Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KONSEP ISLAMIC ENTREPRENEURSHIP DAM RUANG LINGKUP


ENTREPRENEURSHIP

DOSEN PENGAMPU

Zikwan S. Pd., M. Pd

Disusun Oleh

Kasmawati Agus pina (2022200153)


Pangudut Simangatur Hasibuan (202200171)
Intan Kumala Sari (202200111)

PRODI PENDIDIDKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewirausahaan Islam merupakan aspek kehidupan yang dikelompokkan kedalam
masalah mu'amalah. Di dalam kehidupan zaman modern seperti sekarang ini perkembangan
dunia usaha dan dalam bertransaksi mulai begeser nilai dan visinya. Paham kapitalisme dan rasa
ketidak pedulian terhadap sesama untuk saling tolong menolong, kejujuran sudah mulai
terabaikan. Dalam melakukan transaksi bisnis secara halal sudah banyak ditinggalkan dan
dilakukan dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Oleh sebab itu, agar dalam berwirausaha dan
bertransaksi umat muslim tidak menyimpang, maka perlu mengetahui strategi dan cara berbisnis
Nabi Muhammad SAW. Islam sebagai agama universal seluruh aspek kehidupan manusia sudah
diatur Allah SWT termasuk tentang ekonomi. Dalam Al Qur'an dan Hadits sudah tercantum cara
dan prinsip melakukan wirausaha dan bertransaki secara halal sesuai yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW yang bisa menjadi tuntunan umat muslim. Tujuan dari penulisan ini adalah
untuk mengetahui konsep bewirausaha Nabi Muhammad SAW, konsep berwirausaha dengan
metode dimensi vertikal (hablumminallah) dan dimensi horizontal (hablumminannas), transaksi-
transaksi ekonomi syariah yang halal dalam Islam, serta faktor-faktor penyebab terlarangnya
sebuah transaksi dalam Islam. Diketahui bahwa konsep berwirausaha Nabi Muhammad SAW
dilakukan dengan cara shiddiq, amanah, tabligh, fathonah. Konsep berwirausaha dimensi vertikal
dengan berpegang teguh pada Allah SWT yaitu berkaitan dengan berwirausaha semata-mata
karena Allah SWT, berwirausaha adalah Ibadah, Takwa, Tawakal, Dzikir dan Syukur.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Dasar Islamic Enterpreneurship?
2. Apa Ruang lingkup Enterpreneurship?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Islamic Enterpreneurship
Ketika kita untuk pertama kali membaca setiap literatur kewirausahaan, hampir dapat
dipastikan bahwa keingintahuan yang pertama kali muncul dalam benak kita, “seperti apa
sebenarnya orang yang disebut wirausaha itu? Apa yang membedakan mereka dari pengusaha
lainnya? Serta apa yang membuat mereka begitu spesial? Pertanyaan seperti ini sudah barang
tentu membutuhkan pembahasan panjang yang berkaitan langsung dengan konsep dasar
kewirausahaan. Dalam kegiatan belajar pertama ini penulis ingin mempertegas terlebih dahulu
bahwa penggunaan istilah wirausaha yang akan digunakan dalam kegiatan belajar dan modul-
modul berikutnya berpijak pada konsep wiraswasta yang sudah berkembang di masyarakat
secara umum dan kalangan dunia usaha pada khususnya. Penggunaan istilah kewirausahaan itu
sendiri tampaknya lebih mengacu pada penyeragaman istilah yang dipakai pada saat ini oleh
lembaga-lembaga, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Departemen Tenaga Kerja
(Depnaker) serta Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 tentang
Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Jadi, hanya perbedaan
istilah saja, tetapi keduanya tetap memiliki pengertian dan kandungan materi yang sama.
Jika kita menengok literatur asing, makna yang terkandung pada konsepkonsep
wirausaha tersebut adalah sepadan maknanya dengan kata entrepreneurship dalam bahasa
Inggris. Istilah entrepreneur itu sendiri berasal dari bahasa Prancis, yaitu entreprendre yang
mengandung makna to undertake yang berarti mengerjakan atau berusaha atau melakukan suatu
pekerjaan. Ronstadt dalam (Kuratko dan Hodgetts 1989 p.6) menjelaskan bahwa the
entrepreneur is one who undertakes to organize, manage, and assume the risks of the business,
yang berarti bahwa seorang wirausaha adalah seseorang yang berupaya untuk mengatur,
mengelola, serta bersedia menanggung risiko dari suatu usaha. Seiring dengan perkembangan
yang terjadi dan semakin beranekaragamnya upaya yang dilakukan oleh para wirausahawan
tersebut. Business Town 2000 dalam tulisannya tentang Profile of Entrepreneur menjelaskan
bahwa pada saat sekarang seorang wirausaha adalah seorang inovator yang jeli dalam mengenali
dan menangkap setiap peluang dan kesempatan mengubah kesempatan dan peluang tersebut
menjadi sesuatu yang workable dan marketable. Dengan kreativitas dan kemampuan yang

3
dimilikinya, ia mampu memberikan nilaitambah kepada sesuatu tersebut melalui waktu, karya,
dan skill-nya.
Konsep entrepreneurship mulai diperkenalkan pada abad ke-18 di Prancis oleh Richard
Cantillon. Pada periode yang sama di Inggris juga sedang terjadi revolusi industri yang
melibatkan sejumlah entrepreneur. Kemudian, gagasan tersebut dibahas secara lebih mendalam
oleh Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi Jerman, pada tahun 1911. Melalui teori
pertumbuhan ekonomi dari Schumpeter konsep entrepreneurship telah didudukkan pada posisi
yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Pengertian entrepreneurship itu sendiri
berkembang sejalan dengan evolusi pemikiran para ahli ekonomi di dunia barat, kemudian
menyebar ke negara-negara lain termasuk ke Indonesia.
Di negara kita sendiri konsep entrepreneurship tersebut dialihbahasakan sebagai
kewiraswastaan atau kewirausahaan. Dari sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para ahli
baik dalam maupun luar negeri diketahui bahwa terdapat banyak keragaman definisi yang
terjadi. Hal ini sangat mungkin karena konsep kewirausahaan itu sendiri merupakan konsep ilmu
sosial yang bersifat dinamis dan akan selalu mengalami perubahan seiring dengan kemajuan
yang dicapai oleh perkembangan ilmu itu sendiri. Sejumlah definisi yang telah disumbangkan
oleh para ahli tersebut merupakan landasan bagi pengembangan studi lebih lanjut.

B. Ruang Lingkup Enterpreneurship


Ruang Lingkup Entrepreneurship Berbagai karakteristik dari seorang entrepreneur
dalam sebelumnya jika diperhatikan merupakan sifat-sifat umum yang bisa melekat pada siapa
pun, tidak terbatas pada pedagang saja. Oleh karena itu, dalam beberapa literatur para ahli
memberikan pemetaaan tentang ruang lingkup entrepreneurship dengan sangat luas dan
mencakup berbagai bidang, yaitu: a. Bidang agraris Entrepreneur yang aktif di bidang ini biasa
dikenal dengan istilah agropreneur . Bidang ini meliputi: pertanian, perkebunan serta kehutanan.
Kagiatannya berupa usaha pembibitan, budidaya, serta kegiatan pasca panen seperti: distribusi,
pengolahan, dan pemasaran. b. Bidang perikanan, Merupakan salah satu kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh seseorang maupun perusahaan yang berhubungan dengan pemanfaatan serta
pengelolaan sumber daya hayati yang berhabitat di perairan. Pada awalnya, perikanan hanya
terbatas pada penyediaan pangan bagi manusia, namun bisnis ini terus berkembang dan
merambah sebagai sarana rekreasi, hiburan, dan olahraga. c. Bidang peternakan. Peternakan

4
adalah usaha membudidayakan dan mengembangbiakkan hewan ternak dengan maksud
mendapatkan manfaat serta hasil dari kegiatan tersebut. Pada masa kini, peternakan sudah
menjadi salah satu lahan bisnis prosepektif terbesar di dunia. Hal tersebut didukung dengan
berbagai macam teknologi yang dikembangkan secara mutakhir untuk memperoleh hasil
maksimal dalam berternak. d. Bidang perindustrian Ini adalah lingkup bisnis yang bergerak di
bidang pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki
nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi
adalah bagian dari industri. 20 e. Bidang pertambangan Merupakan usaha bisnis dalam rangka
pemanfaatan hasil bumi berupa mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. f. Bidang jasa Ini merupakan
bidang bisnis yang menyediakan atau menjual sistem pelayanan kepada konsumen untuk
mendapatkan keuntungan. Bidang ini banyak digemari oleh masyarakat. Yang termasuk dalam
bidang ini di antaranya adalah penyediaan jasa transformasi, travel, perhotelan, koperasi, dan
lain-lain.13 Dari berbagai ruang lingkup di atas, dapat disimpulkan bahwa entrepreneurship
mencakup hampir semua bidang yang ada dalam bisnis. Hal ini meluruskan pemahaman
sebagian masyarakat yang menganggap bahwa entrepreneurship terbatas pada bidang
perdagangan saja. Padahal tidak demikian. Memang pada awalnya entrepreneurship adalah
sebutan untuk orang yang melakukan transaksi jual beli, namun istilah tersebut terus mengalami
perkembangan makna sehingga masuk dalam berbagai bidang sebagaimana disebutkan di atas.

5
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Kewirausahaan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan hubungan dimensi horizontal,
yaitu hubungan antar manusia sedangkan vertikal berhubungan dengan manusia dengan tuhan
dimana kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Penerapan hukum syariat Islam dalam
berwirausaha dan bertransaksi senantiasa menjamin kesuksesan dan kelanggengan usaha dengan
cara menerapkan konsep berwirausaha syariah Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW
adalah suri tauladan yang perlu diteladani sikap, sifat, adil dan kejujuran dalam menjalankan
bisnis. Konsep berwirausaha dalam diri Nabi Muhammad SAW ialah shiddiq, amanah, tabligh,
fathonah. Konsep berwirausaha berbasis syariah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal
sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT (hablumminallah) dan dimensi horizontal yang
terkait hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas). Konsep berwirausaha bagi umat
muslim dengan berpegang teguh pada Allah SWT yaitu dalam hal ini berkaitan dengan
berwirausaha semata-mata karena Allah, berwirausaha adalah Ibadah, Takwa, Tawakal, Zzikir
dan Syukur. Hubungan dengan sesama manusia dalam hal ini berkaitan dengan hubungan
(human relation) dengan karyawan, menjalin hubungan harmonis dengan pelanggan,
membangun jaringan dengan masyarakat. Dalam bertransaksi ekonomi syariah yang di halalkan
dalam islam terdiri dari Bai’ Al Murabahah, Syarikat, Wadi’ah. Sedangkan faktor-faktor
penyebab terlarangnya transaksi dalam islam yaitu haram li-zatihi (haram karena zatnya), haram
li gairihi (haram bukan karena zatnya) yaitu prinsif ‘an taradin minkum/tadlis (kualitas,
kuantitas, harga) dan La tazlimuna wa la tuzlamuna yaitu melanggar prinsip-prinsip etika
wirausaha dalam Islam yang terdiri dari gharar, ihtikar (penimbunan barang), bai’an Najsy
(rekayasa permintaan), riba, maysir (perjudian) dan risywah (suap menyuap).

B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca dan
pemakalah sendiri. Dan semoga apa yang kita diskusikan dapat menambah rasa syukur kita
kepada Allah dan menambah pengetahuan kita. Kami menyadari masih banyak salah dalam

6
penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun. Terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai