Anda di halaman 1dari 17

BISNIS DALAM ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis Syariah

Dosen Pengampu: Haq Muhammad Hamka Habibie, S.E., M.A.

DISUSUN OLEH:

NARITA MURDYA WAHYU P (212111320)

SINGGIH PANGELING (212111334)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Sukoharjo, 24 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah............................................................................4

B. Rumusan Masalah.......................................................................................5

C. Tujuan..........................................................................................................6

BAB II.....................................................................................................................7

PEMBAHASAN.....................................................................................................7

A. Pengertian bisnis.........................................................................................7

B. Tujuan Bisnis...............................................................................................8

C. Dasar Bisnis.................................................................................................9

D. Ketentuan Bisnis dalam Islam.................................................................11

BAB III..................................................................................................................16

PENUTUP.............................................................................................................16

A. KESIMPULAN..........................................................................................16

B. SARAN.......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan mempunyai
peranan yang sangat vital dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.
Kegiatan bisnis mempengaruhi semua tingkat kehidupan manusia baik
individu, sosial, regional, nasional maupun internasional. Tiap hari jutaan
manusia melakukan kegiatan bisnis sebagai produsen, perantara maupun
sebagai konsumen.

Bisnis adalah kegiatan ekonomi. Hal-hal yang terjadi dalam kegiatan


ini adalah jual beli, produksi-pemasaran, tenaga kerja dan interaksi
manusia lainnya, dengan tujuan menghasilkan keuntungan. Dalam
kegiatan komersial, pelaku komersial atau pelaku bisnis dan konsumen
sama-sama memiliki kebutuhan dan kepentingan. Pelaku usaha harus
memiliki tanggung jawab kepada karyawan, pemegang saham, masyarakat
dan lingkungan dalam aspek operasi bisnis. Untuk itu sangat diperlukan
aturan dan nilai-nilai yang mengatur kegiatan niaga tersebut agar tidak ada
pihak yang dirugikan dan dieksploitasi, baik kepada konsumen, karyawan
maupun siapapun yang terlibat di dalamnya. perdagangan ini.1

Kenyataan yang kita hadapi sekarang di masyarakat adalah perilaku


menyimpang dari ajaran agama, menurunkannya nilai etika dalam bisnis.
Bagi kalangan ini bisnis adalah kegiatan manusia yang bertujuan mencari
laba semata-mata. Bisnis telah ada dalam sistem dan struktur dunianya
yang “baku” untuk mencari pemenuh hidup sehingga bisnis tidak seiring
dengan etika. Hal inilah yang oleh George melahirkan mitos bisnis amoral.
Bahwa bisnis adalah bisnis, antara bisnis dan moralitas tidak ada kaitan
apa-apa. Mitos bisnis amoral menganggap bahwa bisnis merupakan
kegiatan tak terpuji dan karenanya harus dihindari, mitos bisnis pengejar

1
Norvadewi, ”Bisnis dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah, Vol. 01, No.
01, Desember 2015, hal 33.

4
maksimalisasi keuntungan bahwa bisnis hanyalah kegiatan yang
berhubungan dengan keuntungan semata-mata mitos bisnis sebagai
permainan bisnis ini adalah arena persaingan atau peluang dengan
kemenangan sebagai tujuan utama. Dengan mitos tersebut, citra buruk
bisnis seakan mendapat legitimasi. Berbagai bentuk kecurangan terjadi
dalam bisnis seperti rendahnya solidaritas, tanggung jawab sosial dan
tingkat kejujuran, saling curiga, persaingan tidak sehat, penunggakan
utang, sogok menyogok, komersialisasi birokrasi bahkan memotong relasi
saingan untuk mematikan usaha saingan

Kesadaran bahwa bisnis harus dilandasi dengan etika juga mulai


disadari oleh para pengusaha Muslim. Apalagi di dalam ajaran Islam
memang telah memberikan tuntunan bagaimana berbisnis yang sesuai
dengan normanorma ajaran Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW yang merupakan pebisnis ulung dengan berbagai
keutamaan sifat Beliau.

Dasar-dasar etika dan manajemen bisnis yang dilakukan oleh


Rasulullah SAW ini telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau
diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan
semakin mendapat pembenaran akademis di penghujung abad ke-20 atau
awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan dan
kepuasan konsumen (costumer satisfication), pelayanan yang unggul
(service excellent), kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang
sehat dan kompetitif, semuanya telah menjadi gambaran pribadi dan etika
bisnis Muhammad SAW sejak beliau masih muda.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengerian bisnis?
b. Bagaimana tujuan bisnis dalam islam?
c. Bagaimana dasar bisnis dalam islam?
d. Bagaimana ketentuan bisnis dalam islam?

5
C. Tujuan
a. Mengetahu pengrtian bisnis.
b. Mengetahui tujuan bisnis dalam islam.
c. Mengetahui dasar bisnis dalam islam.
d. Mengetahui ketentuan bisnis dalam islam.

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian bisnis
Secara bahasa kata bisnis berasal dari bahasa Inggris, yaitu
business dan businesess (pluralnya) artinya untuk urusan dagang, usaha,
perniagaan, ketataniagaan.2 Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial dalam dunia
perdagangan di bidang usaha.
Secara istilah kata bisnis didefinisikan oleh para tokoh berikut,
yaitu menurut Suhendi dan Indra Sasangka, bisnis adalah suatu usaha
individu atau kelompok yang mengembangkan dan mentransformasikan
sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen sehingga mendapatkan keuntungan atau laba
dengan kegiatan itu.
Sedangkan menurut Skinner, bisnis adalah pertukaran barang, jasa
atau uang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Pada
dasarnya, bisnis memiliki makna sebagai “the buying and selling of good
and service”. Sedangkan perusahaan bisnis adalah suatu organisasi yang
terlibat dalam pertukaran barang, jasa atau uang untuk menghasilkan
keuntungan. Secara sederhana, bisnis adalah semua kegiatan yang
dilakukan seseorang atau lebih yang terorganisasi dalam mencari laba
melalui penyediaan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat.3
Business may be defined as an activity, in which different persons
exchange something of value whether goods or services for mutual
again or profit, it may be called on organized and systematized activity
for profit.

Maksudnya, bisnis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan,

2
John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1996), Cet. Ke-
XXII, hlm. 90.
3
Francis Tantri, “Pengantar Bisnis” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 4.

7
dimana orang-orang yang berbeda bertukar sesuatu yang bernilai baik
barang atau jasa saling menguntungkan, itu dapat disebut aktivitas yang
terorganisir dan sistematis untuk mendapatkan keuntungan.

Dari beberapa definisi bisnis yang telah dikemukan oleh para ahli,
penulis berkesimpulan bahwa bisnis adalah segala bentuk usaha yang
menghasilkan barang atau jasa yang dijual kepada para konsumen
dengan tujuan memperoleh keuntungan.
B. Tujuan Bisnis
Menurut Veithzal Rifai et al., bisnis dalam Islam bertujuan
untuk mencapai empat hal, yaitu sebagai berikt:
1. Target hasil: profit materi dan benefit nonmateri
Tujuan bisnis tidak selalu mencari profit (qimah madiyah atau
nilai materi), tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit)
keuntungan dan manfaat nonmateri, baik bagi si pelaku bisnis
sendiri maupun pada lingkungan yang lebih luas, seperti terciptanya
suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
2. Pertumbuhan
Jika profil materi dan benefit nonmateri telah diraih, maka
diupayakan pertumbuhan akan menaikan terus-menerus menigkat
setiap tahunnya dari profil dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan
ini tentu dalam koridor syariah.
3. Keberlangsungan
Pencapaian target hasil dan pertumbuhan harus terus diupayakan
keberlangsunagnya dalam waktu yang cukup lama dan dalam menjaga
keberlangsungan itu pada koridor syariat islam.
4. Keberkahan
Para pengelola bisnis harus menolak orientasi keberkahan ini
menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatanbisnis selalu
berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhaan Allah.

8
Sedengkan menurut Wiku Suryomurti, ada banyak alasan orang
berbisnis, yaitu:4
a. Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang
kaya saja.

b. Karena adanya dorongan untuk mencari nafkah.


c. Karena pertumbuhan aset atau kenaikan penghasilan tidak
seimbang dengan perkembangan keluarga, termasuk di
antaranya jumlah anak yang harus dibiayai pendidikannya.
d. Karena diri kita tidak selamanya sehat dan muda, sehingga saat
kita akan pensiun untuk bekerja. Untuk kepentingan itu,
dibutuhkan sejumlah dana agar kita bisa menutupi biaya hidup
di hari tua nanti.
e. Karena ingin meninggalkan keluarga atau anak cucu dalam
keadaan kuat secara ekonomi.
f. Kita perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk masa
depan karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi
kelak.
Dari beberapa tujuan bisnis dalam Islam, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan bisnis tidak semata-mata untuk
mencari profit atau nlai materi, tetapi harus dapat memperoleh
dan memberikan keuntungan atau manfaat nonmateri bagi
pelaku bisnis itu sendiri maupun lingkup yang lebih luas,
seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial,
dan sebagainya.
C. Dasar Bisnis
Sumber acuan perintah berbisnis di dalam Ekonomi Islam, yaitu
kitab suci al-qur’an dan hadis. Bahkan telah banyak ayat al-qur’an dan
hadis yang membahas tentang perintah berbisnis yang wajib dilakukan
oleh umat Islam. Berikut ini ada beberapa ayat al-qur’an dan hadis yang
menyeru manusia untuk berbisnis dalam mencari rezeki, yaitu:
4
Mardani, “Hukum Bisnis Syariah” (Jakarta: PRENADAMEDIA GROU, 2014), hlm. 13.

9
1. Al-Qur’an
Al-qur’an telah tegas menyatakan kepada manusia untuk
berbisnis dalam mencari sebagian rezeki yang telah disediakan oleh
Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia didunia. Sesuai
dengan firman Allah yang terdapat dalam QS. Al-Jumu’ah/62: 10.

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu


di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung”.
Firman Allah yang lain tentang perintah berusaha terdapat
dalam QS. An-Najm/53: 39-40.

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh


selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu
kelak akan diperlihat (kepadanya)”.
2. Al-Hadist
Banyak hadis yang membahas tentang anjuran berbisnis
supaya manusia memperoleh rezeki halal yang sesuai dengan tuntunan
Islam. Berikut ini hadis yang membahas tentang perintah berbisnis,
yaitu:

“Dari Rifa’ah Ibn Rafi’ ra., sesungguhnya Nabi saw pernah ditanya
oleh seorang pemuda tentang usaha apakah yang paling baik? Beliau
bersabda: “Ialah usaha atau pekerjaan dengan menggunakan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik”. (HR. Baihaqi).

10
Hadis diatas menjelaskan kepada kita bahwa usaha yang paling
baik adalah usaha yang dikerjakan oleh tangan sendiri, karena itu
lebih baik manfaatnya. Karena aktivitas bisnis dapat menunjang
perekonomian masyarakat, dan Islam telah menganjurkan setiap diri
seorang muslim tertanam tentang pentingnya berbisnis.

Berdasarkan tuntunan Al-Qur'an dan Al-Hadist, setiap muslim


melakukan kegiatan usaha yang dapat menunjang ekonomi
kerakyatan, dan merupakan salah satu kewajiban setiap muslim untuk
produktif secara baik dan halal. Oleh karena itu, setiap muslim
dilarang menganggur dan sangat dianjurkan untuk bekerja keras.
Larangan mengemis bagi setiap muslim karena itu salah satunya
Perilaku merendahkan.

D. Ketentuan Bisnis dalam Islam


Ketentuan bisnis yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik
sesunggunya tidak bisa dilepas dari kehidupan kita sebagai manusia, hal
ini berarti bahwa ketentuan etika bisnis kerkait erat dengan system nilai
yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Prinsip-prinsip etika bisnis
yang berlaku di China akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai
masyarakat China, sistem nilai masyarakat Eropa akan mempengaruhi
prinsip-prinsip bisnis yang berlaku di Eropa.

Dalam hal ini ternyata sistem nilai yang berasal dari agama
memberikan pengaruh yang dominan terhadap prinsip-prinsip etika bisnis
pemeluknya. Hal ini telah dibuktikan oleh Max Weber dengan Protestant
Ethics nya yang membawa kemajuan pesat dalam pembangunan di Eropa.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nurcholis Majid dalam Alma dan
Donni bahwa tesis Max Weber tentang Etika Protestan mengatakan
kemajuan ekonomi Eropa Barat adalah berkat ajaran asketisme (zuhud)
dalam ajaran Calvin. Kaum Calvinis menerima panggilan Ilahi untuk
bekerja keras dan tetap berhemat terhadap harta yang berhasil

11
dikumpulkan, karena hidup mewah bukanlah tujuan. Dengan hidup hemat
maka terjadilah akumulasi modal menuju kapitalisme.5

Selain itu, Nurcholis Majid mengkritik Weber karena mengangkat


Protestantisme. Weber juga mempelajari berbagai agama lain, tetapi Islam
hanya dipelajari sedikit untuk membuktikan tesisnya tentang superioritas
Protestan. Nyatanya, teorinya ditentang dengan alasan bahwa beberapa
negara non-Protestan lainnya, seperti Katolik di Prancis dan Italia, juga
mengalami kemajuan, seperti halnya Jepang dan Korea yang beragama
Shinto-Buddha. Ia mengalami kemajuan pesat, diikuti oleh kemajuan
negara-negara lain yang menganut agama Kristen dan Konghucu.

Islam sebagai agama yang besar dan diyakini paling sempurna telah
mengajarkan konsep-konsep unggul lebih dulu dari Protestan, akan tetapi
para pengikutnya kurang memperhatikan dan tidak melaksanakan ajaran-
ajaran Islam sebagaimana mestinya. Umat Islam seharusnya dapat
menggali inner dynamics sistem etika yang berakar dalam pola keyakinan
yang dominan. Karena ternyata banyak prinsip bisnis modern yang
dipraktekkan perusahaanperusahaan besar dunia sebenarnya telah
diajarkan oleh Nabi muhammad SAW. Perusahaan-perusahaan besar dunia
telah menyadari perlunya prinsip-prinsip bisnis yang lebih manusiawi
seperti yang diajarkan oleh ajaran Islam, yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW, yaitu:

1. Customer Oriented
Dalam bisnis, Rasulullah selalu menerapkan prinsip customer
oriented, yaitu prinsip bisnis yang selalu menjaga kepuasan
pelanggan.6 Untuk melakukan prinsip tersebut Rasulullah menerapkan
kejujuran, keadilan, serta amanah dalam melaksanakan kontrak bisnis.
Jika terjadi perbedaan pandangan maka diselesaikan dengan damai

5
Norvadewi, “Bisnis Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah, Vol. 01, No.
01, Desember 2015, hal 37.
6
Afzalurrahman. 1997. “Muhammad Sebagai Seorang Pedagang”, Jakarta: Yayasan Swarna
Bhumy. Hal 19.

12
dan adil tanpa ada unsur-unsur penipuan yang dapat merugikan salah
satu pihak.
Dampak dari prinsip yang diterapkan, para pelanggan
Rasulullah SAW tidak pernah merasa dirugikan. Tidak ada keluhan
tentang janji-janji yang diucapkan, karena barang-barang yang
disepakati dalam kontrak tidak ada yang dimanipulasi atau dikurangi.
Untuk memuaskan pelanggan ada beberapa hal yang selalu
Nabi perintahkan. Beberapa hal tersebut antara lain, adil dalam
menimbang, menunjukkan cacat barang yang diperjual belikan,
menjauhi sumpah dalam jual beli dan tidak mempraktekkan apa yang
disebut dengan bai’ Najasy yaitu memuji dan mengemukakan
keunggulan barang padahal mutunya tidak sebaik yang dipromosikan,
hal ini juga berarti membohongi pembeli.
Selain itu prinsip customer oriented juga memberikan
kebolehan kepada konsumen atas hak Khiyar (meneruskan atau
membatalkan transaksi) jika ada indikasi penipuan atau merasa
dirugikan. Konsep Khiyar ini dapat menjadi faktor untuk menguatkan
posisi konsumen di mata produsen, sehingga produsen atau
perusahaan manapun tidak dapat berbuat semenamena terhadap
pelanggannya.
2. Transparansi
Prinsip kejujuran dan keterbukaan dalam bisnis merupakan
kunci keberhasilan. Apapun bentuknya, kejujuran tetap menjadi
prinsip utama sampai saat ini. Transparansi terhadap kosumen adalah
ketika seorang produsen terbuka mengenai mutu, kuantitas,
komposisi, unsur-unsur kimia dan lain-lain agar tidak membahayakan
dan merugikan konsumen.
Prinsip kejujuran dan keterbukaan ini juga berlaku terhadap
mitra kerja. Seorang yang diberi amanat untuk mengerjakan sesuatu
harus membeberkan hasil kerjanya dan tidak menyembunyikannya.

13
Transparansi baik dalam laporan keuangan, mapuun laporan lain yang
relevan.
3. Persaingan yang Sehat
Islam melarang persaingan bebas yang menghalalkan segala cara
karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah islam. Islam
memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, yang
berarti bahwa persaingan tidak lagi berarti sebagai usaha mematikan
pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk melakukan sesuatu yang berbaik
bagi usahanya.
Rasulullah SAW memberikan contoh bagaimana bersaing dengan
baik dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan jujur dengan
kondisi barang dagangan seta melarang kolusi dalam persaingan bisnis
karena merupakan perbuatan dosa yang harus dijauhi. Sebagaimana
disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 188:

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian


yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.”
Juga disebut dalam hadits Rasulullah SAW brtikut ini:

“Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Laknat Allah


terhadap penyuap dan penerima suap di dalam hukum. (HR. Ahmad, Abu
Dawud, dan Tirmizi).”
4. Fairness
Terwujudnya keadilan adalah misi diutusnya para Rasul. Setiap
bentuk ketidakadilan harus lenyap dari muka bumi. Oleh karena itu, Nabi

14
Muhammad SAW selalu tegas dalam menegakkan keadilan termasuk
keadilan dalam berbisnis. Saling menjaga agar hak orang lain tidak
terganggu selalu ditekankan dalam menjaga hubungan antara yang satu
dengan yang lain sebagai bentuk dari keadilan.
Keadilan kepada konsumen dengan tidak melakukan penipuan dan
menyebabkan kerugian bagi konsumen. Wujud dari keadilan bagi
karyawan adalah memberikan upah yang adil bagi karyawan, tidak
mengekploitasinya dan menjaga hakhaknya.
Dalam pemberian upah, Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkannya dengan cara yang sangat baik yaitu memberikan upah
kepada pekerja sebelum kering keringatnya (HR. Ibnu Majah dari Umar).
Selain itu bentuk keadilan dalam bisnis adalah bahwa bisnis yang
dilaksanakan bersih dari unsur riba karena riba mengakibatkan eksploitasi
dari yang kaya kepada yang miskin. Oleh karena itu Allah dan RasulNya
mengumumkan perang terhadap riba. Larangan riba ini disebutkan dalam
QS. Al Baqarah ayat 278:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada


Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-
orang yang beriman.”

15
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bisnis dengan segala macamnya terjadi dalam kehidupan manusia
setiap hari secara luas. Banyaknya pelaku bisnis dan beragamnya
motivasi dan orientasi bisnis serta kompleksitas persoalan bisnis,
terkadang memaksa pelaku bisnis melakukan semua yang mereka bisa
untuk mencapai tujuannya, terutama tujuannya hanya untuk mencari
profit dan. Maka sering terjadi perbuatan negatif, yang akhirnya menjadi
kebiasaan dalam prilaku bisnis. Jika demikian, maka tidak jarang bisnis
diidentikkan dengan perbuatan yang kotor, karena terdapat perilaku
bohong, khianat, ingkar janji, tipu menipu dan lain sebagainya.
Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia
sangat berpotensi menjerumuskan para pelakunya ke dalam hal-hal yang
diharamkan. Baik karena didesak oleh kebutuhan ekonomi, baik
dilakukan secara sendiri atau bersekongkol dengan orang lain secara
tidak sah atau karena ketatnya persaingan yang membuat dia melakukan
hal-hal yang terlarang dalam agama.
B. SARAN
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pera
pembaca, agar penulis dapat memperbaiki perbuatan makalah di waktu
yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

16
DAFTAR PUSTAKA
Norvadewi. (2015). ”Bisnis dalam Perspektif Islam”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Syariah. Vol. 01 No. 01.

John Echols, Hasan Shadily. (1996). Kamus Inggris-Indonesia Jakarta:


Gramedia. Cet. Ke-XXII.

Francis Tantri. (2009). “Pengantar Bisnis”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Afzalurrahman. 1997. “Muhammad Sebagai Seorang Pedagang”, Jakarta:


Yayasan Swarna Bhumy.

Mardani. (2014). “Hukum Bisnis Syariah”. Jakarta: Pernadamedia Grou.

17

Anda mungkin juga menyukai