Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kelompok XII

HUKUM EKONOMI SYARIAH PADA AKTIVITAS BISNIS KONTEMPORER


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Fiqih Ekonomi dan Bisnis Kontemporer
Dosen : Norwili, M.H.I

Disusun oleh

FATICH ZULAIKHAH
NIM. 1802130224
MUHAMMAD HELMI
NIM. 1802130227
NOVI MILANDARI
NIM. 1802130229

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2021/1442H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“Hukum Ekonomi Syariah pada Aktivitas Bisnis Kontemporer” dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga ke depannya menjadi lebih baik.
Kami mengakui makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi teman-teman pembaca dan menjadikan amal sholeh bagi penulis. Amin Yaa
Robbal ‘Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Palangkaraya, Juni 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I......................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

D. Batasan Masalah..........................................................................................................2

E. Metode Penulisan........................................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................................3

A. Multi Level Marketing (MLM) Penjualan Langsung Berjenjang Berdasarkan Prinsip


Syariah................................................................................................................................3

B. Pola Hubungan Akad dan Mekanisme Operasional Usaha.........................................6

BAB III...................................................................................................................................9

PENUTUP..............................................................................................................................9

A. Kesimpulan..................................................................................................................9

B. Saran..........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariah menduduki tempat yang penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia,
tidak seperti kebanyakan hukum lainnya. Dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi,
syariah merupakan salah satu aspek muamalah dari sistem Islam, yang berorientasi untuk
melakukan interaksi antar sesama manusia dalam melakukan sebuah transaksi, maka hal
ini akan menjadi pendukung dalam meningkatkan kebutuhan yang lebih layak bagi
manusia. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa lepas untuk saling berhubungan
dengan orang lain dalam rangka menjalankan hidupnya, baik menerima maupun
memberikan dengan cara tolong-menolong sesamanya.1
Dalam kecenderungan seperti inilah, wajar bila umat Islam sebagai bagian dari
masyarakat dunia, menginginkan nilai-nilai Islam diterapkan dalam kegiatan bisnis.
Disinilah titik awal mula terjadinya pertemuan (konvergensi) pemikiran universal dengan
apa yang diinginkan umat Islam, yaitu penerapan nilai-nilai keagamaan dalam segala sendi
aspek kehidupan, tidak hanya parsial melainkan menyeluruh.
Bisnis Islami yang dikendalikan oleh aturan halal dan haram, baik dari cara
perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis nonislami.
Dengan landasan sekuralisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non islami
tidak memperhatikan halal dan haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala
usaha yang dilakukan dalam meraih tujuantujuan bisnis. Dari asas sekularisme inilah,
seluruh bangunan karakter bisnis non islami diarahkan pada hal-hal yang bersifat duniawi
dan menafikan nilai ruhiah serta keterkaitan pelaku bisnis pada aturan yang lahir dari nilai-
nilai transendental (aturan halal-haram). Kalaupun ada aturan semata bersifat etik yang
tidak ada hubungannya dengan dosa dan pahala.2
Dinamika perkembangan zaman akan membuat seseorang berusaha untuk
mengembangkan kehidupan perekonomiannya. Salah satunya bentuk dari perdagangan,
kehidupan masyarakat ekonomi adalah bisnis, yakni merupakan segala aktivitas yang
dilakukan manusia guna menghasilkan keuntungan, baik berupa barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari- sehari.

1
Muhammad Rayhan Janitra, Hotel Syariah Konsep dan Penerapan, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2017), h.
12.
2
Muhammad Ismail Yuswanto, dkk. Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 21.

1
Berdasarkan pembahasan singkat di atas, tim penulis berniat memaparkan dan
menjelasakan atau membahas lebih lanjut. Oleh karena itu, tim penulis mengangkat sebuah
makalah yang berjudul ”Hukum Ekonomi Syariah pada Aktivitas Bisnis Kontemporer”.
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang di atas, agar pembahasan makalah ini terarah, penulis
perlu mengidentifikasi rumusan masalah sebebagai berikut:
1. Bagaimana Multi Level Marketing (MLM) Penjualan Langsung Berjenjang Berdasarkan
Prinsip Syariah?
2. Bagaimana Pola Hubungan Akad dan Mekanisme Operasional Usaha?
C. Tujuan Penulisan
Dari penulisan makalah ini diharapkan agar mahasiswa mampu menjelaskan dan
memahami:
1. Untuk mengetahui dan Memahami Multi Level Marketing (MLM) Penjualan Langsung
Berjenjang Berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Untuk mengetahui dan Memahami Pola Hubungan Akad dan Mekanisme Operasional
Usaha.
D. Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya materi maupun hal-hal yang berhubungan dengan
rumusan masalah diatas, maka penulis membatasi pembahasan ini sesuai yang terdapat
dalam rumusan masalah. Mengenai hal lain yang tidak memiliki hubungan dengan hal-hal
yang tercantum dalam rumusan masalah diatas tidak penulis uraikan.
E. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dari makalah ini ada dua metode yaitu metode pustaka
(library research) dan metode penelusuran internet (web research) sebagai referensi
pendukung dalam penulisan makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Multi Level Marketing (MLM) Penjualan Langsung Berjenjang Berdasarkan Prinsip
Syariah
Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris yaitu Multi yang berarti
banyak, Level yang berarti jenjang atau tingkat, dan Marketing yang berarti pemasaran.
Penjualan langsung berjenjang atau sering disebut dengan Multi Level Marketing yang
selanjutnya disingkat dengan MLM adalah salah satu cabang dari Direct Selling (DS).
Penjualan langsung berjenjang atau Multi Level Marketing (MLM) adalah cara penjualan
barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan
usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut. 3 Jadi,
Multi Level Marketing (MLM) adalah pemasaran yang berjenjang banyak.
Dalam pengertian lain Multi Level Marketing (MLM) yaitu merupakan sistem
pemasaran melalui jaringan distribusi yang dibangun secara berjenjang dengan
memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. MLM adalah
sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung.
Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang
dagangannya.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 75 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) menjelaskan bahwa Penjualan
Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran
yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan
usaha lainnya secara berturut-turut.4
Sistem ini memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan sistem pemasaran
lain. Suatu yang khas dari Multi Level Marketing (MLM) adalah adanya sistem
penjejangan atau tingkat untuk setiap distributor yang bergabung, sesuai dengan
prestasinya. Seperti halnya meniti karir dalam bisnis dari tingkat yang paling bawah,
menjalani langkah demi langkah, hingga berhasil naik peringkat.
Hafidz Abdurrahman dalam tulisannya menyatakan bahwa Multi Level Marketing
secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan secara banyak tingkatan, terdapat istilah
up-line (tingkat atas) dan down-line (tingkat bawah). Up-line dan down-line merupakan
suatu hubungan pada dus level yang berbeda, yakni ke atas dan ke bawah, dan jika
3
Arip Purkon, Bisnis Online Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 71.
4
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 75/DSN MUI/VII/2009 tentang Pedoman Penjualan
Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) Ketentuan Umum Nomor 1.

3
seseorang di sebut up-line, maka ia mempunyai down-line, baik satu maupun lebih. Orang
kedua yang disebut dengan down-line ini juga kemudian dapat menjadi up-line ketika dia
berhasil merekrut orang lain menjadi down-line, begitu seterusnya.5
Ada dua aspek untuk menilai apakah bisnis MLM itu sesuai dengan syariah atau
tidak yaitu, aspek produk atau jasa yang dijual dan sistem dari MLM itu sendiri. Dari
aspek produk yang dijual, harus merupakan produk-produk yang halal, bermanfaat, dan
dapat diserah terimakan serta mempunyai harga yang jelas. MLM yang dikelola oleh
seorang muslim, jika objeknya tidak memenuhi di atas, hukumnya tidak sah. Adapun dari
aspek sistem, pada dasarnya MLM yang berbasis syariah tidak jauh berbeda dengan MLM
konvensional. Yang membedakan adalah bentuk usaha atau jasa harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
1. Produk yang dipasarkan harus halal, baik dan menjauhi syubhat;
2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat
dalam hukum Islam;
3. Operasional, kebijakan, budaya oraganisasi, maupun sistem akuntansinya harus sesuai
syari’ah;
4. Tidak ada mark-up harga produk yang berlebihan, sehingga anggota terzalimi dengan
harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh;
5. Dalam struktur organisasinya, perlu ada Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri
dari para ulama yang memahami permasalahannya.6
Selanjutnya, formula insensif harus adil, tidak menzalimi down-line dan tidak
menempatkan up-line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up-line tidak boleh
menerima income dari hasil jerih payah down-linenya. Pembagian bonus harus
mencerminkan usaha masing-masing anggota. Tidak ada eksploitasi dalam aturan
pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir. Oleh
karena itu pembagian bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal. Cara
pemberian penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak hura-hura dan pesta pora.
Produk yang dijual tidak menitik beratkan barang-barang tertier, terutama ketika ummat
masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer. Di samping itu, perusahaan MLM
harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat.
Praktik PLBS wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
5
Andrias Harefa, Multi Level Marketing: Alternatif Karir dan Usaha Menyongsong Milenium Ketiga,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 5.
6
Ahmad Mardalis dan Nur Hasanah, “Multi-Level Marketing (MLM) Perspektif Ekonomi Islam”,
Falah Ekonomi Syariah, Jurnal Volume II Nomor 1, Februari 2016, h. 35-36.

4
1. Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau
yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba,
dharar, dzulm, maksiat;
4. Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan
konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun
bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan
volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi
pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas
jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan
atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa
melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak
menimbulkan ighra’7;
9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota
pertama dengan anggota berikutnya;
10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang
dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan
akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan
pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
12. Tidak melakukan kegiatan money game8.9

7
Ighra’ adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi
melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan. Lihat Fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 75/DSN MUI/VII/2009 tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang
Syariah (PLBS) Ketentuan Umum Nomor 8.
8
Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik
memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian
dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut
hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan. Lihat juga
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 75/DSN MUI/VII/2009 tentang Pedoman Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS) Ketentuan Umum Nomor 9.
9
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 75/DSN MUI/VII/2009 tentang Pedoman Penjualan
Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) Ketentuan Hukum.

5
B. Pola Hubungan Akad dan Mekanisme Operasional Usaha
Berbicara mengenai masalah mu’amalah, Islam sangat menekankan pentingnya
peranan akad dalam menentukan sah tidaknya suatu perjanjian bisnis. Yang membedakan
ada tidaknya unsur riba dan gharar (penipuan) dalam sebuah transaksi adalah terletak pada
akadnya. Sebagai contoh adalah akad murabahah dan pinjaman bunga dalam bank
konvensional. Secara hitungan matematis, boleh jadi keduanya sama. Misalnya, seseorang
membutuhkan sebuah barang dengan harga pokok Rp 1000. Jika ia pergi ke bank syariah
dan setuju untuk mendapatkan pembiayaan dengan pola murabahah, dengan marjin profit
yang disepakatinya 10 %, maka secara matematis, kewajiban orang tersebut adalah sebesar
Rp 1100. Jika ia memilih bank konvensional, yang menawarkan pinjaman dengan bunga
sebesar 10 %, maka kewajiban yang harus ia penuhi juga sebesar Rp 1100. Namun
demikian, transaksi yang pertama (murabahah) adalah halal, sedangkan yang kedua adalah
haram. Perbedaannya adalah terletak pada faktor akad. Bisnis MLM yang sesuai syariah
adalah yang memiliki kejelasan akad.10
1. Akad Sistem Murabahah
Jika akadnya murabahah, maka harus jelas barang apa yang diperjualbelikan dan
berapa marjin profit yang disepakati. Murabahah adalah menjual suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang
lebih sebagai laba.
Misalnya A membeli produk dari PT.MLM. Kemudian A menjual kepada B dengan
mengatakan, “Saya menjual produk ini kepada anda dengan harga Rp 11.000,- . Harga
pokoknya Rp 10.000,- dan saya ambil keuntungan Rp 1.000,-. Selanjutnya B tidak dapat
langsung bertransaksi dengan PT.MLM. Jika B mau menjual kepada C, maka prosesnya
sama dengan A (keuntungan yang hendak diambil terserah kepada B).
2. Akad Sistem Mudharabah
Jika akadnya mudarabah, maka harus jelas jenis usahanya, siapa yang bertindak
sebagai rabbul maal (pemilik modal) dan mudarib-nya (pengelola usaha), serta bagaimana
rasio bagi hasilnya. Mudharabah adalah Akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (malik, shahib al-maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang
pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha
dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Jika ada
keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal,
sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku
10
Nur Aini Latifah, Multi Level Marketing perspektif syariah, h. 8

6
hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta
atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun
demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena
kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Mudharabah sendiri terdiri dari Mudharabah Muqhthalaqah dan Mudharabah
Muqayyadah. Misalnya PT.MLM meminta A menjual produknya. Kemudian PT.MLM
menyerahkan barang-barangnya untuk dijual oleh A. Selanjutnya hak yang diperoleh A
adalah berdasarkan kesepakatan antara A dengan PT.MLM.
Mudhorobah Muthlaqoh adalah kontrak mudhorobah yang tidak memiliki ikatan
tertentu. Sedangkan Mudhorobah Muqoyyadah adalah jenis mudhorobah yang pada
akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu. Misalnya PT.MLM meminta A
menjual produknya dengan syarat dijual kepada member dengan harga Rp 100.000,-.
Kemudian PT.MLM menyerahkan barang-barangnya untuk dijual oleh A. Jika A menjual
produk kepada member PT.MLM, maka ia harus menjual dengan harga Rp 100.000,-,
sedangkan jika ia menjual kepada non member, maka ia bebas menjual berapapun harga
yang diinginkan A. Selanjutnya hak A adalah kesepakatan antara A dan PT.MLM atas
pembagian keuntungan dari penjualan produk kepada non member.11
Bisnis network marketing adalah memasarkan produk dengan mempergunakan
banyak penjual, dimana setiap penjual hanya perlu menjual sedikit (MLM Leaders,
2007:150). Sejalan dengan hal tersebut, maka setiap usaha network marketing memiliki
sistem yang mengatur penjualan dan pembagian hasil penjualan yang sering diistilahkan
dengan business plan atau marketing plan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008
tentang penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung,
marketing plan adalah program perusahaan dalam memasarkan barang atau jasa yang akan
dilaksanakan dan dikembangkan oleh mitra usaha melalui jaringan pemasaran dengan
bentuk pemasaran satu tingkat atau pemasaran multi tingkat. Sedangkan MLM leaders
mendefinisikan marketing plan sebagai rancangan sistem pembagian pendapatan dari
perusahaan network marketing kepada distributornya yang meliputi keuntungan,
penghargaan, prosedur dan persentase yang akan dibagikan kepada para distributor.
Banyak hal yang perlu diperhatikan terkait dengan marketing plan atau business
plan. Dalam marketing plan yang ideal dan sesuai dengan syariat Islam, sistem mengenai
pembagian komisi maupun bonus harus disusun dengan memperhatikan prinsip keadilan
11
Al-Khayyath, Asy-Syarikat fî asy-Syari‘ah al-Islamiyyah, h. 66

7
dan kesejahteraan, yang mana sistem tersebut memberikan kesempatan kepada para
distributornya untuk memperoleh pendapatan seoptimal mungkin sesuai kemampuannya
melalui penjualan dan pengembangan jaringan mereka.12

12
Muhammad Denny Ruliansyah, Analisis Penerapan Sistem Syariah dan Penjualan Produk Multi
Level Marketig Syariah dalam peningkatan kesejahteraan anggota, Banda Aceh: 2019, h. 40

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris yaitu Multi yang berarti
banyak, Level yang berarti jenjang atau tingkat, dan Marketing yang berarti pemasaran.
Penjualan langsung berjenjang atau sering disebut dengan Multi Level Marketing yang
selanjutnya disingkat dengan MLM adalah salah satu cabang dari Direct Selling (DS).
Penjualan langsung berjenjang atau Multi Level Marketing (MLM) adalah cara penjualan
barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan
usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut. Jadi,
Multi Level Marketing (MLM) adalah pemasaran yang berjenjang banyak. Berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 75 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) menjelaskan bahwa Penjualan
Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran
yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau
badan usaha lainnya secara berturut-turut.
2. Berbicara mengenai masalah mu’amalah, Islam sangat menekankan pentingnya peranan
akad dalam menentukan sah tidaknya suatu perjanjian bisnis. Yang membedakan ada
tidaknya unsur riba dan gharar (penipuan) dalam sebuah transaksi adalah terletak pada
akadnya. Sebagai contoh adalah akad murabahah dan pinjaman bunga dalam bank
konvensional. Bisnis MLM yang sesuai syariah adalah yang memiliki kejelasan akad.
Akad Sistem Murabahah, Jika akadnya murabahah, maka harus jelas barang apa yang
diperjualbelikan dan berapa marjin profit yang disepakati. Murabahah adalah menjual
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Akad Sistem Mudharabah, Jika
akadnya mudarabah, maka harus jelas jenis usahanya, siapa yang bertindak sebagai
rabbul maal (pemilik modal) dan mudarib-nya (pengelola usaha), serta bagaimana rasio
bagi hasilnya. Mudharabah adalah Akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (malik, shahib al-maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak
kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha
dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

9
B. Saran
Dengan adanya makalah ini hendaknya dapat memberikan manfaat yang positif bagi
pembaca, dapat menambah wawasan keilmuan pembaca dan dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, akan tetapi jangan jadikan makalah ini menjadi satu-satunya sumber
pembelajaran. Semoga makalah ini dapat memperluas wawasan kita khususnya dalam
mata kuliah Fiqih Ekonomi dan Bisnis Kontemporer.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khayyath. Asy-Syarikat fî asy-Syari‘ah al-Islamiyyah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 75/DSN MUI/VII/2009 tentang Pedoman
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) Ketentuan Umum.

Harefa, Andrias. 1999. Multi Level Marketing: Alternatif Karir dan Usaha Menyongsong
Milenium Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Janitra, Muhammad Rayhan. 2017. Hotel Syariah Konsep dan Penerapan. Depok: Raja
Grafindo Persada.

Latifah, Nur Aini. Multi Level Marketing perspektif syariah.

Mardalis, Ahmad dan Nur Hasanah. 2016. “Multi-Level Marketing (MLM) Perspektif
Ekonomi Islam”. Falah Ekonomi Syariah. Jurnal Volume II Nomor 1. Februari.

Purkon, Arip. 2004. Bisnis Online Syariah. Jakarta: Gramedia.

Ruliansyah, Muhammad Denny. 2019. Analisis Penerapan Sistem Syariah dan Penjualan
Produk Multi Level Marketig Syariah dalam peningkatan kesejahteraan anggota.
Banda Aceh.

Yuswanto, Muhammad Ismail, dkk. 2002. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani
Press.

11

Anda mungkin juga menyukai