Anda di halaman 1dari 21

Tujuan Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah sebuah perilaku, sikap, dan kemampuan untuk mengatur atau
memanajemen sebuah usaha dan memiliki daya cipta guna memberikan pelayanan kepada
konsumen, serta mendapatkan keuntungan dari aktivitas berniaga. Ketika penjelasan tersebut
dapat diimplementasikan ke dalam suatu unit usaha, maka kewirausahaan dapat menghasilkan
kesejahteraan untuk diri sendiri dan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas.
Konsep tentang kewirausahaan sebenarnya pertama kali dirumuskan oleh Richard Cantillon.
Cantillon adalah seorang ekonomi abad 17 asal Irlandia yang telah menghabiskan sepanjang
hidupnya di negara Prancis. Cantillon sendiri memiliki sebuah pemikiran yang dikenal melalui
salah satu teks tentang ilmu ekonomi modern yang kali pertama muncul, teks tersebut berjudul
Essai sur la nature du commerce en général.

Seperti yang dikutip dari situs Library of Economics and Liberty, Cantillon berpendapat bahwa
kewirausahaan merujuk pada sebuah aktivitas pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan
organisasi dan memberanikan menanggung risiko dari usaha tersebut dengan mendapatkan
imbalan berupa keuntungan. Secara sederhana, wirausahawan berarti seseorang yang
memberanikan diri mengambil risiko bisnis yaitu berupa kerugian.

Pada awalnya, kewirausahaan dicap sebagai kemampuan atau keterampilan bawaan sekaligus
bakat yang muncul dari praktik pengalaman langsung. Keterlibatan dari pandangan tradisional
tersebut membuat kewirausahaan tidak diajarkan di sekolah maupun universitas. Mayoritas
orang menganggap bahwa kewirausahaan adalah sebuah bakat yang harus diasah melalui proses
mengalami secara langsung.

Namun, semakin berkembangnya kajian mengenai ilmu ekonomi modern akhirnya berhasil
mengubah pandangan tradisional tersebut. Kedua peneliti asal Amerika Serikat yaitu Thomas W.
Zimmerer dan Norman M. Scarborough menyepakati sebuah simpulan bahwa kewirausahaan
dapat menjadi ilmu pengetahuan dan bisa diajarkan secara sistematis dan berkelanjutan.
Pendapat tersebut dengan seketika diterima oleh masyarakat dan mengubah pandangan mengenai
kewirausahaan. Alhasil, wirausaha dapat dilatih dan diajarkan kepada seseorang.

Menurut Zimmerer, lewat karya akademiknya yang berjudul Entrepreneurship and Venture
Formation yang diterbitkan pada tahun 1996 berpendapat bahwa definisi kewirausahaan adalah
sikap mental yang dihasilkan dari tempaan kedisiplinan. Ditambah lagi, kewirausahaan harus
dibarengi dengan kreativitas dan inovasi dalam melakukan persaingan di pasar niaga.
A. Tujuan Kewirausahaan
Salah satu cara untuk mengetahui tingkat kesejahteraan pada suatu negara yaitu dengan
mengetahui jumlah pengusahanya. Indikator kesejahteraan bisa dilihat dari jumlah pengusaha
minimal 2 persen dari jumlah keseluruhan penduduk suatu negara. Sesuai dengan data yang
dikutip dari Kementerian Koperasi dan UKM bahwa pada tahun 2017, jumlah pelaku usaha di
Indonesia mencapai 3,1 persen dari total populasi.

Walaupun sudah berada di atas standar minimal, jumlah pelaku usaha di Indonesia masih kalah
dengan beberapa negara tetangga. Misalnya saja, Singapura telah memiliki pengusaha sejumlah
7 persen dari populasi penduduknya, sementara Malaysia dengan 5 persen, Thailand dengan 4,5
persen, kemudian Vietnam dengan 3,3 persen.

Data tersebutlah yang membuat pemerintah Indonesia segera mengeluarkan berbagai kebijakan
untuk mendorong meningkatnya minat masyarakat terutama pemuda untuk membuat wirausaha.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan adalah dengan pengajaran materi kewirausahaan di
sekolah, universitas, hingga beasiswa kewirausahaan dari Kementerian Keuangan, dan lain
sebagainya.

Segala upaya yang telah dilakukan tersebut memiliki tujuan agar dapat menjadi dorongan dan
semangat kewirausahaan dari warga negara Indonesia. Upaya ini sealur dengan tujuan dari
kewirausahaan itu sendiri yakni untuk menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Mengutip dari lama lumen learning, tujuan kewirausahaan sangat variatif dan memiliki sifat
individual. Tujuan kewirausahaan juga bisa bergantung dari pribadi setiap orang yang berbeda-
beda. Nah, secara umum, tujuan kewirausahaan yang perlu dipahami, di antaranya yaitu:
menjalankan usaha secara mandiri, mencapai kesuksesan finansial atau hidup sejahtera, sampai
mendorong untuk melakukan perubahan sosial atau menginisiasi kewirausahaan sosial.

Sementara itu, mengutip dari buku Kewirausahaan yang terbit pada tahun 2019 katya dari Dede
Nasrullah, dkk. Kewirausahaan memiliki sejumlah tujuan yang perlu diketahui, yaitu sebagai
berikut:

1. Meningkatkan jumlah wirausaha yang berkualitas.


2. Membudayakan semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan berwirausaha di kalangan
masyarakat.
3. Menumbuhkembangkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh dan kuat
di masyarakat.
4. Meningkatkan kemampuan para pelaku wirausaha untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan.
B. Pengertian Kewirausahaan Menurut para Ahli
Secara umum, dalam pemaknaan kontemporer, kewirausahaan adalah cara “menguangkan”
sesuatu dengan sifat kreatif dan inovatif yang diproses melalui usaha. Hasil akhir kewirausahaan
berupa penciptaan usaha baru yang dibentuk dalam kondisi penuh risiko atau ketidakpastian.

Mengutip Modul Prakarya dan Kewirausahaan Kelas X (2020) terbitan Kemdikbud, ada
sejumlah rumusan definisi kewirausahaan yang dilontarkan para ahli bidang ini. Berikut ini
adalah pengertian kewirausahaan yang perlu diketahui, diantaranya yaitu:

1. John J (1993)
John J mengartikan kewirausahaan sebagai usaha menciptakan nilai melalui pengenalan
kesempatan bisnis, manajemen pengambilan risiko yang tepat, dan melalui keterampilan
komunikasi. Tujuannya yaitu memobilisasi seseorang, manusia, uang dan bahan-bahan baku atau
sumber daya lain yang dibutuhkan dalam menciptakan proyek agar bisa berjalan dengan baik.

2. Thomas W. Zimmerer (1996)


Zimmerer (1996) mengungkapkan, kewirausahaan adalah proses penerapan kreativitas dan
inovasi dalam upaya mencari solusi persoalan dan menemukan peluang dalam memperbaiki
kehidupan. Dengan beberapa pengertian ini, maka dalam kewirausahaan setidaknya memiliki
unsur tentang sesuatu yang baru (kreatif) dan sesuatu yang berbeda (inovatif), serta memberikan
manfaat dan nilai lebih.

3. Robert D. Hisrich (2005)


Menurut Hisrich, pengertian kewirausahaan adalah suatu proses dinamis atau penciptaan
tambahan kekayaan oleh individu, yang berani mengambil resiko besar, dengan syarat adanya
kewajaran, waktu, dan komitmen karier, atau pemberian nilai pada barang/jasa yang bersifat baru
dan unik maupun tidak, yang semua itu dapat terwujud jika ada dukungan dari permintaan dan
penawaran (di pasar), keterampilan, serta sumber daya.

4. Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 1995


Dalam Inpres RI Nomor 4 Tahun 1995, definisi kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku,
dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha, atau kegiatan yang mengarah ke upaya
mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru, dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh
keuntungan yang lebih besar.

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa pengertian kewirausahaan (entrepreneurship) adalah


proses dalam melakukan sesuatu yang baru (secara kreatif), dan sesuatu yang berbeda (hasil
inovasi) yang bermanfaat serta memberi nilai lebih pada suatu jenis barang maupun jasa.
C. Karakteristik Kewirausahaan
Kegiatan kewirausahaan dilakukan dengan praktik secara langsung dengan menciptakan nilai
tambah melalui beragam cara baru sekaligus inovatif dalam mengombinasikan berbagai sumber
daya, tentu tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan kemenangan dari persaingan di pasar.
Oleh karena itu, seseorang harus memiliki banyak ide kreatif dan memiliki kemampuan
berinovasi tingkat tinggi agar bisa menjadi pengusaha atau seorang entrepreneur.

Kemampuan seseorang merupakan sebuah objek dalam kaca mata pembelajaran kewirausahaan.
Hal itu disebabkan karena kewirausahaan mempelajari nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang
dalam meningkatkan daya kreasi dan daya untuk membuat inovasi. Kemampuan kewirausahaan
dapat diwujudkan ketika seseorang pelaku usaha mampu merumuskan tujuan hidup, memiliki
kemampuan untuk mengatur waktu, memiliki kemampuan belajar dari sesuatu yang alaminya
sendiri atau pengalaman, memiliki kemampuan untuk berani menghadapi tantangan, hingga
memiliki kemampuan mental yang kuat guna melewati beragam tantangan dan rintangan saat
berwirausaha.

Pelaku usaha bisa juga disebut dengan wirausahawan. Seorang wirausahawan adalah sosok yang
memiliki jiwa pemberani untuk mengambil risiko dalam melaksanakan pekerjaan demi
memperoleh hasil yang sangat maksimal. Wirausahawan memiliki keberanian untuk membuka
usaha ketika mendapatkan peluang dan memiliki kesempatan serta tidak memiliki ketakutan
sama sekali pada saat berada dalam kondisi yang tidak pasti, seperti mendapatkan kerugian atau
belum untung atau balik modal.

Sosok wirausahawan adalah seorang inovator yang dapat mengaplikasikan banyak perubahan
pada pasar melalui ragam kombinasi yang baru. Joseph Schumpeter (1934) berpendapat,
kombinasi baru itu muncul dalam bentuk:

 Mengenalkan produk baru atau dengan kualitas baru


 Mengenalkan metode produksi baru
 Membuka pasar baru
 Mendapatkan sumber pasokan baru pada bahan atau komponen baru
 Menjalankan organisasi baru di suatu industri.

Sedangkan, menurut buku Prakarya dan Kewirausahaan untuk peserta didik Kelas X yang
diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 menjelaskan bahwa,
seorang wirausahawan memiliki beberapa sifat khas yang melekat pada dirinya. Sifat khas yang
dimiliki seorang wirausahawan tersebut adalah percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
berani mengambil risiko, berjiwa pemimpin, mengedepankan keaslian (orisinalitas), dan
berorientasi ke masa depan.
Nah, berikut ini adalah enam karakteristik kewirausahaan dan contoh bentuk perilakunya pada
wirausahawan, diantaranya yaitu:

1. Percaya diri
– Bekerja dengan penuh keyakinan
– Tidak memiliki ketergantungan dalam melakukan pekerjaan

2. Berorientasi pada tugas dan hasil


– Memenuhi kebutuhan akan prestasi
– Orientasi pekerjaan berupa laba, ulet, tekun, dan pekerja keras
– Terbiasa untuk mengambil inisiatif

3. Pengambil resiko
– Memiliki keberanian dalam mengambil resiko dalam bekerja
– Memiliki ketertarikan dengan pekerjaan yang menantang

4. Kepemimpinan
– Memiliki tingkah laku sebagai pemimpin yang terbuka terhadap saran dan kritik
– Mudah dalam bergaul dan mudah dalam bekerja sama dengan orang lain

5. Berpikir/berorientasi ke arah hasil (manfaat)


– Kreatif dan inovatif
– Luwes dalam melaksanakan pekerjaan
– Memiliki beragam sumber daya
– Serba bisa dan berwawasan luas

6. Keorisinilan (orisinalitas)
– Memiliki pemikiran yang maju
– Memiliki sudut pandang yang tajam.

D. Dimensi Kewirausahaan
Ada dua kategori besar dalam dimensi kewirausahaan, yakni Kualitas Dasar Kewirausahaan dan
Kualitas Instrumental Kewirausahaan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kategori
di atas:

1. Kualitas dasar kewirausahaan,


Kualitas dasar kewirausahaan dibagi lagi menjadi tiga hal, yaitu:

a. Daya pikir, yaitu kemampuan dari seorang wirausahawan dalam berpikir kreatif untuk
menemukan beragam ide baru yang belum pernah muncul dari orang lain. Daya pikir bisa
digunakan seorang wirausahawan untuk menciptakan inovasi dalam melakukan pengembangan
usaha.

b. Daya hati, yaitu keahlian dari seorang wirausahawan dalam mengolah keteguhan hati, tekun,
ulet, dan selalu menyukai setiap usaha. Daya hati membuat seseorang wirausahawan menjadi
pantang menyerah terhadap kegagalan dan selalu mencoba bangkit.

c. Daya fisik, yaitu kekuatan dari seorang wirausahawan yang memiliki ketahanan fisik dan
kesehatan yang baik. Daya fisik akan sangat bermanfaat bagi seorang wirausahawan karena
memiliki kesehatan yang baik akan memudahkannya dalam mengelola usaha.

2. Kualitas instrumental kewirausahaan


Kualitas instrumental memiliki keterkaitan dengan kemampuan untuk memahami berbagai
macam disiplin ilmu, baik itu satu disiplin ilmu, antar-disiplin ilmu, dan lintas-disiplin ilmu.
Kewirausahaan merupakan sebuah gabungan atau kombinasi dari banyak pengetahuan dan
wawasan untuk mendapatkan sikap kritis, kreatif, dan inovatif yang semakin baik.

E. Manfaat Kewirausahaan Bagi Diri Sendiri


Manfaat berwirausaha sangat banyak sekali, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain
disekitarnya. Mengacu pada pendapat Thomas W. Zimmerer, sebagaimana dikutip dalam Modul
Prakarya dan Kewirausahaan Kelas X tahun 2020 terbitan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, ada sejumlah manfaat yang dimiliki kewirausahaan bagi pribadi, di antaranya
sebagai berikut.

1. Memberikan peluang dan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri.


Seorang pelaku wirausahawan berarti adalah menjadi pribadi yang mampu menjalankan usaha
sendiri. Hal itulah yang membuat kewirausahaan bisa memberikan kebebasan dan peluang lebih
besar untuk mencapai tujuan hidup.

2. Memberikan kesempatan untuk membuat perubahan


Aktivitas wirausaha dapat memberikan kesempatan kepada semua orang untuk menciptakan
perubahan. Pada saat pelaku usaha berhasil menemukan kebutuhan masyarakat yang belum
pernah terpenuhi, usaha yang diciptakan dan dilakukan tersebut dapat memberikan perubahan
besar di masyarakat. Maka dari itu, CEO Startup Alibaba, Jack Ma pernah mengatakan bahwa,
“peluang ada di tempat banyak orang mengeluh.” Keberhasilan perusahaan Go-jek juga bisa
diambil sebagai contoh, salah satu terwujud Go-Jek adalah karena bisa memenuhi kebutuhan
orang yang belum banyak dipenuhi, yaitu sarana transportasi mudah dan murah.
3. Memberikan peluang untuk mencapai potensi diri sepenuhnya
Aktivitas wirausaha dapat membuat seseorang dapat mencapai potensi dirinya dengan
sepenuhnya. Hal itu dapat terjadi dikarenakan seseorang yang membangun usahanya sendiri,
atau menjalankan kegiatan wirausaha, sama dengan menjadi alternatif untuk mengembangkan
potensi diri semaksimal mungkin. Manfaat ini bisa jadi menjadi solusi bagi banyak orang yang
mungkin merasa bosan dengan bekerja di bawah perusahaan.

4. Memiliki peluang untuk meraih keuntungan


Berwirausaha sama dengan mengambil risiko berupa kerugian untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar. Menjalankan usaha tentu saja menjanjikan sebuah keuntungan yang
bertumbuh, namun, menjadi pelaku wirausaha juga berarti harus berani menanggung risiko
kerugian, atau bahkan kebangkrutan.

5. Memiliki peluang untuk berperan aktif dalam masyarakat dan mendapatkan pengakuan
atas usahanya
Semua pengusaha, baik pelaku usaha kecil sekalipun dapat memiliki peran besar di masyarakat.
Peran tersebut bisa jadi berupa menyediakan lapangan pekerjaan.

6. Memiliki peluang untuk melakukan sesuatu yang disukai dan menumbuhkan rasa
senang dalam mengerjakan
Berwirausaha secara mandiri berarti sama saja dengan menekuni suatu bidang yang sesuai
dengan apa yang dipilih sendiri. Hal itu menjadikan bahwa para pelaku wirausaha berpotensi
mendapatkan kebebasan untuk lebih menekuni pekerjaan yang sesuai apa yang diminati dan
disukainya. Kemewahan berkecimpung di dalam dunia yang disukai tentu saja sulit dimiliki oleh
para pegawai yang harus bekerja sesuai dengan perintah atasan.
2. SIKAP DAN MENTAL YANG DIPERLUKAN OLEH CALON WIRAUSAHA

Kebanyakan orang membiarkan keadaan luar mengendalikan sikap mereka, sedangkan


para wirausaha menggunakan sikap mereka untuk mengendalikan keadaan. Sikap mental
positif memudahkan untuk memfokuskan pada kegiatan dan kejadian atas hasil yang ingin
dicapai. Malahan pengalaman negatif mempunyai segi yang positif. Wirausahawan harus
bersikap mental secara positif terhadap semua peristiwa dan mencari hikmah dari setiap
pengalaman.

Beberapa faktor yang berguna bagi wirausaha dalam mengembangkan sikap mental yang
positif :

1. Pusatkan perhatian anda sedemikian rupa dan gunakanlah pikiran anda secara
produktif.
2. Pilihlah sasaran–sasaran positif dalam pekerjaan
3. Bergaullah dengan orang–orang yang berpikir dan bertindak secara wirausaha. Cara
berpikir, cara–cara dan ciri–ciri dari orang–orang di sekitar mungkin berimbas pada
individu
4. Jauhilah pikiran dan ide–ide yang negative
5. Sadarlah bahwa andalah yang mengendalikan pikiran anda, dan gunakanlah pikiran
tersebut secara produktif
6. Haruslah selalu awas terhadap peluang–peluang yang meningkatkan situasi, baik
dalam kehidupan pribadi, kehidupan kerja maupun dalam kehidupan masyarakat
7. Jangan takut meninggalkan suatu ide, jika tidak menghasilkan hasil yang benar.
Lebih baik mengubah arah daripada mengejar suatu ide yang tidak akan berhasil
secara memuaskan
8. Lingkungan akan mempengaruhi prestasi. Jika lingkungan tidak memenuhi
kebutuhan anda, ubahlah lingkungan itu, atau pindah ke lingkungan lain yang lebih
positif dan memungkinkan tercapainya sasaran yang patut diinginkan
9. Percayalah pada diri dan bakat. Sukses akan datang kepada mereka yang percaya
pada kemampuan mereka dan menggunakan kemampuan itu sepenuhnya.
10. Hilangkan beban mental dengan mengambil tindakan. Pusatkan pikiran pada suatu
problem tertentu. Sekali mengambil keputusan, ambillah tindakan untuk
memecahkan persoalan itu. Usahakan agar konflik mental diselesaikan secepat
mungkin.

3. PEMBENTUKAN SIKAP DAN MENTAL WIRAUSAHA


Para wirausaha memiliki pandangan hidup yang sehat. Mereka merupakan individu
yang matang yang telah mengembangkan cara menilai pengalaman secara sehat.
Beberapa bentuk sikap mental wirausaha yang ingin maju yaitu :
a. Bersikap mental positif.
b. Mempunyai tekad yang kuat
c. Tekun, bekerja keras dan bertanggung jawab
d. Selalu melakukan perbaikan diri dengan menggunakan pengetahuan, prestasi
masa lampau, dan pandangan ke depan untuk menciptakan tujuan baru
e. Selalu berusaha meningkatkan kualitas diri dengan melakukan perubahan untuk
memotivasi diri mencapai sasaran yang lebih tinggi
f. Percaya diri akan kemampuan dan kemauan
g. Meningkatkan konsep diri dan kesan yang diperoleh orang lain dari diri sendiri
dengan diawali penampilan menarik

Beberapa saran yang akan membantu untuk mengembangkan sikap mental yang baik bagi
wirausaha adalah sebagai berikut :

1. Para wirausaha adalah orang yang mengetahui bagaimana menemukan kepuasan


dalam pekerjaan dan prestasinya. Tunjukkan sikap mental yang positif terhadap
pekerjaan anda, karena sikap inilah yang akan ikut menentukan keberhasilan.
2. Otak merupakan alat yang berdaya luar biasa. Menyediakan waktu beberapa saat
setiap hari untuk merenungkan pikiran yang akan memungkinkan anda terarah pada
kegiatan yang berarti.
3. Kebanyakan orang membatasi pikirannya pada masalah dan kegiatan sehari-hari.
Gunakanlah imajinasi untuk meluaskan pikiran anda dan cobalah berpikir yang
“besar”. Orang yang dapat melihat “gambaran besar” merupakan orang yang bersifat
wirausaha dan merupakan calon-calon pemimpin bisnis maupun masyarakat.
4. Rasa humor ikut mengembangkan sikap mental yang sehat. Terlalu serius dapat
merugikan pekerjaan dan tidak sehat. Menunjukkan rasa humor berpengaruh pada
orang lain dengan jalan menyebarkan optimisme dan suasana yang santai.
5. Pikiran haruslah terorganisasi dengan baik dan mampu memfokuskan pada
berbagai masalah. Haruslah mampu memindahkan perhatian dari satu masalah ke
masalah lain dengan upaya yang minim.
 Teori Kognitif
Teori kognitif mulai berkembang pada abad 20-an. Secara sederhana teori ini
menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang terdiri dari beberapa
proses, seperti pemahaman, mengingat, mengolah informasi, problem solving,
analisis, prediksi, dan perasaan.

Ada juga yang menggambarkan bahwa teori belajar kognitif itu ibarat komputer.
Proses awalnya dimulai dengan input data, kemudian mengolahnya hingga
mendapatkan hasil akhir. Beberapa tokoh yang berperan mengembangkan teori ini
adalah Jean Piaget, Bruner, dan Ausubel.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah, contoh penerapan teori kognitif adalah
guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik serta
memberi ruang bagi mereka untuk saling bicara serta diskusi dengan teman-
temannya.

 Teori Behavioristik
Teori yang dianut sejumlah ilmuwan, seperti Gage dan Berliner ini menyatakan
bahwa sebuah pengalaman mampu mengubah tingkah laku (kebiasaan atau
proses berpikir) seseorang sebagai hasil proses belajar dari pengalaman itu
sendiri.

Untuk mengaplikasikan teori ini, seorang guru perlu melakukan beberapa proses,
seperti memberikan dorongan supaya muridnya dapat merasakan rasa ingin tahu,
melakukan stimulus guna memperoleh respons siswa, dan melakukan penguatan
(reinforcement)—pengulangan stimulus dalam bentuk berbeda.

Teori behavioristik dinilai terlalu fokus pada pendidik. Jadi, tantangannya adalah
guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan suatu materi agar siswa tidak
bosan.

 Teori Humanis
Teori belajar selanjutnya adalah humanistik yang berkembang dari teori
behavioristik. Tokoh dari teori humanis adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow.
Dilihat dari definisinya, teori humanis adalah metode pembelajaran yang fokus
pada peserta didik guna mengembangkan potensinya.

Ada beberapa faktor yang mendukung teori humanis, yaitu peran kognitif—
pemahaman seseorang tentang ilmu pengetahuan, dan peran afektif—faktor
mental yang membentuk individu.

Dengan mengaplikasikan teori humanis, siswa akan merasa senang selama proses
belajar dan bisa menguasai materi dengan gampang.

 Teori Konstruktif
Teori konstruktif sejatinya sudah ada dari dulu, namun masih digunakan sampai
sekarang karena bersifat efektif dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap
perubahan zaman. Lewat teori konstruktif, peserta didik diajak untuk mendalami
pengetahuan secara bebas atau juga bisa memaknainya sesuai pengalaman.

Dalam praktiknya, siswa akan diberi ruang untuk membuat ide atau gagasan
menggunakan bahasanya sendiri. Dampaknya, lewat penjelasan yang familier,
orang lain diharapkan mampu menerima ide yang disampaikan dan merangsang
imajinasinya.

Baca juga: Mengenal 5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Para Ahli

 Teori Gestalt
Teori Gestalt merupakan percabangan dari teori kognitif. Teori ini muncul dari buah
pikiran seorang psikolog Jerman, yaitu Max Wertheimer. Dalam teori gestalt, proses
belajar seseorang dimulai dari mendapatkan informasi, kemudian melihat
strukturnya secara menyeluruh.

Setelah itu, proses dilanjutkan dengan menyusun kembali informasi yang didapat
dalam struktur yang lebih sederhana hingga individu tersebut mampu memahami
informasi yang coba disampaikan.
Teori Belajar Kognitif – Dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran harus sangat
diperhatikan karena akan memengaruhi kualitas dari siswa ketika sudah lulus nanti. Selain itu,
kualitas guru juga menjadi dilihat atau menjadi sorotan, apakah sudah menerapkan pembelajaran
dengan baik dan benar. Memang benar pada kenyataannya penerapan belajar sangat tidak mudah
apalagi setiap karakter murid juga berbeda-beda, sehingga seorang guru harus pandai untuk
memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai.

Tidak hanya itu, seorang guru juga harus membuat suasana kegiatan pembelajaran menjadi
nyaman dan menarik bagi para siswanya. Hal ini perlu dilakukan agar para siswa tidak merasa
bosan dan senang ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam membangun kegiatan belajar
yang menarik dan nyaman, seorang guru harus bisa melihat karakteristik dari para siswa atau
peserta didik. Dengan mengetahui dan memahami karakteristik dari para siswa, maka seorang
guru bisa menentukan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai.

Dengan metode pembelajaran yang tepat akan menghasilkan kegiatan belajar yang nyaman dan
menarik. Apabila hal ini sudah terjadi, maka para siswa akan mudah untuk memahami suatu
materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sehingga kemampuan seorang murid
akan bertambah. Seorang guru pasti akan merasa senang dan bangga ketika melihat peserta
didiknya kemampuannya bertambah. Selain itu, seorang guru juga merasa senang karena sudah
menemukan dan menerapkan metode pembelajaran yang tepat.

Teori belajar yang ada saat ini memang sangat banyak, sehingga terkadang membuat sebagian
guru merasa bingung harus memilih teori belajar yang bisa diterapkan dengan maksimal. Teori
belajar bisa membantu seorang guru dalam menjalankan tugasnya terutama ketika melakukan
kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu, bagi seorang guru jangan terlalu lama dalam menentukan
teori belajar yang dapat diterapkan, sehingga kegiatan pembelajaran yang menarik dan nyaman
bisa segera diterapkan.
Salah satu dari teori belajar yang sering digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah teori
kognitif. Teori belajar ini memiliki pengaruh terhadap kegiatan belajar yang akan dilaksanakan.
Dengan teori belajar kognitif, maka seorang guru dapat melihat perubahan yang terjadi pada
kognitif atau mental seseorang. Oleh sebab itu, tak sedikit para guru yang menggunakan teori
belajar ini.

Teori belajar kognitif yang dikenal oleh banyak orang adalah teori belajar kognitif Piaget.
Namun, ternyata ada beberapa teori belajar kognitif yang berasal selain dari Piaget. Dalam
artikel ini akan dibahas lebih lanjut tentang teori belajar kognitif dari beberapa tokoh, selamat
membaca.

Pengertian Teori Kognitif


Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang muncul setelah teori behavioristik. Hadirnya
teori belajar kognitif untuk merespon teori belajar behavioristik yang hanya memerhatikan
kondisi psikologi saja. Para penemu teori belajar behavioristik beranggapan bahwa kondisi
mental yang ada di dalam peset didik tidak bisa diamati. Padahal pada kenyataannya, kondisi
mental bisa dikatakan harus diamati saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung.

Jika teori belajar behavioristik mengutamakan adanya stimulus dan respon, maka lain halnya
dengan teori belajar kognitif yang tidak hanya memerhatikan stimulus dan respon, tetapi juga
mengutamakan adanya perubahan mental dan perilaku, seperti cara peserta didik memahami
suatu hal, cara peserta didik berpikir, dan cara peserta didik menggunakan pengetahuannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kognitif adalah berhubungan dengan atau
melibatkan kognisi atau berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris.

Istilah “kognitif” sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu “cognition” yang berarti
pengertian mengerti. Dalam hal ini, “pengertian” yang dimaksud adalah penggunaan
pengetahuan, penataan, dan perolehan. Pada awalnya istilah “kognitif” ini hanya ada pada bidang
psikologi saja, tetapi zaman yang terus berkembang membuat istilah “kognitif” menjadi lebih
dikenal dalam dunia pendidikan atau kegiatan pembelajaran.

Psikologi Kognitif
Berdasarkan buku psikologi kognitif, telah dipaparkan bagaimana cara sistem otak menerima,
mengolah dan mengingat materi pembelajaran. Sehingga murid dapat menemukan sistem belajar
yang tepat bagi mereka dan mampu menyerap materi dengan efektif.

Teori kognitif ini juga semakin diperkuat dengan adanya tokoh-tokoh dalam bidang psikologis
yang mempercayai keberhasilan teori ini dalam dunia pendidikan.

Fungsi Kognitif
Teori kognitif ini erat hubungannya dengan fungsi kognitif sebagai hasil output dari proses
pendekatan kognitif itu sendiri. Fungsi kognitif memiliki sejumlah dampak baik bagi murid yang
akan bertahan dalam jangka waktu panjang.

1. Daya Ingat dan Memori


Membiasakan belajar secara kognitif sama hal nya dengan membiasakan diri berpikir kompleks
dan kritis. Dengan begitu sistem saraf secara otomatis akan begitu fokus ketika menyerap
informasi dan pengetahuan dalam proses yang cepat, kemudian menyimpannya dalam otak.

Dengan menerapkan teori belajar kognitif ini akan mewujudkan daya serap yang cepat dan
memiliki memori jangka panjang. Bahkan dimulai sejak anak-anak di usia dini pun fungsi
kognitif telah bekerja dan inilah yang akhirnya mempengaruhi tumbuh kembang anak.

2. Melejitkan Daya Ingat Anak

Sejak usia dini anak-anak dapat disajikan kegiatan yang dapat merangsang daya ingat mereka
dengan metode yang baik. Ini juga akan membantu anak mengasah konsentrasi mereka agar tetap
fokus. Melalui pendekatan kognitif dapat membuat para orang tua mampu melihat potensi yang
ada pada anak mereka.

3. Perhatian
Fungsi selanjutnya yakni perhatian, dimana murid dengan pembelajaran kognitif akan mampu
menyeleksi rangsangan terhadap bau, suara, gambar dan lainnya yang berhubungan dengan
indera dengan baik.

Dalam fungsi ini juga murid akan mampu memfokuskan perhatian terhadap rangsangan tersebut
dan juga mengabaikannya dalam waktu seketika. Artinya mereka akan sensitif terhadap sekitar
dan mampu menyeleksi mana yang perlu difokuskan sehingga dapat memusatkan perhatian pada
objek yang penting.
4. Fungsi Eksekutif
Pada tahap lanjut belajar dengan pendekatan kognitif mampu mewujudkan fungsi eksekutif.
Dimana murid akan mampu membuat perencanaan dan mengeksekusinya dengan baik.

Melalui pendekatan kognitif, otak yang sudah terbiasa menyerap banyak konsep dan berpikir
kompleks serta kreatif akhirnya mampu mewujudkan pribadi yang solutif, mampu melihat
peluang dan menyelesaikan permasalahan.

5. Kemampuan Bahasa
Pendekatan kognitif juga memberikan pengaruh yang besar terhadap kemampuan berbahasa
seseorang. Dalam prosesnya murid akan mampu berkomunikasi dengan baik dengan
penyesuaian situasi yang baik juga.

Selain ini adanya perbedaan kemampuan bahasa setiap orang juga dipengaruhi oleh fungsi
kognitif ini. Maka tidak heran apabila ada orang yang mampu menguasai banyak bahasa
(polyglot) dengan adaptasi yang baik, serta ada pula yang kesulitan menguasai lebih dari satu
atau dua bahasa.

6. Kemampuan Mengenali dan Merasakan


Kemampuan pengenalan benda-benda sekitar merupakan salah satu pengaruh dari fungsi kognitif
yang sudah ada sejak tahap awal anak bertumbuh. Kemudian tingkat pengenalan inipun semakin
meningkat hingga dapat membedakan hal-hal yang jauh lebih rumit.

Sebab, adanya pendekatan kognitif ini membuat seseorang mampu menyerap segala informasi
dengan cepat kemudian melakukan pengamatan hingga akhirnya dapat membedakan benda.

Berdasarkan fungsi kognitifnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori kognitif memberikan
pengaruh yang besar saat dilakukan pendekatan kognitif terhadap seseorang. Baik dalam hal
belajar maupun pertumbuhan kembang seorang anak. Semuanya merupakan campur tangan
konsep kognitif itu sendiri.

Level Kognitif
Level kognitif ini merupakan level yang digunakan dan menjadi acuan para tenaga pendidik
dalam memberikan beban tugas atau soal pada murid. Beban tugas juga memiliki bobot yang
berbeda pada setiap level kognitifnya.

 Level 1, pada level pertama merupakan standar yang diberikan bagi murid yang masih berada pada
tahap perkembangan yang rendah. Dalam level ini menuntut pengetahuan serta pemahaman saja.
Seperti mengingat dan memahami.
 Level 2, di level dua ini menuntut kemampuan yang jauh lebih tinggi. Murid diminta mampu
memahami, mengingat dan menerapkan materi pembelajarannya.
 Level 3, di level tertinggi murid diberikan beban tugas yang jauh lebih tinggi dengan adanya
tuntutan untuk menganalisa suatu masalah, mengevaluasinya dan menciptakan sesuatu yang jauh
lebih kreatif.

Tokoh-Tokoh Teori Kognitif


Beberapa tokoh yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif sebagai berikut:

1. Jean Piaget
Jean Piaget bisa dibilang sebagai seseorang yang menemukan psikologi kognitif atau penemu
dari teori belajar kognitif. Ia lahir pada tanggal 9 Agustus 1896, di Neuchatel, Swiss. Beliau
sangat mengidolakan ayahnya yang merupakan seorang akademisi. Jean Piaget meninggal dunia
pada tanggal 16 September 1980.

Jean Piaget beranggapan bahwa suatu perkembangan kognitif adalah sebuah proses yang terjadi
secara genetik. Oleh sebab itu, proses genetik diyakini berdasarkan dari kondisi biologis
seseorang. Dalam hal ini, kondisi biologis dapat dilihat melalui adanya perkembangan atau
pertumbuhan yang terjadi pada sistem saraf. Misalnya, seseorang yang bertambah usia, maka
susunan susunan sistem sarafnya semakin kompleks, bahkan akan kemampuan yang dimiliki
akan semakin bertambah.

Jean Piaget mengatakan bahwa kemampuan berpikir dan kekuatan mental dari seorang anak
yang berbeda usia, maka perkembangan intelektual secara kualitatif juga berbeda. Oleh sebab
itu, Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif yang terjadi pada seseorang secara
kuantitatif ke dalam empat tahap, di antaranya:
1. Tahap Sensorimotor (Umur 0-2 Tahun)
Tahap sensorimotor adalah tahap kognitif yang terjadi ketika seseorang berumur 0 sampai 2
tahun. Pada tahapan ini seorang anak akan diperhatikan perkembangannya melalui kegiatan
motorik dan suatu persepsi yang masih sangat sederhana. Biasanya pada tahapan ini, seorang
anak akan melihat suatu objek lebih lama, mencari rangsangan pada sinar lampu atau sumber
suara, dan mulai menyadari bahwa dirinya merupakan makhluk yang berbeda dari objek-objek
yang ada di dekatnya.

2. Tahap Pra-Operasional (Umur 2-7 Tahun)


Tahap pra-operasional adalah tahap kognitif yang terjadi saat seseorang berusia sekitar 2-7
tahun. Pada tahapan kognitif pra-operasional, biasanya dihubungkan dengan adanya penggunaan
simbol atau penggunaan bahasa tanda. Selain itu, pada tahapan ini, konsep intuitif seorang anak
mulai mengalami perkembangan atau pertumbuhan. Biasanya pengetahuan yang didapatkan
berasal dari suatu hal yang bersifat abstrak.

Ketika seorang anak memasuki tahap pra-operasional biasanya sudah bisa mengenali ciri dari
suatu objek, misalnya ada bola yang berwarna hijau, dapat mengumpulkan benda yang sesuai
dengan ukurannya, dan sebagainya.

3. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7-12 Tahun)


Tahap operasional konkrit atau tahapan kognitif ketiga menurut Jean Piaget merupakan tahapan
kognitif yang muncul ketika seorang anak berusia 7 sampai 12 tahun. Pada tahapan ini, seorang
anak atau peserta didik dianggap sudah bisa mempraktikkan aturan-aturan dengan jelas dan
logis. Hal seperti ini biasanya ditandai dengan adanya kekekalan dan reversible pada peserta
didik.

Tahap operasional konkrit bisa dikatakan sebagai suatu tahapan kognitif yang di mana seorang
anak sudah bisa mengelompokkan, mengklasifikasikan suatu masalah. Alangkah baiknya, ketika
seorang anak sudah memasuki tahapan ini diberikan contoh suatu hal yang jelas dan logis supaya
dapat menelaah suatu permasalahan dengan baik.

4. Tahap Operasional Formal (Umur 11-18 Tahun)


Tahap operasional formal atau tahap kognitif yang terakhir Jean Piaget. Tahap operasional
formal ini muncul ketika seorang anak atau peserta didik sudah berusia 11-18 tahun. Di tahapan
kognitif ini, seorang anak sudah terlihat memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan
abstrak dengan menggunakan sebuah konsep berpikir “kemungkinan”.

Pada tahap ini bisa dikatakan muncul ketika seorang anak sedang memasuki usia pubertas. Pada
umumnya, seorang anak yang sudah memasuki tahap kognitif operasional formal sudah bisa
merasakan hal-hal, seperti cinta, suatu nilai (baik atau buruk), serta tidak melihat suatu hal dalam
bentuk hitam dan putih.
2. David Ausubel
David Paul Ausubel lahir pada tanggal 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York,
Amerika Serikat. Ia merupakan seorang psikolog dan berkontribusi terhadap psikologi
pendidikan, ilmu kognitif, dan berperan dalam pembelajaran pendidikan sains yang terjadi pada
pengembangan dan penelitian tentang Advance Organizer. Beliau meninggal dunia pada tanggal
9 Juli 2008.

David Paul Ausubel atau lebih dikenal dengan nama David Ausubel pernah menempuh
pendidikan di University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Bahkan, ia lulus pada tahun 1939
dengan prestasi cumlaude dan memperoleh gelar sarjana psikologi. Ia juga melanjutkan ke
sekolah kedokteran di Universitas Middlesex dan lulus pada tahun 1943.

Kecintaannya pada dunia psikologi membuat dirinya sempat menggeluti profesi psikiater pada
tahun 1973 dan pada tahun 1976, ia diberikan sebuah penghargaan Thorndike atas “Kontribusi
Psikologis Terhadap Dunia Pendidikan”. Penghargaan itu berasal dari American Psychological
Association.

Teori belajar kognitif David Ausubel bisa dikatakan dipengaruhi oleh teori kognitif Jean Piaget.
David Ausubel selalu mengaitkan konsep atau skema konseptual Jean Piaget terhadap cara untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, David Ausubel selalu meyakini bahwa
penalaran deduktif bisa digunakan untuk mencapai suatu pemahaman konsep, ide atau gagasan,
dan prinsip.

Konsep teori kognitif David Ausubel mengutamakan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Ia
membagi “belajar yang bermakna” ke dalam dua jenis, yaitu belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghapal (rote learning).

1. Belajar Bermakna (Meaningful Learning)


Dalam hal ini, belajar yang bermakna dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar yang di mana
informasi baru selalu dikaitkan dengan suatu pemahaman yang sudah dimiliki oleh seseorang
yang sedang belajar.

2. Belajar Menghapal (Rote Learning)


Belajar menghapal adalah suatu kegiatan yang di mana peserta didik berusaha untuk menerima
dan memahami suatu materi pembelajaran yang telah diberikan oleh gurunya atau dari materi
pembelajaran yang dibacanya, seperti buku.
David Ausubel beranggapan bahwa suatu kegiatan pembelajaran baru akan bermakna, jika guru
dapat mengombinasikan konsep, prinsip, dan informasi verbal dengan baik. Dengan kata lain,
proses belajar yang hanya dilakukan dengan menghapal saja tak akan mampu membuat kegiatan
pembelajaran menjadi bermakna. Oleh sebab itu, supaya proses belajar bisa bermakna, maka
seorang guru wajib untuk mampu mempresentasikan hal-hal apa yang perlu dipelajari oleh
peserta didik. Sementara itu, peserta didik harus berusaha untuk memahami apa yang diberikan
oleh guru.

3. Jerome Bruner
Tokoh berikutnya yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif adalah Jerome
Seymour Bruner atau lebih dikenal dengan nama Jerome Bruner. Ia lahir di New York City,
Amerika Serikat pada tanggal 1 Oktober 1915. Jerome Bruner meninggal dunia pada tahun 2016.
Ia lulus dari Universitas Harvard dan mendapatkan gelar Doktor. Setelah itu, Jerome melakukan
penelitian terhadap persepsi dan pembelajaran.

Jerome Bruner mengatakan bahwa seorang guru harus bisa untuk memberikan kesempatan pada
peserta didiknya agar bisa menjadi seorang yang bisa menyelesaikan suatu masalah, seorang
yang cerdas, seorang yang menyukai sejarah, seorang yang pandai dalam bidang matematika,
dan sebagainya. Dalam pandangan Jerome Bruner proses belajar sangat dipengaruhi dengan
adanya pengaruh kebudayaan terhadap perilaku peserta didik.

Free discovery learning adalah teori belajar kognitif yang telah ditemukan dan dikembangkan
oleh Jerome Bruner. Ia menyatakan bahwa suatu proses belajar atau pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar dan kreatif apabila seorang guru dapat memberikan kesempatan pada peserta didik
demi menemukan sebuah konsep, aturan, teori, dan pemahaman yang berkaitan dengan
kehidupan.

Selain itu, Jerome Bruner juga membagi perkembangan kognitif menjadi 3 tahap atau model,
yaitu:

1. Tahap Enaktif
Tahap enaktif adalah tahap kognitif yang di mana seseorang sudah bisa melakukan berbagai
macam aktivitas agar bisa memahami suatu lingkungan yang ada didekatnya. Misalnya, peserta
didik mampu untuk menendang bola, tetapi tidak mampu untuk menggumpalkan atau
menggambarkan kegiatan itu lewat kata-kata.

2. Tahap Ikonik
Tahap ikonik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah mengerti berbagai jenis objek atau
“dunianya” dengan melihat gambar-gambar atau visualisasi verbal. Dengan kata lain, pada tahap
kognitif ini seseorang akan memahami suatu hal melalui suatu perumpamaan atau perbandingan.
Misalnya, peserta didik sudah memiliki gambaran tentang mobil yang sedang berjalan, tetapi
mereka belum bisa mengungkapkan dalam sebuah susunan kalimat.
3. Tahap Simbolik
Tahap simbolik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah memiliki kemampuan untuk
menciptakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang sifatnya abstrak dan biasanya akan dipengaruhi
dengan kemampuan yang dimilikinya, seperti kemampuan bahasa dan kemampuan logika.

Contoh Kognitif

Supaya seorang guru lebih mudah untuk menerapkan teori belajar kognitif dalam kegiatan
pembelajaran, maka di bawah ini akan diberikan contoh kegiatan pembelajaran dengan metode
kognitif.

1. Bagi seorang guru, sebaiknya meminta kepada peserta didik untuk menggambarkan
pengalaman yang telah mereka lewati, kemudian dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Misalnya,
menceritakan pengalaman ketika liburan sekolah.

2. Memberikan bantuan kepada peserta didik ketika sedang menghadapi suatu masalah, dengan
cara memberikan solusi-solusi dan menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berpikir
kritis.

3. Membantu peserta didik untuk memaksimalkan ide-ide atau gagasan-gagasannya agar dapat
terwujud.

4. Mengajak para peserta didik untuk membiasakan diri melakukan diskusi. Seorang guru dapat
melakukan hal ini dengan cara memberikan kepada peserta didik untuk menyampaikan materi
pembelajaran, kemudian peserta didik lainnya memberikan pertanyaan.

5. Seorang guru dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik dengan cara membuat
permainan atau menyampaikan materi pembelajaran menggunakan visualisasi gambar.

6. Selalu memotivasi peserta didik dan tidak terlalu memfokuskan kegiatan belajar pada hapalan
saja. Hal ini perlu dilakukan agar menciptakan kegiatan belajar yang bermakna.

4. Teori Kognitif Menurut David Ausubel


Bermakna disini maksudnya adalah cara penyampaian materi dilakukan dengan baik dan
menarik, dengan definisi yang baik dan juga presentasi yang menarik. Dengan begitu murid yang
mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna ini akan mengingat materi dengan baik juga.

Konsep pemikiran ini diklasifikasikan oleh Ausubel dalam dua dimensi seperti yang dipaparkan
di bawah ini.

 Dimensi pertama, merupakan proses belajar dimana pemahaman materi atau ilmu pengetahuan
dihadirkan dengan cara penemuan.
 Dimensi kedua, adalah suatu proses penyesuaian informasi dengan struktur kognitif yang sudah
ada.

Menurut ketiga ahli psikologi diatas dapat disimpulkan bahwa teori ini menunjukan bahwa
proses tidak akan pernah menghianati hasil, apabila dilakukan dengan sebaik mungkin. Otak
akan semakin berkembangn dengan baik apabila terus diasah dengan kebiasaan atau proses yang
baik juga.

Anda mungkin juga menyukai