Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Indonesia adalah negara dengan berbagai suku bangsa yang mendiaminyadari bagian
barat hingga timur. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki pola kehidupantersendiri. Pola
kehidupan itu membuat Indonesia menjadi kaya akan keberagaman.Keberagaman itu termasuk
identitas suku (aspek kesejarahan), sistem sosial, sistemkekerabatan, struktur kelembagaan, adat-
istiadat dan kebudayaan serta sistemkepercayaan yang dianut suku tersebut.Di Indonesia bagian
barat, kita mengenal suku Melayu, suku Kubu, Batak,Mentawai yang memiliki kekhasan budaya.
Menyeberangi bagian barat, kita menemukansuku Badui, Jawa, Dayak, dengan keanekaragaman
kearifan lokal.Di bagian Indonesiatimur, kita memiliki suku Bima, Bugis, Papua, Tana Toraja
yang masih memilikikeaslian budayanya. Bangsa yang bijak adalah bangsa yang menghargai
hasil cipta,karya, dan karsa suku bangsa yang mendiaminya.Dari sekian banyak suku bangsa
yang ada di Indonesia, ada suku bangsa yangmemiliki pola kehidupan yang unik. Yaitu pola
kehidupan yang terdapat padamasyarakat suku Tana Toraja. Suku Tana Toraja adalah suku yang
menetapdi pegununganbagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekita
r650.000 jiwa, dengan 450.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja.Mayoritas
suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dankepercayaan
animisme yang dikenal sebagai Aluk Todolo. Pemerintah Indonesia telahmengakui kepercayaan
ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. Seperti daerah-daerah yang lainnya di Indonesia,
daerah Tana Toraja memiliki sejarah yang panjang dantentu saja tidak diketahui oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia. Termasuk polakehidupan yang tidak kalah menarik dengan suku-
suku lain yang ada di Indonesia. Tidakhanya peninggalan sejarah, namun juga peninggalan
budaya suku Tana Toraja sebagaisuku bangsa yang tinggal di Kabupaten Tana Toraja yang
masih terjaga kelestariannyasampai saat ini.

1
B. Tujuan ;

1. Mengkaji asal-usul masyarakat Tana Toraja..

2.Mengidentifikasi Keprcayaan masyarakat Toraja..

3.Mengidentifikasi sistem pola kehidupan suku Tana Toraja.

4. Mengidentifikasi benda tradisional di Toraja.

5.Mengidentifikasi perkembangan budaya dan seni masyarakat suku Tana Toraja.

6.Menjelaskan objek wisata di Toraja.

2
Bab II. Pembahasan

A. Asal-usul Suku Toraja

Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitosyang tetap
melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakatToraja ini menceritakan
bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan “tangga dari langit” untuk
turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua
(Tuhan Yang Maha Kuasa). Kononmanusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan
keagamaan yang disebutaluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari
budayadan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-
nilai religius yangmengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk
mengabdikepada Puang Matua.Walaupun sampai saat ini belum adaahli yang bisa memastikan
asal-usul nenekmoyang orang Toraja, tapi banyak pihakmemperkirakan bahwa nenek moyang
orangToraja berasal dari Indo-Cina. Dengamenggunakan berbagai macam perahu, kira-kira
2.500 – 1.500 Sebelum Masehi, sewaktusebagian pesisir Pulau Sulawesi terendamlautan, mereka
datang ke pulau yang bentuknya seperti huruf K.Setelah sampai di Pulau Sulawesi,mereka
membangun rumah yang miripdengan perahu, tempat mereka diam bertahun-
tahun di lautan. Bentuk rumah tersebut sampai sekarang masih digunakan sebagai rumah orang
Toraja yang senantiasa menghadap ke Utara, dari arah mana nene kmoyang mereka datang. Hal
ini merupakan pedoman instink, sisa, pikiran yangmenghubungkan dengan heredity tempat
asalnya.Sebagaiadasatutiang perahu yang paling dominan sebagai tempat mengikat layar bernam
a SOMPA,sedangkan tiang rumah adat yang paling dominan tampak di depan rumah
juga bernama tulak SOMPA. Ini merupakan persamaan nama dan fungsi antara perahu dan
rumah orang Toraja. Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng
dan dari luwu.Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang
mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orangLuwu
menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga
versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata. Maraya (besar), artinya
orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutantersebut menjadi Toraja, dan kata
Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukimansuku Toraja dikenal kemudian dengan Tana
Toraja.

3
Menurut Departemen pendidikan dan kebudayaan di dalam buku

U p a c a r a Tradisional Daerah Sulawesi Selatan (1981 -1982:60),

penamaan Toraja terbagi atas beberapa pendapat. Diantaranya sebagai berikut:

1.To-Riaja

Kata Toraja berasal dari kata To-Riaja. Dimana To berarti Orang dan Riaja berarti
Utara. Penamaan ini bagi orang yang bertempat tinggal di selatan TondokLepongan Bulan.

2.To-Rajang

Kata Toraja berasal dari kata To-Rajang. Dimana To berarti Orang dan
Rajang berarti Barat. Penamaan ini berasal dari orang- orang Luwu menunjuk TanaToraja di
sebelah Barat.

3.To-Raya

Kata Toraja juga dianggap berasal dari kata To-Raya yang dimana To berartiorang dan Raya
berarti Timur. Penamaan ini berasal dari penamaan orang- orangmakassar yang menunjuk Tana
Toraja di sebelah Timur.

4.To-Raja

Kata Toraja berasal dari kata To-Raja. To berarti orang dan Raja berarti Selatan.Dalam hal ini
adanya pengakuan dari raja Sulawesi Selatan yang mengakuileluhurnya berasal dari

Tondok Lepongan Bulan, Tanah Matarik Allo.

B. Hubungan Sosial Masyarakat Toraja

Masyarakat Toraja sejak dari dahulu mengenal pula beberapa tingkatan masyarakat yang
dinamakan tana (kasta) seperti pula pada suku –suku bangsa lain diIndonesia yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan masyarakat dan kebudayaan Toraja karena sehubungan dengan
lahirnya sendi-sendi kehidupan dan aturan dalam Aluk Todolo, dan Tana’ tersebut dikenal dalam
4 (empat) susunan atau tingkatan masing-masing

4
1. Tana’ bulaan (kasta bangsawan tinggi)

2.Tana’ Bassi (Kasta bangsawan menengah)

3.Tana’ Karurung (Kasta Rakyat Merdeka)

4.Tana’ Kua- Kua (Kasta Hamba Sahaya)

Untuk berbicara mengenai Tana’ tersebut diatas sebagai salah satu dalam

pembentukan dan pertumbuhan kebudayaan Toraja dan sangat banyak menentukandalam tata
kehidupan masyarakat Toraja, dan kasta-kasta tersebut selalu terdahuludalam menentukan sesuai
masalah- masalah penting antara lain :

1.Dalam menghadapi perkawinan.

2.Dalam menghadapi pemakaman/upacara adat pemakaman.

3.Dalam mengajadapi pengangkatan jabatan adat atau menjadi pemerintah adat.Untuk


memegang suatu tugas adat yang pertama-tama menjadi persoalan padamencari tahu kasta
seseorang karena jabatan-jabatan adat itu sudah terikat denganadanya pembahagian tugas pada
mulanya seperti yang disebutkan sesuai dengan mithosaluk todolo, yang tempat pengenalannya
atau emncahari tahu itu dengan mengenaltongkonan atau mencari tahu tongkonannya.Begitu
pula jikalau menghadapi satu perkawinan seseorang yang
dalam peminangan itu sudah diperkenalkan lebih dahulu kasta seseorang itu dengan persaksian d
ari tongkonannya yang mendapat pengakuan dari pemerintah adat dimana pria itu berasal jikalau
orangnya memangnya tak dikenal keturunannya.Hal itu demikian karena menurut adat
perkawinan dalam adat Toraja tidak bolehseorang laki-laki dari Tana Karurung atau Tana’ Kua-
Kua kawin dengan perempuan dari kasta Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi, kalau toh ini terjadi
maka dikenakan hukum adat yang dijuluki Unteka Palanduan atauUnteka’ Bua Layuk, tetapi
sebaliknyadapat saja seorang laki-laki dari Kasta Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi boleh kawin
dengan Kasta dibawahnya, hanya saja tidak dapat dikawinkan menurut adat, dananaknya pun
yang lahir dari perkawinan kasta yang tidak sama itu atau yang dilarangitu tidak mempunyai
kedudukan yang sama dengan saudara-saudaranya yang lahirdari kasta yang dapat diterima

5
menurut adat yang hal ini turut pula mempengaruhikedudukan sebagai pewaris yang tidak sama
dengan saudaranya yang kastanya diterimaoleh adat.

Dari semua tingkatan tana’ tersebut di atas mempunyai nilai yang bertingkat-tingkat yang
maksudnya membedakan tiap-tiap kasta tersebut secara materil dan jugasebagai dasar dalam
pelaksanaan hukuman perkawinaan bila diperlukan. Suatu
contoh jikalau seseorang Tana’ Bulaan kawin dengan sesamanya Tana’ Bulaan dan terjadi percer
aian yang sengaja oleh salah satu pihak maka yang bersalah itu dihukum denganmembayar suatu
denda yang dinamakan kapa’ sebanyak kerbau menurut tana’nya yaitutanaa’ bulaan dengan
Kapa’ 24 ekor kerbau yang ukuran tanduknya dikatakan denganukuran sang pala’ (satu tapak
tangan diatas pergelangan) atau kerbau yang berumur rata-rata 2 s/d 3 tahun.Penilaian masing-
masing tana sebagaai berikut:

a)Untuk tana’ bulaan (kasta bangsawan tinggi) nilai hukmnya dengan 24 ekorkerbau
(tedong sangpala’)

b)Untuk tana’ bassi (kasta bangsawan menengah) nilai hukumnya dengan 6ekor kerbau
tedong sangpala’.

c)Untuk Tana’ karurung (kasta rakyat merdeka) nilai hukumnya dengan 2 ekor kerbau
tedong sangpala’.

d)Untuk tana’ kua- kua (kasta hamba sahaya) nilai hukumnya dengan 1 ekor babi betina
yang sudah pernah beranak namanya bai doko.

Inilah susunan tana’ yang pertama di Tana Toraja tetapi setelah tersebarnya Aluk Sanda
Saratu’ dari Puang Tomanurun Tamboro Langi’ (Monarkhi Agama) maka didaerah adat
Kepuangan, Tana’ yang 4 (empat) ini mengalami sedikit perubahan yang pelaksanannya seolah-
olah hanya terdapat tiga tana’ saja dalam prakteknya dalam masyarakat, yaitu disesuaikan
dengan struktur pemerintahan adat puang dan kedudukan puang atau yang berketurunan
bangsawan. Karena kedudukannya dan pemerintahannya yang bersifat monarkhistis itu, maka
menurut aluk sanda saratu’, tana’ dalam pengabdian kepada aluk sanda saratu’ susunannya sbb:

a) Tana’ Bulaan hanya khusus bagi turunan Puang Tomanurun.

6
b)Tana’ Bassi untuk bangsawan yang bukan turunan puang to manurun atau

darahnya lebih banyak turunan bukan turunan Tomanurun.

c)Tana’ Karurun untuk semua rakyat merdeka atau yang tidak


berketurunan bangsawan yang kesemuanya digolongkan dalam golongan kasta pengabdikepada
Tana Bassi dan Tana’ bulaan.

Di samping menjadi pedoman dalam hal perkawinan dan pemilihan


Pemerintahadat/pemangku adat Tana’, Tana’ tersebut di atas juga menjadi dasar penilaian
seseorang di masyarakat pada waktu orang itu meninggal dunia., karena Tana’ ini turut
menentukan tingkatan upacara pemakamannya, umpamanya seseorang dari Kasta atau Tana’
Bassi tidak dapat dimakamkan dengan upacara pemakaman Tana’ Bulaan sekalipun keluarganya
mampu mengadakan kurban yang mencukupi upacara Tana’ Bulaan yang dinamakan Rapasan,
tetapi sebaliknya pula bahwa seseorang dari Kasta Tana’ bulaan dapat saja dimakamkan dengan
upacara apapun sampai serendah-rendahnya karena tidak berkemampuan dalam persiapan
kurban dan biaya-biaya pemakaman yang tinggi.Jadi jelas di sini bahwa peranan dari pada Tana’
dalam masyarakat Toraja sejak dari dahulu sangat menentukan segi-segi tertentu pertumbuhan
masyarakat yang peninggalannya masih nyata sampai sekarang ini, dan dalam jabatan-jabatan
adat Tana’ pun turut menentukan karena sudah tertentu golongan kasta yang akan
menjabat setiap jabatan adat yang garis besarnya sebagai berikut:

1). Kasta atau tana’ Bulaan adalah kasta yang menjabat ketua/pemimpin dan
anggota pemerintahan adat umpamanya jabatan Puang, Ma’dika, dan Sokkong Bayu(Siambe’).

2). Kasta atau tana’ Bassi adalah kasta yang menjabat jabatan pembantu atau anggota

pemerintahan adat seperti jabatan-jabatanAnak Patalo/To Bara’ dan To Parengge’-To Parenge’.

3). Kasta Tana’ Karurung adalah kasta yng menjabat pembantu pemerintahan adat serta menjadi
petugas/pembina Aluk Todolo untuk urusan Aluk Patuoan, AlukTananan yang dinamakan To
Indo’ atau Indo Padang.

7
4).Kasta atau Tana’ Kua- Kua adalah kasta yang menjabat jabatan petugas/pengatur pemakaman
atau kematian yang dinamakan To Mebalun atau To Ma’kayo(orang yang membungkus orang
mati) dan juga sebagai pengabdi kepada kasta Tana’Bulaan dan Tana’ Bassi

.Kesemua jabatan-jabatan tersebut di atas adalah kesemua jabatan yangmerupakan tugas yang
turun temurun diwariskan kepada masing-masing keluarga yang bersangkutan bersumber dari
masing-masing Tongkonan

C. Aluk Todolo

Aluk Todolo adalah agama leluhur nenek moyang suku Toraja yang hingga saatini masih
dipraktekkan oleh sejumlah besar masyarakat Toraja. Bahkan pada tahun1970, Aluk Todolo
sudah dilindungi oleh negara dan resmi diterima ke dalam sekteHindu-Bali. Aluk Todolo adalah
kepercayaan animisme tua, dalam perkembangannya Aluk Todolo banyak dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran hidup Konfusius dan agama Hindu.Oleh karena itu, Aluk Todolo merupakan suatu
kepercayaan yang bersifat politeismeyang dinamistik.Kepercayaan Aluk Todolo ini bersumber
dari dua ajaran utama yaitu aluk 7777(aluk sanda pitunna) dan aluk serba seratus (sanda
saratu').Aluk Sanda Pitunna (aluk 7777) disebarkan oleh Tangdilino' dan merupakansistem religi
yang diyakini oleh orang Toraja sebagai aluk yang diturunkan dari langit bersama-sama
dengan umat manusia. Oleh karena itu, Aluk Sanda Pitunna adalah aluktertua dan menyebar
secara luas di Toraja. Sementara itu, Aluk Sanda Saratu' datangkemudian dan disebarkan oleh
Puang Tamborolangi', namun Aluk Sanda Saratu' hanya berkembang didaerah Tallu Lembangna
(Makale, Sangalla dan Mengkendek).Aluk Sanda Pitunna bersumber dari ajaran agama (sukaran
aluk) yang meliputiupacara (aluk), larangan (pemali), kebenaran umum (sangka') dan kejadian
sesuaidengan alurnya (salunna). Aluk sendiri meliputi upacara yang terdiri atas tiga pucuk dan
empat tumbuni (aluk tallu lolona, a'pa' pentaunina). Disebut tiga aIuk karena iameliputi upacara
yang menyangkut manusia (aluk tau), upacara yang menyangkuttanam-tanaman (aluk tananan)
dan upacara yang menyangkut binatang (aluk patuan)dan dikatakan empat oleh karena di
samping ketiga hal di atas ada lagi satu upacarayang disebut upacara suru' berfungsi untuk

8
menembus kesalahan (pengkalossoran).Wilayah barat Tokoh penting dalam penyebaran aluk ini
di wilayah barat Tana Toraja yaitu :
Pongkapadang bersama Burake Tattiu’ yang menyebarkan ke daerah Bonggakaradeng,
sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba’bana Minanga, dengan
memperkenalkan kepada masyarakat setempat suatu pranata sosial yang disebut dalam bahasa
Toraja “to unnirui’ suke pa’pa, to ungkandei kandian saratu yakni pranatasosial yang tidak
mengenal strata.Wilayah timurDi wilayah timur Tana Toraja, Pasontik bersama Burake
Tambolang menyebarkannya ke daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta’bi,
Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan memperkenalkan pranata sosial
yang disebut dalam bahasa Toraja : “To Unnirui’ suke dibonga, To unkandeikandean pindan”,
yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyar akat dalamtiga strata sosial.Wilayah
tengahTangdilino bersama Burake Tangngana menyebarkan aluk ke wilayah tengah Tana Toraja
dengan membawa pranata sosial “To unniru’i suke dibonga, To ungkandeikandean pindan”
Sesuai dengan makna dan kandungan yang terdapat di dalam sistem kepercayaanAluk Todolo,
terdapat sejumlah hal yang relevan dengan pengelolaan dan pelestarianlingkungan hidup. Jika
ditelusuri jejak referensi adanya konsep pelestarian
dan pengelolaan lingkungan hidup bagi orang Toraja, ditemukan bahwa pengelolaan dan pelestar
ian lingkungan hidup bagi orang Toraja, pertama diatur dalam sistem religi yang ada dan hal itu
meliputi hampir seluruh ritus yang dilaksanakan. Dalam Aluk Todolo terdapat beberapa
hukuman/peraturan yang harus dipatuhi oleh penganutnya .Hukum aluk todolo yang disebut
”Pemali ”.
Beberapa contoh pemali antara lain :
1.Pemali ma’pangngan buni,tidak boleh berzinah
2.Pemali unromok tatanan pasak,tidak boleh mengacau di pasar
3.Pemali unteka’ palanduan,golongan budak dilarang menikah dengan golongan
Tomakaka dan Tokapua (Bangsawan).
4.Pemali boko,tidak boleh mencuri.
5.Pemali umboko sunga’na padanta tolino, jangan membunuh sesama manusia
6.Pemali ma’kada penduan, tidak boleh berdusta
7.Pemali unkasirisan deata misanta, jangan menghianati orang tua
8.Pemali ungkattai bubun, jangan berak disumur

9
9.Pemali umbala’bala tomanglaa, jangan menyiksa anak gembala
10.Pemali melo’ko’, dilarang mengambil barang di pekuburan
11.Pemali umbala’bala patuoan, jangan menyiksa binatang ternak
12.Pemali mantunu tedong sisola anakna, dilarang menyembelih kebau dengananaknya.
13.Pemali unno’koi alllonan bundanganki, dilarang menduduki bantal karena bantal jika
diduduki akan kempes, bantal untuk kepala tidak ditempai bantal
14.Pemali kumande malillin na siduangki bombo, dilarang makan ditempat gelapnanti
setan akan makan makanan kita juga
15.Pemali kande tallo manuk ke bullungngi pare malayu pare, dilarang makantelur ayam
jika jikalau padi sudah ditanam atau sementaratumbuh nanti padilayu.

Selain itu masih ada 100 pantangan lainnya (aluk sanda saratu) sangsi yangdikenakan pada
pelanggaran pemali adalah berbeda menurut berat ringannya pelanggaran seperti :
a. sangsi membunuh dimana semua keluarga dari yang dibunuh bersumpah turuntemurun tidak
boleh berhubungan dalam bentuk apapun dengan keluarga pembunuh (sisallang).
b. Seorang hamba yang kawin dengan golongan bangsawan diusir seumur hidup darimasyarakat
Toraja. Sangsinya sama dengan orang yang mencuri milik orang matidari kubur.
c. Hubungan sex secara incest antara orang bersaudara atau antara anak dan orang tuadi suruh
mangrambu langi’. Kerbau dan babi dibakar hangus bersama pakaian meraka sebagai
pengganti dirinya yang seharusnya dirinyalah yang harus dibuangkedalam api bersama.
d. Orang berpisah dari satu rumah pada hari yang sama dengan arah Orang berpisahdari satu
rumah pada hari yang sama dengan arah ang berlawanan tidak adasangsi hukumnya tetapi
biasanya salah seorang anggota keluarga ada yang dapatcelaka.

D. Tongkonan

Tongkonan adalah rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu dimanakolong di
bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atapnya rumahtongkonan dilapisi ijuk
hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu telungkupdengan buritan. Ada juga yang
mengatakan bentuknya seperti tanduk kerbau. Sekilasmirip bangunan
rumah gadang di Minang atau Batak. Semua rumah tongkonan yang berdiri berjejer akan

10
mengarah ke utara. Arahtongkonan yang menghadap ke utara serta ujung atap yang runcing ke
atasmelambangkan leluhur mereka yang berasal dari utara. Ketika nanti meninggal merekaakan
berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.Berdasarkan penelitian arkeologis, orang Toraja
berasal dari Yunan, TelukTongkin, Cina. Pendatang dari Cina ini kemudian berakulturasi dengan
penduduk asliSulawesi Selatan. Kata tana artinya negeri, sedangkan kata toraja berasal dua kata
yaitu tau (orang) dan maraya (orang besar atau bangsawan). Kemudian penggabungan kata-kata
tesebut bermakna tempat bermukimnya suku Toraja atau berikutnya dikenal sebagaiTana Toraja.
Tongkonan berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau Tempat duduk. Dikatakan
sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat
berkumpulnya bangsawan Toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini
mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Awalnyamerupakan
pusat pemerintahan, kekuasaan adat, sekaligus perkembangan kehidupansosial budaya
masyarakat Toraja.Masyarakat Toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan
alang sura (lumbung padi) sebagai bapak. Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal,
kegiatansosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian dalam rumah dibagi tiga
bagian,yaitu bagian utara, tengah, dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut tangalok
yang berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anakanak tidur, serta tempat meletakkan sesaji.
Ruangan sebelah selatan disebut sumbung, merupakan ruangan untuk kepala keluargatetapi juga
dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian tengah disebut Sali
yang berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat meletakkan orang
mati.Bangunan tongkonan juga terdiri dari bagian-bagian yang dinamakan:
Sulluk adalah kolong rumah;
Inan adalah ruangan yang terletak diatas kolong rumah yang dikelilingi dindingsebagai badan
rumah, inan ini sendiri terbagi kedalam: tangdo yang berfungsisebagai kamar depan sebagai
tempat sesembahan kepada leluhur; Sali adalah biliktengah yang fungsinya terbagi dua,
pada bagian timur tangdo difungsikan sebagai padukkuang Api (dapur) dan tangdo bagian barat
sebagai tempat inan Pa Bulan(orang meninggal)
Sumbung adalah ruang bagian belakang yang berfungsi sebagai kamar tidur orangyang
menempati
Rattianadalah loteng rumah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusakadan benda-benda
berharga lainnya.

11
Papa adalah adalah pelindung berupa atap yang terbuat dari bambu yangmempunya bentuk khas
perahu.Tongkonan dibagi ke dalam tiga macam berdasarkan kelas sosial,
yaitu:1. Tongkonan Layuk.Tongkonan ini dibangun untuk orang berkuasa dan sebagai pusat
pemerintahan.Ciri-ciri tongkonan ini adalah ukiran seperti hewan dan tumbuhan di dinding
rumah.Selain itu ada pula hiasan kepala kerbau dan deretan tanduk kerbau. Kepala dantanduk
kerbau adalah penanda kemakmuran serta hidup berkelimpahan.2. Tongkonan Pekamberan.Ini
tongkonan bagi keluarga yang dipandang hebat dalam adat. Ciri tongkonan inisama dengan
tongkonan layuk.3. Tongkonan Batu.Jenis ketiga ini adalah rumah bagi keluarga biasa.
Tongkonan ini disebut banua olehmasyarakat setempat. Selain minim ukiran, banua juga tidak
punya hiasan sehinggalebih mirip pondok bambu.

E. Rambu Tuka’

Upacara Rambu tuka’ adalah upacara adat yang berhubungan dengan acara syukuran di
dalam upacara ini tak ada kesedihan, yang ada hanya kegembiraan.Misalnya acara pernikahan,
syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang
selesai direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara inimembuat ikatan
kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebutdikenal dengan nama Ma'Bua',
Meroek, atau Mangrara Banua Sura'. Upacara ini menarikkarena berbagai atraksi tarian, dan
nyanyian dari kebudayaan Toraja yang unik. Upacara Rambu Tuka’ dilaksanakan sebelum
tengah hari di sebelah timur tongkonan. Ini berbedadengan Rambu solo’ yang di gelar tengah
atau petang hari serta di adakan di sebelah barat tongkonan. Sebagai upacara kegembiraan,
Rambu Tuka’ digelar mengiringimeningginya matahari Sedangkan Rambu Solo’ untuk
mengiringi terbenamnya matahari. Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa'
Gellu, Pa' Boneballa,Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake, Memanna,
Maluya, Pa'Tirra',Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung,
Pa'pelle'.Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh
(tabu)ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
Adapun tingkatan upacara Rambu Tuka' dari yang terendah sampai yang tertinggiadalah sebagai
berikut :

1) Kapuran Pangngan

12
yaitu suatu cara dengan hanya menyajikan Sirih Pinangsementara menghajatkan sesuatu
yang kelak akan dilaksanakan dengan kurban – kurban persembahan.

2) Piong Sanglampa yaitu suatu cara dengan menyajikan satu batang lemang
dalam bambu dan disajikan di suatu tempat atau padang/pematang atau persimpangan jal
an yang maksudnya sebagai tanda bahwa dalam waktu yang dekat manusia akan
mengadakan kurban persembahan.

3) Ma’pallin atau Manglika’ Biang,


yaitu suatu cara dengan kurban persembahansatu ekor ayam yang maksudnya mengakui
semua kekurangan danketidaksempurnaan manusia yang akan melakukan kurban
persembahanselanjutnya.

4) Ma’tadoran atau Menammu

Yaitusuatucaradenganmengadakan
kurban persembahan satu ekor ayam atau seekor babi yang ditujukan kepada pemujaan

Deata – Deata terutama bagi Deata yang menguasai daerah tempat mengadakan kurban
persembahan itu. Ma’tadoran juga dilakukan jika melaksanakan upacaraPengakuan Dosa
yang disebut Mangaku – aku.

5) Ma’pakande Deata do Banua


(mengadakan kurban persembahan di atasTongkonan). Nama Upacara ini berbeda di tiap
daerah adat tetapi pada dasarnyamemiliki tujuan yang sama yaitu dengan kurban
persembahan seekor babi ataulebih sesuai dengan ketentuan dari masing-masing daerah
adat. Uapcara inidilaksanakan di atas Tongkonan karena Tongkonan sebagai tempat
hidup manusiayang mengadakan kurban persembahan dan tujuannya memohon berkat
atau bersyukur atas kehidupan dari Sang Pemelihara atau Deata-Deata dan juga sebagai
tempat menghajatkan kurban persembahan. Ada daerah adat yang menyebutupacara ini
sebagai Ma’parekke Para.

13
6) Ma’pakande Deata diong padang
(mengadakan upacara di halaman Tongkonan),yaitu upacara kurban seekor babi atau
lebih yang dilaksanakan di halamanTongkonan dari orang yang mengadakan upacara.
Tujuan upacara ini adalahmemohon kepada Deata-Deata supaya memberkati seluruh
tempat atau Tongkonan tempat orang merencanakan dan mengusahakan kurban
persembahan seterusnyaserta tempat mendirikan Tongkonan. Ada daerah adat yang
menamakannya sebagai Ma’tete Ao’Massura’ Tallang adalah upacara yang dilaksanakan
setelah selesai melaksanakantingkatan upacara yang lebih rendah seperti tersebut di atas.
Upacara ini dilaksanakan di depan Tongkonan agak sebelah timur. Upacara Massura’
Tallang merupakan upacara persembahan paling tinggi kepada Deata-Deata sebagai
SangPemelihara dengan kurban beberapa ekor babi, dimana sebagian
untuk persembahan dan sebagian lagi untuk dibagikan menurut adat kepada masyarakat
dan orang yang menghadiri upacara tersebut utamanya kepada petugas adat dan agama
Aluk Todolo.

7) Upacara Massura’ Tallang ini dapat dilakukan oleh seluruhkeluarga dari satu rumpun
keluarga atau boleh juga satu keluarga dalammensyukuri kebahagiaan keluarga itu,
dimana dalam pembacaan Doa dan MantraSajian Kurban telah diungkapkan pula
keagungan dan kebesaran Puang Matua. Oleh karena itu, upacara Massura’ Tallang
berfungsi sebagai upacara pengucapan syukur karena keberkatan dan upacara penahbisan
atau pelantikan arwah leluhuryang diupacarakan dengan upacara pemakaman Dibatang
atau Didoya Tedong. Dengan selesainya upacara ini, maka arwah dari leluhur secara
resmi menjadiSetengah Deata yang disebut Tomembali Puang (Sang Pengawas atau
PemberiBerkat manusia turunannya). Upacara demikian disebut Manganta’ Pembalikan
Tomate, dan disebut demikian karena pada upacara ini diaturkan dekorasi
hias bermacam-macam pakaian dan perhiasan sebagai lambang dan perlengkapan hidup
dari sang leluhur di alam baka.

14
8) Merok,

yaitu upacara pemujaan kepada Puang Matua sebagai upacara pemujaanyang tinggi
dengan kurban Kerbau, Babi dan ayam. Pada upacara ini nama PuangMatua yang selalu
jadi pokok ungkapan dalam pembacaan mantra dan doa. Kerbau yang dikurbankan pada
upacara Merok ini adalah kerbau hitam (Tedong Pudu’),karena tidak boleh menyajikan
kurban kerbau yang memiliki bintik putih yangdianggap sebagai kerbau yang cacat.
Sebelum kerbau ini dikurbankan denganmenggunakan Tombak (Dirok), terlebih dulu
kerbau ini Disurak (didoakan dalamsuatu ungkapan hymne yang isinya menceritakan
kemuliaan Puang Matua dansegala ciptaannya serta kehidupan manusia dan mengutuk
pula perbuatan yangtidak baik dari manusia yang disyaratkan dengan pernyataan melalui
kurban kerbautersebut). Dan pelaksanaan pembacaan hymne semalam suntuk oleh
Tominaa disebut Massurak Tedong atau Massomba Tedong, yang mana dalamMassomba
Tedong ini diungkapkan tujuan dari keluarga mengadakan upacara Merok.

9) Ma’bua’ atau La’pa


yaitu suatu tingkatan upacara Rambu Tuka' yang palingtinggi dalam Aluk Todolo.
Upacara ini dilaksanakan setelah menyelesaikan semuaupacara-upacara yang
terbengkalai oleh keluarga atau daerah yang mengadakan upacara Ma’bua’ tersebut. Hal
ini karena upacara Ma’bua’ adalah upacara untuk mengakhiri seluruh upacara apapun
dalam mensyukuri seluruh kehidupan danmengharapkan berkat serta perlindungan dari
Puang Matua, Deata-deata, danTomembali Puang. Upacara Ma’bua’ juga sebagai
ungkapan syukur atas hewan ternak, tanaman dan kehidupan manusia. Pada upacara
Ma’bua’ atau La’pa, Puang Matua dipuja dan dieluk-elukkan dengan beragam lagu dan
tari yang memangkhusus diadakan untuk upacara Ma’bua’ tersebut. Pada upacara
Ma’bua’ diadakan kurban persembahan kerbau sebagai kurban persembahan utama
yang jumlahnya bermacam-macam menurut ketentuan Lesoan Aluk Tananan
Bua’tergantung pada masing-masing daerah adat atau tergantung pada kemampuan
keluarga. Ada kalanya Ma’bua’ ini diikuti oleh satu daerah adat atau kelompokadat jika
upacara ini menyangkut seluruh masyarakat satu daerah serta keselamatan seluruh

15
kehidupan dan disebut sebagai Bu’ kasalle atau La’pa Kasalle(Bua’=perbuatan,
la’pa=kelepasan, kasalle=besar). Upacara Ma’bua’ ini
adalah pusat dari semua upacara serta puncak dari semua upacara dalam Aluk Todoloyan
g juga merupakan dasar pembagian daerah adat Tondok Lepongan Bulan menjadi 3
daerah adat besar berdasarkan Lesoan aluk tananan Bua’.

10) Mangrara banua


”Mangarara Banua” adalah ritual terpenting, karena tongkonan menjadi pusat kehidupan
orang Toraja. Mulai dari urusan pemerintahanadat, perekonomian, hingga urusan
memelihara silaturahim kekerabatandilaksanakan di tongkonan. Kekerabatan, lebih-lebih
status sosial seseorang, tidakhanya ditelusuri dari nama marga, tetapi juga dari tongkonan
mana ia berasal. ”Mangarara Banua” termasuk prosesi ”Rambu Tuka’” yang langka
karena hanya dilakukan untuk selamatan tongkonan yang baru diganti atap bambu
ataudindingnya. ”Penggantian atap sebuah tongkonan biasanya dilakukan 40 tahunsekali,
sesuai umur bambu yang disusun sebagai atap tongkonan
yang bersangkutan, sedangkan penggantian dinding tongkonan biasanya dilakukan 100
tahun sekali. Proses penggantian itu berlangsung enam bulan. Dinding berukir dipesan
dari Randan Batu di wilayah Kesu, Tana Toraja.

F. Rambu Solo’

Aluk rambu solo’ adalah upacara pemakaman adat yang menjadi tradisi orang-orang
Melayu serumpun di Toraja, Sulawesi Selatan. Aluk rambu solo’ dapat dimaknaisebagai
upacara pemujaan dan penyempurnaan arwah orang yang wafat supaya dapat berkumpul
bersama leluhur di alam roh.

1. Asal-usul
Suku bangsa Melayu di Toraja, Sulawesi Selatan, memiliki banyak tradisi yangsakral
dan unik. Salah satunya adalah aluk rambu solo’, yakni upacara pemakaman
adatorang Toraja. Kendati dalam pelaksanaannya harus mengeluarkan dana yang
tidaksedikit, namun upacara ini masih tetap lestari hingga sekarang (Tino
Saroenggalo, 2008).Istilah aluk rambu solo’ terbangun dari tiga kata, yaitu

16
aluk (keyakinan), rambu (asapatau sinar), dan solo’ (turun). Dengan demikian, aluk
rambu solo’dapat diartikan sebagaiupacara yang dilaksanakan pada waktu sinar
matahari mulai turun (terbenam). Sebutanlain untuk upacara ini adalah aluk rampe
matampu’ Aluk artinya keyakinan atau aturan, rampe artinya sebelah atau bagian, dan
matampu’ artinya barat. Jadi, makna aluk rampe matampu ’ adalah upacara yang
dilaksanakan di sebelah barat dari rumah atau tongkonan. Upacara aluk rambu
solo’ bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwahorang yang meninggal
dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya.
Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-
benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orangyang
wafat itu hanya dianggap sebagai orang yang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap
diperlakukan seperti halnya ketika masih hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidurdan
diberi makanan dan minuman, bahkan diajak berbicara. Selain itu, orang
Torajaarwahnya mencapai tingkatan dewa (to-membali puang ) untuk kemudian
menjadi dewa pelindung (deata) (Mohammad Natsir Sitonda, 2007).
Aluk rambu solo’ adalah warisan ajaran leluhur Toraja. Upacara ini
dilaksanakan berdasarkan keyakinan leluhur yang disebut aluk todolo,
berarti kepercayaan atau pemujaan terhadap roh leluhur. Di dalam aluk todolo
terdapat aluk pitung sabu pitu ratu pitungpulo atau 777 aturan, salah satunya yang
berhubungan dengan pemujaan rohleluhur pada saat kematian (Sitonda, 2007).
Berdasarkan status sosial orang atau tingkat ekonomi keluarga yang diupacarakan,
aluk rambu solo’ dapat dibagi menjadi 4 jenis,yaitu:
1.Silli’ , yakni upacara pemakaman untuk kasta paling rendah, yaitu kasta kua-
kua atau budak. Upacara jenis ini tidak ada pemotongan hewan sebagai
persembahandan dibagi dalam beberapa bentuk, seperti dedekan (upacara
pemakaman denganmemukulkan wadah tempat makan babi) dan pasilamun tallo
manuk (pemakaman bersama telur ayam).
2. Pasangbongi, yakni upacara yang hanya berlangsung satu malam. Yang
termasuk jenis ini antara lain bai a’pa’ (persembahan empat ekor
babi), si tedong tungga (persembahan satu ekor babi), di isi (pemakaman untuk anak

17
yang meninggalsebelum tumbuh gigi dengan persembahan seekor babi), dan ma’
tangke patomali (persembahan dua ekor babi).
3. Di batang atau di doya tedong , yakni upacara untuk kasta tana’ basi
(bangsawanmenengah) dan tana’ bulan (bangsawan tinggi). Selain kerbau, upacara
jenis ini juga mempersembahkan babi dan ayam. Upacara biasanya digelar selama 3-7
hari berturut-turut. Pada akhir acara, dibuatkan sebuah simbuang (menhir)
sebagaimonumen untuk menghormati orang yang wafat.
4. Rapasan, yakni upacara khusus bagi golongan tana’ bulan (bangsawan
tinggi)yang digelar selama 3 hari 3 malam. Termasuk upacara jenis ini, antara lain
rapasan diongan (rapasan tingkat rendah hanya memenuhi syarat
minimal persembahan 9-12 kerbau), rapasan sundun (rapasan lengkap persembahan
24 ekorkerbau dan babi tak terbatas), dan rapasan sapu randanan (rapasan
simbolikdengan persembahan yang diandaikan 30 ekor kerbau).Saat ini, upacara
adat aluk rambu solo’ di masyarakat Toraja sudah
mengalami perubahan yang cukup signifikan, khususnya dalam kelengkapan perse
mbahan. Faktorekonomi menjadi salah satu akar persoalannya karena hewan
persembahan biasanya berharga cukup tinggi. Misalnya, jenis kerbau yang
digunakan bukan kerbau biasa, tetapikerbau bule tedong bonga) yang harganya
antara 10 – 50 juta/ekor (Saroenggalo, 2008).

2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Upacara


aluk rambu solo’ digelar sesuai dengan kesiapan keluarga secara ekonomikarena
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi kaum bangsawan yang
mampu, biasanya akan langsung menggelar upacara ini ketika ada anggota keluarga yangmening
gal. Namun, bagi kalangan biasa, mereka akan menunggu hingga punya cukupdana. Sementara
itu, tempat pelaksanaan upacara dipusatkan di dua lokasi, yakni dirumah duka dan di lapangan
(rante)
.
3. Peserta dan Pemimpin Upacara
Peserta upacara aluk rambu solo’ adalah seluruh keluarga orang yang wafat dansegenap
warga masyarakat. Pelaksanaan upacara ini dipimpin oleh beberapa orangkhusus yang terdiri
dari:

18
To mebalun atau to ma’kayo, bertugas memimpin dan membina upacara pemakaman.
To ma’pemali, bertugas melayani, merawat, dan memelihara jenazah selamaupacara
berlangsung.
To ma’kuasa, bertugas membantu secara umum pelaksanaan pemakaman.
To ma’sanduk dalle, perempuan yang khusus menyiapkan nasi bagi jenazah yangakan
dimakamkan.
To dibulle tangnga, perempuan yang bertugas sebagai penghubung antarpetugasupacara yang
lain, khususnya yang berkaitan dengan sesaji.
To sipalakuan, orang yang bertugas memenuhi semua kebutuhan perawatan jenazah dan upacara.
To ma’toe bia’ , seorang laki-laki yang bertugas menyalakan api dan memegangobor selama
upacara berlangsung.
To masso’ boi rante, perempuan yang bertugas membuka jalan ke rumah dukaatau lapangan
tempat upacara.
To mangengnge baka tau-tau, seseorang yang khusus membawa tempat pakaiandari patung.

4. Peralatan dan Bahan


Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ antaralain:
Tombi saratu, kain panjang seperti umbul-umbul.
Tuang-tuang atau tanda upacara.
Gendang. Maa’ , kain berukir sebagai tanda kemuliaan.
Sesaji. Gong atau bombongan.

5. Proses Pelaksanaan
Proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ meliputi 3 tahap, yaitu:
persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Berikut adalah proses pelaksanaan upacara aluk rambu
solo’ yang digelar selama 4 hari.

a. Persiapan
Untuk menyiapkan upacara aluk rambu solo’ , beberapa persiapan yang harusdilakukan
meliputi: pertemuan keluarga, pembuatan pondok upacara, dan menyediakan peralatan upacara.

19
Pertemuan keluarga orang yang wafat, baik dari pihak ibu maupun bapak, dilakukanuntuk
membicarakan ahli waris, tingkat upacara yang akan dilakukan, tempat pelaksanaan upacara, dan
lain-lain.
Pembuatan pondok upacara terdiri dari dua macam, yaitu yang ada di halamanrumah
orang yang wafat dan di lapangan upacara. Pondok-pondok tersebut nantinyaselain untuk
pelaksanaan upacara juga sebagai tempat menginap para tamu. Pondokdibangun sesuai kasta
orang yang wafat. Menyediakan peralatan upacara seperti peralatan makan, tidur, sesaji dan lain-
lain.

b. Pelaksanaan
Pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ terbagi menjadi dua tahap, yaitu aluk pia atau
aluk banua, yakni upacara dilakukan di halaman rumah orang yang wafat (upacaratahap
pertama), dan aluk palao atau alok rante, yakni upacara yang dilakukan dilapangan atau rante
(upacara tahap kedua).

1. Aluk Pia atau Aluk Banua

Pada upacara pemakaman di halaman rumah, jenazah tetap di rumah duka.Upacara tahap
pertama ini digelar selama 4 hari berturut-turut. Pada hari pertamadilakukan persembahan
sesaji berupa kerbau dan babi, dengan diiringi nyanyiansemalam suntuk (ma’badong ). Di
hari pertama ini, dilakukan juga perubahan
letak jenazah sekaligus status mayat berubah menjadi to makula, yaitu orang yangdianggap
benar-benar telah wafat.Hari kedua, selain tetap melantunkan nyanyian semalam suntuk,
keluargamenerima masyarakat dan kerabat yang biasanya datang dengan
membawasumbangan berupa hewan atau uang. Sumbangan ini sebagai tanda bahwa
kelak jika sang penyumbang juga menyelenggarakan upacara, maka yang disumbangharus
mengembalikannya, meskipun tidak dianggap sebagai utang. Para
tamu biasanya akan memperkenalkan kerabat masingmasing sehingga dari sini merekaakhirn
ya saling mengetahui jalinan kekerabatan mereka.Pada hari ketiga diadakan dua ritual.
Pertama yaitu ma’bolong , penyembelihan babi di pagi hari oleh to mebalun di mana semua
orang berpakaianhitam sebagai tanda berkabung. Kedua, ma’batang , penyembelihan kerbau

20
dilapangan dan dilanjutkan dengan pembacaan mantra pujian pada leluhur dari atas menara
daging (bala’kayan). Di hari keempat dilakukan ritual memasukkan jenazah ke dalam sebuah
petikayu. Kayu yang digunakan harus kayu yang sudah mati (kayu mate) dan menjadisimbol
bahwa jenzah telah benar-benar mati.

2. Aluk Palao atau Aluk Rante


Tahap ini digelar di lapangan dengan 4 prosesi, yaitu ma’ palao, allokatongkonan, allo
katorroan, mantaa padang, dan meaa. Ma’ palao, jenazah dari lumbung dipindahkan di
lapangan dan dibawa denganiringan arak-arakan. Sesampai di lapangan, kerbau dipotong
dengan ditebaslangsung lehernya. Daging kerbau lalu dibagikan kepada yang hadir
dengansebelumnya didendangkan syair-syair kedukaan yang diucapkan dalam bahasaadat
Toraja. Allo katongkkonan, keluarga menerima tamu yang datang dan mencatat pemberian
sumbangan. Allo katorroan, keluarga dan petugas istirahat sejenak untuk
membicarakan persiapan acara puncak pesta pemakaman. Pada tahap ini, disepakati lagi bera
pa kerbau yang akan dipotong. Mantaa padang, acara puncak yaitu pemotongan kerbau yang
telah disepakatisebelumnya. Daging kerbau kemudian dibagikan kepada keluarga dan
kerabatsesuai adat. Terkadang ada kerbau yang dibiarkan hidup tapi sudah diniatkanuntuk
disembelih dan disumbangkan untuk masyarakat. Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau
ke tempat pemakaman, kemudiandigelar ibadah pemakaman, ungkapan belasungkawa,
ucapan terima kasih darikeluarga, dan prosesi pemakaman jenazah.

Upacara aluk rambu solo’ dinyatakan berakhir jika jenazah telah selesaidimakamkan.
Saat ini, pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ telah banyak berubah.Salah satu perubahannya
adalah digelarnya upacara selama 12 hari dengan urutan acarasebagai berikut:
Ma’pasuluk (pertemuan keluarga), mangriu’ batu (menarik batusimbuang), ma’ pasa
tedong (menghitung ulang hewan korban), ma’ pengkalao (memindahkan jenazah ke
tongkonan), mangisi lantang (mengisi pondok), ma’ pasonglo (memindahkan jenazah dari
lumbung), allo katongkonan (keluarga menerima tamu), allokatorroan (istirahat), mantaa
padang (memotong hewan korban), dan me aa (pemakaman jenazah).

21
Doa-doa Dalam upacara adat aluk rambu solo’, terdapat doa-doa yang dilantunkan,
antaralain:
a. Doa permohonan perlindungan.
b. Doa pengagungan kepada leluhur.
c. Doa kepada orang yang wafat agar arwahnya diterima.

Pantangan dan Larangan Terdapat pantangan dalam upacara adat aluk rambu solo’ ,
yakni
selamaupacara berlangsung, seluruh peserta upacara dilarang membuat gaduh pada saat mantradi
bacakan, dan untuk pihak keluarga tidak boleh membatalkan sesaji yang telahdisepakati.

G.Ukiran Toraja
Ukiran Toraja bukan hanya sebagai gambar yang diciptakan begitu saja untukmenghiasi
suatu bentuk atau benda ataupun Tongkonan tetapi seluruh macam ukiran itulahir dari pengertian
masalah hidup atau pergaulan hidup serta cita-cita kehidupanmasyarakat, makanya seluruh
ukiran yang ada sekarang mempunyai arti yang dalam.Menurut sejarah ukiran pada mulanya
hanya dikenal 4 (empat) bentuk dasar gambar(lambang) yaitu lambang dari 4 (empat) pokok
kehidupan manusia, dan kemudiaandiaplikasikan pada Rumah Tongkonan dengan maksud akan
tetap menjadi perhatian danselalu diingat oleh masyarakat. Oleh karena itu pemasangan ukiran
tidak diletakkansembarangan tempat pada bangunan Tongkonan atau rumah, tapi dipasang
menurut pandangan dan falsafah hidup Toraja (Aluk Sanda Pitunnna). Keempat dasar ukiran
tersebut disebut Garonto’ Passura’ (pokok ukiran) yaitu : Pa’ Barre’ Allo, Pa’ ManukLondong,
Pa’ Tedong dan Pa’ Sussu’.Sampai saat ini dalam masyarakat Toraja dikenal 4 golongan
Passura’ berdasarkan peranan dan arti Passura’ (ukiran), yaitu :

1. Garonto’ Passura’ (Pokok -pokok ukiran) adalah mempunyai peranan simbol dasar
kehidupan orang Toraja, yaitu : Pa’ Barre’ Allo, Pa’ Manuk Londong, Pa’ Tedongdan Pa’
Sussu’
2. Passura’ Todolo (Ukiran Tua) adalah ukiran yang menyangkut peralatan upacara yang
dianggap berkasiat bagi pemakainya, yaitu : Pa’ Erong, Pa’ Ulu Karua, Pa’Doti Langi’,
Pa’ Kadang Pao, Pa’ Barana’, Pa’ Bai, Pa’ Lolo Tabang, Pa’ DaunBolu, Pa’ Daun Paria,

22
Pa’ Bombo Wai, Pa’ Kapu’ Baka, Pa’ Tangke Lumu’, Pa’Bungkang Tasik, Pa’ Lolo Paku,
Pa’ Tangki’ Pattung, Pa’ Bulintong, Pa’ Katik, Pa’Talinga Tedong, dan lain-lain.
3. Passura’ Malolle’ (Ukiran kemajuan dan perkembangan), yaitu ukiran yang
banyakdipakai mengukir bangunan yang tidak mempunyai peranan adat (Tongkonan
Batu A’riri). Ukiran ini digunakan sebagai simbol sikap dan tingkah laku sosial atau
pergaulan dengan dibatasi oleh pranata etika dan moral. Adakalanya ukiran ini ada
pertalian arti dan maknanya dengan ukiran Passura’ Todolo, yaitu : Pa’ Sala’bi’, Pa
Tanduk Ra’pe, Pa’ Tukku Pare, Pa’ Bunga Kaliki, Pa’ Poya Munda, Pa’
BulintongSiteba’, Pa’ Bulintong Situru’, Pa’ Karrang Longa, Pa’ Papan Kandaure,
Pa’Passulan, Pa’ Sepu’ Torongkong, dan lain-lain.
4. Ukiran Pa’ Barrean (ukiran kesenangan) merupakan ukiran yang terdiri atas potongan-
potongan yang sama bentuknya ada yang lurus dan adapula yang yang berupa lengkung,
yaitu : Pa’ Bannangan, Pa’ Barra’- barra’, Pa Manik Bu’ku’, Pa’Ara’ Dena’, Pa’ Komba
Kalua’, Pa’ Bua Kapa’, Pa’ Gayang, dan lain-lain.Beberapa jenis ukiran Toraja yaitu
sebagai berikut:

Pa’Barre Allo
Berasal dari Bahasa Toraja, yaitu Barre: Bulatan atau Bundaran dan Allo: Matahari.
Pa’Barre Allo berarti ukiran yang menyerupai matahari yang bersinar terang,memberi kehidupan
kepada seluruh mahluk penghunialam semesta. Ukiran ini diletakkan pada bagian rumahadat
yang berbentuk segitiga dan mencuat condongkeatas yang dalam bahasa Toraja disebut Para
Longa,dandi letakkan di bagian belakang dan depan Rumah adat.Ukiran ini biasa diletakkan
diatas ukiran Pa’Manuk Londong. Ne’ Lingbongan Menurut cerita, Ne’ Limbongan adalah nama
seorang ahli bangunan pada zaman dahulu yang menciptakanukiran-ukiran tradisional
Toraja.Sedangkang menurut arti katanya Limbong berarti danauatau sumber air yang tidak
pernah kering, memberikehidupan dan kesegaran bagi manusia, flora dan faunadi lingkungan
sekitarnya. Ukiran ini bermakna bahwaorang Toraja bertekad memperoleh rexeki dari
empat penjuru mata angin (utara, timur, barat, dan selatan) bagaikan mata air yang bersatudalam
satu danau dan memberi kebahagiaan kepada keturunannya.

Pa’ Ulu Karua

23
Berasal dari dua kata (Toraja) yaitu Ulu: Kepala,dan Karua:Delapan. Menurut mitos,
Toraja dahulu kalaada delapan orang Toraja yang masing-masingmenurunkan ilmu pengetahuan
menyangkut kehidupanini. Kehidupan orang ini diciptakan olehPuangAnggemaritik (Puang
Matua atau Tuhan) dalam sebuah puputan kembar ajaib dan masing-masing di karuniaIlmu
pengetahuan yang berbeda-beda. Makna ukiran ini

adalah orang Toraja mengharapkan dalam rumpun keluarga mereka, muncul orang yangmemiliki
ilmu yang tinggi dan berguna untuk kepentingan masyarakat.Untuk mengukir ukiran Toraja
tersebut menggunakan warna yang terdiri warnaalam yang mengandung arti dan makna

24
tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuaidengan falsafah hidup dan perkembangan hidup
manusia Toraja. Oleh karena
itu penggunaan warna pada ukiran tersebut tidak boleh diganti /dirubah dalam pemakaian.
Bahan warna Passura’ (ukiran) disebut Litak yang merupakan warna dasar bagi
masyarakat Toraja yaitu :

1. Warna merah (Litak Mararang)


2. Warna putih (Litak Mabusa)
3. Warna kuning (Litak Mariri)
a. Warna hitam (Litak Malotong)Warna merah dan putih merupakan warna darah
dan tulang manusia yang melambangkan kehidupan manusia. Warna tersebut
dapatdipergunakandimanasaja pada waktu ada upacara adat maupun dalam kehidu
pan sehari-hari. Warna kuning merupakan warna kemuliaan sebagai lambang
ketuhanan yang dipergunakan pada waktu upacara Rambu Tuka’ demi untuk
keselamatan manusia. Sedang warna hitam merupakan lambang dari kematian
atau kegelapan dipakai pada waktu upacara Rambu Solo’(upacara kematian). Arti
warna hitam pada dasar setiap Passura’ (ukiran) adalah bahwa kehidupan setiap
manusia diliputi oleh kematian karena menurut pandangan Aluk Todolo bahwa
dunia ini hanya sebagai tempat bermalam saja atau tempat menginap sementara.
Semua warna Passura’ seperti yang tersebut diatas merupakan warna alam
karena bahannya dari tanah, kecuali untuk warna hitam diambil dariarangbelanga.
Penggunaan bahan ini lebih tahan lama terhadap cuaca dan iklim dibandingkan de
ngan warna dari bahan sintesis.

H. Bahasa, Tarian, dan Musik Toraja


Bahasa
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'danToraja sebagai
dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionaladalah bahasa resmi dan
digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pundiajarkan di semua sekolah dasar di
Tana Toraja.Ragam bahasa di Toraja antara lain
Kalumpang, Mamasa, Tae' ,Talondo' ,Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun
bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja

25
yang terisolasimembentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah
adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruholeh
bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu
adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.Ciri yang menonjol dalam bahasa
Toraja adalah gagasan tentang duka citakematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah
membuat bahasa merekadapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam
beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk
menunjukkankesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu
katarsis bagiorang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari
peristiwakehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk
mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri.
Tarian Lakon Ritual Aluk Todolo dalam menunaikan aturan keagamaan yang berwujud
pada pemujaan terhadap Puang Matua, Deata maupun To Mambali
Puang, banyak dimanifestasikan dalam bentuk seni tradisional seperti seni tari, seni suara,seni
musik, seni sastra tutur, seni ukir dan seni pahat. Kesenian yang diapresiasikan senantiasa
berkaitan dengan Aluk Rambu Tuka’dan Aluk Rambu Solo’. Pada umumnya jenis-jenis kesenian
yang dipentaskan secarakhusus untuk masing-masing kegiatan ritual adat, baik Rambu Tuka’
maupun Rambu Solo’. Namun ada juga jenis kesenian yang dipentaskan pada kedua jenisritual.
Jenis kesenian tersebut disebut Ada’ Basse Bubung, yaitu kesenian yang
boleh dipentaskan pada upacara kegembiraan Aluk Rampe Matallo maupun padaacara kedukaan
Aluk Rampe Matampu’.
Hampir semua ragam seni yang dipentaskan merupakan perpaduan beberaparagam seni,
seperti perpaduan antara seni suara dengan seni tari, seni tari denganseni musik, atau seni suara
dengan seni musik. Jenis kesenian yang telahdikembangkan dalam budaya masyarakat Tana
Toraja antara lain :
Tarian Pa’ Gellu’
Tarian Burake
Tarian Ma’dandan
Tarian Manimbong
Tarian Manganda’
Tarian Pa’Bondesan

26
Tarian Memanna
Tarian Ma’badong
Tarian Ma’katia
Tarian Pa’randing
Tarian Pa’pangngan

Musik
Di samping seni tari dan seni suara serta pantun juga diperkenalkan seni musiktradisional
Toraja antara lain :

PASSULING
Semua lagu-lagu hiburan duka dapat diikuti dengan suling tradisional Toraja(Suling
Lembang). Passuling ini dimainkan oleh laki-laki untuk mengiringi lantunanlagu duka
(Pa'marakka) dalam menyambut keluarga atau kerabat yang menyatakandukacitanya. Passuling
inidapatjugadimainkandiluaracarakedukaan,bahkan boleh dimainkan untuk menghibur diri dalam
keluarga di pedesaan sambilmenunggu padi menguning.

PA'PELLE'/PA'BARRUNG
Musik digemari oleh anak-anak gembala menjelang menguningnya padi disawah. Alat
musiknya terbuat dari batang padi dan disambung sehingga miripterompet dengan daun enau
yang besar. Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat
(Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangaradan sejenisnya.

PA'POMBANG/PA'BAS
Inilah musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra.Dimainkan oleh
banyak orang biasanya murid-murid sekolah di bawah pimpinanseorang dirigen. Musik bambu
jenis ini sering diperlombakan pada perayaan bersejarah seperti hari peringatan
Proklamasi Kemerdekaan RI, Peringatan Hari Jaditana Toraja. Lagu yang dimainkan bisa lagu-
lagu nasional, lagu-lagu daerah TanaToraja, lagu-lagu gerejawi, dan lagu-lagu daerah di seluruh
Indonesia.

27
PA'KAROBBI
Alat kecil dengan benang halus diletakkan pada bibir. Benang atau bibirdisentak-sentak
sehingga menimbulkan bunyi yang berirama halus namunmengasyikkan.
PA'TULALI'
Bambu kecil yang halus, dimainkan sehingga menimbulkan bunyi/suara yanglumayan
untuk menjadi hiburan.

PA'GESO'GESO'
Sejenis alat musik gesek. Terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberidawai.
Dawai yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dantali akan
menimbulkan suara khas. Alat ini mengeluarkan nada sesuai dengantekanan jari si pemain pada
dawai. Pa'geso'-geso' terkenal dari Kecamatan Saluputti.

I. Objek Wisata di Toraja

Sebagai salah satu daya tarik wisata Indonesia, Tana Toraja memiliki obyekwisata yang
terkenal dengan kekayaan budayanya.Dihuni oleh Suku Toraja yang mendiami
daerah pegunungan dan mempertahankangaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya
hidup Austronesia yang asli danmirip dengan budaya Nias, Tana Toraja merupakan salah satu
obyek wisata di SulawesiSelatan yang sangat menarik .Dari sekian banyaknya objek wisata di
Toraja, berikut beberapa objek yang akan dijelaskan Pallawa Tongkonan Pallawa adalah
salahsatu tongkonan atau rumah adat yangsangat menarik dan berada di antara pohon-
pohon bambu di puncak bukit.Tongkonan tersebut didekorasi dengansejumlah tanduk kerbau
yangditancapkan di bagian depan rumah adat.Terletak sekitar 12 Km ke arah utara dari
Rantepau.

Londa
Londa adalah bebatuan curam di sisimakam khas Tana Toraja. Salah satunyaterletak di
tempat yang tinggi dari bukitdengan gua yang dalam di mana peti- peti mayat diatur sesuai
dengan gariskeluarga.Di satu sisi bukit lainya dibiarkanterbuka menghadap
pemandanganhamparan hijau. Terletak sekitar 5 Kmke arah selatan dari Rantepau.

28
Ke'te Kesu
Obyek yang mempesona di desa ini berupa Tongkonan, lumbung padi dan bangunan
Megalith di sekitarnya. Sekitar100 meter di belakang perkampungan initerdapat situs pekuburan
tebing dengankuburan bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar.Tau-tau
ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari.Perkampungan ini juga dikenal
dengankeahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang
bagus untuk berbelanja souvenir .Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepau. Batu Tumonga
Di kawasan ini anda dapatmenemukan sekitar 56 batu menhirdalam satu lingkaran dengan
empat pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitardua sampai
tiga meter.Dari tempat ini Anda dapat melihatkeindahan rantepau dan lembahsekitarnya.
Terletak di daerah Sensean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.

Lemo
Tempat ini sering disebut sebagairumah para arwah. Di pemakaman LemoAnda dapat
melihat mayat yanngdisimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam.
Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduanantara kematian, seni, dan ritual.Pada waktu-
waktu tertentu, pakaiandari mayat-mayat akan diganti denganmelalui upacara Ma Nene. Terletak
di Kabupaten Tan Toraja.

29
Bab III. Penutup

A.Kesimpulan

Dari materi yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memangsangat
kaya akan budaya yang unik, salah satunya budaya Toraja. budaya Toraja ialah budaya yang
sangat unik. Banyak hal-hal dari Budaya Toraja yang tidak akan didapatkandi kebudayaan lain.
Budaya Toraja tidak hanya dikenal di daerah sekitar, tetapi sudahtidak asing lagi di kancah
Internasional. Kuatnya rasa persaudaraan dan kekeluargaansehingga budaya ini dapat
terlestarikan sampai sekarang.

B.Saran

Saran yang dapat saya berikan untuk pemerintah yaitu agar pelstarian budayaToraja agar lebih
ditingkatkan. Kalau bisa, jangan menghilangkan budaya dan adatToraja, karena hal itulah yang
menjadi ciri khas daerah Toraja. Jadikanlah Toraja sebagai pusat daerah pariwisata dan objek
penelitian pendidikan

30
31

Anda mungkin juga menyukai