Anda di halaman 1dari 26

TUJUH UNSUR KEBUDAYAAN SUKU

TORAJA
Berbicara mengenai Suku Toraja tentu dalam benak kita terbayang sebuah etnik
suku yang memiliki rumah panggung besar dengan atap menyerupai moncong perahu
dan upacara adatnya yang melibatkan banyak orang untuk terlibat. Daya tarik yang
berasal dari khasanah kebudayaannya, arsitektur tradisional yang inspiratif serta kaya
makna, dan keagungan prosesi adatnya menjadikan Tana Toraja memiliki nilai-nilai
tersendiri yang banyak diminati oleh wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut.
Hal ini diperkuat dengan kearifan lokal yang nilai-nilainya masih dijalankan oleh
masyarakat sekitar Tana Toraja.
Secara geografis, Komunitas Suku Toraja bertempat tinggal pada pegunungan di
bagian utara sulawesi selatan. Lebih spesifik pada letaknya, Suku Toraja terletak di
kabupaten Tana Toraja yang terletak dalam satuan kepemerintahan Provinsi Sulawesi
Selatan yang memiliki ibu kota bernama Makale.
Diperkirakan pada tahun 2009 populasi masyarakat suku toraja telah mencapai sekitar
satu juta jiwa.
•             Secara historis banyak yang meyakini bahwa Suku Toraja berasal dari Teluk Tongkin
yang berada di daratan cina. Seorang Anthtropolog bernama DR.C. Cyrut meyakini bahwa
masyarakat Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal Sulawesi
Selatan atau pribumi dengan pendatang dari teluk tongkin tersebut. Bangsa cina yang
memang dikenal akan kebiasaannya bermigrasi, segera membangun pemukiman di daerah
tersebut untuk kemudian membangun sebuah peradaban baru.
•             Nama Toraja sendiri sebenarnya merupakan kata dari Bahasa Bugis yaitu to
riaja yang mana berarti “orang yang berdiam di negeri atas”. Dekrit President yang
diterbitkan pada tahun 1965 yang mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk
menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu
dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk to dolo) tidak diakui secara hukum, dan suku
Toraja berupaya menentang dekrit tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia
harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo
dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
1 .      Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
• Agama
• Kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Toraja adalah Kristen. Sementara sebagian ada yang
menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal dengan Aluk To Dolo.
• Aluk To Dolo memiliki makna sebagai kesadaran bahwasannya keberadaan manusia hidup di bumi pada
hakikatnya hanyalah untuk sementara. Prinsip ini ditanamkan sedemikian kuatnya yang mana pada akhirnya
menjadi pondasi utama kepercayaan asli masyarakat Toraja. Sebagai penguat pemahamannya bahwasannya
selama tidak ada orang yang bisa menahan matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun mutlak
keberadaannya dan tidak bisa ditunda kedatangannya.
• Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau
"jalan" . Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian
digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta Alam semesta,
menurut aluk, dunia dibagi menjadi dua yaitu dunia atas (Surga) dan dunia bawah manusia (bumi). Pada awalnya,
surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di
dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi
adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana.
• Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan
kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan.
• Upacara Adat Pemakaman Suku Tana Toraja

• Upacara pemakaman adalah ritual yang paling penting. Ritual ini biasanya dilakukan oleh keluarga bangsawan secara besar-
besaran. Pesta pemakaman seorang bangsawan bisa dihadiri oleh ribuan orang serta dapat berlangsung selama lebih dari
satu hari. Tempat prosesi pemakaman disiapkan di padang rumput. Musik-musik, nyanyian pengiring, puisi, dan tangisan
merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja, tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak,
orang miskin, dan orang kelas rendah. Namun seiring dengan berjalannya waktu, upacara kematian ini bisa dilakukan oleh
siapa saja. Upacara pemakaman ini digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak
kematian yang bersangkutan, agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan uang untuk biaya pemakaman.
• Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba, tetapi merupakan
sebuah proses yang bertahap menuju dunia arwah atau akhirat. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di
desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke dunia arwah atau
akhirat. Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka
semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai
kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur".
Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat
sampai di dunia arwah atau akhirat jika ada banyak kerbau.
• Ritual pemakaman oleh kebudayaan tana toraja terbilang "rumit". Dalam kebudayaan tana toraja
pemakaman seseorang menjadi sebuah acara adat yang membutuhkan biaya yang sangat mahal. Upacara
pemakaman yang dilakukan oleh masyrakat tana toraja dengan kebudayaan tana toraja bisa menunjukkan
status sosial seseorang, semakin kaya ,maka upacara pemakaman semakin mewah dan besar. Jika keluarga
yang ditinggalkan datang dari keluarga sederhana maka ia harus mengumpulkan uang terlebih dahulu agar
bisa mengadakan acara pemakaman . Dalam pemakaman masyrakat tana toraja , mayat akan disemayamkan
dengan tiga cara, yaitu peti berisi mayat disimpan digua, dimakamkan di batu berukir atau digantung begitu
saja ditepian tebing.
2.       Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Struktur Pemerintahan
• Pada awalnya pemerintah yang ada di Tanah Toraja bersifat kerajaan yang dipimpin langsung oleh seorang raja
seperti Raja Sangalla. Kemudian setelah Indonesia merdeka Tanah Toraja menjadi bagian dari Indonesia. Untuk
sementara ini pemerintahan bersifat  otoda (Otonomi Daerah).
• Tingkatan kelas sosial masih terlihat pada kebudayaan tana toraja. kelas sosial diturunkan melalui ibu. adapun
tingkatan kelas sosial yang dikenal dalam kebudayaan tana toraja yaitu bangsawan, orang biasa, dan budak.
Bangsawan sangat menjaga martabat kebangsawanannya, kaum bangsawan wajib mengadakan ritual
pemakaman dan jenazah bangsawan diletakkan ditempat pemakaman khusus.
• Masyarakat Toraja hidup dalam komunitas kecil dimana anak-anak yang sudah menikah meninggalkan
orangtua mereka dan memulai hidup baru ditempat lain. Meski anak mengikuti garis keturunan ayah dan
ibunya tetapi mereka semua merupakan satu keluarga besar yang tinggal di satu rumah leluhur (tongkonan).
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan
dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu, semua anggota
keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
• Masyarakat

• Keluarga
• Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan
memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh
(sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan. Suku Toraja melarang
pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.
Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian,
berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.
• Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya,
termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana Toraja,
masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani
masalah mereka sendiri, beberapa desa biasanya membentuk kelompok kadang-kadang, beberapa desa akan bersatu melawan
desa-desa lain. Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara
praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual.
Kelas sosial
• Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan
kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh
pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi
perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih
tinggi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari
Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.
• Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata
tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang
dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para
bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat
biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status
keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang,
seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang
dimiliki.
• Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi
budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang,
dan perdagangan budak umum dilakukan.
3.       Sistem Pengetahuan
            Masyarakat Toraja mempunyai sistem pengetahuan waktu yang berhubungan dengan        hari yang baik
atau bulan yang baik. Dalam kehidupan masyarakat Toraja dikenal 3      waktu :
1.      Pertanam ( Setahun Padi )
2.      Sang Bulan ( 30 hari )
3.      Sang Pasa ( Sepekan )

4 .      Bahasa
• Bahasa Toraja diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan konsep keagamaan dan
sosial, suku Toraja membuat kayu dan menyebutnya Pa’ssura (tulisan). Oleh karena itu, ukiran kayu
merupakan perwujudan budaya Toraja.
• Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa’dan Toraja sebagai dialek bahasa yang
utama. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan
tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
5 .      Kesenian
• Adapun kesenian yang ada di Toraja  diantaranya adalah :
       
Ukir Kayu. Tenun Ikat.

• Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan.Untuk menunjukkan kosep keagamaan dan sosial, suku Toraja
membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan
seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu
keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga
akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak.
• Rumah adat kebudayaan tana toraja

• Rumah tradisional khas kebudayaan tator disebut Tongkonan, berasal dari Tongko yang berarti "duduk". Rumah ini
merupakan pusat pemerintahan kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyrakat dalam
kebudayaan tana toraja. Dalam kebudayaan tana toraja , ada tiga jenis rumah tongkonan , pertama tongkonan
merupakan tempat kekuasaan tertinggi yang digunakan sebagai pusat pemerintahan , kedua tongkonan pekamberan
merupakan milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal. terakhir tongkonan
batu khusus anggota keluarga biasa
• Tempat wisata di tana toraja
• Ke'te Kesu

• Ke’te Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat
kegiatannya adalah berupa deretan rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona di
desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith di sekitarnya.
• Batu Tumonga

• Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah.
Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao
dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.
• Lemo

• Lemo merupakan sebuah kuburan yang dibuat di bukit batu. Bukit ini dinamakan Lemo karena bentuknya bulat
menyerupai buah jeruk (limau). Di bukit ini terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan
satu keluarga dengan ukuran 3 X 5 M. Untuk membuat lubang ini diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya
sekitar Rp. 30 juta. Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo anda dapat melihat mayat
yang disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara
kematian, seni dan ritual.
Kuburan Bayi Kambira

• Di kuburan ini, bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon Tarra’. Bayi ini
dianggap masih masih suci. Pohon Tarra’ dipilih sebagai tempat penguburan bayi, karena pohon ini memiliki banyak getah yang dianggap
sebagai pengganti air susu ibu. Dengan menguburkan di pohon ini, orang-orang Toraja menganggap bayi ini seperti dikembalikan ke
rahim ibunya dan mereka berharap pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang akan lahir kemudian.
• Pohon Tarra’ memiliki diameter sekitar 80 – 100 cm dan lubang yang dipakai untuk menguburkan bayi ditutup dengan ijuk dari pohon
enau. Pemakaman seperti ini dilakukan oleh orang Toraja pengikut ajaran kepercayaan kepada leluhur. Upacara penguburan ini
dilaksanakan secara sederhana dan bayi yang dikuburkan tidak dibungkus dengan kain, sehingga bayi seperti masih berada di rahim
ibunya.
• Arung Jeram Sungai Sa’dan

• Sungai Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80 meter serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di
sepanjang Sungai ini terdapat beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda.
• Alat musik tradisional Toraja

adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan dalam tarian Ma'bondensan. Alat ini
dimainkan bersama sekelompok pria yang menari bertelanjang dada dan berkuku jari panjang. Alat musik lainnya yang
digunakan adalah Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan saat panen dan upacara pembukaan rumah.
• Tarian Toraja

• dapat Anda lihat biasanya saat upacara penguburan. Tarian ini untuk menunjukkan rasa duka cita sekaligus menghormati
dan menyemangati arwah. Sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk
menghormati almarhum (Ma'badong). Kemudian di hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk
memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Anda akan melihat beberapa pria menari dengan pedang, prisai besar dari
kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai hiasan ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika
jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman.
Makanan dan minuman khas suku toraja

Pa’piong Bai (babi) dan pa’piong ayam (manuk)


Makanan ini adalah makanan terbuat dari babi yang dicampur dengan sedikit rempah-rempah bersama dengan lombok katokkon (cabe
asli Toraja). dan uniknya di masak dengan menggunakan bambu dan yang kemudian di panggang. Proses pa’piong ayam sama dengan
pembuatan pa’piong babi.
• Ballo’ (Tuak)

• Merupakan minuman khas masyarakat Toraja yang terbuat dari getah pohon Nira. Proses pembuatan minuman ini
dilakukan dengan cara fermentasi getah Nira yang dilakukan selama beberapa hari. Rasa dari minuman ini ada dua macam
yaitu, manis dan asam. Rasanya tergantung dari bagaimana cara dalam fermentasi dan kualitas dari getah pohon nira itu
sendiri. Minuman khas masyarakat Toraja ini biasanya disajikan baik dalam acara upacara adat (Rambu Tuka’ dan Rambu
Solo’) maupun dalam acara ucapan syukur keluarga masyarakat Toraja.
6. Sistem Mata Pencaharian Hidup
• Masyarakat Toraja banyak yang memiliki sawah sehingga sebagian besar penduduk
Toraja bermata pencaharian sebagai petani. Dalam rumah tangga bagi orang suku toraja
suami dan isteri sama-sama mencari nafkah, seperti dalam pertanian kalau suami
mencangkul disawah adalah kewajiban isteri menanaminya.
• Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya
terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan
jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan
ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-
satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi, Kopi Toraja.
• Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984.
Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di
hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan
politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di
Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal
sebagai tempat asal dari kopi Indonesia.
7. Sistem Teknologi dan Peralatan
Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang digunakan seperti :
Alat Dapur Alat Perhiasan
La’ka sebagai alat belanga Beke – ikat kepala
Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu Manikkota – kalung
Karakayu yaitu alat pembagi nasi Komba – gelang tangan
Dulang yaitu cangkir dari tempurung Sissin Lebu – cincin besar
Sona yaitu piring anyaman
Alat Perang / Senjata Kuno Alat Upacara Keagamaan
Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu Pote – tanda berkabung untuk pria dan wanita
Penai yaitu parang Tanduk Rongga – Perhiasan dikepala
Bolulong yaitu perisai Pokti – tempat sesajen
Sumpi atau sumpit Sepui – tempat sirih
Alat Musik Tradisional
Geso – biola
Tomoron – terompet
Suling Toraja
Berikut parang khas Toraja (La’bo’ Dualalan) 
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
• Masyarakat Tana Toraja memiliki budaya yang unik dan khas di antaranya Rambu
Solo’, Ma’Badong , kuburan bayi dan masih banyak lagi. Rambu Solo’ merupakan upacara
pemakaman leluhur atau orang tua. Upacara ini merupakan upacara paling meriah dan
paling mewah dalam masyarakat Tana Toraja.
• Ma’badong adalah warisan kebudayaan yang telah diwariskan turun-temurun oleh
penduduk asli dan keturunan suku Toraja sejak berabad-abad yang lalu. Karena kekhasan,
fungsi dan peranan, serta nilai kebudayaan untuk bersama-sama mendoakan orang yang
telah meninggal membuat ma’badong masih bertahan hingga sekarang, bahkan sering
dilaksanakan. Pelaksanaan upacara yang sakral ini tidak dinilai dengan penilaian ekonomis
atau menjadi materi kekayaan, tetapi upacara yang mengandung kekayaan yang tidak
ternilai harganya, sehingga harus tetap dilaksanakan dan dipedulikan oleh seluruh bangsa
Indonesia, khususnya masyarakat asli Tana Toraja.
DAFTAR PUSTAKA
http://community.um.ac.id/showthread.php?97853-Pemakaman-suku-Toraja /15 November 2013 pukul 19.45
http://dityamelodys.blogspot.com/2011/08/budaya-suku-toraja.html/15 November 2013 pukul 20.00
http://hery1516.blogspot.com/2010/12/kebudayaan-masyarakat-tana-toraja.html/15 November 2013 pukul 20.30
http://infosepuluh.blogspot.com/2010/02/keunikan-budaya-tanah-toraja.html/16 November 2013 pukul 20.30
http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/06/latar-belakang-kebudayaan-suku-toraja.html/16 November
2013 pukul 21.15
http://wongalus.wordpress.com/2009/07/07/teisme-manusia-tana-toraja/16 November 2013 pukul 21.35
http://www.tanatorajakab.go.id/ 15 November 2013 pukul 22.00

Anda mungkin juga menyukai