Anda di halaman 1dari 25

MENJALANKAN BISNIS SECARA ETIS DAN BERTANGGUNG JAWAB

Oleh:

Komang Widiasih 2317041198

Kadek Ari Krisna Yuda 2317041222

I Gusti Ayu Agung Susaka Werthi 2317041231

Mata Kuliah : Kewirausahaan

Dosen Pengampu:

Bapak Gede Putu Agus Jana Susila, SE., MBA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
mengenai Kewirausahaan pokok bahasan mengenai “Menjalankan Bisnis Secara
Etis Dan Bertanggung Jawab” ini dengan baik. Dan juga kami berterima kasih
pada Bapak Gede Putu Agus Jana Susila, SE., MBA selaku Dosen Pengampu
mata kuliah Kewirausahaan Universitas Pendidikan Ganesha yang telah
memberikan tugas ini kepada kami dan membimbing kami sampai saat ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi semuanya dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan bagi kami maupun para pembaca.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan baik dari segi kata, pengejaan, maupun materi, serta kami
memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah
ini di waktu yang akan datang.

Singaraja, 15 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
..............................................................................................................................

DAFTAR ISI
..............................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN
..............................................................................................................................

1.1 Latar Belakang


..............................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah


..............................................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan


..............................................................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan


..............................................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN


..............................................................................................................................

2.1

BAB III. PENUTUPAN


..............................................................................................................................

3.1 Kesimpulan
..............................................................................................................................

3.2 Saran
..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perilaku etis? Etika adalah
keyakinan tentang apa yang benar dan salah, atau apa yang baik dan buruk,
dan bagaimana gagasan ini mempengaruhi hal-hal lain. Nilai dan moral
pribadi individu, serta konteks masyarakat, menentukan apakah suatu perilaku
dianggap etis atau tidak. Dengan istilah lain, perilaku etis diartikan sebagai
perilaku yang mencerminkan gagasan masyarakat dan norma-norma sosial
yang diterima secara umum mengenai perilaku yang benar dan salah.
Pandangan individu dan konvensi sosial dianggap tidak pantas atau buruk
dalam tindakan tidak etis.
Etika Bisnis adalah pengetahuan tentang tata cara ideal dalam
pengaturan dan pengelolaan antara lain: norma dan moralitas yang berlaku
secara universal dan berlaku secara ekonomi dan sosial.
Pertimbangan yang diambil pelaku bisnis dalam mencapai tujuannya
adalah dengan memperhatikan terhadap kepentingan & fenomena sosial dan
budaya Masyarakat. Etika bisnis adalah sebuah konsep yang biasanya
mengacu pada tindakan etis dari manajer atau pemilik organisasi. Meskipun
bisnis telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, sosial, dan budaya, operasional perusahaan juga mempunyai
konsekuensi. Dalam dunia bisnis kemungkinan timbul perilaku pelanggaran
etika dalam berbagai aktivitas perusahaan. Kecenderungan masyarakat untuk
meyakini bahwa dirinyalah yang paling benar dalam situasi tertentu. Oleh
karena itu, kesadaran moral diperlukan dalam setiap skenario agar keputusan
yang diambil memiliki nilai etis.
Perusahaan global yang berkembang pesat memberikan tantangan dan
bahaya terhadap kemampuan pelaku usaha dalam mengelola persaingan dan
menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang ingin
berkembang dan memperoleh keunggulan kompetitif harus mampu
menyediakan produk atau jasa yang berkualitas dengan harga murah
dibandingkan pesaing.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1.2.1 Jelaskan Apa yang di maksud dengan Etika Bisnis?
1.2.2 Jelaskan Pentingnya Etika dalam Berbisnis!
1.2.3 Jelaskan yang di maksud dengan Etika Manajerial!
1.2.4 Jelaskan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia!

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Etika Bisnis
1.3.2 Untuk mengetahui seberapa penting etika dalam berbisnis
1.3.3 Untuk mengetahui pengertian dari Ekonomi Manajerial
1.3.4 Untuk mengetahui tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi pembaca
Untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang materi dari batas
batas organisasi dalam lingkungan berbisnis atau dalam kewirausahaan.
2. Bagi penulis
Untuk bisa diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian
selanjutnya yang sejenis.Untuk menambah wawasan penulis dan membuat
penulis mengetahui banyak hal tentang lingkungan bisnis. Manfaat
selanjutnya adalah penulis bisa membuat penulis menerapkannya dalam
kehidupan sehari hari.

BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian Bisnis

Buchari Alma (1992:1-2) menyatakan,

Di dalam bahasa Indonesia belum ditemukan pengertian bisnis yang


seragam. Namun dalam pembahasan selanjutnya istilah bisnis diartikan semua
kegiatan mencakup menyediakan barang dan jasa yang diperlukan atau
diinginkan orang lain. Atau dengan kata lain bisnis dimaksudkan menyediakan
barang dan jasa untuk tujuan mencari keuntungan. Kegiatan bisnis mencari
keuntungan ini dilakukan oleh usaha perorangan, persekutuan atau kerjasama
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Jadi bisnis merupakan suatu lembaga
yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
hal ini termasuk jasa dari pihak pemerintah dan swasta yang disediakan untuk
melayani anggota masyarakat.Tujuan utama kegiatan bisnis adalah mencari
keuntungan, mengejar pertumbuhan, meningkatkan efisiensi, dan melindungi
masyarakat (bagi kegiatan bisnis yang tidak mengejar keuntungan).
M Fuad, Dkk (2000:1) menyatakan bisnis adalah suatu organisasi
yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya,
untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris
business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks
individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Atau bisnis dalam arti luas adalah semua aktivitas oleh komunitas
pemasok barang dan jasa.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh
pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan
meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari
sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau
kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar
keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti
ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan
dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara sederhana, bisnis adalah semua kegiatan yang dilakukan
seseorang atau lebih yang terorganisasi dalam mencari laba melalui
penyediaan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat
2.2 Apakah Bisnis Mempunyai Etika?

Ketut Rindjin (2008:66-69) menyatakan,

Para pelaku bisnis adalah orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas


tersebut hanya berlaku dalam dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun
dalam dunia bisnis mereka akan masuk kedalam permainan yang mempunyai
kode etik tersendiri. Jika suatu permainan judi mempunyai aturan yang sah
diterima, maka aturan itu juga diterima secara etis. Jika suatu praktik bisnis
berlaku begitu umum dimana-mana, lama-lama praktik itu dianggap semacam
norma dan banyak orang yang akan merasa harus menyesuaikan diri dengan
norma tersebut. Ali dan Fanzi (1998:21), mengemukakan alasan-alasan
tentang keniscayaan etika bisnis sebagai berikut:
a. Pertama.
Bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam
bisnis terdapat suatu proses penerapan inovasi dan kreativitas dalam
menciptakan suatu produk dan memanfaatkan peluang-peluang yang
dihadapi (Zimmerer, 2008), sementara permainan judi di mana
pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa
pilihan di mana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi
pemenang. Pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya
kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan
sebelum pertandingan dimulai.
b. Kedua.
Bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan
menyangkut kepentingan semua orang. Tata hubungan bisnis dan
masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara
sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat
dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Tanpa kita sadari,
sejak keberadaan kehidupan bermasyarakat, nilai-nilai yang
dianggap dapat menjadikan orang berperilaku baik dan benar
merupakan sebuah kebutuhan. Keberadaan masyarakat dalam dunia
bisnis menjadi sebuah indikator adanya nilai-nilai tersebut, karena
tanpa adanya nilai-nilai yang bisa mempertahankan keberhasilan
perusahaan, orang akan berperilaku seenaknya dan merugikan orang
lain sehingga akan mengganggu jalannya perusahaan itu sendiri.
Nilainilai tersebut tertuang dalam norma yang akan berlaku dalam
masyarakat. Ada yang termasuk norma umum dan khusus.
c. Ketiga.
Praktik bisnis yang berhasil adalah yang memperhatikan norma-
norma moral masyarakat. Pelaku bisnis sebagai bagian dari masyarakat
tidak dapat memisahkan diri dari norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakatnya. Selain harus pula mengikuti norma-norma
dan nilai-nilai yang berlaku di kalangan bisnis. Ketidakpercayaan
dan ketidakberdayaan yang diterima sebagian pelaku bisnis akan
mempengaruhi pula ketidakpercayaan pada bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Dari segi etika bisnis, hal ini penting karena merupakan
perwujudan dari nilai-nilai moral. Pelaku bisnis sebagian menyadari
bahwa bila ingin berhasil dalam kegiatan bisnis, ia harus
mengindahkan prinsip-prinsip etika. Penegakan etika bisnis makin
penting artinya dalam upaya menegakkan iklim persaingan sehat
yang kondusif. Sekarang ini banyak praktek pesaing bisnis yang
sudah jauh dari nilai-nilai etis, sehingga bertentangan dengan standar
moral. Para pelaku bisnis sudah berani menguasai pasar komoditi
tertentu dengan tidak lagi mengindahkan sopan-santun berbisnis.
Keadaan ini semakin krusial sebagai akibat dari sikap Pemerintah
yang memberi peluang kepada beberapa perusahaan untuk
menguasai sektor industri dari hulu ke hilir.
d. Keempat.
Asas legalitas harus dibedakan dari asas moralitas. Dalam bisnis,
harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktek atau
kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal,
karena ada dasar hukumnya. Praktek monopoli yang didukung
kebijaksanaan pemerintah, adalah contoh yang tepat sebagai
praktek bisnis seperti itu, walaupun ada dasar hukumnya, tidak
dengan sendirinya dapat diterima dan dibenarkan secara moral.
Menurut Afandi Fachrizal (2016:394) Moralitas dan legalitas
berkaitan satu sama lain, tetapi tidak identik. Aturan hukum
seharusnya dijiwai oleh nlai-nilai moral, tetapi tidak semua aturan
hukum baik secara moral, karena bisa saja aturan hukum itu tidak
baik dan tidak adil, dan tidak etis sebagai hasil permainan politik
yang tidak fair dan bersifat arogan. Oleh karena itu, meskipun
monopoli adalah praktek yang secara legal diterima dan
dibenarkan, namun secara moral praktek ini, harus ditentang dan
dikutuk karena tidak fair, dan tidak etis.
e. Kelima.
Etika bukanlah ilmu pengetahuan yang empiris. Memperhatikan
skandal bisnis yang terjadi dan tanda-tanda perbaikan secara berencana
dan sistematis yang masih belum tampak jelas, maka kehadiran etika
bisnis adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa ditunda lagi. Etika bisnis
diperlukan untuk meningkatkan kualitas etika proses pembuatan keputusan
dalam semua lini bisnis. Kepedulian publik terhadap etika bisnis telah
memunculkan upaya-upaya baru untuk menjadikan kesadaran etis sebagai
bagian integral dari kebudayaan korporasi.
Dari hasil analisis Bertens (2004: 6) disimpulkan bahwa etika
memiliki tiga posisi, yaitu sebagai (1) sistem nilai, yakni nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, (2) kode etik, yakni
kumpulan asas atau nilai moral, dan (3) filsafat moral, yakni ilmu
tentang yang baik atau buruk. Dalam poin ini, akan ditemukan
keterkaitan antara etika sebagai sistem filsafat sekaligus artikulasi
kebudayaan. Di samping itu, filsafat menganalisa tentang mengapa
dan bagaimana manusia itu hidup di dunia serta mengatur level
mikrokosmos (antar manusia/Jagad Cilik) dan makrokosmos (antar
Alam dan Tuhan/Jagad Gede). Sebagai sistem pemikiran tentunya
konsep dasar filsafat digu nakan dalam mengkaji etika dalam sebuah
hubungan keseimbangan antara cipta, rasa, dan karsa. Hubungan
tersebut didasari landasan pemikiran bahwasanya ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.

2.1.1 Etika dalam Bisnis


Etika (ethics) adalah keyakinan pribadi seseorang mengenai
apakah suatu perilaku, tindakan, atau keputusan benar atau salah
(Griffin, 2003). Dalam pengertian etika ini, dalam konteks individu,
manusialah yang memiliki etika; sedangkan organisasi tidak memiliki
etika. Hal-hal yang yang menentukan perilaku etis antara satu orang
dengan orang lain berbeda-beda. Adapun yang dimaksud dengan
perilaku etis (ethical behavior) adalah perilaku yang sesuai dengan
norma sosial yang diterima secara umum. Menurut Daff (2007), etika
adalah kode yang berisi prinsip-prinsip moral yang mengatur
perilaku orang atau kelompok terkait dengan apa yang benar atau
salah.
Manullang (2013:15-16) menyatakan, Etika bisnis terkait dengan
masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu
pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis), kebenaran di sini yang
yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan
diakui prinsip-prinsipnya oleh masyarakat, perusahaan dan individu.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku bisnis, yaitu:
1. Lingkungan bisnis.
Sering kali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu
dilema yang menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota
penjualan, menekan ongkos, peningkatan efisiensi dan bersaing. Di
pihak lain eksekutif perusahaan juga harus bertanggung jawab
terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, dan harga barang
terjangkau.
2. Organisasi.
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi
satu dengan yang lainnya (proses interaktif). Di lain pihak organisasi
terhadap individu harus tetap berperilaku etis, misalnya masalah
pengupahan, dan jam kerja maksimum
3. Individu.
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan
berinteraksi dengan sesama dalam berperilaku etis.Prinsip-prinsip yang
diterima secara umum dapat dipelajari atau diperoleh dari hasil
interaksi dengan teman, keluarga, kenalan.Dalam bekerja, individu
harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil pekerjaan dengan
menjaga kehormatan profesinya.Bahkan beberapa profesi memiliki
kode etik tertentu dalam pekerjaan.Seperti misalnya, dokter, apoteker,
dan banker.
2.1.2 Pentingkah Etika Bisnis dalam Berbisnis
Agus Arijanto (2012:10-15) menyatakan,
Apakah etika bisnis memang perlu dalam melakukan kegiatan
bisnis? Sebelumnya, kita harus mengetahui apa sebenarnya pengertian
etika tersebut. Pada intinya etika adalah semua norma atau “aturan” umum
yang harus diperhatikan dalam berbisnis yang merupakan sumber dari
nilai-nilai yang luhur dan perbuatan yang baik. Dalam jangka pendek
bisnis yang tidak memerhatikan etika bisa jadi akan dapat keuntungan,
tetapi dalam jangka panjang biasanya bermasalah dan mendapatkan sanksi
moral dari masyarakat. Kini sudah diketahui etika itu penting, selanjutnya
bagaimanakah bisnis yang beretika? Adakah standar etika?.
Para pemikir etika di dunia mencoba untuk membuat dasar
pedoman pengukuran. Salah satunya adalah “prinsip imbal balik” atau
prinsip imperatif dalam etika, di mana sesuatu tindakan dianggap tidak
beretika.Prinsip imbal balik (take and give) sudah cukup menjadi panduan
etika yang sangat berpengaruh. Apakah anda bisa menerima jika ternyata
dibohongi oleh rekan bisnis ataupun orang lain dalam berbisnis? Tentu
jawabannya pasti tidak mau dan kecewa bahkan marah. Dengan demikian
membohongi konsumen, atau menyembunyikan informasi yang penting
adalah suatu perilaku bisnis yang tidak beretika dalam bisnis.
Dapat disimpulkan bahwa suatu tindakan yang dianggap beretika
apabila kita tidak keberatan jika orang lain melakukan hal itu terhadap diri
kita. Begitu juga dalam berbisnis. Pada kenyataannya tidak semua pelaku
bisnis menyadari apa dampak ekonomi dan sosial dari apa yang mereka
lakukan. Ada dua aspek dari tolok ukur etika, yaitu : prinsip imbal balik
dan itikad baik. Kedua hal ini adalah fondasi penting untuk etika bisnis
atau melakukan bisnis yang fairdan jujur.
Adapun etika bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat
penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan
memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, dimana diperlukan
suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua. Dan biasanya
dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem
prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang
handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten
dan konsekuen.
2.1.3 Etika Manajerial

Griffin (2006:59-60) Menyatakan,

Etika manajerial merupakan standar perilaku yang memandu manajer


dalam pekerjaan mereka. Etika Manajerial adalah keputusan
manajemen untuk memendu manajer membicarakan apa yang
baik dan buruk dan apa tugas dan kewajiban moral dan sebagai
sebuah studi bagaimana keputusan kita mempengaruhi orang
lain dalam pekerjaan mereka serta lingkungnnya.Etika
didefinisikan sebagai consensus mengenai standar perilaku yang
diterima untuk suatu pekerjaan, perdagangan atau
profesi.Etika adalah pandangan, keyakinan dan nilai akan
sesuatu yang baik dan buruk, benar dan salah.Etika manajerial
adalah suatu kode etik perilaku seoarang manajer atau
pengusaha berdasarkan nilai –nilai moral dan norma yang
dijadikan tuntunan dan pedoman berprilaku dalam menjalankan
kegiatan lembaga . Secara sederhana yang dimaksud dengan etika
manajerial adalah cara -cara untuk melakukan kegiatan seoarang
manajer, yang mencakup seluruhaspek yang berkaitan dengan
individu , lembaga, sumber daya dan juga masyarakat.
Penggolongan dalam hal ini ada 3 kategori yang luas yakni :
1. Perilaku terhadap karyawan.
Kategori ini meliputi materi seperti merekrut dan memecat,
menentukan kondisi upah dan kerja, serta memberikan privasi dan respect.
Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan
pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan karyawan melakukan
pekerjaan. Upah dan kondisi kerja, walaupun diatur di dalam undang-
undang, juga merupakan bidang yang kontroversial. Dimana seorang
manajer membayar seorang pekerja kurang dari selayaknya karena ia tahu
bahwa karyawan itu harus bekerja atau tidak bisa mengeluh lantaran
diberhentikan. Walaupun beberapa orang akan melihat perilaku itu tidak
etis, yang lain akan melihatnya sebagai taktik bisnis yang cerdas.
Manajemen tersebut mendorong karyawanmenginvestasikan dana pensiun
dalam saham perusahaan dan kemudian, ketika masalah finansial mulai
muncul ke permukaan, tidak mengizinkan mereka menjual saham
(walaupun pejabat puncak diizinkan untuk menjual).
1. Perilaku terhadap organisasi.
Isu etis juga mencul dari perilaku karyawan terhadap majikannya,
khususnya dalam kasus seperti konflik kepentingan, kerahasiaan, dan
kejujuran.Konflik kepentingan terjadi ketika suatu aktivitas bisa
menguntungkan individu dengan merugikan pihak majikannya.
2. Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya.
Etika juga tampil dalam hubungan antara perusahaan dan
karyawannya dengan apa yang disebut agen kepentingan primer (primary
agents of interents) terutama pelanggan, pesaing, pemegang saham,
pemasok, penyalur, dan serikat buruh. Dalam menghadapi agen-agen
tersebut ada peluang terjadinya ambiguitas etis dalam hampir setiap
aktivitas-aktivitas, laporan keuangan, pemesanan dan pembelian, tawar-
menawar, perundingan dan hubungan bisnis lainnya.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial

Irine Diana (2008:97) Menyatakan,

Dalam praktik, seorang manajer sering ditantang dalam memilih


serangkaian tindakan yang etis, khususnya pada situasi dimana tekanan-
tekanan yang dihadapi sangat besar. Menyadari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap etika manajerial, mungkin membantu anda menjadi
lebih baik apabila menghadapi permasalahan itu di masa mendatang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku etis dalam diri seseorang,
organisasi dan lingkungan.
1. Manajer sebagai Person.
Etika manajerial dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman
pribadi manajer. Pengaruh keluarga, nilai-nilai agama, standar pribadi,
kebutuhan pribadi, dan keuangan. Manajer yang tidak memiliki etika
pribadi yang kuat dan konsisten akan merasakan bahwa keputusannya
akan berbeda-beda dalam berbagai situasi karena dia berusaha untuk
memaksimumkan kepentingan pribadi. Manajer yang bekerja dengan
kerangka kerja yang etis dalam pengambilan keputusan akan lebih
konsisten dan percaya diri karena pemilihan keputusan didasarkan atas
standar-standar etis yang sudah mapan.
2. Organisasi.
Organisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi etika
manajerial.Apa yang diminta atasan serta tindakan mana yang akan
diberi imbalan atau sanksi, secara jelas akan mempengaruhi keputusan
dan tindakan bawahan. Harapan dan dorongan yang diberikan baik
oleh rekan sekerja maupun norma kelompok mungkin juga mempunyai
dampak serupa. Aturan tertulis serta kebijaksanaan yang resmi,
meskipun tidak menjamin juga sangat berperan dalam penciptaan iklim
yang etis bagi organisasi secara keseluruhan.
3. Lingkungan Luar.
Organisasi berperan dalam lingkungan luar yang terdiri dari
pesaing, aturan dan hukum pemerintah serta nilai-nilai dan norma-
norma sosial. Hukum menafsirkan nilai-nilai sosial untuk menentukan
perilaku yang layak bagi organisasi dan para anggotanya.Aturan
membantu pemerintah untuk mengawasi perilaku tersebut dan
menjaganya supaya tetap berada dalam standar-standar yang bisa
diterima.Kadang-kadang tekanan dalam bersaing mengakibatkan
manajer menghadapi dilema etis.
Lingkungan eksternal adalah institusi atau kekuatan luar yang
potensial terdiri atas faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja organisasi dari luar batas organisasi (Larasati
Ahluwalia, 2020). Lingkungan bisnis eksternal memiliki
cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan lingkungan
internal(Ahluwalia, 2020).

1.2 Tanggung Jawab Sosial Sebuah Perusahaan

Manullang (2002:31) Menyatakan,

Sebuah perusahaan merupakan bagian dari suatu sistem


perekonomian yang lebih besar. Individu-individu dan kelompok-
kelompok lain mempengaruhi cara perusahaan di-manage. Perusahaan
juga harus memperhatikan syarat dan peraturan pemerintah, di
samping harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan taat kepada
keputusan sebagai persekutuan perusahaan. Seorang manajer
diperkerjakan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Dewan
Direksi yang dipilih oleh para pemegang saham yang memiliki
perusahaan itu.

1.3.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia

Sofyan Syafri (1996:337) Menyatakan,

Tanggung jawab sosial dan etika perusahaan di Indonesia


sebenarnya tak perlu diragukan. Hal ini terbukti dari keterlibatan
perusahaan, baik langsung maupun melalui jalur pemerintah atau badan-
badan sosial dalam mengatasi penyakit sosial dan memperbaiki/membantu
sarana dan kegiatan sosial, seperti mensponsori kegiatan olahraga,
pembersihan polusi dan air limbah, membantu korban bencana alam dan
mendirikan sarana pendidikan. Namun juga kita tidak dapat menutup mata
terhadap ulah sebagian perusahaan yang merugikan kepentingan sosial.
Perusahaan yang bebas tidak dapat disebut baik untuk perusahaan, ia
hanya dapat dikatakan baik jika baik untuk masyarakat Peter F. Drucker
dan Belkaoui “perusahaan adalah penduduk dan harus menjadi penduduk
yang baik”. Secara formal pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan
pernyataan tentang kepentingan sosial. Secara konstitusional, UUD 45,
GBHN dan peraturan pelaksanaannya menggariskan perlunya aspek sosial
diperhatikan oleh setiap orang, termasuk perusahaan. Dengan demikian
jelaslah bahwa kita menganut konsep di mana perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial penuh.
Perusahaan yang menjalankan aktivitas selain menghasilkan
keuntungan, juga harus membantu memecahkan masalah-masalah
sosial terkait, atau tidak perusahaan ikut menciptakan masalah
tersebut bahkan jika disana tidak mungkin ada potensi keuntungan
jangka pendek atau jangka panjang (Holmes, 1976).
Konsep CSR merupakan tanggung jawab perusahaan
terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders) dan/atau pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Adanya dampak
dari aktivitas perusahaan telah menyadarkan bahwa kerusakan
lingkungan yang terjadi dapat dikurangi agar dapat dimanfaatkan
oleh generasi mendatang. Tekanan stakeholders terhadap perusahaan
untuk dapat secara efektif melakukan kegiatan lingkungan serta
tuntutan agar perusahaan menjadi akuntabel juga menyebabkan
meningkatnya perusahaan yang melakukan pengungkapan
lingkungan (Deegan dan Gordon, 1996). Konsep pembangunan
berkelanjutan berlandaskan triple bottom lines (TBL) antara lain
ekonomi, sosial dan lingkungan

1.3.2 Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR

Sukrisno dan Cenik Ardana (2011:90-91) Menyatakan,

Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya


menjalankan CSR, namun masih ada yang keberatan untuk
menjalankannya. Bahkan diantara mereka yang setuju agar perusahaan
menjalankan CSR, masih terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat
keterlibatan perusahaan dalam menjalankan CSR. Pada akhirnya,
keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan
ditentukan oleh tingkat kesadaran para pelaku bisnis dan para pemangku
kepentingan lainnya. Ada tiga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh
seseorang, yaitu: tingkat kesadaran hewani, tingkat kesadaran manusiawi,
dan tingkat kesadaran transendental. Mereka yang masih keberatan dengan
program CSR dapat dikatakan bahwa mereka masih mempunyai tingkat
kesadaran hewani dan menganut teori etika egoisme. Program CSR akan
berjalan efektif bila para pihak yang terkait dalam bisnis (oknum
pengelola, pemerintah, dan masyarakat) sudah mempunyai tingkat
kesadaran manusiawi atau transendental, serta menganut teori-teori etika
dalam koridor utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.
Dengan cara berbeda Lawrence, Weber, dan Post (2005) melukiskan
tingkat kesadaran ini dalam bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan para
pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan hubungan, yaitu:
inactive, reactive, proactive, dan interactive. Perusahaan yang
inactivesama sekali mengabaikan apa yang menjadi perhatian para
pemangku kepentingan. Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada
ancaman atau tekanan yang diperkirakan akan menganggu perusahaan dan
pemangku kepentingan. Perusahaan yang proactiveakan selalu
mengantisipasi apa saja yang menjadi kepedulian para pemangku
kepentingan, sedangkan perusahaan yang interactive selalu membuka diri
dan mengajak para pemangku kepentingan untuk berdialog setiap saat atas
dasar saling mengormati, saling memercayai, dan saling menguntungkan.

Gambar 1.1
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Tingkat Keterlibatan CSR
(Sumber: Lawrence, Weber, Post. Bussiness Society.
Singapore:McGrawHill.2005)

1.3.3 Manfaat Program CSR yang Efektif


Tanggungjawab sosial perusahaan bukan sekedar kegiatan
ekonomi melainkan juga tanggung jawab terhadap sosial dan
lingkungan. Dunia usaha tidak hanya pada tanggung jawab yang
bersifat single bottom line., yaitu perusahaan yang hanya menilai
dari (corporate value) yang terpusat oleh kondisi keuangan saja
namun harus memperhatikan lingkungan dan sosial (Wibisono,
2007).
David Rees dan Richard (2007:59) menyatakan, Manfaat praktik
CSR yang baik yang bisa dibawa ke dewan eksekutif adalah sebagai
berikut:
1. Reputasi di kalangan pelanggan dan staf meningkat.
2. Basis pelanggan meluas, pemasaran terkait sebab dapat dimasukkan ke
dalam strategi pemasaran.
3. Produktivitas meningkat berkat inovasi dan efisiensi yang membaik.
4. Rekrutmen atas orang-orang yang diinginkan meningkat.
5. Keuangan semakin tersedia, dan nilai pemegang saham meningkat
seiring bisa ditariknya investasi yang peka lingkungan.

1.3.4 Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Sosial Suatu Bisnis

Indriyo Gitosudarmo (1996:58-61) Menyatakan,

Seperti yang telah diuraikan di muka bahwa pelaksanaan tanggung


jawab sosial suatu bisnis adalah merupakan penjabaran dari kepedulian sosial
dari satu bisnis. Dengan semakin tinggi tingkat kepedulian sosial suatu bisnis
maka berarti akan semakin meningkat pelaksanaan praktik bisnis etik dalam
masyarakat. Beberapa bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial suatu bisnis
yang dapat atau telah dilakukan oleh beberapa pengusaha khususnya di
Indonesia dapat kita sebutkan disini yaitu:
1. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP).
Banyak pengusaha yang telah menyusun dan melaksanakan hubungan
industrial Pancasila ini dalam bentuk yang sering dikenal sebagai
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). KKB ini merupakan sebuah pedoman
tentang hubungan antara pengusaha dengan para pekerja atau karyawan
perusahaan yang biasanya dituangkan dalam sebuah buku.Dalam KKB ini
diadakan berbagai ketentuan tentang hak-hak serta kewajiban karyawan.
2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Banyak pengusaha yang pada saat ini telah melakukan AMDAL ini dalam
melaksanakan kegiatan bisnisnya. Wujud nyata dari amdal ini tercermin
dalam pelaksanaan pengolahan limbah industri sedemikian rupa sehingga
limbah tersebut menjadi tidak mengganggulingkungan. Proses produksi
yang dilakukan oleh suatu bisnis tidak jarang akan menimbulkan
pencemaran lingkungan atau polusi. Dalam hal ini masih banyak pula
pengusaha yang belum menyadari akan tanggung jawabnya terhadap
pengolahan limbah industri ini.
3. Penerapan Prinsip Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu permasalahan
yang banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena
mencakup permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat
ekonomi, aspek hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi
itu sendiri. Semua hal tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang
sama besarnya walaupun di sana sini memang terjadi perubahan
perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri maupun faktor lain yang
masuk dari unsur eksternal industri Ervianto (2005). Penerapan prinsip
K3 ini telah banyak dilaksanakan pula oleh pengusaha kita. Seperti kita
ketahui bahwa beberapa perusahaan telah memperoleh penghargaan
berupa “ZERO ACCIDENT”. Perusahaan yang memperoleh penghargaan
ini berarti telah menjalankan proses produksinya sedemikian lama tanpa
mengalami kecelakaan kerja karyawannya. Hal ini merupakan prestasi
yang cukup bagus dan menjaga kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Perkebunan Inti Rakyat (PIR).
Pelaksanaan program pemerintah yang berupa (PIR) dimana dalam hal ini
Perkebunan Besar yang biasanya adalah milik Negara merupakan intinya
yang akan menjadi motor penggerak pembangunan perkebunan rakyat di
sekitarnya yang merupakan plasma. Perkebunan rakyat disekitar yang
merupakan plasma ini akan mendukung kelancaran pemasokan bahan
baku bagi perkebunan besar milik Negara tadi sehingga dengan system ini
akan terjadi saling membantu antara perusahaan besar dengan perusahaan
rakyat yang pada umumnya kecil. Dengan demikian maka pembangunan
bangsa akan berjalan secara seimbang dan saling menopang.
5. Sistem Bapak Angkat-Anak Angkat.
Pelaksanaan sistem ini juga banyak membantu kelancaran proses
pembangunan bangsa serta keterkaitan industri maupun keterkaitan
kepentingan masyarakat banyak. Praktik tersebut tentu saja juga tidak
mudah untuk dilaksanakan karena diperlukan kesadaran yang tinggi dari
pengusaha besar yang harus bersedia untuk membangun perkembangan
bagi pengusaha kecil yang sering kali banyak menimbulkan persoalan bagi
pengusaha besar yang menjadi bapak angkat.
Sistem bapak angkat merupakan bentuk keterkaitan usaha antara
industri besar atau menengah dengan usaha kecil. Kerja sama ini
menempatkan usaha besar sebagai bapak angkat dan usaha kecil dan
mikro sebagai anak angkat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada
konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba Dalam bisnis terdapat
suatu proses penerapan inovasi dan kreativitas dalam menciptakan suatu
produk dan memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi. Tata hubungan
bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku
bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung
maupun tidak langsung. Praktik bisnis yang berhasil adalah yang
memperhatikan norma-norma moral masyarakat. Dalam bisnis, harus
dibedakan antara legalitas dan moralitas. maka kehadiran etika bisnis adalah
suatu keniscayaan yang tidak bisa ditunda lagi. Etika bisnis diperlukan untuk
meningkatkan kualitas etika proses pembuatan keputusan dalam semua lini
bisnis.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi:
Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Ali, Fachry dan Ihsan Ali Fanzi. 1998. “Kontrak Sosial Dunia Usaha dan
Politik
Nasional”. Majalah Usahawan No. 12 Tahun XXVII Desember 1998.

Alma,Buchari. 1992. Dasar-dasar Bisnis dan Pemasaran, Cetakan Kedua.


Bandung: CV Alfabeta.

Arijanto, Agus. 2012. Etika Bisnis Bagi Perilaku Bisnis, Cetakan Kedua.
Jakarta:PT Raja Grafindo.

Belkaoui, Ahmed. 1985. Public Policy and Practice and Problem of


Accounting,
Qourum Book.

Diana, Irine. 2008. Manajemen, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Mitra


Cendikia.

Drucker, Peter F. 1973.Management


Tasks,Responsibility,Pratices,Perennial
Library, Harper& Row Publisher New York.

Gito Sudarmo, Indriyo. 1996. Pengantar Bisnis Edisi 2, Cetakan Pertama.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Griffin, Ricky W. 2006. Bisnis, Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit


Erlangga.
Harahap, Sofyan Syafri. 1996. Manajemen Kontemporer, Cetakan Pertama.
Jakarta : PT Raja Grafindo.

Lawrence, Anne T., James Weber, dan James E. Post. 2005. Bussiness and
Society: Stakeholder Relations, Etichs, and Public Policy. 11th ed.
Singapore: Mc.Graw-Hill.

Manullang, M. 2002. Pengantar Bisnis, Cetakan Pertama. Yogyakarta:


Gadjah
Mada University Press.

-------. 2013. Pengantar Bisnis, Cetakan Pertama. Jakarta Barat: PT.


Indeks.

Rees, David dan Richard. 2007. People Management:Teori & Strategi


(Tantangan dan Peluang). Cetakan Pertama. Jakarta : Prenada Media
Grup.

Rindjin, Ketut. 2008. Etika Bisnis dan Implementasinya, Cetakan Kedua.


Jakarta:
Gramedia
M. Fuad, Christin H, Nurlela, Sugiarto, Paulus, Y.E.F, Pengantar Bisnis,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 1

Anda mungkin juga menyukai