Anda di halaman 1dari 3

MATERI UTS AKT

PENGERTIAN ADAT
Adat (ada’)= kebiasaan.
Kebiasaan yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang kepada anak-cucunya (disiossoi’) yang telah
mjd tradisi/ciri khas suatu daerah sehingga sering dilakukan atau dilakukan secara berulang.
Adat mencakup norma, peraturan atau tatanan hidup utk mengatur ketertiban hidup bermasyarakat.
Adat merupakan pelestarian kebiasaan2 yang dianggap baik dan benar yang dapat berguna bagi kehidupan
bersama dalam masyarakat.
 Kaitan antara Aluk dan adat
Adat selalu merupakan buah dari agama kuno. Aluk dan ada’ adalah satu. Dalam praktek hidup
bermasyarakat di Toraja, adat dan aluk menjadi satu. Toparenge’ misalnya sbg pemangku adat sekaligus juga
perio aluk/to urrengnge’ aluk. Jadi kaparengngesan menyangkut aluk dan adat.
 Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang diartikan sebagai budi dan
akal manusia. Kebudayaan meliputi sistem agama, politik, adat istiadat bahasa, bangunan, pakaian, karya
seni dan lain sebagainya
 Asal usul manusia Toraja Zaman Purba Toraja
Budayawan dan sejarawan Toraja telah menyatakan bahwa penduduk yang pertama2 menguasai Tondok
Lepongan Bulan Tana Matarik Allo pada zaman purba adalah adalah penduduk yang berasal dari suku
bangsa luar daerah Sulawesi Selatan yang diperkirakan datang pada sekitar abad ke-6
Berdasarkan fakta sejarah yang ada rupanya kebanyakan datangnya itu dari Selatan Tana Toraja. Datang
dalam bentuk kelompok yang dalam sejarah Toraja disebut Arroann (kelompok manusia). Setiap arroan
dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut ambe’ arroan.
1. Siambe’ Pong Simpin
2. Siambe’ Pong Maramba’
3. Siambe’ Pong Palita
4. Siambe’ Pong Panimba
Lama kelamaan keluarga atau anggota dari arroan-arroan itu bertambah banyak dan perlu mempunyai
tempat tinggal shingga mereka terpecah-pecah untuk menemukan tempat masing-masing dalam bentuk
keluarga kecil yang disebut pararrak. Kelompok kecil ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut
Pong Pararrak. Di sinilah awal mula penggunaan kata pong untu torroan ambe’ di Toraja. Setelah itu
terbentuk persekutuan2 adat kecil yang dikuasai oleh masing2 ambe’ (pong pararrak). Setelah hal itu
terjadi, datanglah kemudian peguasa baru dari Selatan melalui sungai dengan menggunakan perahu.
Perkampungan mereka yang pertama saat itu disebut Bamba Puang. Kemudian sama seperti kelompok
pong Pararrak sebelumnya, mereka juga akhirnya terbagi2 dengan membentuk kelompok2 kecil:
- Puang ri Lembang
- Puang di Buntu
- Puang ri Tabang
- Puang di Batu
- Puang ri Su’pi
Setelah jumlah mereka semakin membesar, timbullah persaingan sosial di antara mereka. Sebahagaian
Puang mulai merebut kekuasaan dari pong Pararrak dan pada akhirnya timbul persaingan besar-besaran
di tengah2 masyarakat.
Sebagian kelompok Puang membujuk punag2 tertentu untuk bersatu dengan mereka melawan puang2
yang lainnya. Dan bentuk ikatan mereka disebut Bongga. Penguasa Bongga yang terkenal ialah Puang
Bongga Erong sbg Puang yang terkuat di antara mereka. Lalu seorang Puang Bongga yang bernama Puang
Londong Dirura mengadakan perombakan besar.
Kemudian pada akhirnya sebahagian Puang berpindah ke bagian utara; dan tidak terjadi lagi kekacauan.
ADAT DAN STRATIFIKASI
Adat merupakan pelestarian kebiasaan2 yang dianggap baik dan benar yang dapat berguna bagi
kehidupan bersama dalam masyarakat. Adat perlu diuji, dikaji, diteliti mana yang baik dan benar dan
berguna yang harus dipupuk dan dipelihara. Ukuran untuk menilai adat-istiadat adalah melalui nilai-nilai
injili dan Pancasila Pada upacara rambu tuka’/rambu solo’, kerbau atau babi yang akan dipotong terlebih
dahulu diimbo/disuru’ (didoakan; aspek religius). Setelah itu dagingnya dibagi2 berdasarkan tingkatan
dalam masyarakat (aspek sosial). Jadi aluk/upacara aluk yang dilakukan turun temurun yang akhirnya
menjadi ada’ dalam pelaksanaannya tidak boleh menyimpang. Bila menyimpang akan muncul bencana dan
menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.
Adat merupakan buah2 dari agama kuno, kepercayaan nenek moyang/para leluhur orang Toraja melahirkan
ada’ sipori padang/tempon padang (sejak dahulu). Karena erat berhubungan maka Aluk untaranak/urrio
Ada’ (memelihara), ada’ urrompo aluk (menjaga) adat dan aluk saling menjaga dan memelihara, memagari
dan memberkati. Apa yang terjadi ketika ada’ dilepaskan dari aluk ?
Ada’ kehilangan rohnya (nilai rohaninya) dan begitu mudah dibelokkan/diperlakukan sesuai dengan
keinginan/selera individu tanpa perasaan bersalah.
3 daerah adat di Tana Toraja:
1. Adat di Makale ‘’Basse Kakanna’’
makale yang disebut basse kakanna adalah salah satu dari tig abersaudara kembar di Tallu Lembangna di
Toraja. Dua yang lain adalah Sangalla’ dan Mengkendek. Aluk, adat dan budaya di Makale identik dengan
yang ada di daerah Sangalla’ dan Mengkendek. Disebut basse kakanna sbg saudara tertua karena Makale
mempunyai wilayah yg paling luas serta berpenduduk paling banyak dibanding Sangalla’ dan Mengkendek.
Aluk, adat dan budaya di daerah basse kakanna sama atau hampir mirip dengan yang ada di seluruh wilayah
tallu lembangna yakni bersumber dari Aluk Sanda Saratu’; aluk atau sarana yg digunakan untuk melindungi
dan mengayomi masyarakat serta menegakkan Aluk Sanda Pitunna.
2. Adat di Sangalla’ ‘’Basse Tangana’’
Wilayahnya meliputi seluruh wilayah Sangalla’ yang membentang dari utara ke Selatan. Meliputi: tokesan,
Leatung, Lampio, dan Turunan.
3. Adat di Mengkendek ‘’Basse Adinna’’
Padang di Mengkendek adalah salah satu daerah di Tallu Lembangna tempat asal Puang Tamborolangi’
turun dari langit di Buntu Kandora. Dibagi dalam 12 daerah: Bala Randanan sampai ke Tampo.
STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT TORAJA
1. Bangsawan Tinggi (Tana’ Bulawan)
Kalangan bangsawan yg mampu dalam segala hal termasuk pemikir, terdiri dari kaum bangsawan,
pemimpin adat dan pemuka masyarakat. Jabatan : Puang dan Ma’Dika
2. Bangsawan Menengah (Tana’ Bassi)
Orang-orang yg dapat membela dan melindungi hak2 para warganya. Meliputi: bangsawan tinggi dan juga
masyarakat biasa yg memiliki sifat pemberani dan pejuang dlm masyarakat.
3. Masyarakat biasa (Tana’ Karurung)
Golongan terbanyak yg menjadi tulang punggung masyarakat Toraja yg disebut Tobuda. Perpanjangan
tangan pemerintah, pengurus aluk patuan na aluk tananan. Kaum tani dan pekerja keras yg ulet dan tekun.
4. Golongan hamba (Tana’ Kua-kua)
Para penggrap dan menjadi pelayan umum u/ Tana’ Bulawan, Tana’ Bassi dan Tana’ Karurung
Masyarakat Toraja sejak dari dahulu mengenal beberapa tingkatan masyarakat yang dinamakan kasta
(tana’).
Dalam perkawinan, masyarakat Toraja memandang perlu untuk memperkenalkan kasta dari
seseorang yang akan dipinang,sebab menurut adat perkawinan dalam adat Toraja tidak boleh seorang laki-
laki dari Tana’ Karurung atau Tana’ Kua-kua kawin dengan perempuan dari Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassii
Kalaupun terjadi demikian maka akan dikenakan hukum adat yang disebut unteka’ palanduan atau unteka’
bua layuk.
Sebaliknya, diperbolehkan laki-laki dari Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassii kawin dgn Tana’ yang dibawahnya.
Dalam semua tingkatan Tana’ tersebut di atas mempunyai nilai yang berbeda dengan Tana’ secara materil.
Misalnya ketika terjadi perceraian maka akan dikenakan denda yang disebut kapa’ :
1. Tana’ Bulaan ; nilai hukumnya 24 ekor kerbau (tedong sangpala’)
2. Tana’ Bassi; nilai hukumnya 6 ekor kerbau (tedong sangpala’)
3. Tana’ Karurung; nilai hukumnya 2 ekor kerbau (tedong sangpala’)
4. Tana’ Kua-kua; satu induk babi

MA’BULLE TOMATE
Secara etimologi ritual Ma’bulle Tomate adalah ritual memikul mayat menuju tempat pemakaman. Ritual
ini merupakan ritual yang dilakukan masyarakat Gandangbatu untuk melestarikan kekayaan tradisi para
leluhur. Dalam kepercayaan Aluk Todolo ritual ini diiringi dengan badong namun sekarang ritual ini disertai
dengan nyanyian-nyanyian Kekristenan. Ma’bulle sebenarnya terdiri dari dua kata yang tidak bisa
dipisahkan. Ma’ berfungsi sebagai awalan, dan Bulle sebagai akhiran. Ma’, dalam bahasa Indonesia artinya
me- sedangkan bulle artinya pikul sehingga ma’bulle berarti memikul. Tomate juga terdiri dari dua kata yang
dalam bahasa Toraja tidak boleh dipisahkan, to itu sendiri artinya orang dan mate artinya mati/meninggal.
Jadi, tomate dalam bahasa Indonesia artinya orang mati/meninggal/mayat. Dengan demikian, Ma’bulle
Tomate berarti memikul mayat.
Ritual Ma’bulle Tomate ini hanya dilakukan oleh para kaum laki-laki, dari yang muda hingga dewasa dan
tanpa sadar tradisi ini diwariskan secara turun temurun karena lagu-lagu yang dinyanyikan meskipun dalam
bahasa Toraja para kaum muda pun bisa menyanyikannya. Memikul mayat sambil bernyanyi disertai kaki
melangkah maju dan mundur, sehingga meskipun jarak dari rumah duka ke pemakaman hanya beberapa
kilometer saja mayat membutuhan waktu berjam-jam untuk sampai pada tempat penguburan. Menyanyi
dalam ritual Ma’bulle Tomate belum dikenal dalam agama Aluk Todolo, yang mereka lakukan adalah
Ma’badong sesuai dengan strata sosialnya. Sejak kekristenan masuk di Gandangbatu pada tahun 1906
barulah masyarakat mulai mengenal nyanyian rohani dan menggunakannya dalam setiap ritual ibadah juga
dalam ritual Ma’bulle Tomate. Sesungguhnya sebagian masyarakat masih sangat merindukan ritual Ma’bulle
Tomate diiringi dengan Badong bukan dengan nyanyian, namun yang terjadi saat ini dalam masyarakat
Ma’bulle Tomate diiringi dengan nyanyian.
Nyanyian sebenarnya sudah dipraktekkan sejak dulu dalam bentuk badong dalam kepercayaan Aluk
Todolo. Dengan kata lain, menyanyi bagi masyarakat Gandangbatu dalam ritual Ma’bulle Tomate bukanlah
sesuatu yang lahir bersamaan dengan lahirnya keristenan; melainkan praktek budaya ini telah diperankan
oleh nenek moyang mereka sejak dahulu kala melalui badong. Dengan menganut agama Kristen masyarakat
tidak serta merta meninggalkan sesuatu yang telah ada sejak dulu. Kekhasan budaya yang dimiliki
masyarakat Gandangbatu melalui ritual ini tetap terpelihara dan dijunjung tinggi hingga detik ini. Massimo
Rosati juga mengatakan dalam bukunya bahwa ritual, khususnya, adalah cara di mana rasa masa lalu tidak
hanya dilestarikan, tetapi masa lalu diperankan kembali.
Salah satu syair yang bisa dinyanyikan pada ritus Ma’bulle Tomate:
Kurangi puangku metamba tangtore nakua penombaina’ ku indoi’ salamu O puang Yesu kamaseina’ sia
basei raraMi pena kadakeku
Ku pennoloikomi rosso tu penangku natumang sala budangku o puang garri’ mo’ O Puang Yesu kamaseina’
sia basei raraMi pena kadakeku
Kurre sumanga’ Puang bengan katuoan lu dio mai tang merambu lu langan suruga O Puang Yesu
kamaseina’ sia basei raraMi pena kadakeku
Fungsi Nyanyian dalam Ritual Ma’bulle Tomate: Sebagai Solidaritas Masyarakat Gandangbatu, Relasi Manusia
dengan yang telah meninggal dan juga relasi dgn Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai