Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP KEWIRAUSAAN ISLAMI


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika Bisnis Islam yang diampu oleh
Muflihatul Bariroh, M.S.I

Disusun Oleh:
Kelompok 7

1. Zulfa Zahrotul Mufidah (126101202076)


2. Adila Mutia Sa’ida (126101202079)
3. Amelia Qurota Ayun (126101202083)
4. Andhika Wildan Dwi F (126101202084)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
MARET 2023
BAB I
PENDAHULUAN
Islam mengarahkan manusia untuk menjalani kehidupannya melalui Al-Quran yang
berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia (hudan linnas) dan petunjuk bagi orang yang
bertakwa (hudan lil muttaqin). Selain itu, terdapat sunnah Nabi Muhammad Saw yang
patut dijadikan teladan bagi umatnya untuk melewati hari-hari dengan akhlak terpuji.
Dalam Al-Quran surat al-Jumuah ayat 9 dijelaskan bahwa bertebaranlah di muka bumi
untuk mencari anugerah Allah Swt. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa manusia harus
berusaha dan jangan malas dalam mencari anugerah Allah Swt. Ayat tersebut juga
mengisyaratkan bahwa dalam agama Islam dilarang bermalas-malas dan hanya
meminta-minta kepada manusia, sejatinya meminta hanya kepada Allah Swt melalui
beriman dan beramal shalih.
Demikian juga dengan kekhawatiran Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis
beliau bersabda “kaadal faqru ayyakunal kufro”, yang artinya hampir saja kefaqiran
menyebabkan kekufuran. Dari hadis ini Nabi Muhammad SAW menginginkan umatnya
sejahtera secara ekonomi agar terhindar dari kekufuran. Sebabnya, tidak sedikit masalah
ekonomi dapat mengakibatkan manusia tidak bersyukur atas nikmat Allah Swt yang
telah diterimanya. Kemiskinan masih menjadi permasalahan di Indonesia. Kemiskinan
terjadi karena perbandingan antara jumlah penawaran kesempatan kerja tidak sebanding
dengan jumlah lulusan atau penawaran tenaga kerja baru di segala level pendidikan.1
Jika ditarik ke sejarah, bangsa Indonesia sudah mengenal konsep ekonomi
Kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang dilakukan oleh Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari
dari Jombang Jawa Timur, bahwasanya pada tahun 1919, ketika booming informasi dan
wacana tentang koperasi sebagai bentuk kerjasama ekonomi di tengah-tengah
masyarakat, maka Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari tampil dengan gagasan briliannya,
sehingga terbentuklah sebuah badan semacam koperasi yang disebut Syirkatul Inan Li
Murabathati Ahli al-Tujjar. Di badan ini umat muslim terpancing untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup dan memulai hidup baru dengan spirit baru.2
1
Leonardus Saiman, Kewirausahaan: Teori, Praktik, dan Kasus-kasus (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,
2009).
2
Aguk Irawan, Penakluk Badai (Jakarta: Republika, 2012).

2
Lebih jauh lagi, sejarah Islam merekam jejak perjalanan hidup yang agung dari
Nabi Muhammad SAW dan dalam sejarah kehidupan beliau, sangat kental dengan nilai-
nilai pendidikan kewirausahaan yang sangat layak menjadi panduan. Sehingga pada
abad ke-13 pedagang muslim menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia sambal
berdagang.3 Namun, pada kenyataannya berwirausaha kadang-kadang mengalami
kerugian bahkan kegagalan. Dengan demikian, dibutuhkan motivasi untuk
membangkitkan semangat dan memperbaiki niat seorang wirausaha dalam menjalankan
aktivitas wirausahanya. Dengan motivasi yang kuat dan niat baik yang tertanam dalam
diri seorang wirausaha, maka aktivitas wirausaha yang dijalankan bukan hanya
mendapatkan keuntungan, akan tetapi memiliki nilai ibadah disisi Allah Swt.
Namun, umat Islam Indonesia sepertinya tidak begitu tertarik dengan berwirausaha.
Tidak sedikit yang lebih condong menjadi pegawai. Akibatnya, sebagai umat mayoritas,
umat Islam Indonesia jauh tertinggal dari umat lain. Padahal, menurut McClelland jika
suatu negara ingin makmur harus memiliki 2 persen dari jumlah penduduk. Bahkan
Singapura memiliki 2,7 persen entrepreneur dari jumlah warga negaranya. Survei
tersebut dilakukan pada tahun 20054. Berdasarkan survei, Indonesia hanya memiliki
0,18 persen entrepreneur dari 220 juta jumlah penduduk, jika dari survei tersebut
ditelisik lebih jauh lagi, jumlah entrepreneur yang hanya 2 persen tersebut secara umum,
jumlah entrepreneur yang beragama Islam atau entrepreneur muslim secara khusus jauh
lebih sedikit, padahal seharusnya sudah saatnya bermunculan generasi entrepreneur dari
kalangan kaum muslim.
Dengan demikian, setiap individu umat Islam harus mulai berpikir dan berinteraksi
dengan individu atau kelompok untuk berwirausaha dan menjalin kerjasama dalam
bentuk kemitraan maupun persaingan. Dengan kata lain, wirausaha penting untuk
dilakukan oleh setiap individu umat Islam. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW
bersabda, “Tiada seorang yang makan makanan yang lebih baik dari makanan dari
hasil usahanya sendiri (wirausaha). Sesunggunya Nabi Allah Daud, itupun makan dari
hasil usahanya sendiri (wirausaha).” (H.R. Bukhari)

3
Muhammad Anwar, Pengantar Kewirausahaan, Teori dan Aplikasi (Jakarta: Prenada, 2014).
4
Ciputra, Quantum Leap Entrepreneurship (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009).

3
4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Konsep Kewirausahaan


A. Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha adalah penggabungan dari dua kata, yaitu 'wira' dan 'usaha'.
Wira artinya pejuang, pahlawan, berbudi luhur, manusia unggul, berwatak
agung, dan gagah berani. Sedangkan, usaha merupakan perbuatan atau
amalan, berbuat sesuatu dan bekerja. Jika diartikan secara harfiah, maka
makna dari wirausaha adalah orang yang membuat suatu produk,
menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk mengadakan produk
baru hingga mengatur permodalan serta pemasarannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian wirausaha
sama dengan wiraswasta, yaitu orang yang pandai atau berbakat mengenali
produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk
pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya.
Orang yang menjalankan kegiatan wirausaha disebut dengan
wirausahawan. Dialah yang bertanggung jawab dalam menyusun manajemen
operasional dari keseluruhan proses kegiatan tersebut, mulai dari pengadaan
sampai dengan pemasaran produk. Wirausahawan juga selayaknya
mempunyai kemampuan untuk bisa membaca tren pasar agar tidak sampai
salah sasaran dalam memasarkan produknya. 
Dari definisi wirausaha di atas, maka bisa kamu pahami bahwa
pengertian kewirausahaan adalah proses mendirikan dan menjalankan bisnis
atau usaha tersebut. Kegiatan wirausaha yang dijalankan kemudian
berkembang menjadi kewirausahaan. 
Istilah kewirausahaan sendiri merupakan padanan kata
dari entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Sebelum dialihbahasakan ke

5
dalam bahasa Inggris, kata entrepreneurship berasal dari kata berbahasa
Perancis, yaitu entreprende yang memiliki arti petualang, pencipta, dan
pengelola usaha.
Kewirausahaan suatu ilmu yang mengkaji tentang pengembangan dan
pembangunan semangat kreatifitas serta berani menanggung resiko terhadap
pekerjaan yang dilakukan demi mewujudkan hasil karya tersebut.
Keberanian mengambil resiko sudah menjadi milik seorang wirausahawan
karena ia dituntut untuk berani dan siap jika usaha yang dilakukan tersebut
belum memiliki nilai perhatian di pasar, dan ini harus dilihat sebagai bentuk
proses menuju kewirausahaan sejati.
Menurut Thomas W. Zimmerer dan Norman M. Scarbrough 5
“Wirausahawan adalah orang yang menciptakan bisnis baru dengan
mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan
pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan
sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya”. Peter Drucker berkata
bahwa wirausaha tidak mencari resiko, mereka mencari peluang6.
Mereka menghargai proses adalah cenderung memiliki kesabaran, dan
seorang wiraushawan sejati memiliki kesabaran dalam menjalani setiap
proses menuju keberhasilan tersebut. Sehingga jika ada pendapat bahwa
kegagalan adalah awal dari kesuksesan maka kata-kata ini dipegang teguh
oleh wirausahawan. Tanpa ada kegagalan sulit bagi seseorang mengetahui
dimana kelemahan yang ia miliki. Kadang kala kita perlu belajar dari
kesalahan, dan manusia diajarkan untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama di kemudian hari, karena jika ia mengulangi kesalahan yang sama
dikemudian hari maka artinya ia tidak belajar dari pengalaman atau menyia-
nyiakan pengalaman.
Lebih jauh setiap kesalahan atau kegagalan harus dipelajari apa
penyebab itu terjadi. Karena dengan mempelajari setiap kesalahan atau
5
Thomas W. Zimmerer dan Norman. Scarbrough, Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hal. 4.
6
Buchari Alma, Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 24.

6
kegagalan tersebut maka ilmu bar uterus diperoleh. Sehingga sangat salah
jika seseorang terus melangkah kedepan dengan melupakan kesalahan yang
ada, tanpa memperdulikan apa penyebab itu terjadi. Kesempurnaan sebuah
produk pada saat produk itu diciptakan lebih baik dari produk sebelumnya.
Kata-kata seperti ini menjadi kunci seorang wirausahawan.
Lebih jauh kita perlu memahami pengertian dari wiraswasta yang
memiliki hubungan dekat dengan istilah wirausahawan. Istilah wiraswasta
ada yang menghubungkan nya dengan istilah saudagar. Walaupun sama
artinya dalam bahasa sansekerta, tetapi maknanya berlainan. Wiraswasta
terdiri atas tiga kata: wira, swa, dan sta, masing-masing berarti wira adalah
manusia unggul, teladan, berbudi luhur, berjiwa besar, berani,
pahlawan/pendekar kemajuan, dan memiliki keagungan watak; swa artinya
sendiri; dan sta artinya berdiri.
B. Konsep Kewirausahaan
Konsep kewirausahaan pertama kali muncul pada sekitar abad 17 dan
maknanya telah berevolusi sejak saat itu. Banyak yang mengartikan
kewirausahaan dengan “memulai bisnis sendiri”. Mayoritas ekonom percaya
bahwa konsep kewirausahaan lebih dari pada itu. Bagi beberapa ekonom,
seorang wirausahawan adalah orang yang mau menanggung risiko usaha
baru jika ada peluang keuntungan yang signifikan. Sementara ekonom yang
lain menekankan peran seorang wirausahawan sebagai inovator yang
memasarkan produk inovasinya. Ekonom lainnya mengatakan bahwa
wirausahawan mengembangkan barang atau proses baru yang diminati pasar
dan pada saat bersamaan tidak ada pasokan. Pakar bisnis Peter Drucker
(1909-2005) mengambil gagasan lebih jauh, Drucker menggambarkan
bahwa wirausahawan merupakan orang yang benar-benar melakukan
perubahan, meresponsnya, dan memanfaatkan perubahan sebagai sebuah
peluang. Sebagian besar ekonom saat ini sepakat bahwa kewirausahaan
merupakan bahan penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja pada masyarakat.

7
Di negara berkembang, usaha kecil yang sukses adalah mesin utama
penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan pendapatan, dan pengurangan
kemiskinan. Oleh karena itu, dukungan pemerintah untuk kewirausahaan
merupakan strategi penting bagi pembangunan ekonomi. Pada awalnya
pengembangan keterampilan kewirausahaan tidak begitu diperhatikan karena
lulusan perguruan tinggi pada masa lalu dapat melamar berbagai macam
pekerjaan yang telah tersedia. Bahkan pada beberapa dekade yang lalu
pemilik perusahaan banyak yang mencari calon pegawainya pada perguruan
tinggi untuk dipekerjakan di perusahaannya. Namun saat ini semuanya telah
berubah, banyak lulusan perguruan tinggi yang bekerja serabutan, selain itu
banyak pula lulusan perguruan tinggi tidak mendapatkan pekerjaan atau
menganggur.
Kewirausahaan dipandang sebagai kegiatan yang dapat menciptakan dan
meningkatkan pertumbuhan lapangan kerja. Hal ini penting karena adanya
keterbatasan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja pada
masyarakat. Untuk mengatasi keterbatasan lapangan kerja ini dapat
dilakukan dengan membekali para pencari kerja dengan pengetahuan,
keterampilan sikap kewirausahaan melalui pengembangan kewirausahaan.
Penciptaan tenaga kerja ini perlu dukungan pemerintah, swasta, perguruan
tinggi dan lainnya kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa
yang selalu aktif.
Dalam usaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya.
Meningkatkan pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu,
kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Sedangkan
menurut Menurut Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl dalam buku
Entrepreneurship (1999), kewirausahaan adalah suatu usaha yang kreatif
yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa
dinikmati oleh orang banyak. Dari beberapa konsep yang ada di atas, ada
enam hakekat penting kewirausahaan sebagai berikut (Suryana, 2003 : 13) :

8
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang
dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat,
proses, dan hasil bisnis. (Acad Sanusi,1994)
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda. ( Drucker,1959)
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi
dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan. (Zimmerer,1996)
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu
usaha dan perkembangan usaha. ( Soeharto Prawiro,1997)
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberi nilai lebih.
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda
untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan
dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan
baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang
baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada,
dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan baru kepada
konsumen.7

2. Konsep Wirausaha dalam Islam


Berwirausaha berarti melakukan aktifitas kerja keras, dalam konsep Islam
kerja keras haruslah dilandasi dengan iman. Bekerja dengan berlandaskan iman
mengandung makna bahwa bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan
senantiasa mengingat dan mengharap ridha Allah SWT dalam dinilai sebagai
ibadah. Banyak sekali tuntutan dalam Al-Qur’an dan Hadits yang mendorong
seorang muslim untuk bekerja. Rasulullah SAW sangat menghargai orang yang
giat bekerja dan mempunyai etos kerja yang tinggi.

7
Hendro, Dasar-dasar Kewirausahaan, (Jakarta: Erlangga, 2011).

9
Konsep wirausaha dalam Islam disebut dengan istilah tijarah (berdagang
atau bertransaksi). Kewirausahaan Syariah merupakan masalah muamalah dan
menyangkut dua dimensi, yakni dimensi secara vertikal sebagai wujud ketaatan
kepada Allah SWT (hablumminallah) yakni bagaimana seorang wirausahawan
melakukan usahanya semata karena Allah Swt yang mencakup perbuatan
ibadah, takwa, tawakal, zikir dan syukur. Dimensi kedua yakni dimensi
horizontal yang terkait dengan hubungan sesama manusia (hablumminannas),
dalam hal wirausaha ini berkaitan dengan hubungan (human relation) seperti
hubungan dengan karyawan, menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan
dan membangun konektivitas dengan masyarakat.
Islam mengajak semua muslim untuk menjadi wirausahawan dalam
kehidupan mereka dengan diberikan aturan yang harus diikuti oleh semua
muslim yang berasal dari Al-Quran dan Al-Hadits. Sebagaimana Allah
Berfirman dalam QS An Najm ayat 39 dan 40 : “Dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain aoa yang telah diusahakanya. Dan bahwasanya
usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya)”.
Pada kenyataanya sekarang ini, banyak orang menjadikan keuntungan
sebagai satu-satunya motivasi dalam melakukan wirausaha, yang pada akhirnya
menjadikan para wirausaha melakukan berbagai cara untuk mendapatkan
keuntungan lebih. Begitu pula di zaman modern ini semakin perkembanganya
sistem dalam usaha dan transaksi yang semakin menjadikan bergesernya antara
nilai dan visinya, seperti munculnya paham kapitalisme, rasa ketidak pedulian
terhadap sesama, sifat ketidakjujuran yang terabaikan bahkan sistem transaksi
yang memuat unsur ketidak halalan. Dalam hal ini etika dalam melakukan
wirausaha menjadi sangat penting.
Perilaku atau etika dalam berwirausaha terutama bagi seorang muslim
sangat diperlukan sebagai investasi dan dapat memberikan keuntungan dan
mendapatkan jaminan kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Sebagai figur wirausaha dalam ekonomi islam, Nabi Muhammad saw.
merupakan suri tauladan yang paling baik diantara banyaknya para pebisnis

10
sukses saat ini. Kita ketahui bahwa sejak masa mudanya, beliau telah melakukan
kegiatan wirausaha di daerah Mekkah bersama pamannya, Abu Thalib. Tidak
hanya di daerah Mekkah, bahkan beliau telah melakukan perdagangan hingga ke
penjuru negeri lain seperti Yaman, Syiria, Yordania, Irak dan lain-lain. Pada
masanya beliau dikenal sebagai seorang pedagang atau wirausahawan yang
professional, yakni karena beliau memiliki sifat jujur dan terpercaya, sehingga
banyak mitra yang merasa puas dan saling memperoleh keuntungan.
Nabi Muhammad saw mengajarkan nilai kesadaran akan pentingnya sebuah
etika, kejujuran dan perinsip-prinsip islam lainya. Jauh sebelum adanya prinsip
manajemen sebagai suatu disiplin ilmu yang dikemukakan oleh Frderick W.
Taylor dan Henry Fayol, Nabi Muhammad saw. Sendiri telah memberikan
contoh kepada manusia tentang cara-cara berwirausaha yang berpegang pada
nilai kebenaran, kejujuran, sikap amanah, serta tetap memperoleh keuntungan.
Oleh sebab itu, agar dalam wirausaha umat muslim tidak menyimpang dan
beretika, maka perlu mengetahui strategi atau cara berbisnis berlandaskan ahklak
nabi Muhammad saw. Antara lain:
1. As-Sidiq atau jujur, jika seseorang sudah memiliki sifat jujur maka ia akan
cenderung memiliki sikap integritas yang baik, rasulullah sendiri memiliki
sifat As-Sidiq beliau dikenal dengan pribadi yang sangat jujur. Jika dalam
dunia wirausaha saat ini kita sebut sebagai branding. Seperti sabda rasulullah
“hendaklah kalian jujur (benar) karena kejujuran mengantarkan kepada
kebaikan”. Maka dari itu kejujuran menjadi sangat penting karena
merupakan bentuk dari kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan).
2. Amanah, atau dapat dipercaya. Memiliki sifat amanah akan membentuk
kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap diri
seorang muslim. Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam
ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung
jawab ,kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
3. At-Tabligh atau dapat menyampaikan, Wirausaha yang efektif merupakan
kempuan menyampaikan komunikasi. Dalam sudut pandang kewirausahaan

11
berbasis syariah, tuhan telah memberikan kemampuan Istimewa pada
manusia, tentu sudah sepantasnya manusia juga memilih jalan hidup yang
istimewa dengan kemampuan yang dimilikinya. Allah SWT berfirman dalam
Q.S. Al-Ahzab ayat 39 : “Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada
seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat
perhitungan”.
4. Al-fatanah atau  cerdas, sifat ini harus dimiliki oleh para penggelut
wirausaha. Pengusaha yang cerdas merupakan pengusaha yang memiliki
kemampuan dalam memahami, menghayati, dan mengenal tugas dan
tanggung jawab usahanya dengan baik. Artinya bahwa dalam melakukan
kegiatan-kegiatan wirausaha harus dilakukan berlandaskan sifat kecerdasan,
yakni dengan memanfaatkan potensi akal dan fikiran yang ada dalam
mencapai suatu tujuan.
3. Karakter Wirausaha Muslim yang Berhasil
Kegiatan wirausaha atau dalam Islam disebut muamalah merupakan sesuatu
yang dianjurkan demi kelangsungan hidup umat. Wirausaha dapat dilakukan
oleh seorang atau sekelompok orang yang memiliki etos kerja, ide dan modal.
Dalam Islam berwirausaha atau muamalah memerlukan: niat yang benar, ahklak
yang luhur, bisnis dalam hal-hal yang baik saja, menunaikan kewajiban,
menjauhi riba dan berbagai transaksi terlarang yang mengantar kepada riba,
tidak memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar, komitmen dengan
berbagai peraturan yang ada, tidak merugikan pihak lain, loyal dengan orang-
orang yang beriman, dan mempelajari hukum-hukum syar’i seputar muamalah.8
Kerangka dasar kewirausahaan berbasis Islam atau Muslimpreneur adalah
taqwa (iman) dan ibadah kepada Allah SWT (Machmud, A., Nandiyanto, A. B.
D., & Dirgantari, 2018). Dalam kerangka ini, terdapat unsur-unsur lain yang
melengkapi kewirausahaan Islam antara lain konsep halal, konsep efisiensi,
8
Ustadz Aris Munandar, “10 Ahklak yang harus dimiliki pengusaha muslim”, diakses tanggal 4 maret
2023, pukul 6:51 WIB, https://pengusahamuslim.com/921-10-akhlak-yang-harus-dimiliki-pengusaha-
muslim.html

12
nilai-nilai luhur, kejujuran, kemakmuran, pengetahuan, dan kepedulian terhadap
masyarakat serta lingkungan. Kewirausahaan Islam yang dikembangkan tidak
terlepas dari landasan tauhid yang terdiri dari konsep al-iman (keyakinan), al-ilm
(ilmu) dan al-amal (perilaku dan usaha yang saleh). (Abdullah & Sahad, 2016).9
Mengutip dari jurnal Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman Vol. 7 No. 1
(2021) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ada beberapa
karakteristik wirausaha Islam yaitu:
1. Taqwa
2. Mengutamakan konsep halal
3. Tidak berlebihan atau berfoya-foya
4. Mengutamakan ibadah kepada Allah SWT
5. Menghindari perbuatan riba
6. Keinginan untuk berbuat baik kepada sesama mahluk
7. Berwawasan luas
Namun di antara beberapa karakteristik wirausahawan di atas, terdapat
beberapa karakteristik lain bagi para wirausaha muslim yang menonjol, yaitu:
1. Proaktif
Salah satu karakter yang menonjol dari seorang wirausaha ini adalah
proaktif, suka mencari informasi yang berhubungan dengan dunia yang
digelutinya agar dia bisa membuat strategi untuk menghadapi persaingan
pasar seperti segmenting, targeting, dan positioning yang banyak dibahas
dalam manajemen pemasaran.
2. Produktif
Salah satu karakter kunci sukses menjadi seorang wirausaha adalah
selalu ingin mengeluarkan uang untuk hal-hal yang produktif, dalam artian ia
memiliki ketelitian, kecermatan, dan penuh perhitungan dalam memutuskan
pengeluaran.
3. Pemberdaya
9
Muhammad Halim Maimun, Hafidh Munawir,” Peran Karakteristik Kewirausahaan Islam dan Modal
Sosial Islam Untuk Resiliensi UMKM”, Benefit: Jurnal Manajemen dan Bisnis Tahun 2022, Volume 7,
nomor 1, Bulan Juni: hlm 93 – 100, H, 95

13
Karakter lain yang juga dimiliki oleh seorang wirausaha muslim adalah
pemberdaya atau memberdayakan orang lain. Bagi seorang wirausaha
muslim, hal tersebut merupakan suatu kewajiban sebagaimana disebutkan
dalam hadist Nabi Muhammad SAW berikut: “Setiap kalian adalah
pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas
kepemimpinannya”. (Muttafaqun ‘Alaih)
4. Suka Memberi
Seorang wirausaha berbasis syariah umumnya mempunyai karakter suka
memberi, salah satu cara yang dilakukannya yaitu dengan memperbanyak
sedekah. Bagi mereka, setiap rezeki yang diterima harus ada sebagian yang
dibagikan kepada orang-orang yang kurang beruntung secara ikhlas, karena
hal tersebut dapat menambah kualitas dan kuantitas rezekinya dan hidupnya
penuh berkah.
5. Rendah Hati
Seorang wirausaha yang berbasis syariah menyadari bahwa keberhasilan
yang dicapainya bukan sepenuhnya karena kehebatannya melainkan juga
karena pertolongan Allah. Mereka meyadari adanya janji Allah, sehingga
selalu bersyukur, dan rendah hati, sehingga Allah pun mempermudah segala
urusan bisnisnya. Sikap rendah hati ini nampak dari kebiasaannya menolong
wirausaha pemula yang belajar kepadanya, cara kerjanya membina dan
mengembangkan kemampuan karyawannya.
6. Kreatif
Seorang wirausaha juga mempunyai karakter kreatif, yaitu mampu
menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang bisa
dikembangkan. Di tengah persaingan bisnis yang ketat sekalipun seorang
wirausaha tetap mampu menangkap dan menciptakan peluang baru untuk
berbisnis, sehingga ia tidak pernah khawatir kehabisan lahan.
7. Inovatif
Seorang wirausaha juga mempunyai karakter inovatif yaitu mampu
melakukan pembaruan-pembaruan dalam menangani bisnis yang

14
ditanganinya, sehingga bisnis yang dilakukannya tidak pernah usang dan
selalu dapat mengikuti perkembangan zaman. Seorang wirausaha yang
sukses bukanlah wirausaha yang memiliki keuntungan berlimpah, tetapi
wirausaha yang mampu mengelola hartanya dengan baik dan selalu
menyedekahkan sebagian hartanya pada orang yang membutuhkan.10
4. Perilaku dan Orientasi Bisnis Wirausaha Muslim
A. Perilaku Bisnis Wirausaha Muslim
Bisnis sering kali dinilai tidak baik karena banyak penipuan dan hal-hal
yang melangkar etika dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dengan
cepat dan lebih besar dalam menjalankan bisnis. Menurut Milton Friedman,
tidak mungkin bisnis tidak mencari keuntungan. Namun kenyataan nya
keuntungan adalah satu-satunya motivasi bagi pelaku bisnis. Dalam etika
bisnis terdapat dua aspek yang digunakan sebagai tolak ukur etika yaitu
prinsip timbal balik dan prinsip iktikad baik.
1) Taqwa
Manusia diperintahkan untuk mencari kebahagiaan dunia akhirat
dengan jalan sebaik-baiknya, termasuk dalam berbisnis. Seseorang harus
selalu mengingat Allah SWT agar setiap perilakunya selaras dengan
yang digariskan dalam Al-Quran dan Hadist. Islam menghalalkan tetapi
yang harus diingat adalah semua kegiatan bisnis tidak boleh menghalangi
nya dalam urusan beribadah.
2) Amanah
Rasulullah SAW merupakan contoh pebisnis yang jujur karena sifat
amanah nya. Perilaku amanah yang dilakukan dengan baik maka seorang
wirausaha muslim akan dapat menjaga hubungan nya dengan sesama
manusia dengan cara menjaga kepercayaan pembeli.
3) Rendah Hati

10
Miftachul Jannah,dkk, “KEWIRAUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH “, Maliyah : Jurnal
Hukum Bisnis Islam Volume 8, Nomor 1, Juni 2018 , H 130-132

15
Wirausahawan muslim hendaknya memiliki memiliki perilaku yang
sederhana, rendah hati, lemah lembut dan santun atau disebut dengan
aqshid. Aqshid dapat dikatakan dengan menolong secara non-materi atau
merasa simpatik dengan bersikap ramah kepada orang lain. Berperilaku
baik dengan menerapkan perilaku sopan dan santun dapat membuat
konsumen merasa senang dan nyaman.
4) Bermurah Hati dan Membangun Hubungan yang baik
Hubungan bisnis juga harus dibangun dengan baik salah satunya
dengan tidak melakukan monopoli dan lainnya yang tidak mencerminkan
rasa keadilan. Bermurah hati kepada pembeli juga dapat dilakukan
dengan memberikan hak khiyar. Khiyar adalah adanya hak untuk
melakukan pembatalan atau meneruskan transaksi. Hak ini harus ada
dalam hal jual beli, jika seorang pembeli terlanjur membeli barang dan
hak khiyar tidak ada, maka akan muncul rasa penyesalan dan dendam
antara penjual dan pembeli.
Khiyar termasuk dalam etika bisnis Islam untuk menjaga hubungan
antar manusia dari keburukan, bermurah hati dengan pembeli dengan
memberikan penangguhan pembayaran. Penangguhan pembayaran
dilakukan untuk menolong sesama manusia yang berat dalam kondisi
ekonomi yang kurang mampu atau mungkin pemberian secara cuma-
cuma dilakukan jika dirasa pembeli tidak mampu.
5) Bekerja sebagai Ibadah
Dalam bekerja sebagai ibadah, seseorang harus memiliki etos kerja
yang tinggi dengan menjunjung akhlakul karimah disetiap perilakunya.
Dalam berbisnis, selain beretos kerja tinggi wirausawan juga harus
memperhatikan kejujuran, toleran dan selalu menepati janji.
B. Orientasi Bisnis Wirausahawan Muslim
Islam mengajarkan bagaimana bisnis seharusnya dijalankan, dengan
berpegang pada syariat Islam bisnis mempunyai tujuan dalam 3 hal yaitu :
1) Profit

16
Dalam etika bisnis Islam, profit dapat dibedakan menjadi dua yakni
profit materi dan profit non-materi. Profit materi diperoleh dengan tidak
menghalalkan segala cara, sedangkan profit non-materi berupa qimah
insaniyah (manfaat yang diperoleh pelaku bisnis kepada orang lain
dalam bentuk sedekah), qimah khuluqiyah (setiap perbuatan
wirausahawan harus mencerminkan perilaku yang baik) dan qimah
ruhiyah (seseorang haruslah selalu melibatkan dan senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah).
2) Pertumbuhan
Setelah profit didapatkan, usaha harus dijaga agar tetap tumbuh dan
mengalami kenaikan. Untuk menjaga bisnis terus bertumbuh maka
wirausahawan harus meningkatkan kualitas produksi dan pelayanan agar
konsumen senang. Selain itu, investasi syariah harus dilakukan dengan
mengeluarkan zakat, sedekah dan tidak berfoya-foya.
3) Keberlangsungan
Untuk menjaga keberlangsungan, usaha harus dibuat suatu
perencanaan dan tetap berlandaskan syariat Islam. Seorang entrepreneur
harus bersikap arif dalam menyikapi harta yang diberikan oleh Allah.

17
BAB III
PENUTUP
Wirausaha adalah penggabungan dari dua kata, yaitu 'wira' dan 'usaha'. Wira artinya
pejuang, pahlawan, berbudi luhur, manusia unggul, berwatak agung, dan gagah berani.
Sedangkan, usaha merupakan perbuatan atau amalan, berbuat sesuatu dan bekerja. Jika
diartikan secara harfiah, maka makna dari wirausaha adalah orang yang membuat suatu
produk, menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru
hingga mengatur permodalan serta pemasarannya. Istilah kewirausahaan sendiri
merupakan padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Sebelum
dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, kata entrepreneurship berasal dari kata
berbahasa Perancis, yaitu entreprende yang memiliki arti petualang, pencipta, dan
pengelola usaha.

Konsep wirausaha dalam Islam disebut dengan istilah tijarah (berdagang atau
bertransaksi). Kewirausahaan Syariah merupakan masalah muamalah dan menyangkut
dua dimensi, yakni dimensi secara vertikal sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT
(hablumminallah). Dimensi kedua yakni dimensi horizontal yang terkait dengan
hubungan sesama manusia (hablumminannas).

Karakteristik wirausaha muslim yang berhasil yaitu taqwa, mengutamakan konsep


halal, tidak berlebihan atau berfoya-foya, mengutamakan ibadah kepada Allah SWT,
menghindari perbuatan riba, keinginan untuk berbuat baik kepada sesama mahluk, dan
berwawasan luas. Sedangkan karakteristik wirausaha yang paling menonjol yaitu
proaktif, produktif, pemberdaya, suka memberi, rendah hati, kreatif, dan inovatif.

Dalam etika bisnis terdapat dua aspek yang digunakan sebagai tolak ukur etika
yaitu prinsip timbal balik dan prinsip iktikad baik. Islam mengajarkan bagaimana bisnis
seharusnya dijalankan, dengan berpegang pada syariat Islam bisnis mempunyai tujuan
dalam 3 hal yaitu : profit, pertumbuhan, dan keberlangsungan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2008. Kewirausahaan untuk Mahasiswa Umum. Bandung: Alfabeta.

Anwar Muhammad. 2014. Pengantar Kewirausahaan, Teori dan Aplikasi. Jakarta:


Prenada.

Ciputra. 2009. Quantum Leap Entrepreneurship. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Dinah Nur Fauziah, dkk. 2019. Etika Bisnis Syariah. Malang : Literasi Nusantara
Abadi.

Hendro. 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan. Jakarta: Erlangga.

Irawan Aguk. 2012. Penakluk Badai. Jakarta: Republika.

Saiman Leonardus. 2009. Kewirausahaan: Teori, Praktik, dan Kasus-kasus. Jakarta:


Penerbit Salemba Empat.

Zimmerer, Thomas W. Dan Norman M. Scarborough. 2005. Kewirausahaan dan


Manajemen Bisnis Kecil. Jakarta: Erlangga.

19

Anda mungkin juga menyukai