungsi sebagai ruang tamu,
dapur, jamban, tempat/ruang persemayaman jenazah, dan ruang keluarga. Untuk tongkonan layuk,
ruang sali dibagi menjadi dua, yaitu Sali tangga dan sali iring. Sali iring berfungsi sebagai ruang
dapur, ruang kerja, tempattidur abdi adat, dantempat menerima tamu. Sementara itu, sali tangga
terdiri atas tempat kerja, ruang tidur
keluarga, dan tempat jenazah yang akan diupacarakan. Dinding pada ruang sali umumnya berwarna
hitam. Hal itu disebabkan oleh jelaga dan asap yang keluar dari tungku waktu memasak.
Pada bagian timur, terdapat jamban yang terbuat dari batu. Bentuknya oval dan agak cekung
dengan lubang di bagian tengahnya. Fungsi jamban adalah untuk buang air kecil bagi ibu-ibu dan
anak-anak pada malam hari.
c.Sumbung (Lantai Belakang)
Ruang sumbung berada di bagian selatan. Fungsinya sebagai ruang tidur pemangku adat,
anak-anak yang masih menyusu, dan anak-anak gadis. Selain itu, ruang ini juga menjadi tempat
menyimpan alat-alat serta harta pusaka. Posisi lantai di ruang ini lebih tinggi. Hal itu menandakan
bahwa penghuni tongkonan di wilayah tersebut mempunyai kekuasaan dan derajat yang tinggi

Banua Tongkonan yang ada di Dusun Tonga ada 3 jenis kategori, yaitu Layuk,
Pekaberan, dan Batu A'Riri. Semua banua tongkonan tersebut memiliki pola ruang dalam yang
berjajar namun bukan linear, melainkan terpusat, karena terpusat pada satu ruang, dengan
ruang Sali sebagai ruang penghubung ke ruang lainnya. Yang membedakan adalah ruang yang ada
di dalamnya pada masing-masing jenis. Ruang yang selalu dimiliki Banua Tongkonan adalah ruang
Sali dan ruang Tangdo. Ruang-ruang ini terdapat di ketiga jenis Banua Tongkonan yang ada. Ruang
Sali terletak di tengah dan ruang Tangdo merupakan ruang yang menjadi hirarki rumah adat ini,
yaitu ruang sakral untuk meletakkan sesajen dan tempat tidur kepala keluarga. Letaknya di bagian
Utara mata angin karena Utara merupakan tempat Tuhan/ Puang Matua berada. Untuk ruang
lainnya, ada ruang Sumbung yang tidak terdapat di setiap jenis Tongkonan. Ruang Sumbung
hanya terdapat pada Tongkonan jenis Layuk dan Pekamberan, sedangkan untuk jenis Batu A' Riri,
ruang Sumbung sudah bercampur menjadi satu dengan ruang Sali. Transisi dari Tongkonan hampir
sama setiap jenisnya yaitu pintu kayu, lubang, dan juga kenaikan level lantai (15cm-35cm)
tergantung dari jenis ruang yang akan dicapai. Ruang Tangdo selalu memiliki ketinggian lantai
yang paling tinggi daripada ruang lainnya. Dengan demikian, pola ruang dalam Banua Tongkonan
dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu Layuk (Banua Patang Lanta / rumah dengan empat ruang dengan
Sali yang dibagi menjadi dua), Pekamberan (Banua Tallung Lanta/ rumah dengan tiga ruang, di
mana Sali tidak terdapat pembagian), dan Batu A'Riri, yang hanya memiliki dua ruang di dalam
rumahnya.
 Banua Tongkonan Layuk
Banua Tongkonan Layuk merupakan tongkonan yang digunakan untuk hidup kepala
desa/ ketua adat suatu daerah. Pada Dusun Tonga, Ketua adat hidup di jenis tongkonan ini,
dan kegunaannya selain untuk tempat hidup sehari-hari adalah tempat melakukan
musyawarah adat / rapat penting yang hanya dapat dilakukan orang-orang penting dari
desa tersebut, juga sebagai tempat peletakan jenazah sementara (di Sali Iring).

Gambar 3. Tongkonan Layuk


Banua Tongkonan jenis Layuk memiliki 4 bagian ruang, Sumbun, Sali Tangga, Sali
Iring, dan Tangdo. Ada perbedaan ketinggian level pada masing ruang-ruangnya, ruang
Sumbung memiliki ketinggian 2.30 cm, sedangkan Sali Iring 2.15 cm, dan ruang Tangdo
memiliki ketinggian yang sama seperti Sumbung, yaitu 2.30 cm. Transisi dari masing
masing ruang menggunakan pintu kayu (dari Sali Tangga ke Sumbung, dan dari Sali Iring ke
Tangdo) dan melalui kenaikan level lantai (dari Sali Tangga ke Sali Iring). Ruang paling privat
terletak pada ruang Tangdo, bagian yang paling Utara (paling depan) karena ruang ini
memiliki tingkatan paling tinggi dan secara pencapaiannya merupakan ruang yang dicapai
paling akhir (sali tangga - sali iring (naik 15 cm) - Tangdo).

 Banua Tongkonan Pekamberan


Banua Tongkonan Pekamberan merupakan tongkonan yang digunakan untuk
hidup orang-orang bangsawan dan keluarga-keluarga yang terpandang di suatu
dusun. Mereka yang hidup di sini merupakan keluarga yang kaya di desa itu dan
sering mengadakan acara
adat. Rumah tongkonan jenis ini selain untuk hidup sehari-hari juga digunakan untuk rapat
keluarga ketika akan mengadakan acara/upacara adat. Jenazah pada tongkonan ini juga
diletakkan di Sali, namun perbedaannya pada ruang Sali Tongkonan ini tidak dibagi
menjadi dua bagian. Sali hanya 1 buah ruangan yang digunakan untuk berbagai macam
kegiatan, termasuk rapat.

Gambar 4. Tongkonan Pekamberan

Banua Tongkonan Jenis ini memiliki 3 bagian ruang, yaitu Sumbung, Sali, dan
Tangdo. Tidak ada ruang khusus untuk rapat seperti pada tongkonan jenis Layuk, karena
pada tongkonan ini lebih bersifat kekeluargaan, sehingga ruang Sali tidak dibagi lagi
menjadi dua. Kenaikan level lantai tetap ada, dan ruang Tangdo memiliki level tertinggi,
yaitu 2.30 cm dari ruangan Sali yang hanya memiliki ketinggian 2.00 m saja.

 Banua Tongkonan Batu A'Riri


Banua Tongkonan Batu A'Riri adalah tongkonan yang dimiliki masyarakat
biasa diToraja. Tongkonan ini tidak memiliki fungsi untuk rapat penting apapun
sehingga ruang yang terdapat di dalamnya juga sangat sederhana. Ruangan pada
Tongkonan jenis Batu A'Riri hanya terbagi menjadi dua jenis ruangan yaitu ruang Sali
dan Tangdo.

Gambar 5. Tongkonan Batu A'Riri


Ruangan Sali pada Tongkonan jenis ini merupakan ruang yang sangat besar dan
digunakan untuk berbagai macam kegiatan, mulai memasak hingga tidur. Namun,
pada Tangdo masih ada perbedaan ketinggian yaitu sebnyak 30cm, yang membuat
Tangdo ini merupakan ruang paling privat dan tinggi kedudukannya dari ruang lainnya.

8. ORNAMEN
Menurut Tangdilintin (1985), ukiran toraja merupakan kelengkapan bangunan
rumah adat yang berperan sebagai simbol atau lambang yang mempunyai arti
tertentu, merupakan ragam hias dan seni pahat dalam arsitektur toraja.ukiran
toraja digolongkan sesuai dengan arti dan peranannya sebagai berikut:
1) Garonto’pasura’ (pokok pokok ukiran) yang peranan sebagai lambang atau simbol
dasar kehidupan orang torajasebanyak empat jenis yaitu : passura’pa’balle allo
(lingkaran bulat), passura’ pa’manuk londong (berbentuk ayam jantan), passura’
tedong (kepala kerbau), dan passura’ pa’barrean atau pa’sussuk yaitu ukiran yang
hanya berbentuk jalur-jalur mendatar dan menurun.
2) Passura’ todolo (ukiran tua) yaitu ukiran yang melambangkan peralatan
kehidupan dan upacara-upacara pemujaan serta aturan-aturan kehidupan , seperti :
passura’ pa’kadang pao, passura’ pa’daun paria, pa’katik, dan lain-lain
3) Passura’ malolle yaitu ukirna yang melambangkan perkembangan danpergaulan
hidup manusia yang dapat dipakai pada semua tempat yang diukir misalnya
rumah,lumbung, peralatan upacara, dan hiasan-hiasan. Jenis ukiran ini seperti :
passura’ pa’tanduk rappe, pa’bunga kaliki, pa’bulintang siteba, pa’papan kanda
rue , dan lain-lain
4) Passura’ pa’barean; yaitu ukiran yang melambangkan kegembiraan, bermotif
missal atau jamak dan banyak dipergunakan pada peralatan-peralatan upacara dan
hiasan-hiasan dalam seni hias, seperti ; passura’ pa’gayang, pa’bua kapa’,
pa’manik bu’ku, dan lain-lain.
1. Kabongo’ dan katik
Kabongo’ adalah patung kepala kerbau yang di tempatkan di depan rumah
sebagai simbol bangsawan dan kepemimpinan,menandakan bahwa tongkonan
tersebut mempunyai funsi adat dalam lingkunga perkampungan adat tersebut.
Katik yang bentuknya seperti kepala ayam jantan, mengartikan bahwa tongkonan
yang pemakainya berdasarkan pelaksanaan aturan kemasyarakatan daloam
daerah adat yang dipimpinnya. Pemasangan ka’bongo dan katik juga mempunyai
arti seni dan keagungan suatu tongkonan, sehingga pe,asangannya harus serasi
dan seimbang. Selain itu kabong’ dan katik juga bermakna simbolik, yaitu
sebagai simbol kepemimpinan, sebagai simbol pelaksana aturan dan pemegang
aturan, dan sebagai ragam hias bagi tongkonan layuk dan tongkonan
pekaindoran, yaitu agar tongkonan tersebut menarik dan menambah keagungan.

14
2. Tulak somba
Tulak somba adalah tiang tinggi yang dipasang di depan dan di belakang rumah
tradisional toraja. Menurut sandarupa (2002), ditinjau dari sudut simiotik, kata
tulak berarti penopang, somba, berarti sembah sehingga tulaksomba bermakna
sakral yang berarti mendukung kehidupan. Tulak somba juga dapat berfungsi
sebagai penolak bala.oleh sebab itu, pada tulak somba sering di pasang ornament
lain seperti sadang buaya (mulut buaya),tanduk titing atau tanduk kerbau sebagai
simbol predator atau penghancur bala.

Gambar : tulak somba


3. A’riri Posi’
Diantara tiang kolong, yaitu di tengah agak kebelakang bagi rumah yang
berfungsi adat terdapat a’riri posi’ (anak dara) sebuah tiang rumah yang di buat
istimewa dan di hias serta di ukir khusus berbeda dengan yang lainnya, biasanya
terbuat dari kayu nangka. A’riri posi’ dalam adat toraja, merupakan lambang
menyatunya manusia dengan bumi, dan juga bermakna soko guru, ukurannya
22x22cm, dibagian atas sedikit mengecil sekitar 20 x 20 cm. keberadaannya ,
lebih bermakna ragam hias daripada konstruksi sebab dia berdiri bebas di tengah-
tengah kolong.

1. ideology
Arsitektur yang berpedoman pada semboyan ke-binekaan. “Bhineka Tunggal Ika”, yang
mempunyai makna berbeda-beda tetapi satu. Dan seperti kita tahu bahwa Indonesia merupakan
tempat yang terdiri dari beberapa pulau dan beisikan penduduk dengan latar belakang budaya yang
sangat beragam. Dan Toraja bagian dari keberagaman budaya di Indonesia, karena Toraja berada
di pulau Sulawesi yang masih termasuk kedalam wilayah Indonesia.
2. arsitektur menerima teknologi modern

15
Arsitektur nusantara tidak harus mengesampingkan teknologi modern. Dalam kegunaannya dapat
dimodifikasi antara teknologi tradisional dengan teknologi modern yang menghasilkan suatu
bentuk yang baru.
Contoh dari kombinasi ini dapat
dilihat dari “Luta Resort Toraja”
terletak dippusat Rantepao. Hotel
ini terinspirasi oleh gaya arsitektur
minimalis dan rumah adta
tradisional Toraja, namun dalam
perpaduan antara tradisi,
kenyamanan dan beberapa estetika
yang didapat pada design rumah
adat tradisional Toraja.

3. arsitektur pernaungan
Arsitektur pernaungan adalah
arsitektur yang bersama alam,
bukan mengisolasi alam , bukan
mengisolasi alam. Hal ini terlihat darimaterial bangunan yang menggunakan abahan alami dan
mudah didapat dari alam sekitar. Selain itu tado’ (Tuang Tamu) dalam rumah tongkongan dipakai
sebagai ruang komunal untuk melaksanakan ritual.
4. arsitektur tanpa paku, tanggap gempa dan konservasi
Arsitektur nusantara adalah bangunan dengan sistem konstruksi sambungan menggunakan pasak.
(tanpa menggunakan paku). Seoerti halnya rumah adat toraja yang didalam konstruksinya tidak
menggunakan paku. Konstruksi ini juga tanggap gempa.ini dinaakan konstruksi goyang karena
sambungan ini biasa bergerak apabila kayu atau bambu sangat kecil mengalami kerusakan.

5. kebaharian nusanta
Hal ini terlihat dari bentuk atap tongkongan yang bagi sebagian masyarakat toraja merupakan
obstraksi dari bentuk perahu’. Berdasarkan dugaan adanya ikutan budaya ‘perahu’ yang dibawa
oleh leluhur mereka.
6. tradisi tanpa tulisan
Dalam masyarakat lisan. Ucapan dan benda menjadi medium yang digunakan untuk mencatat dan
merekam pengetahuannya. Pada msyarakat yang tidak bisa mewujudkan tulisan mengenai
arsitektur daenahnya. Selalu dapat mereka berikan lewat aspek ragawi dari arsitekturnya.
Pada rumah adat toraja, mereka menjelaskan bentuk bangunan, detail, dan ornamen, maupun
tataletak dan penjelasan itu pula mereka menyampaikan nilai lambing, fungsi, arti social beserta
budaya mereka. Dan karena rekaman tersebut mengamati aspek formal, structural dan prinsip

16
astetik yang melandasi arsitektur pada sebuah bangunan disini awal adat hingga upacara dan
artefak juga menjadi rekaman pengetahuan arsitektur.
6. menggunakan ornament dan dekorasi
Arsitrektur nusantara adalah arsitektur yang menggunakan ornament dan dekorasi seperti halnya
pada rumah adat toraja ornament pada rumah adat Toaraja memiliki, makna masing masing yang
sangat beragam, misalnya tanduk kerbau yang melambangkan status social pemilik rumah
tongkongan tersebut. Semakin banyak tanduk kerbau yang terpasang, maka semakin tinggi pula
status social pemilik rumah.

17

Anda mungkin juga menyukai