Hybels (1993) menyatakan bahwa pekerjaan adalah cara bagi Allah untuk mengisi hari-
hari manusia dengan aktivitas yang bermakna dan menyenangkan. Setiap orang di setiap profesi
yang sah dan bernilai memiliki martabat yang tersedia). Amsal juga menunjukkan bahwa ada
kebanggaan dan perasaan terhormat yang terkait dengan kerja yang rajin (Ams. 22:29).
Entrepreneurship, yang pertama kali dimotori oleh Prof. John Baptis Say di Perancis pada tahun
1800, pada awalnya berarti "berusaha" atau melakukan sesuatu. Secara umum, entrepreneurship
didefinisikan sebagai proses menciptakan nilai yang berbeda dengan usaha dan waktu yang
diperlukan, serta memikul resiko finansial, psikologis, dan sosial yang terkait, dengan imbalan
balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Hal ini juga dapat diinterpretasikan sebagai sikap dan
perilaku mandiri yang menggabungkan kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk
mencapai prestasi maksimal serta memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, atau
pelayanan yang dihasilkan dengan memperhatikan aspek-aspek kehidupan masyarakat.
Entrepreneurship bukan hanya keahlian, tetapi juga kualitas sikap seseorang. Seorang
entrepreneur harus memiliki kualifikasi kepribadian yang tahan banting, selalu mencari peluang,
memiliki visi, dan memiliki pandangan untuk berhasil, bukan hanya sekedar berbuat Dalam
perspektif Alkitab, bisnis juga termasuk dalam lingkup mengasihi sesama manusia, mengasihi
karyawan, rekan kerja, dan konsumen atau pelanggan (Latupeirissa, 2019). Kegiatan bisnis bisa
digunakan untuk memenuhi mandat ilahi dalam menguasai dan melestarikan ciptaan, berkarya
dan melayani, memuliakan Tuhan, serta menjadi garam dan terang di pilar bisnis dan ekonomi
Bisnis sendiri adalah sebuah media, bukan tujuan, dan dapat menjadi alat untuk memuliakan
Allah, tidak selalu berkaitan dengan materi dan keuntungan semata