Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Puji syukr kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah etika bisnis islam yang berjudul
“Pemasaran Dalam Islam” baik tanpa adanya kendala apapun yang berarti.
Tugas makalah ini kami susun agar dapat memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Etika Bisnis Islam. Tujuan lain penusunan tugas ini adalah supaya para pembacanya dapat
memahami tentang perilaku bisnis yang terlarang dalam islam lebih mendalam.
Materi pada makalah ini kami buat dengan menggunakan bahasa yang sederhana supaya
dapat dimengerti oleh pembaca.Artinya, kami ucapkan terima kasih kepada pengampu yang telah
memberikan kontribusinya dalam penyelesaian makalah ini.
Saran dan kritik dari berbagai pihak kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Denikan, terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................i
B. Rumusan masalah.............................................................................................................................i
C. Tujuan penulisan...............................................................................................................................i
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................ii
A. Kesimpulan..................................................................................................................................xvii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................xviii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep pemasaran da;am islam?
2. Apa yang dimaksud dengan prinsip dan tujuan pemasaran dalam islam
3. Apa yang dimaksud dengan bauran pemasaran dalam islam?
4. Apa yang dimaksud dengan hokum persaingan bisnis dalam islam?
C. Tujuan penulisan
Maklaah ini kami tulis dengan tujuan untuk memenuhi mata kuliah etika bisnis islam dan
juga agar pembaca lebih mengetahui tentang Pemasaran Dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Nurhazirah Hashim dan Muhammad Iskandar Hamzah misalnya telah merumuskan konsep
pemasaran Islam dengan mengintegrasikan konsep pemasaran 7P’s dengan ajaran Islam (Islamic
teaching). 7P’s yang dimaksud di sini adalah 7 elemen bauran pemasaran, yaitu product,
promotion, price, place, people, physical environment, dan process. Ketujuh elemen bauran
pemasaran ini kemudian diintegrasikan dengan 7P’s Islam yang dikenalkan oleh Wilson J. A. J.
(2012), yaitu Pragmatism, Pertinence, Palliation, Peer, Pedagogy, Persistent, dan Patience.2
1
Muhammad Arham, “Islamic Perspective on Marketing”, Journal of Islamic Marketing, vol. 1, no. 2 (2010),h. 149-
164
2
Wilson, J. A. J. (2012), “Looking at Islamic marketing, branding and Muslim consumer
behavior beyond the 7P’s”, Journal of Islamic Marketing, Vol. 3, h. 212-216.
Pragmatism and Product yang dimaksud di sini adalah bagaimana memilih produk dan jasa
yang akan dijual, yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Hal ini merujuk pada sikap Rasulullah
Saw. yang memilih menjual produk yang dibutuhkan oleh seluruh manusia. Pertinence and
Promotion berarti kegiatan promosi harus tepat dan sesuai dengan apa adanya. Islam melarang
mempromosikan produk dan jasa dengan membuat janji yang berlebihan agar konsumen tidak
frustasi ketika ada hal yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. 3 Palliation and Price yang
dimaksud adalah memberikan harga yang dapat diterima oleh pasar, dengan memberikan diskon
ataupun sejenisnya. Rasulullah Saw. selalu menjual dagangannya dengan harga yang selalu
diterima para konsumennya. Beliau mendapatkan keuntungan berdasarkan volume penjualan.
Sehingga, strategi ini sangat tepat digunakan saat telah dapat memasuki semua segmen pasarnya.
Peer-support and People dalam hal ini adalah menjaga hubungan dan kepuasan konsumen. 4
Rasulullah Saw. dalam hal ini memberikan contoh bagaimana bersikap baik dengan para
konsumennya sehingga beliau selalu terhindar dari konflik dengan para konsumen maupun klien
dagangnya.
3
Dalia Abdel Rahman Farrag, “The Role of “Shariah” in Shaping Egyptians Consumer Behavior Towards Sales
Promotion Tools”, dipresentasikan di 2nd Global Islamic Marketing Conference.
4
Abul Hasan, et. al., “Islamic Marketing Ethics and Its Impact on Customer Satisfaction in the Islamic Banking
Industry”, JKAU: Islamic Econ, vol. 21, no. 1 (2008),h. 27-46.
Pedagogy and Physical environment. Pedagogi di sini adalah membiasakan diri dan para
stakeholder untuk berlaku transparan dalam segala hal. Dalam konteks pemasaran Islam, sikap
transparansi harus dimiliki oleh lingkungan kerja untuk menjaga integritas sehingga seluruh
informasi terkait produk dan jasa yang dijual didapatkan oleh konsumen. Rasulullah Saw. selalu
memberikan jaminan dirinya atas apa yang beliau jual kepada para konsumennya. Persistence
and Process atau ketekunan dan proses merupakan dua hal yang harus dilakukan secara bersama.
Dan yang terakhir adalah Patience and Place atau kesabaran dan tempat. Nabi Muhammad Saw.
dalam hal ini memerintahkan untuk tidak menyembunyikan apapun untuk pelanggan selama
bertransaksi. Beliau juga melarang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya. Hal ini adalah
wujud ajaran Islam yang selalu mengedepankan dan menjaga hak dan kepentingan konsumen
Menurut Hermawan Kertajayadan Muhammad Syakir Sula adalah memberikan dua tujuan
utama dari Marketing Syariah atau Pemasaran Syariah, yaitu:
Prinsip-prinsip pemasaran syariah, dalam buku karya Hermawan Kertajaya dan Sakir Sula
mengatakan bahwa untuk mengkonsep sebuah marketing syariah harus mengetahui tentang
prinsip-prinsip marketing syariah. Menurut mereka ada 17 prinsip marketing syariah, yaitu:
5
Kertajaya, Hermawan., Muhammad Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing. Bandung: Mizan Media Utama.
6
Hendri Sukotjo dan Sumanto Radix A., Analisa Marketing Mix-7P (Produce, Price, Promotion, Place, Participant,
Process, and Physical Evidence) Terhadap Keputusan Pembelian Produk Klinik Kecantikan Teta Di Surabaya),
Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2010, Jurnal Mitra Ekonomi dan manajemen Bisnis, Vol. 1 No. 2,
hlm. 218-219.
Menurut Kotler dan Armstrong (2000) produk merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan
ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Dalam perspektif islam, suatu produk yang akan dipasarkan atau ditukarkan haruslah
produk yang halal dan memiliki mutu atau kualitas yang terbaik, dan bukan sebaliknya yang
mana untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya produsen menurunkan
kualitas produk yang dibuatnya.
Al-Muslih (2004) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam
menawarkan sebuah produk7, yaitu:
a. Produk yang ditawarkan harus memiliki kejelasan.
Kejelasan disini memiliki arti bahwa barang yang diperjual-belikan memiliki
kejelasan dari hal ukuran, takaran, kejelasan komposisi, tidak rusak atau kadaluarsa,
serta menggunakan bahan-bahan yang baik.
b. Produk yang diperjual-belikan merupakan produk yang halal.
Halal yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang baik dan bersih, baik itu
dari segi barangnya maupun dari cara perolehannya. Hal ini ditegaskan di dalam QS.
Al-Maidah ayat 3, yang memiliki arti:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,(daging hewan) yang
disembelih dengan nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan.pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
c. Dalam melakukan kegiatan jual-beli harus menjunjung tinggi nilai kejujuran.
Seperti dalam hadits Rasulullah saw. yang berbunyi “Jika barang itu rusak maka
katakanlah rusak, jangan engkau sembunyikan. Jika barang itu murah janganlah
7
https://masoemuniversity.ac.id/berita/mentaati-syarat-produk-dalam-marketing-mix-islami.php, diakses pada
tanggal 27 Desember 2020, pukul 16.52 WIB.
engkau mengatakannya mahal. Dan jika barang itu jelek maka katakanlah jelek,
janganlah engkau mengatakannya bagus.” (HR. Tirmidzi).
Bila dilihat dari hadits diatas, maka sangatlah jelas bahwa islam memperbolehkan
menjual produk cacat, namun yang menjadi dilarang adalah jika produk cacat tersebut
disembunyikan atau tidak diberitahukan. Artinya, produk meliputi barang dan jasa yang
ditawarkan pada calon pembeli haruslah yang berkualitas sesuai yang dijanjikan.
2. Price (Harga)
Harga memiliki peranan yang penting dalam marketing mix karena berhubungan erat
dengan elemen lainnya. Agar suatu produk dapat bersaing dipasaran maka pengusaha dapat
melakukan strategi penetapan harga dalam hubungannya dengan pasar, yaitu apakah
mengikuti harga dibawah pasaran atau diatas pasaran. Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam melaksanakan kebijakan harga adalah menempatkan harga dasar
produk, menentukan potongan harga, pembiayaan ongkos kirim, dan lain-lain yang
berhubungan dengan harga.
Penetapan harga dalam perspektif islam tidaklah terlalu rumit. Dasar penetapan harga
tertumpu pada besaran nilai atau harga suatu produk yang tidak boleh ditetapkan dengan
berlipat-lipat besarnya, setelah dikurangi dengan biaya produksi. Di dalam melakukan
transaksi ekonomi menurut islam, tidak dibenarkan untuk mematok harga yang berlipat
ganda sebagai wujud keuntungan pribadi atau perusahaan. Hal tersebut didasarkan pada
hadits Rasulullah saw. yang berbunyi “Diriwayatkan dari Ma’bil bin Yasar bahwa
rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang berbuat sesuatu dalam (menentukan) harga-
harga orang Islam agar memahalkannya, maka Allah berhak menundukkannya dengan
tulang dari api neraka pada hari kiamat”. Kemudian Ma’bal ditanya, “apakah kamu
mendengarnya dari Rasulullah?”, Ma’bal menjawab: “Ya. Bahkan tidak hanya satu atau
dua kali.” (HR. Ahmad bin Hanbal).
Menurut Husna (2010) setiap pengusaha dianjurkan untuk tidak hanya mencari
keuntungan dan mementingkan diri sendiri, melainkan juga harus memperhatikan
kepentingan sesama. Praktik manipulasi dan memahalkan harga dipicu oleh sikap egois dan
individualis yang bertentangan dengan prinsip kemaslahatan Islam. Islam mengajarkan kasih
sayang dan kepedulian yang tinggi terhadap nasib sesama, terutama orang-orang yang lemah.
Praktik memahalkan harga akan melemahkan daya beli masyarakat, apalagi bila negara
sedang mengalami keterpurukan ekonomi.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep harga dalam perspektif Islam
bukan berlandaskan pada faktor keuntungan semata, melainkan juga didasarkan pada aspek
daya beli masyarakat dan kemaslahatan umat, dan konsep keuntungan yang berlipat-lipat dari
penetapan harga yang mahal tidak dibenarkan.
3. Promotion (Promosi)
Bauran promosi adalah suatu kegiatan dalam bidang pemasaran yang bertujuan untuk
meningkatkan jumlah penjualan dengan cara mempengaruhi konsumen baik secara langsung
maupun tidak langsung. Menurut Swastha (2003) promosi adalah arus atau persuasi satu arah
yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang
menciptakan pertukaran dalam pemasaran.
Agar promosi yang dilakukan menjadi efektif dan efisien maka faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan menurut Swastha dan Irawan (1990) sebagai berikut:
a. Besarnya dana yang diberikan untuk produksi
b. Sifat pasar
c. Jenis produk yang diproduksi
d. Tahap-tahap dalam siklus produk
Adapun tujuan dari promosi menurut Swastha dan Irawan (1990), antara lain:
a. Memodifikasi tingkah laku
Perusahaan menggunakan promosi untuk mempengaruhi tingkah laku dan pendapat
konsumen terhadap produk yang dipasarkan dan memperluas tingkah laku yang ada.
b. Memberi tahu
Kegiatan promosi dapat ditujukan untuk memberi tahu kepada pasar yang dituju oleh
perusahaan tentang penawaran produk yang dihasilkan.
c. Membujuk
Promosi diarahkan untuk mendorong pembelian dengan menciptakan kesan positif dari
suatu produk agar konsumen terbujuk untuk melakukan pembelian.
d. Mengingat
Promosi yang bersifat mengingatkan dimaksudkan agar konsumen selalu mengingat
produk yang ditawarkan sehingga produk tersebut selalu diingat oleh konsumen.
Promosi dalam perspektif syariah merupakan suatu upaya penyampaian informasi yang
benar terhadap produk barang atau jasa kepada calon pelanggan atau konsumen. Berkaitan
dengan hal itu, ajaran Islam sangat menekankan agar menghindari unsur penipuan atau
memberikan informasi yang tidak benar bagi calon pelanggan atau konsumen. Dalam sebuah
hadits disebutkan bahwa: “Ibnu Umar berkata: “Seorang laki-laki mengadu kepada Nabi,
“Aku telah tertipu dalam jual beli.” Maka beliau bersabda, “Katakanlah kepada orang yang
kamu ajak berjual beli, “Tidak boleh menipu!” sejak itu, jika ia bertransaksi jual beli, ia
mengatakannya.” (HR. Bukhari).
Hadits tersebut dapat menjadi acuan bagi perusahaan yang melakukan upaya promosi
baik dalam hal menjual produk atau jasa ke publik agar memberikan informasi yang benar
dan akurat, sehingga tidak mengandung unsur penipuan yang dapat merugikan pelanggan
atau konsumen.
4. Place (Saluran Promosi atau Tempat)
Menurut Ali Hasan (2008) saluran pemasaran merupakan basis lokasi kantor operasional
dan administrasi perusahaan yang memiliki nilai strategis yang memperlancar dan
mempermudah penyampaian produk dari produsen kepada konsumen melalui transaksi
perdagangan. Beberapa pakar marketing mendefinisikan saluran pemasaran sebagi berikut:
a. Saluran pemasaran merupakan suatu fungsi dan sistem jaringan perantara (agen,
pedagang, ritel) yang terorganisasi melakukan semua aktivitas pemasaran yang di
perlukan untuk menghubungkan produsen dan konsumen (Berman, 1996).
b. Saluran pemasaran merupakan organisasi kontraktual eksternal yang manajemennya
beroperasi untuk membuat pergerakan fisik dan pemindahan pemilikan produk dari
produsen ke konsumen mencapai tujuan pemasaran (Rosenbloom, 1995).
c. Saluran Pemasaran suatu bentuk jaringan organisasional yang menghubungkan produsen
dengan pengguna atau pembeli baik barang atau jasa (Craven, 1991).
Ada beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menyalurkan barang
konsumsi agar sampai kepada pemakai akhir, diantaranya adalah:
a. Produsen ˗ Agen ˗ Pengecer ˗ Konsumen
Produsen memilih agen (penjualan atau pabrik sebagai penyalurnya). Penyalur
menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran pemasaran yang ada. Sasaran
penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar.
b. Produsen ˗ Agen ˗ Pedagang Besar ˗ Pengecer ˗ Konsumen
Dalam saluran pemasaran ini, produsen menggunakan agen sebagai perantara untuk
menyalurkan produknya kepada pedagang besar, yang kemudian oleh pedagang besar
dijual ke toko-toko kecil. Agen yang terlibat dalam saluran pemasaran ini terutama agen
penjualan.
c. Produsen ˗ Pedagang Besar ˗ Pengecer ˗ Konsumen
Saluran pemasaran ini sering disebut saluran distribusi tradisional. Dimana produsen
hanya melayani penjualan jumlah besar kepada pedagang besar, dan tidak menjual ke
pengecer. Pembelian pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian konsumen
dilayani oleh pengecer.
d. Produsen ˗ Pengecer ˗ Konsumen
Saluran pemasaran ini disebut saluran pemasaran tidak langsung, dimana pengecer
besar melakukan pembelian kepada produsen, produsen mendirikan toko pengecer agar
langsung dapat melayani konsumen.
e. Produsen ˗ Konsumen
Saluran pemasaran ini merupakan bentuk saluran pemasaran yang paling pendek dan
sederhana, dimana tidak terdapat perantara. Produsen dapat menjual langsung kepada
konsumen melalui surat pos atau menjual langsung dari rumah ke rumah.
Saluran pemasaran juga dapat didefinisikan sebagai tempat atau lokasi perusahaan.
Letak suatu perusahaan atau usaha harus mudah dijangkau oleh masyarakat, seperti
misalnya disekitar pusat-pusat perbelanjaan atau pasar dan lainnya. Seorang pebisnis harus
mampu memilih lokasi yang representatif dan dapat dilihat oleh masyarakat. Dalam
perspektif syariah, saluran pemasaran atau lokasi perusahaan bisa dimana saja asalkan tempat
tersebut bukan tempat yang dipersengketakan keberadaannya. Namun tersirat, Islam lebih
menekankan pada kedekatan perusahaan dengan pasar. Hal itu untuk menghindari adanya
aksi pencegatan barang sebelum sampai ke pasar. Dalam sebuah Hadits disebutkan yang
artinya: “Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah melarang seseorang mencegat
barang dagangan sebelum tiba di pasar.” (HR. Muslim).
Masing-masing marketing mix syariah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Produk
Pasar
Dalam ibadah kaidah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali ada
ketentuannya berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan dalam urusan muamalah, semuanya
diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Penyebab terlarangnya sebuah transaksi
muammalah secara umum disebabkan beberapa faktor yaitu:
1. Haram zatnya (haram li zatihi), Transaksi dilarang karena objek yang ditransaksikan juga
dilarang, seperti minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya.
2. Haram selain zatnya (haram li ghairihi), yaitu Melanggar prinsip “An Taradhin Minkum” dan
Melanggar prinsip “La Tadlimuna wa la Tudlamun”
Seorang syariah marketer dalam pandangan etika Islam bukan sekedar mencari keuntungan,
melainkan juga keberkahan, yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang
wajar dan diridloi oleh Allah swt. Ini berarti yang harus diraih oleh seorang pedagang dalam
melakukan bisnis tidak sebatas keuntungan materiil (bendawi), tetapi yang penting lagi adalah
keuntungan immaterial (spiritual).8 Dari sedikit penjelasan diatas adapun beberapa transaksi
pemasaran yang dilarang dalam Islam adalah:
a. Melakukan kebohongan (Tidak Jujur) Dan Tidak Realistis
Dalam sebuah bisnis, seorang pelakunya tidak boleh melakukan kebohongan atau terlalu
melebih-lebihkan produk yang dijual dengan tujuan agar konsumen tertarik dan berminat untuk
membeli, sedangkan pada kenyataannya produk yang disediakan tidak sesuai dengan promosi
awalnya. Kebohongan tersebut dapat merugikan konsumen dan lama kelamaan akan menjadi
bumerang yang dapat merugikan perusahaan itu sendiri. Untuk menghindari hal buruk tersebut,
suatu perusahaan khususnya yang menyediakan pelayanan kepada pelanggan harus
mengedepankan nilai kejujuran sesuai dengan ajaran Nabi.
Semua transaksi yang dilakukan harus berlandaskan pada kenyataan, tidak membeda-
bedakan orang, suku, warna kulit. Semua tindakan dilakukan dengan penuh kejujuran. Bahkan
ajaran Rasulullah SAW tentang sifat realistis ini ialah jika anda menjual barang ada cacatnya,
maka katakanlah kepada calon pembeli bahwa barang ini ada sedikit cacat. Dalam berniaga tidak
boleh adanya sumpah palsu yang mengatakan bahwa barang yang dijual sangat bagus padahal
pada kenyataannya ada sedikit cacat. Bahan makanan yang basah jangan disimpan di bawah, tapi
8
Adiwarman A. Karim, bank islam: Analisis Fikih dan Keuangan, (Grafindo Persada,. 2006) hlm. 29-49
naikkan ke atas agar dapat dilihat oleh pembeli. Ajaran Rasulullah sangatlah mulia dan realistis,
jangan sekali-kali mengelabui orang, atau menipunya sedikitpun.
9
,N Lenys, “Evolusi Marketing: Dari Konvensional Menuju Syariah”, http://www.wordpress.com (diakses pada 27
Desember 2020)
10
Suindrawati, ”Strategi pemasaran islami dalam meningkatkan penjualan pada studi kasus toko jessy busana
muslim bapangan mendenrejo blora’’, http://eprints.walisongo.ac.id/ (diakses pada 27 Desember 2020)
f. Mengingkari Janji Dan Curang
Seorang Syariah Marketer dalam melakukan pemasaran dan segala transaksii diharapkan
Selalu menepati janji dan tidak curang dalam pemasaran termasuk dalam penentuan kuantitas
barang dan jasa.11
g. melakukan suap (Risywah)
Risywah (suap) berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk
memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh
kedudukan. Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan
hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebab sogokan akan membuat hukum
menjadi oleng dan tidak adil.
11
Nurul Mubarok, Eriza Yoolanda M., “Strategi Pemasaran Islami Dalam Meningkatkan Penjualan Pada Butik
Kalista” I-Economic. Vol. 3 No. 1. Juni 2017, Hal. 81.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat muslim memiliki keunikan tersendiri dimana mereka memosisikan agama
sebagai bagian dari hidup, atau dengan kata lain agama merupakan lifestyle mereka. Prinsip halal
dan haram akan menjadi penting dan akan sangat memengaruhi pengambilan keputusan bagi
para konsumen muslim. Kondisi ini menuntut para penyedia barang dan jasa untuk menyediakan
kebutuhan spesifik mereka dan melakukan pemasaran produk secara lebih cermat agar dapat
diterima dengan baik. Lantas pemasaran secara islami menjadi suatu hal yang penting karena
adanya konsumen muslim yang sedang berkembang pesat ini. Pemasaran secara islami ini akan
mengacu pada sejumlah etika yang perlu diperhatikan dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam
melakukan pemasaran agar tetap sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
Dalam Islam, tujuan pemasaran juga harus dilandasi oleh keinginan untuk mendekatkan diri
pada Allah SWT. Berbeda dengan pandangan konvesional, Islam memiliki dua acuan utama
yaitu Qur’an dan Hadist yang menjadikan orientasi dalam Pemasaran Islam lebih kepada value-
maximization bukan profit maximization. Dengan penekanan pada value-maximization ini
praktik pemasaran dalam Islam akan lebih menjunjung tinggi etika dan menetapkan standar baru
pada dunia pemasaran tanpa memberikan kompromi pada kualitas yang diberikan dan
menurunkan keuntungan yang seharusnya diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel Dalia, R.F. The Role of “Shariah” in Shaping Egyptians Consumer Behavior Towards
Sales Promotion Tools. dipresentasikan di 2nd Global Islamic Marketing Conference.
Abul Hasan, et. al. (2008). Islamic Marketing Ethics and Its Impact on Customer Satisfaction in
the Islamic Banking Industry. JKAU: Islamic Econ, vol. 21, no. 1,h. 27-46.
Adiwarman A. Karim. (2006). bank islam: Analisis Fikih dan Keuangan, Grafindo Persada,.
hlm. 29-49
A, Muhammad. (2010) .Islamic Perspective on Marketing. Journal of Islamic Marketing, vol. 1,
no. 2 h. 149-164
Kertajaya, Hermawan., Muhammad Syakir Sula. (2006). Syariah Marketing. Bandung: Mizan
Media Utama.
Maso’em University. Mentaati Syarat Produk dalam Marketing Mix Islami
https://masoemuniversity.ac.id/berita/mentaati-syarat-produk-dalam-marketing-mix
islami.php,
diakses pada tanggal 27 Desember 2020, pukul 16.52 WIB.
N Lenys, “Evolusi Marketing: Dari Konvensional Menuju Syariah”, http://www.wordpress.com
(diakses pada 27 Desember 2020)
Nurul M, Eriza Yoolanda M. (2017). “Strategi Pemasaran Islami Dalam Meningkatkan
Penjualan Pada Butik Kalista” I-Economic. Vol. 3 No. 1. Hal. 81.
Suindrawati, ”Strategi pemasaran islami dalam meningkatkan penjualan pada studi kasus took
jessy busana muslim bapangan mendenrejo blora’’, http://eprints.walisongo.ac.id/
(diakses pada 27 Desember 2020)
Sukotjo , Hendri dan Sumanto Radix A. (2010). Analisa Marketing Mix-7P (Produce, Price,
Promotion, Place, Participant, Process, and Physical Evidence). Terhadap Keputusan
Pembelian Produk Klinik Kecantikan Teta Di Surabaya), Surabaya: Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya. Jurnal Mitra Ekonomi dan manajemen Bisnis, Vol. 1 No. 2, hlm.
218-219.
Wilson, J. A. J. (2012). Looking at Islamic marketing, branding and Muslim consumer behavior
beyond the 7P’s”. Journal of Islamic Marketing, Vol. 3, h. 212-216.